Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR
DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI
JAWA TIMUR

MUHAMMAD ZIA UL HAQ

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Strategi Pengelolaan
Pariwisata Pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa
Timur” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.


Bogor, April 2006

M. Zia Ul Haq
NRP C.251030211

ABSTRAK
M. ZIA UL HAQ. Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA,
KIAGUS ABDUL AZIZ, dan ANI MARDIASTUTI.
Pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan yang tepat sehingga
mampu menjadi pedoman bagi tindakan strategis di masa mendatang, baik untuk
kegiatan pariwisata itu sendiri maupun kegiatan di sektor lain. Wilayah pesisir dan
laut Sendang Biru merupakan kawasan andalan Kabupaten Malang untuk
pembangunan pariwisata. Kawasan pesisir ini memiliki beberapa potensi menarik
sebagai kawasan pariwisata, seperti: pantai berpasir putih, hutan pantai,
pemandangan indah, dan tradisi upacara bersih laut yang biasa di kenal dengan
upacara petik laut serta didukung oleh adanya Cagar Alam Pulau Sempu yang
khas. Apabila potensi ini dimanfaatkan secara optimal, tentu dapat diandalkan
sebagai peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat lokal.

Analisis SWOT digunakan dalam menentukan strategi pengelolaan
pariwisata di kawasan ini, tetapi terlebih dahulu diadakan pengkajian potensi
kawasan berdasarkan penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata
yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan. Penelitian ini bertujuan: 1) mengkaji potensi kawasan pariwisata
pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang, dan 2) merumuskan strategi pengelolaan
kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang. Hasil akhir
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan penentuan strategi
pengelolaan pariwisata pesisir dan laut Kabupaten Malang, terutama oleh
pengambil kebijakan dalam memutuskan strategi pengelolaan yang dilakukan.
Objek wisata pesisir Sendang Biru layak dikembangkan berdasarkan
keindahan dan keunikan daya tarik yang dimiliki. Selain daya tarik, kelayakan
pengembangan objek wisata pesisir Sendang Biru juga didukung oleh: potensi
pasar yang tersedia, mudahnya aksesibilitas, kesiapan lingkungan sosial ekonomi
dan pelayanan masyarakat lokal, kondisi iklim, keberadaan akomodasi,
kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, ketersediaan air bersih, dan
terjaminnya keamanan. Namun demikian, tingginya persaingan antar objek wisata
di wilayah Kabupaten Malang, menuntut strategi pengelolaan yang baik dan
berwawasan lingkungan.
Prioritas strategi pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru

Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur yang didapatkan bisa diurutkan sebagai
berikut: 1) pengawasan terhadap kelestarian sumber daya alam, 2) peningkatan
kenyamanan terhadap wisatawan, 3) peningkatan promosi produk wisata, 4)
perbaikan mutu sumberdaya manusia penduduk setempat, 5) kebijakan pemodalan
bagi penduduk lokal dalam mengembangkan usaha yang mendukung pariwisata,
6) pengadaan transportasi umum yang berkesinambungan, dan 7) penyuluhan dan
pembinaan bagi masyarakat lokal unt uk terlibat secara langsung dalam pelayanan
pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan.

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR
DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI
JAWA TIMUR

MUHAMMAD ZIA UL HAQ

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya

Judul Penelitian

: Strategi Pengelolaan Pariwisata Pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur

Nama Mahasiswa

: Muhammad Zia Ul Haq


Nomer Pokok

: C.251030211

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
Ketua

Ir. Kiagus Abdul Aziz, M.Sc
Anggota

Prof.Dr.Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan


Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS

Tanggal ujian: 12 Mei 2006

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang Propinsi
Jawa Timur pada tanggal 30 November 1979 dari Bapak Suliatim dan Ibu
Sugiarti. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaud ara. Menyelesaikan
pendidikan kanak-kanak di TK Bhayangkari Kepanjen Malang tahun 1986, pada
tahun 1992 menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri V Kepanjen Malang.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Pondok Modern Darussalam
Gontor Ponorogo Jawa Timur dan tamat pada tahun 1998. Selama satu tahun
sampai dengan tahun 1999 penulis menjadi tenaga pengajar di Pondok Modern

Darussalam Gontor. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Bung
Hatta Padang Sumatera Barat pada Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan,
menamatkan studi pada tahun 2003 dan langsung melanjutkan studi di program
pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(PS-SPL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Jawa Barat.

PRAKATA
Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan
Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan tesis ini berkat
pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Strategi pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru Kabupaten Malang
Propinsi Jawa Timur merupakan suatu kajian ilmiah tentang pengembangan
strategi pengelolaan pariwisata pesisir untuk meningkatkan tingkat pembangunan
ekonomi dan sumberdaya manusia tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem
lestari dalam aplikasinya.
Penelitian ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA, Ir.
Kiagus Abdul Aziz, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. Terima kasih
sebesar-besarnya kepada pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
arahan selama penelitian berlangsung, semoga amal kebajikan dan kerelaan

mendidik diberi pahala yang setimpal di sisi Allah Sang Penguasa alam.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini,
saran dan penyempurnaan dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga
penelitian yang telah dilakukan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,
instansi terkait maupun stakeholder yang berkecimpung langsung didalamnya.

Bogor, April 2006

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
viii
DAFTAR TABEL......................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................


ix

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang ..............................................................................
Perumusan Masalah........................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
Tujuan Penelitian..................................................................
Manfaat Penelitian................................................................
Kerangka Pendekatan Penelitian....................................................

1
1
2
3
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
Wilayah Pesisir...............................................................................

Potensi Wilayah Pesisir ........................................................
Pulau-Pulau Kecil .................................................................
Ekosistem Pantai ..................................................................
Prinsip Dasar Pengelolaan PesisirTerpadu...........................
Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut ..........
Pariwisata .......................................................................................
Batasan Pariwisata ................................................................
Kawasan Konservasi ............................................................
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya .........................
Manfaat Pembangunan Pariwisata .......................................
Arah Pengembangan Pembangunan Pariwisata Nasional....
Pengelolaan Pesisir Terpadu Untuk Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan......................................................

5
5
6
10
12
13

18
20
21
24
27
31
32

METODE PENELITIAN ..........................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................
Pengumpulan Data .........................................................................
Pengamatan dan Penilaian Potensi.................................................
Analisa Data ...................................................................................
Analisis Strategi Kebijakan Pengelolaan Pariwisata Pesisir ..........

36
36
36
38
40
40

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN .........................................
Kondisi Geografi dan Topografi ....................................................
Kondisi Oseanografi ......................................................................
Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat .......................

43
43
44
45

HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................
Hasil Penelitian ..............................................................................
Potensi Objek Wisata ...........................................................
Strategi Pengelolaan Pariwisata ...........................................
Pembahasan....................................................................................
Potensi Objek Wisata ...........................................................

49
49
49
49
55
55

33

vii

Daya tarik ......................................................................
Potensi pasar .................................................................
Kadar Hubungan/Aksesibilitas .....................................
Kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan
masyarakat ....................................................................
Kondisi iklim ................................................................
Akomodasi....................................................................
Sarana dan prasarana penunjang...................................
Ketersediaan air bersih .................................................
Keamanan .....................................................................
Hubungan dengan objek wisata lain .............................

55
58
60

Strategi Pengelolaan Pariwisata ...........................................
Pengawasan kelestarian sumberdaya alam ...................
Peningkatan kenyamanan terhadap wisatawan.............
Peningkatan promosi produk wisata .............................
Perbaikan mutu SDM penduduk setempat ...................
Kebijakan pemodalan bagi penduduk lokal dalam
mengembangkan usaha yang me ndukung pariwisata ...
Pengadaan transportasi yang berkesinambungan .........
Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal
untuk terlibat secara langsung dalam pelayanan
pariwisata dan pemeliharaan sumberdaya alam dan
lingkungan ....................................................................

70
70
71
73
74

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan ....................................................................................
Saran...............................................................................................

78
78
78

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

79

LAMPIRAN ...............................................................................................

85

61
64
65
66
67
68
69

74
75

76

DAFTAR GAMBAR
1

Halaman
Diagram kerangka pendekatan penelitian...............................................
4

2

Tipologi jenis wisata...............................................................................

23

3

Kategori kawasan konservasi di Indonesia.............................................

26

4

Peta lokasi penelitian..............................................................................

37

DAFTAR TABEL
1 Tipe wisatawan dan tingkat adaptasi terhadap alam sekitar...............

Halaman
24

2 Tujuan pengelolaan yang disesuaikan dengan kawasan konservasi...

24

3 Kriteria penilaian kelayakan pengembangan wisata............................

39

4 Faktor strategi internal.........................................................................

41

5 Faktor strategi eksternal.......................................................................

41

6 Diagram matrik SWOT........................................................................

41

7 Tingkat kesuburan tanah di Desa Tambak Rejo..................................

44

8 Data oseanografi di perairan laut Kabupaten Malang.........................

45

9 Jumlah penduduk Sendang Biru berdasarkan tingkat pendidikan.......

46

10 Sarana dan prasarana produksi dan perekonomian yang terdapat
di Desa Tambakrejo.............................................................................

47

11 Penilaian objek wisata kawasan pesisir Sendang Biru.........................

49

12 Faktor strategi internal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur.....................................

50

13 Faktor startegi eksternal pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang
Biru Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur.....................................

51

14 Matrik SWOT pengelolaan pariwisata pesisir di Sendang Biru
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur.............................................

52

15 Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengelolaan pariwisata
pesisir di Sendang Biru Malang Jawa Timur........................................

53

16 Daerah tujuan wisata alam populer di Indonesia...................................

60

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Kriteria penilaian dan daya tarik wisata alam........................................

85

2

Kriteria penilaian potensi wisata............................................................

91

3

Kriteria pemilihan faktor internal dan eksternal....................................

92

4

Hasil pengkajian potensi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru.....

96

5

Panorama Pantai Sendang Biru Kabupaten Malang Propinsi
Jawa Timur.............................................................................................

102

Panorama dan suasana Telaga Lele di dalam area Cagar Alam
Pulau Sempu pada siang dan sore hari...................................................

103

7

Pemandangan Segara Anakan di dalam area Cagar Alam Pulau Sempu

104

8

Beberapa lokasi wisata tidak sejenis yang terdapat di dalam
dan di luar Kabupaten Malang Jawa Timur (radius 75 km dari objek
pariwisata pesisir Sendang Biru).............................................................. 105

6

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menyongsong era perdagangan bebas regional dan internasional yang
penuh persaingan, selayaknya fundamental ekonomi harus diperkokoh melalui
berbagai sektor pembangunan. Agar tidak tertinggal dalam persaingan global,
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru harus segera dicari, memelihara dan
meningkatkan kegiatan ekonomi yang ada, serta memperbaiki pengelolaan
sumberdaya dan lingkungan. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat
diandalkan dalam meningkatkan pendapatan daerah dan dapat berkonstribusi pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pemanfaatan potensi sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan selama ini
tidak banyak mendapat perhatian oleh pembuat kebijakan, seperti kegiatan
pariwisata pesisir. Kegiatan ini merupakan sektor yang secara langsung dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, dalam arti dapat menciptakan lapangan
kerja dan memberi peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Selain itu, pariwisata
secara tidak langsung dapat berperan dalam pelestarian sumberdaya pesisir dan
laut.
Pembangunan pariwisata memerlukan strategi pengelolaan yang tepat
sehingga mampu menjadi pedoman bagi tindakan strategis di masa mendatang,
baik untuk kegiatan pariwisata itu sendiri maupun kegiatan di sektor lain.
Kegiatan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya laut dapat
dipadukan dengan kegiatan sektor lain seperti sektor kehutanan, perikanan,
perhubungan, pemukiman, industri, maupun perkebunan, sehingga dengan pola
keterpaduan, pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Kawasan pesisir Kabupaten Malang mempunyai potensi cukup besar
dalam bidang pariwisata. Potensi tersebut ditunjukkan oleh kondisi alamiah yang
sangat beragam, berupa kawasan perbukitan, pantai-pantai terjal, teluk, dataran
pantai, serta lembah- lembah pada kawasan sekitar yang dipadu dengan prosesproses alamiah seperti angin, gelombang, dan arus laut sehingga menghasilkan
bentukan geomorfik yang khas.

2

Selain faktor alamiah, beberapa kegiatan keagaman dan budaya
masyarakat setempat yang dilakukan di pesisir Kabupaten Malang juga
merupakan potensi pariwisata yang handal. Hampir di setiap daerah pemukiman
pesisir Kabupaten Malang mempunyai budaya/tradisi untuk melakukan upacara
bersih laut sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat yang diperoleh berupa hasil
laut yang melimpah (Bappeprop Jatim 2001).
Wilayah pesisir dan laut Sendang Biru merupakan kawasan andalan untuk
pembangunan pariwisata. Kawasan pesisir ini memiliki beberapa potensi menarik
sebagai kawasan pariwisata, seperti: pasir putih, hutan pantai, pemandangan
indah, dan tradisi upacara bersih laut yang biasa di kenal dengan upacara petik
laut. Apabila potensi ini dimanfaatkan secara optimal, tentu dapat diandalkan
sebagai peluang kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat lokal.
Pemanfaatan secara optimal dapat dilaksanakan apabila keragaman potensi
sumberdaya alam didata dan dinilai lebih detail untuk mengetahui secara lebih
jelas potensi yang terkandung di pesisir Sendang Biru guna mendukung kegiatan
pariwisata, sehingga strategi pengelolaan bisa ditentukan berdasarkan hasil
pengkajian potensi. Hasil akhir penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu
sumbangan penentuan strategi pengelolaan pariwisata pesisir dan laut Kabupaten
Malang, terutama oleh pengambil kebijakan dalam memutuskan strategi
pengelolaan.
Perumusan Masalah
Keragaman potensi sumberdaya alam yang ada di pesisir Sendang Biru
akan mendatangkan konflik kepentingan apabila tidak ada kebijakan pengelolaan
yang jelas. Padahal potensi yang ada mempunyai fungsi sosial, fungsi ekonomi,
dan fungsi ekologi yang khas. Pengembangan pariwisata secara maksimal dari
berbagai potensi pariwisata di Sendang Biru masih belum dilaksanakan.
Permasalahan yang ada selama ini adalah: a) kurangnya sumberdaya manusia
yang terampil di bidang pariwisata, b) kurangnya peran serta masyarakat lokal, c)
kurangnya peran serta dunia usaha, d) masih langkanya cinderamata, e) adanya
persaingan yang sangat ketat antar lokasi obyek wisata untuk mendapatkan
wisatawan lokal dan mancanegara, dan f) kurangnya mutu produk pelayanan
pariwisata.

3

Masalah- masalah yang ada perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk
kepentingan pengelolaan kawasan pesisir yang memihak kepada masyarakat.
Untuk mencapai strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan objek
wisata, maka perlu dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman di
kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru, sehingga pengelolaan sumberdaya alam
pesisir dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan bisa melindungi
sumberdaya alam dari penurunan kualitas alam tersebut.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian:
1. Mengkaji potensi kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru Kabupaten
Malang.
2. Merumuskan strategi pengelolaan kawasan pariwisata pesisir Sendang
Biru Kabupaten Malang.
Manfaat Penelitian:
Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan masukan kepada pihak
pengambil kebijakan dalam mengatur pemanfataan kawasan dan sumberdaya
alam di kawasan pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang.
Kerangka Pendekatan Penelitian
Berkaitan dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan, maka hal- hal
dibawah ini digunakan sebagai kerangka pendekatan penelitian: a) mengkaji
potensi kawasan pariwisata berdasarkan kondisi objek, dan b) merumuskan
strategi pengelolaan pembangunan kawasan pariwisata pesisir Sendang Biru.
a

Mengkaji potensi kawasan pesisir Sendang Biru yang mendukung untuk
pengembangan pariwisata. Data dikumpulkan berdasarkan parameterparameter sebagai faktor pembatas untuk kegiatan pariwisata. Data kondisi
potensi yang telah dikumpulkan akan dibandingkan dengan kriteria
pariwisata yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan
Jasa Lingkungan (2002). Selanjutnya, menurut Direktorat Wisata Alam dan
Pemanfaatan

Jasa

Lingkungan

(2002),

kriteria

penilaian

kelayakan

pengembangan pariwisata adalah sebagai berikut: a) layak (baik sekali, baik,
cukup, sedang) dan b) tidak layak (kurang, kurang sekali, buruk).

4

b

Merumuskan kebijakan pengelolaan pembangunan kawasan pariwisata
pesisir Sendang Biru. Perumusan kebijakan pengelolaan akan di analisis
menggunakan SWOT (Rangkuti 2004) berdasarkan kriteria penilaian yang
telah dilakukan pada tujuan penelitian pertama.
Secara skematik kerangka pendekatan penelitian ini dapat digambarkan

pada gambar 1 berikut:
KAWASAN
PARIWISATA PESISIR
SENDANG BIRU

Potensi
penawaran

1
2
3
4
5
6
7
8

Potensi
permintaan

Daya tarik
Aksesibilitas
Kondisi Iklim
Akomodasi
Sarana dan prasarana
penunjang
Ketersediaan air bersih
Keamanan
Hubungan objek
dengan objek wisata
lain

1
2

Potensi pasar
Kondisi sosial
ekonomi dan
pelayanan masyarakat

Penilaian Tingkat
Kesesuaian Kawasan

Perumusan Strategi Pengelolaan Kawasan Pariwisata
Pesisir Sendang Biru Kabupaten Malang
Gambar 1 Diagram kerangka pendekatan penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Wilayah Pesisir
Untuk mengelola wilayah pesisir, sangat diperlukan batas wilayah yang
akan dikelola. Batas wilayah pesisir dipertimbangkan atas dasar biogeofisik
kawasan termasuk didalamnya faktor hidrologi, ekologis, sosial, maupun
administratif. Penentuan batas dimulai dengan memperhatikan ciri-ciri alami,
jangkauan perairan pesisir, dan keperluan administrasi, setelah itu ditetapkan batas
daratan pantai ke arah darat, kemudian dari daratan ke pantai. Hal ini diperlukan
untuk memperoleh suatu interaksi antar komponen darat dan laut bagi wilayah
pesisir yang hendak dikelola.
Lawrence (1998) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah
peralihan antara darat dengan laut yang mencakup perairan pantai, daerah pasang
surut (pantai diantara batas pasang surut dan pasang naik), dan tanah daratan
dimana habitat dan jenis binatangnya beradaptasi secara khusus terhadap
lingkungan yang unik.
Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau
dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu:
batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis
pantai (crosshore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah
pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif mudah, misalnya batas wilayah
pesisir antara Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo, atau batas wilayah
pesisir Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, dan
batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai Dadap di sebelah barat
dan Tanjung Karawang di sebelah Timur (Dahuri et.al 1996).
Wilayah peralihan antara daratan dan lautan adalah sebagai berikut: a) ke
arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin, dan b) ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

6

Berdasarkan batas tersebut beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas
seperti estuaria, delta, goba, terumbu karang, hutan bakau, hutan rawa dan bukit
pasir tercakup dalam wilayah tersebut. Penentuan wilayah pesisir seringkali
ditekankan untuk maksud hukum dan administratif. Akibatnya proses lingkungan
yang menjalin komponen daratan dan lautan sering terabaikan.
Sumberdaya Wilayah Pesisir
Sumberdaya pesisir Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati
laut tropis terkaya di dunia, dimana 30% hutan bakau dunia ada di Indonesia; 30%
terumbu karang dunia ada di Indonesia, 60% konsumsi protein berasal dari
sumberdaya ikan, 90 persen ikan berasal dari perairan pesisir dalam radius 12 mil
laut dari garis pantai. Ekosistem pesisir dapat mengurangi dampak bencana alam
seperti tsunami, banjir dan erosi pantai. Sumberdaya pesisir penting bagi budaya
dan tradisi masyarakat lokal serta media pertahanan keamanan (DKP 2003).
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar
terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih, (2) sumberdaya tak dapat
pulih, dan (3) jasa-jasa lingkungan. Adapun sumberdaya yang dapat pulih kembali
meliputi:
a. Hutan mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang
penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota,
penahan abrasi, penahan amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah,
pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai
fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obatobatan.
Salah satu contoh kegunaan nyata mangrove; keberadaan areal mangrove
yang luas disekitar tambak dapat menyebabkan keragaman makrobentos dan
kandungan bahan organik di tambak menjadi lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tambak yang disekitarnya hanya mempunyai areal mangrove yang sempit.
Kualitas tanah aktual kearah mangrove kandungan bahan organik tambak semakin
tinggi, begitu juga kandungan debunya. Sedangkan kandungan pasir, semakin
menurun kearah mangrove (Gunarto et.al 2002).

7

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam sebagai tempat
berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara
mahluk hidup dengan lingkungannya dan antara mahluk hidup itu sendiri.
Terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi
oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan
asin/payau (Alikodra 2000).
Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian
besar masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang
belum dikembangkan secara optimal, adalah kawasan wisata alam. Padahal
negara lain, seperti Malaysia dan Australia, wisata alam mangrove sudah
berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri et.al 1996).
Mangrove tumbuh subur di daerah tropis dekat ekuator. Namun demikian
mereka juga dapat tumbuh di daerah subtropis, yaitu sampai pada sekitar 350 LU
di Asia dan sekitar 350 LS di Afrika, Australia, dan Selandia Baru. Di tingkat
Asean, jumlah area hutan mangrove yang terbesar adalah di Indonesia, diikuti
oleh Malasyia, Thailand, Filipina dan Singapura. Sedangkan area mangrove yang
terluas di Indonesia tercatat di Irian Jaya (Supriharyono 2000).
b. Terumbu karang
Indonesia memiliki kurang lebih 50 000 km2 ekosistem terumbu karang
yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et.al 1996). Terumbu
karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan,
pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota.
Terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai
ekonomi penting seperti berbagai jenis hasil perikanan, dan sebagai bahan
konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan
yang sangat indah.
Di dalam ekosistem terumbu karang pada umumnya yang merupakan
biota dominan ialah karang batu. Dengan kerangka yang keras dan bentuk serta
ukurannya yang beraneka ragam, karang batu dipakai sebagai tempat hidup,
berlindung dan mencari makan oleh berbagai jenis biota lain seperti krustasea,
moluska, ekinodermata, polikhaeta, porifera, ikan, bahkan oleh jenis-jenis
koelenterata. Salah satu jenis koelenterata yang tidak kalah penting peranannya

8

dalam pembentukan fisik terumbu karang ialah karang lunak atau lebih dikenal
sebagai Alcyonaria corals.
Secara umum terlihat jelas adanya perbedaan antara karang lunak dan
karang batu, terutama pada jumlah tentakel, kekenyalan tubuh, dan kerangka yang
menyusunnya. Tetapi dalam hal fisiologisnya terutama mekanisme pengaturan
organ-organ

dalam

tubuh

untuk

mengambil

makanan

dalam

air,

dan

mengelua rkan zat-zat yang tidak terpakai ke luar tubuh, juga proses respirasi pada
prinsipnya sama dengan karang batu (Manuputty 2002).
Menurut Sukmara et.al (2002) ada empat fungsi pokok dari terumbu
karang, yaitu: 1) fungsi pariwisata; keindahan karang, kekayaan biologi dan
kejernihan airnya membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat
rekreasi, 2) fungsi prikanan; sebagai tempat ikan- ikan karang yang harganya
mahal sehingga nelayan banyak menangkap di kawasan ini, 3) fungsi
perlindungan pantai; terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah
gelombang alami yang melindungi pantai dari abrasi, banjir pantai, dan peristiwa
perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air laut, dan 4) fungsi
keanekaragaman

hayati;

ekosistem

ini

mempunyai

produktivitas

dan

keanekaragaman dan jenis biota yang tinggi. Keanekaragaman hayati yang hidup
di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau lebih besar
dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis.
Upaya pemanfaatan sumberdaya alam lestari dengan melibatkan
masyarakat sangat dibutuhkan. Pada kasus di Bali, dimana masyarakat melakukan
pengambilan karang secara intesif harus dicegah dengan mencarikan alternatif
berupa pengelolaan wilayah tersebut untuk kepentingan turisme dan melibatkan
masyarakat didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil dikembangkan di Bunaken
Sulawesi Utara dimana masyarakat terlibat dalam sektor ekonomi seperti
pelayanan pada penjualan cinderamata, makanan kecil, dan penyediaan fasilitas
untuk menikmati keindahan terumbu karang; berupa perahu katamaran (perahu
yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga orang bisa melihat langsung
kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa penyewaan alat-alat selam.
Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain- lain
(Dahuri et.al 1996).

9

c. Rumput laut
Potensi rumput laut (algae) di perairan Indonesia mencakup areal seluas
26 700 ha dengan potensi produksi sebesar 482 400 ton/tahun. Pemanfaatan
rumput laut untuk industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya karaginan, agar, dan algin. Melihat besarnya potensi
pemanfaatan algae, terutama untuk ekspor, maka saat ini telah diupayakan untuk
dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema sp telah dicoba di Kepulauan Seribu
(Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan
Teluk Lampung (Dahuri et.al 1996).
Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan dan masih bisa
ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam teknologi pembudidayaan dan
pemasaran merupakan faktor yang mene ntukan dalam menggairahkan masyarakat
untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Peranan pemerintah dalam
penentuan

daerah

budidaya,

bantuan

dari

badan-badan

peneliti

untuk

memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari pembeli/eksportir
rumput laut sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.
d. Perikanan tangkap
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan
bagi masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk
mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke
perairan Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua
pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak
terkait lainnya. Hal lain yang perlu dilakukan adalah memberi pengertian pada
masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan yang tidak ramah lingkungan
seperti penggunaan bahan peledak atau penggunaan racun.

e. Bahan mineral
Sumberdaya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan
geologi, yang termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas,
timah, nikel, bijh besi, batu bara, granit, tanah liat, pasir, dan lain- lain.
Sumberdaya geologi lainnya adalah bahan baku industri dan bahan bangunan,
antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.

10

Sedangkan potensi jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi
kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media
transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian,
pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung,
dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya.
Pulau-Pulau Kecil
Dengan perbandingan luas wilayah lautan dan daratan tiga berbanding
dua, memberikan wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam
sumberdaya alam. Teristimewa sumberdaya alam yang dapat pulih kembali
seperti berbagai jenis ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Masih ada
sumberdaya alam lain dan jasa lingkungan yang belum diusahakan, ataupun kalau
sudah, masih berada pada taraf yang masih rendah dan perlu dikembangkan secara
lebih baik untuk kesejahteraan bersama masyarakat Indonesia terutama
masyarakat pesisir yang selama ini lebih banyak merupakan objek dari kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir dan lautan.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia dikaruniai potensi kelautan berupa
pulau-pulau besar dan kecil denga n jumlah mencapai lebih dari 17000 pulau.
Potensi pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut dapat dilihat dari berbagai sisi,
antara lain ekonomi, sosial, ekologi, keamanan, dan navigasi. Selama ini potensi
pemanfaatan tersebut belum dikelola secara optimal, mengingat ada berbagai
kendala yang dihadapi. Selain itu berbagai kepentingan dalam pengelolaan pulaupulau kecil menjadikannya cukup sensitif (Fauzi dan Anna 2005).
Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2005) berpendapat bahwa kebijakan
menyangkut pemanfaatan pulau-pulau kecil pada dasarnya haruslah berbasiskan
kondisi dan karakteristik biogeofisik, serta sosial-ekonomi masyarakatnya,
mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting, baik bagi kehidupan
ekosistem sekitar maupun kehidupan ekosistem di daratan. Hal terpenting yang
berkaitan dengan penentuan kebijakan pembangunan pulau-pulau kecil di
Indonesia adalah pengetahuan tentang keragaan nilai ekonomi dari pulau-pulau
kecil tersebut, karena setiap pulau mempunyai keragaan ekonomi yang berbedabeda, tergantung kondisi sumberdaya yang ada serta kondisi biogeofisiknya.

11

Sampai saat ini masih belum ada batasan yang tetap tentang pengertian
pulau kecil baik di tingkat nasional maupun internasional, akan tetapi terdapat
suatu kesepakatan umum bahwa yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau
yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dari pulau induknya dan
memiliki batas yang pasti, terisolasi dari habitat lain, sehingga mempunyai sifat
insular.
Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain sehingga
keterisolasian ini akan menambah keanekaragaman organisme yang hidup di
pulau serta dapat membentuk kehidupan yang unik di pulau tersebut. Selain itu
pulau kecil juga mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies
endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Akibat ukurannya
yang kecil maka tangkapan air pada pulau ini yang relatif kecil sehingga air
permukaan dan sedimen lebih cepat hilang kedalam tanah. Jika dilihat dari segi
budaya maka masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang umumnya berbeda
dengan masyarakat pulau kontinen dan daratan (Dahuri 1998a).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka ada 3 hal yang dapat
dipakai untuk membuat suatu batasan pengertian pulau kecil yaitu: (i) batasan
fisik (menyangkut ukuran luas pulau); (ii) batasan ekologis (menyangkut
perbandingan spesies endemik dan terisolasi); dan (iii) keunikan budaya. Kriteria
tambahan lain yang dapat dipakai adalah derajat ketergantungan penduduk dalam
memenuhi kebutuhan pokok. Apabila penduduk suatu pulau dalam memenuhi
kebutuhan pokok hidupnya bergantung pada lain atau pulau induknya maka pulau
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai pulau kecil.
Menurut Tetelepta (2002) potensi sumberdaya pulau-pulau kecil cukup
besar, antara lain sumberdaya alam yang dapat pulih (misalnya ikan, moluska,
krustasea, rumput laut, mangrove, padang lamun, dan terumbu karang), dan
sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (misalnya minyak bumi, gas, bijih besi,
pasir, timah, dan bahan tambang lain) serta jasa-jasa lingkungan (misalnya
kegiatan wisata laut dan perhubungan laut). Di lain pihak, ekosistem pulau-pulau
kecil memiliki karakteristik biofisik yang spesifik dan menonjol, yaitu memiliki
sumberdaya air tawar yang sangat terbatas, karena kemampuan tangkapan air
yang rendah, juga peka dan rentan terhadap berbagai tekanan dan pengaruh

12

eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia.
Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai terletak antara garis air surut terendah dan air pasang
tertinggi. Ekosistem ini berkisar pada daerah dimana ditemukan substrat berbatu
dan berkerikil (yang mendukung sejumlah terbatas flora dan fauna sesil) hingga
daerah berpasir aktif (dimana ditemukan populasi bakteri, protozoa, metazoa) dan
daerah bersubstrat liat dan lumpur (dimana ditemukan sejumlah besar komunitas
infauna) (Bengen 2002).
Lebih lanjut Bengen (2002) menyebutkan bahwa ada tiga tipe pantai yang
perlu diketahui, yaitu: (1) pantai berbatu, (2) pantai berlumpur, dan (3) pantai
berpasir. Pantai berbatu merupakan satu dari lingkungan pesisir dan laut yang
subur. Kombinasi substrat keras untuk penempelan, seringnya aksi gelombang,
dan perairan yang jernih menciptakan suatu habitat yang menguntungkan bagi
biota laut. Biota pada zonasi pantai berbatu: (a) supralitoral: siput Littorina,
Cyanobakteri calothrix, kadang-kadang alga merah Porphyra atau alga coklat
Fucus, (b) eulitoral: kerang/teritip (barnacle) Balanus & Chthamalus, kerang
(mussel) Mytilus dan alga coklat Fucus (bersama-sama), siput gastropoda
(gastropod snail) limpet, kepiting Carcinus, dan bulu babi.
Pantai berlumpur merupakan rangkaian kesatuan dengan pantai berpasir,
lebih terlindung dari gerakan omb ak, berbutiran sedimen lebih halus dan
mengakumulasi lebih banyak bahan organik. Dijumpai di teluk tertutup, gobah,
estuaria. Dengan ciri-ciri: pergerakan air lambat, kemiringan sangat landai (datar),
kandungan oksigen rendah. Pantai berpasir mempunyai kombinasi ukuran partikel
yang berbeda dan variasi faktor lingkungan menciptakan suatu kisaran habitat
pantai berpasir yang khas.
Reoksigenasi dan suplai nutrien ke dalam pasir bervariasi berdasarkan
porositas, aksi gelombang dan tinggi muka pasir. Profil vertikal bergradasi dari
aerobik (pasir berwarna kekuningan), kurang aerobik (pasir berwarna kelabu),
anaerobik (pasir berwarna hitam). Produksi primer rendah, meskipun kadangkadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh
materi organik diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut atau partikel.
Konsumsi materi organik sebagian besar oleh bakteri, jarang sekali oleh herbivora

13

atau detritivora. Kelimpahan bakteri secara proporsional berbanding terbalik
dengan ukuran sedimen. Nilai utama dari bakteri adalah dekomposer materi
organik.
Perubahan bentuk pantai dipengaruhi oleh adanya proses pengendapan dan
proses pengikisan didaerah pesisir. Bahan-bahan yang terangkut sungai ke lautan
dalam bentuk padatan tersuspensi, seperti debu dan tanah liat, menyebabkan
perairan menjadi keruh dan berwarna coklat, sedangkan bahan angkutan dalam
bentuk butiran yang berukuran lebih besar dan lebih berat, seperti pasir, akan
mengendap di mulut muara dan sekitarnya, sehingga akan tebentuk perubahan
kontur daratan pantai yang baru (Kartahadimadja 1994).
Kegiatan vulkanik terkadang menjadikan topografi berbukit-bukit dan
sering terjadi peremajaan tanah dan membentuk tanah muda yang biasa disebut
regosol. Tanah regosol yang terjadi di sepanjang pantai disebut sebagai bukit
pasir, ini terbentuk terbentuk dari pasir di pantai yang berasal dari abu vulkanik
oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan akumulasi. Gaya ombak laut memilih
pasir ringan dilempar jauh dari daratan dan pasir berat berwarna hitam tertinggal
dipantai yang landai. Pasir yang kering kemudian tertiup angin ke arah daratan
dan diendapkan pada tempat yang bervegetasi sebagai penumpu (biasanya
Xerophyta dan Halophyta), sehingga terbentuk deretan bukit pasir. Di Irian Jaya
pernah ditemukan 15 deretan bukit pasir pada pantai berjarak 15 km dari tepi laut
(Darmawijaya 1997).
Prinsip Dasar Pengelolaan Pesisir Terpadu
Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa
pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir pesisir dilakukan
melalui penilaian secara menyeluruh, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian
merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
Menurut Bengen (2001) bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan
pengelolaan wilayah pesisir mencakup 4 aspek, yaitu: (a) keterpaduan
wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektor; (c) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d)
keterpaduan stakeholders.

14

a. Keterpaduan wilayah/ekologis
Secara spasial dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara
lahan atas (daratan) dan laut. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir
merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Dengan keterkaitan
kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir tidak terlepas dari
pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai
dampak lingkungan yang terjadi pada kawasan pesisir merupakan akibat dari
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan
atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan
sebagaimya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti
kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut. Penanggulangan
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri, pertanian, dan rumah tangga,
serta sedimentasi tidak dapat dilakukan hanya di kawasan pesisir saja, tetapi harus
dilakukan mulai dari sumber dampaknya.
b. Keterpaduan sektor
Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di
kawasan

pesisir

adalah banyaknya

instansi

atau

sektor-sektor

pelaku

pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir. Akibatnya
seringkali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir antar sektor
dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir
dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, maka dalam perencanaan dan
pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu
sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor
lain. Keterpaduan sektoral ini meliputi keterpaduan secara horizontal (antar
sektor) dan keterpaduan secara vertikal (dalam satu sektor). Oleh karena itu,
penyusunan tata ruang dan panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu
dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan
pembangunan lainnya.
c. Keterpaduan disiplin ilmu
Wilayah pesisir memiliki sifat dan karakteristik yang unik dan spesifik,
baik sifat dan karakteristik ekosistem pesisir maupun sifat dan karakteristik sosial

15

budaya masyarakat pesisir. Dengan dinamika perairan pesisir yang khas,
dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula seperti hidro-oseanografi, biologi laut,
dinamika oseanografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan disiplin ilmu
lainnya juga sangat penting. Secara umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam
pengelolaan ekosistem dan sumberdaya pesisir adalah ilmu- ilmu ekologi,
oseanografi, keteknikan, ekonomi, hukum, budaya, dan sosiologi.
d. Keterpaduan stakeholders
Segenap keterpaduan diatas, akan berhasil diterapkan apabila ditunjang
oleh keterpaduan dari pelaku dan atau pengelola pembangunan di kawasan pesisir.
Seperti diketahui bahwa pelaku pembangunan dan pengelola sumberdaya alam
pesisir antara lain terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat pesisir,
swasta/investor dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masingmasing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan
pesisir.
Sesuai

Keputusan

Menteri

Kelautan

dan

Perikanan

Nomor:

Kep.10/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu, bahwa prinsip dasar pengelolaan pesisir terpadu meliputi: i)
keterpaduan; ii) desentralisasi pengelolaan; iii) pembangunan berkelanjutan; iv)
keterbukaan dan peranserta masyarakat; dan v) kepastian hukum (DKP 2002),
dengan uraian sebagai berikut:
i. Keterpaduan
a. Keterpaduan perencanaan sektor secara horisontal dan vertikal
Keterpaduan perencenaan horisontal, memadukan perencanaan dari
berbagai sektor, seperti sektor pertanian dan sektor konservasi yang berada di
hulu, sektor perikanan, sektor pariwisata, sektor perhubungan laut, sektor industri
maritim, sektor pertambangan lepas pantai, sektor konservasi laut, dan sektor
pengembangan kota, yang berada dalam satu tingkat pemerintahan yaitu:
Kabupaten/Kota, Propinsi atau Pemerintah Pusat. Keterpaduan perencanaan
secara vertikal meliputi keterpaduan kebijakan dan perencanaan mulai dari tingkat
Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, atau Pemerintah Pusat.

16

b. Keterpaduan ekosistem darat dan laut
Perencanaan

pengelolaan

pesisir

terpadu

diprioritaskan

dengan

menggunakan kombinasi pendekatan batas ekologis, misalnya daerah aliran
sungai (DAS), dan wilayah administratif Propinsi, Kabupaten/Kota, dan
Kecamatan sebagai basis perencanaan; sehingga dampak dari suatu kegiatan di
DAS, seperti kegiatan pertanian dan industri perlu diperhitungkan dalam
pengelolaan pesisir.
c. Keterpaduan sains dan manajemen
Pengelolaan pesisir terpadu perlu didasarkan pada masukan data dan
informasi ilmiah yang absah untuk memberikan berbagai alternatif dan
rekomendasi bagi pengambil keputusan dengan mempertimbangkan kondisi,
karakteristik sosial-ekonomi-budaya, kelembagaan dan biogeofisik lingkungan
setempat.
d. Keterpaduan antar negara
Pengelolaan pesisir di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu
diintegrasikan kedalam kebijakan dan perencanaan pemanfaatan sumberdaya
pesisir

masing- masing

negara

tersebut.

Keterpaduan

kebijakan

ataupun

perencanaan antar negara antara lain mengendalikan faktor- faktor penyebab
kerusakan sumberdaya pesisir yang bersifat lintas negara, misalnya di pesisir antar
Pulau Batam dengan Singapura.
ii. Desentralisasi pengelolaan
Sejalan dengan otonomi daerah, maka kewenangan pengelolaan pesisir
telah didesentralisasikan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 10 UU NO.22/1999. Urusan pemerintahan yang didesentralisasikan
tersebut meliputi bidang eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
kekayaan laut, tata ruang dan administrasi serta penegakan hukum di laut. Untuk
itu

perlu

diperkuat

kemampuan

kelembagaan

perencanaan

pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut.
iii. Pembangunan berkelanjutan
Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk memanfaatkan
sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan

17

pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian
sumberdaya pesisir yang akan datang.
Untuk itu, laju pemanfaatan sumberdaya pesisir harus dilakukan kurang
atau sama dengan laju regenerasi sumberdaya hayati atau laju inovasi untuk
menemukan

substitusi

sumberdaya

nir-hayati

di

pesisir.

Dalam

hal

ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir akibat
berbagai aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati,
sambil mengantisipasi dampak negatifnya.
iv. Keterbukaan dan peranserta masyarakat
Adanya keterbukaan di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memahami bahwasanya
perencanaan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah pada dasarnya
untuk kepentingan masyarakat, selain itu juga memberikan kesempatan kepada
masyarakat berperanserta dalam menyusun perencanaan, melaksanakan, dan turut
serta melakukan pemanfaatan sekaligus pengendalian dalam pelaksanaannya.
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi
adalah

bagaimana

menghadapi

trade-off

antara

pemenuhan

kebutuhan

pembangunan di satu sisi dan upaya mempertahankan kelestarian lingkungan di
sisi lain. Pembangunan ekonomi yang berbasis sumberdaya alam yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif pada
lingkungan, karena pada dasarnya sumberdaya alam dan lingkungan memiliki
kapasitas daya dukung yang terbatas. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi
yang tidak memperhatikan kapasitas sumberdaya alam dan lingkungan akan
m