Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut Pertanian Bogor)

ANALISIS DAN EVALUASI INFRASTRUKTUR JARINGAN
NIRKABEL BERBASISKAN STANDAR IEEE 802.11 (STUDI
KASUS DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR)

AHMAD JALALUDDIN AL FUADI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis dan Evaluasi
Infrastruktur Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di
Institut Pertanian Bogor) benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015
Ahmad Jalaluddin Al Fuadi
NIM G64124036

ABSTRAK
AHMAD JALALUDDIN AL FUADI. Analisis dan Evaluasi Infrastruktur
Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut
Pertanian Bogor). Dibimbing oleh HERU SUKOCO.
Infrastruktur jaringan wireless fidelity (WiFi) milik IPB belum dikelola
secara optimal saat ini. Hal ini menyebabkan banyaknya interferensi antar
perangkat WiFi sehingga area jangkauannya menjadi tidak optimal. Oleh karena
itu, diperlukan sebuah rekomendasi rancangan infrastuktur WiFi yang dapat
mengoptimalkan kinerja jaringan. Penelitian ini menggunakan dua model desain
infrastruktur jaringan WiFi, yaitu model koneksi langsung dan model koneksi
bridging/relaying. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua skenario
aktivitas pengguna, yaitu diam dan bergerak untuk mengukur tiga variabel kinerja
jaringan, yaitu latency, throughput, dan signal-to-noise ratio (SNR). Pada model

koneksi langsung dengan skenario kondisi pengguna diam menghasilkan nilai
kinerja latency rata-rata 2.5 ms dan model koneksi bridging/relay 165.4 ms.
Untuk skenario kondisi pengguna bergerak pada koneksi langsung waktu
perpindahan AP rata-rata 2.9 detik dan koneksi bridging/relay 6.2 detik.
Sementara itu, untuk hasil pengujian throughput pada koneksi langsung memiliki
nilai rata-rata 7.185 Mbps dan koneksi bridging/relay 1.364 Mbps. Dengan hasil
yang didapatkan, maka kinerja yang terbaik adalah model koneksi langsung.
Kata kunci: bridging/relay, interferensi, nirkabel, roaming, WiFi.

ABSTRACT
AHMAD JALALUDDIN AL FUADI. Analysis and Evaluation of Network In
Based on 802.11 Standard (Case Study at Bogor Agricultural University).
Supervised by HERU SUKOCO.
The IPB wireless fidelity (WiFi) network infrastructure has not optimally
managed. This causes interference among Wi-Fi devices that makes the range of
coverage not optimal. Therefore, we need a recommendation for WiFi
infrastructure design that is able to optimize the performance of the network. This
study utilizes two models of WiFi network infrastructure design, namely the direct
connection model and the bridging connections/relaying model. In the testing
phase, we uses two scenarios of user activity, namely still and moving conditions.

These scenarios aim to measure three performance metrics, namely latency,
throughput, and signal-to-noise ratio (SNR). The direct and bridging scenario
models with a still-user condition result in an average latency performance of 2.5
ms and 165.4 ms, respectively. Additionally, for moving users, in average, the AP
displacement time of the direct connection and the bridging/relaying model are of
2.9 and 6.2 seconds, respectively. The throughput test both in direct and bridging
model resulted in an average value of 7.185 Mbps and 1.364 Mbps, respectively.
The experiment results show that the direct model has the best performance.
Keywords: interference, bridging/relay, roaming, WiFi, wireless.

ANALISIS DAN EVALUASI INFRASTRUKTUR JARINGAN
NIRKABEL BERBASISKAN STANDAR IEEE 802.11
(STUDI KASUS DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR)

AHMAD JALALUDDIN AL FUADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komputer
pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji:
1 Karlisa Priandana, ST MEng
2 Dr Ir Sri Wahjuni, MT

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis dan Evaluasi Infrastruktur Jaringan Nirkabel
Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut
Pertanian Bogor)

: Ahmad Jalaluddin Al Fuadi
: G64124036

Disetujui oleh

DrEng Heru Sukoco, SSi MT
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala atas
rahmat dan segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan agung Nabi Muhammad
‫ﷺ‬. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014

ini adalah jaringan komputer, dengan judul Analisis dan Evaluasi Infrastruktur
Jaringan Nirkabel Berbasiskan Standar IEEE 802.11 (Studi Kasus di Institut
Pertanian Bogor).
Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua tercinta dan segenap keluarga besar penulis atas do’a serta
dukungan yang diberikan. Kepada bapak DrEng Heru Sukoco, SSi MT selaku
pembimbing, Ibu Karlisa Priandana, ST MEng dan Ibu Dr Ir Sri Wahjuni, MT
selaku penguji. Serta kepada bapak Mahfudin Zuhri dan seluruh teman-teman
penulis di Program S1 Ilmu Komputer Alih Jenis Angkatan 7.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015
Ahmad Jalaluddin Al Fuadi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Aturan Penentuan Channel pada Frekuensi 2.4 GHz

2

Metode Penempatan Channel

3


Tahapan Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Pengumpulan Data Perangkat WiFi di Kampus IPB

6

Perancangan Infrastruktur Nirkabel

9

Pembuatan Prototipe

10


Pengujian Kinerja Jaringan (Prototipe)

13

Evaluasi

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18


DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kanan rektorat
Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kiri rektorat
Data perangkat jaringan WiFi di kampus BS
Karakteristik 802.11x (barrie 2009)
Hasil SNR pada pengujian model koneksi langsung
Hasil SNR pada pengujian model koneksi bridging/relay

7
8
9
10
16
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Channel dan frekuensi tengah untuk 802.11b/g
3
Metode penentuan channel
3
Tahapan metode penelitian
4
Model desain prototipe koneksi langsung
11
Model desain prototipe koneksi bridging/relay
11
Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP1
13
Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP2
14
Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dai AP1 ke AP2
14
Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dari AP2 ke AP1
15
Grafik hasil pengujian throughput pada AP1
15
Grafik hasil pengujian throughput pada AP2
16
Penetapan channel tetangga agar tidak tumpang tindih dengan channel yang
ada
17

DAFTAR LAMPIRAN
Teknik cluster sampling dalam pemilihan 6 lokasi
20
Gambar site survey dengan heatmapper yang dilakukan di kampus
20
Peta infrastruktur perangkat WiFi di beberapa lokasi kampus Dramaga
21
Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di
beberapa lokasi kampus BS
22
5 Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di 6 lokasi
kampus Dramaga
23
6 Gambar letak titik-titik pengujian throughput yang dilakukan dalam
pengujian kinerja
24

1
2
3
4

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wireless merupakan media transmisi data pada jaringan yang menggunakan
frekuensi radio dan infrared. Teknologi wireless dapat diklasifikasikan dalam
berbagai jenis. Wireless fidelity (WiFi) adalah salah satu klasifikasi dari teknologi
wireless tersebut. Pada umumnya WiFi mengacu pada jenis IEEE 802.11 wireless
local area network (WLAN). Adapun secara khusus, WiFi adalah standar industri
untuk produk yang didefinisikan oleh WiFi Alliance dan sesuai dengan standar
IEEE 802.11 (IEEE 2012).
Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki jaringan komputer yang
mengintegrasikan seluruh infrastuktur IPB yang meliputi akses internet, intranet,
lokal, dan layanan perbankan. Direktorat Integrasi Data dan Sistem Informasi
(DIDSI) merupakan pengelola dari jaringan IPB. DIDSI mendapatkan banyak
keluhan dari pengguna mengenai akses internet yang lambat. Pengguna pada
umumnya terhubung ke internet menggunakan jaringan WiFi yang tersebar di
lingkungan IPB. Banyak pengelola jaringan WiFi di lingkungan IPB tidak
melakukan pengelolaan dengan baik. Hal ini mengakibatkan terjadinya berbagai
masalah yaitu interferensi terhadap frekuensi radio yang digunakan antar
perangkat access point (AP), tidak meratanya area WiFi di setiap lokasi, dan lainlain. Oleh karena itu maka, kinerja dari jaringan WiFi yang ada di lingkungan
kampus IPB menjadi tidak optimal.
Penelitian tentang pengaruh interferensi terhadap kinerja dari sebuah
jaringan WiFi sudah pernah dilakukan (Shoemake 2001). Pada penelitian tersebut
dilakukan 3 skenario percobaan untuk pengujian kinerja jaringan WiFi. Hasil dari
3 skenario percobaan tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat
interferensi akan menyebabkan kinerja dari jaringan WiFi menjadi semakin
menurun.
Permasalahan jangkauan yang tidak merata dapat diatasi dengan
menggunakan topologi extended service set (ESS) yang memakai wireless
roaming. Penelitian terkait telah dilakukan oleh Arsandy et al. (2012). Perangkat
yang digunakan adalah TP-Link dengan firmware DD-WRT sebagai AP dan
router sebagai server DHCP. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
dengan menerapkan topologi ESS yang memakai wireless roaming memiliki
reliabilitas yang baik dan jangkuan WiFi menjadi lebih luas.
Pada penelitian ini, akan dilakukan perancangan model jaringan WiFi agar
dapat meminimalisir terjadinya interferensi dan memperluas area jangkuan.
Model desain yang dirancang akan diuji kinerja jaringannya. Model desain yang
memiliki kinerja yang terbaik nantinya akan direkomendasikan untuk menjadi
rancangan dari infrastruktur wireless di kampus IPB.

Tujuan Penelitian
Melakukan analisis dan evaluasi terhadap infrastruktur nirkabel yang
menggunakan koneksi langsung dan koneksi bridging/relay.

2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi rancangan
infrastuktur nirkabel yang tepat untuk IPB agar interferensi dapat dimimalisir dan
jangkauan dari jaringan WiFi menjadi lebih luas.

Ruang Lingkup Penelitian
1

2
3

4

Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Perangkat yang digunakan pada penelitian ini yaitu 2 buah AP TL-WR1043ND
ver 2, 2 buah Mikrotik Router Board 433 outdoor, 1 buah switch D-Link, 2
buah laptop (sebagai WiFi station dan server), dan 1 buah Mikrotik Router
Board 1100.
WiFi diimplementasikan pada 802.11g.
Pengujian menggunakan 1 buah laptop dengan spesifikasi sebagai berikut:
sistem operasi Windows 7 64 bit, dan Atheros AR9485WB-EG wireless
network adapter.
Lokasi penelitian dilakukan di kampus Dramaga dan beberapa lokasi di
kampus Baranangsiang IPB.

METODE
Aturan Penentuan Channel pada Frekuensi 2.4 GHz
Jaringan WiFi menggunakan transmisi data pada frekuensi unlicensed 2.4
GHz industrial scientific and medical (ISM) band dengan lebar 83.5 MHz yang
tersebar dari 2.400 GHz sampai 2.4835 GHz (Shoemake 2001). Frekuensi yang
digunakan perangkat WiFi dalam menghantarkan data adalah signal carrier.
Signal carrier biasa disebut dengan channel. Perbedaan frekuensi antara dari
suatu channel dengan channel yang berdekatan adalah 5 MHz. Pada umumnya
perangkat di indonesia menggunakan rentang frekuensi 2.412 MHz sampai
dengan frekuensi 2.462 MHz. Wireless mode pada standar 802.11b/g mempunyai
bandwidth sebesar 22 MHz. Oleh karena itu, untuk menghindari overlap maka
channel yang bisa digunakan adalah channel 1, 6, dan 11 seperti yang terlihat
pada Gambar 1 (Ermanno et al. 2013).
Penetapan channel pada standar 802.11b/g/n dapat dihitung dengan
Persamaan 1.




�−1

+

� (MHz )

5 (MHz )

(1)
BW (MHz) merupakan lebar pita untuk media transmisi wireless. Cn
merupakan channel berikutnya (tetangga) yang akan ditetapkan untuk perangkat
WiFi yang berdekatan. C(n-1) merupakan channel yang telah ditetapkan
sebelumnya (channel tetangga yang sudah ada) dan 5 (MHz) merupakan jarak
antar channel.

3

Metode Penempatan Channel
Jangkauan area dari beberapa jaringan wireless dapat digabungkan.
Penggabungan ini digunakan untuk memperluas area jangkuan dari jaringan
wireless. Penggabungan dilakukan dengan menjadikan area dari jaringan wireless
satu dengan yang lainnya saling overlaping. Area overlaping yang ideal adalah 25
persen dari area jangkuan jaringan wireless. Untuk meminimalisir interferensi dari
area yang overlap tersebut maka pemilihan channel yang digunakan harus
diperhatikan. Teknik penggunaan channel untuk menggabungkan 3 atau lebih area
jangkuan jaringan wireless dapat mengikuti pola seperti Gambar 2 (Barrie 2009).

Gambar 1 Channel dan frekuensi tengah untuk 802.11b/g (Ermanno et al. 2013)

Gambar 2 Metode penentuan channel (Barrie 2009)

Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari beberapa tahap seperti terlihat pada Gambar
3 dengan tahapan sebagai barikut:
1 Pengumpulan Data
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data dengan melakukan survey
terhadap jaringan WiFi yang ada di lingkungan IPB. Survey yang dilakukan
meliputi kampus IPB Baranangsiang (BS), dan beberapa lokasi sampling di
kampus Dramaga. Lokasi sampling dipilih dengan menggunakan teknik cluster
sampling. Tahapan pertama lokasi kampus Dramaga di bagi ke dalam 2 cluster
sesuai dengan letak geografinya. Cluster 1 adalah gedung sebelah kanan rektorat

4

yang meliputi gedung FMIPA, FATETA, PAPERTA, FEMA, FEM, dan
FAHUTAN. Cluster 2 adalah gedung sebelah kiri rektorat yang meliputi FKH,
FAPET, dan FPIK. Selanjutnya cluster 1 dan cluster 2 dibagi kedalam bagianbagian yang lebih kecil dan bagian tersebut diberikan label. Label yang ada
digunakan untuk proses random sampling untuk memilih 3 sampling pada setiap
cluster. Proses random sampling dilakukan dengan cara memasukan semua label
pada sebuah gelas kemudian dikocok. Label pertama, kedua, dan ketiga yang
keluar dari gelasakan dijadikan sampel untuk masing-masing cluster.
Mulai
Pengumpulan
Data
Perancangan
Skenario
Percobaan
Pembuatan
Desain
Prototipe
Pengujian Performa
jaringan
Latency

Throughput

SNR

Evaluasi

Selesai

Gambar 3 Tahapan metode penelitian
2 Perancangan skenario percobaan
Pada tahapan ini dilakukan pembuatan model terhadap rancangan yang
nantinya akan direkomendasikan beserta skenario percobaan yang akan dilakukan.
Model yang akan dijadikan rekomendasi adalah model koneksi langsung dan
koneksi bridging/relay yang mengimplementasikan teknologi WiFi. Skenario
percobaan yang akan dilakukan sebagai berikut:
a Skenario 1
Percobaan ini dilakukan untuk mengukur latency dari WiFi station (STA)
diam terhadap gateway pada masing-masing rancangan. Jarak STA berdekatan
dengan AP (perangkat WiFi). Pengujian dilakukan dengan mengirimkan Paket
ping dari STA ke gateway (interface router). Paket ping yang dikirimkan
dalam setiap percobaan berjumlah 100 packet dengan jumlah percobaan

5

sebanyak 10 kali. Setiap Packet ping yang dikirimkan memiliki nilai request
time out 1 detik. Pengiriman Paket ping dilakukan pada command prompt
dengan perintah ping 172.17.1.1 –n 100 –w 1000.
b Skenario 2
Percobaan ini dilakukan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan STA
berpindah dari AP 1 ke AP 2 dan sebaliknya. Pengujian dilakukan dengan
mengirimkan Paket ping secara terus-menerus dari STA ke gateway dengan
nilai request time out 1 detik. Pengujian dilakukan dengan perintah ping
172.17.1.1 –t –w 1000 pada command prompt. Paket ping dikirimkan
selama STA berjalan dari accees point 1 ke AP 2 dan sebaliknya. Waktu
perpindahan STA dilihat berdasarkan jumlah paket request time out yang
terjadi ketika pengujian. Untuk memastikan STA telah berpindah dilakukan
dengan cara mematikan perangkat AP, jika ketika perangkat mati dan Paket
ping langsung request time out maka STA telah berpindah.
c Skenario 3
Percobaan ini dilakukan untuk pengukuran throughput yang didapatkan
oleh STA. Pengujian throughput dilakukan pada titik-titik yang telah
ditentukan dengan menggunakan software iperf-2.0.5-2. Titik-titik pengujian
tersebut berjarak 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 m dari STA terhadap AP. Pengujian
yang dilakukan pada masing-masing titik dilakukan sebanyak 10 kali.
Pengujian dilakukan dengan perintah iperf –c 172.18.1.254 pada
command prompt.
d Skenario 4
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui signal to noise ratio (SNR)
pada STA. Pengujian dilakukan dengan mendekatkan STA dengan AP. Nilai
SNR dari STA berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada AP.
3 Pembuatan prototipe
Pada tahapan ini dilakukan pembuatan prototipe dari model desain yang
telah ditentukan pada tahapan sebelumnya. Pembuatan prototipe dilakukan pada
tempat yang tidak ada jaringan WiFi disekitarnya, agar hasil dari pengujian
memiliki nilai validitas yang tinggi.
4 Pengujian Kinerja Jaringan
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kinerja jaringan dengan
mengamati beberapa variabel pengujian, di antaranya sebagai berikut:
a Throughput
Throughput merupakan nilai dari sejumlah data paket yang diterima di
node penerima dalam suatu satuan waktu tertentu (Sukoco 2005). Menurut
Sukoco (2005), throughput sistem merupakan niai throughput yang dihitung
berdasarkan rasio nilai besaran total data paket yang berhasil diterima sampai
dengan waktu tertentu terhadap waktu totalnya yang dihitung mulai dari paket
pertama terkirim. Nilai throughput sistem ini sangat penting karena dapat
menggambarkan kekuatan dari suatu transmisi sistem antara node pengirim dan
penerima. Selain itu juga dapat menggambarkan berapa besar data paket yang
mampu dikirimkan dalam waktu tetentu. Throughput yang diukur pada
penelitian ini adalah throughput sistem. Throughput sistem dihitung dengan
menggunakan Persamaan 2 (Sukoco 2005).

6

Tsistem kbps =

(������� × 8)
tcurrent − tstart × 1024

(2)
Tsistem adalah throughput sistem (kbps), pktSize adalah besar ukuran paket
(byte) , tstart adalah waktu saat paket pertama terkirim (detik), dan tcurrent adalah
waktu saat paket sekarang diterima (detik).
b Latency
Secara umum latency didefinisikan sebagai waktu untuk menunggu
terjadinya suatu kejadian. Parameter yang sering digunakan untuk latency
jaringan adalah round-trip time (RTT). RTT adalah waktu sebuah paket data
untuk melakukan perjalanan pulang pergi dari client menuju server dan
kembali lagi ke client (Brownlee dan Loosley 2001).
c Signal to Noise Ratio (SNR)
Menurut Nurmalia (2010) SNR adalah perbandingan daya dalam sinyal
terhadap daya dalam derau yang ada pada suatu titik tertentu pada transmisi.
Umumnya perbandingan ini diukur pada sebuah penerima, karena pada
penerimalah usaha pengolahan sinyal dan penghapusan derau dilakukan.
Menurut Arsyandi et al. (2012) formulasi dari perhitungan SNR dapat dihitung
dengan Persamaan 3.
SNR (dB) = Signal (dBm) – Noise (dBm)

(3)
Signal (dBm) merupakan sinyal yang dimaksudkan untuk transmisi.
Sementara itu, noise (dBm) merupakan sinyal tidak diinginkan yang bergabung
dengan sinyal yang dimaksudkan untuk transmisi dan penerimaan sehingga
menyebabkan distorsi.
5 Evaluasi
Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi terhadap hasil yang didapatkan dari
kedua desain rancangan yang diuji. Hasil dari masing-masing desain akan
dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, dapat diketahui
deviasi dari kedua desain rancangan yang diuji.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan Data Perangkat WiFi di Kampus IPB
Data ini didapatkan dari hasil site survey terhadap jaringan WiFi yang ada di
IPB yang tersebar di kampus IPB BS, dan 6 lokasi di Kampus IPB Dramaga.
Sampel yang didapatkan pada gedung sebelah kiri rektorat yaitu sampel nomor 1,
6, dan 11. Sementara itu sampel yang didapatkan pada gedung sebelah kanan
rektorat yaitu sampel nomor 3, 17, dan 20. Penomoran terhadap masing-masing
cluster dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data yang didapatkan nantinya akan digunakan untuk mengetahui keadaan
dari jaringan WiFi di IPB. Data perangkat jaringan WiFi untuk kampus Dramaga

7

terdapat pada Tabel 1 dan 2. Sementara itu, data jaringan WiFi yang didapatkan di
kampus BS terdapat pada Tabel 3 dengan peta lokasi perangkatnya terlampir pada
Lampiran 2. Untuk peta lokasi dari beberapa lokasi sampel pada kampus Dramaga
terlampir pada Lampiran 3. Data interferensi yang terjadi di sekitar kampus BS
dapat dilihat pada Lampiran 4 dan data interferensi di 6 lokasi di Dramaga pada
Lampiran 5.
Tabel 1 Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kanan rektorat
NO Lokasi SSID
Channel Merk
1
20
TIN_3
9
TP-LINK
2
20
PPSTIP
1
D-LINK
3
20
TIN1
9
Cisco_Linksys
4
20
labkom_sil
5
D-LINK
5
20
wpe_G_pateta05
4
EPIGRAM
6
20
[email protected]
11
TP-LINK
7
20
Speedy_ITP
11
TP-LINK
8
20
TeknikBioinformatika1
6
Cisco_Linksys
9
20
PATETA_02
5
Realtek
10
20
PATETA_05
5
TP-LINK
11
20
TIN4
6
Cisco_Linksys
12
3
KSHE5_MKK
11
Tenda Techno
13
3
KSHE7_EMSL
1+5
Tenda Techno
14
3
KSHE6_RAE
1
Tenda Techno
15
3
BKKT_DKSHE
6
TP-LINK
16
3
KSHE9_HKMJL
1
Tenda Techno
17
3
KSHE_2_linksys
11
EPIGRAM
18
3
Perpus_FMIPA
6
Cisco_Linksys
19
3
WiFi Speedy Basuki
10
3Com Europe
20
3
Hakim-fi
6
Azurewave
21
3
ITSL2-WAP
6
Cisco_Linksys
22
3
Ruang Diskusi
11
Cisco_Linksys
23
3
KSHE_4_T1
6
Tenda Techno
24
17
AIMS_ITP
1
TP-LINK
25
17
BEM-FATETA-IPB
6
Cisco_Linksys
26
17
AGB-Social Room
8
D-Link
27
17
SKPM TOP 1
1
Cisco_Linksys
Ubiquiti
28
17
SKPM-TOP 2
1
Network
Ubiquiti
29
17
SKPM-TOP 3
1
Network
30
17
PATETA_01
1
Cisco System
31
17
Dept. AGB-1
6
Cisco Linksys

Security
WPA2+WPS
UNSECURED
UNSECURED
WPA+WPS
UNSECURED
UNSECURED
WPA+WPS
UNSECURED
UNSECURED
UNSECURED
UNSECURED
WPA-Personal
WPA2-Personal
WPA2-Personal
Open
WPA2-Personal
Open
Open
WPA2-Personal
WPA2-Personal
Open
Open
WPA-Personal
WPA2-Personal
WPA2-Personal
WPA-Personal
Open
Open
Open
Open
Open

Site survey dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak gratis.
Perangkat lunak tersebut adalah Ekahau HeatMapper dan inSSIDer yang terinstal

8

pada sistem operasi Windows 7 32 bit. Ekahau HeatMapper digunakan untuk
mengetahui letak dari AP yang berada pada lokasi pengambilan data. Sementara
itu, inSSIDer digunakan untuk mengetahui tumpang tindih (interferensi) yang
terjadi pada lokasi pengambilan data.
Tabel 2 Data perangkat jaringan WiFi di gedung sebelah kiri rektorat
NO Lokasi SSID
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
6
6
6

16

6

17
18
19
20
21

6
6
6
6
11

22

11

23
24
25
26
27

11
11
11
11
11

28

11

29
30

11
11

ITKLt4W16
ITKLt3W17
ITKLt3W16
ITKLt5
ITKLt4W17
Marine Fisheries
DAS
PSP Lt 3
Perpus-PSP
MSTDS
LAB_BIO
MSP-RD.ICHSAN
Analitik Wireless
WiFi_MST
Skripsi-perpus
DivisiKimia
Anorganik
WIFI BDP_2
LINGKUNGAN_3
LINGKUNGAN_1
LAB Mikro
LAB ITP WIFI
WIFI Kerjasama
Fapet
WiFi Mikrobiologi
Biokimia IPB 1
Fapet WIFI ST
Perpustakaan Fapet
ICT-10
WIFI PASCA
IPTP
Kimia Organik
Biokimia IPB 2

Channel Merk
6
1
1
6
6
11
11
11
9+13
11+7
1+5
11
5
1+5
6+10
11+7
1
4
8+12
11
6
6
1+5
11
7
1
11
9
6
1+5

Security

ASUS Tekno
ASUS Tekno
ASUS Tekno
ASUS Tekno
ASUS Tekno
Cisco Linksys
D-Link
Cisco Linksys
TP-Link
TP-Link
TP-Link
Belkin
D-Link
TP-Link
Tenda Techno
Fida
International
EPIGRAM
TP-Link
TP-Link
D-Link
TP-Link

Open
Open
Open
Open
Open
Open
WPA2-Personal
Open
Open
WPA2-Personal
WPA2-Personal
WPA2-Personal
WPA2-Personal
Open
Open

TP-Link

Open

TP-Link
Cisco Linksys
Cisco Linksys
TP-Link
Edimax Techno

Open
Open
Open
Open
Open

Cisco Linksys

Open

TP-Link
TP-Link

WPA2-Personal
Open

WPA2-Personal
Open
WPA2-Personal
Open
Open
Open

Data nomor 27, 28, 29, dan 30 (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaturan
pengaturan security dan channel belum dilakukan secara baik. Oleh karena itu,
menimbulkan tumpang tindih (interferensi) dari frekuensi yang digunakan antar
perangkat WiFi.

9

Tabel 3 Data perangkat jaringan WiFi di kampus BS
NO Lokasi SSID
Channel Merk
1
BS
PKHT 02
10
D-LINK
2
BS
PKHT 01
7
D-LINK
3
BS
RAMP-IPB WiFi
1+5
TP-LINK
4
BS
Hidden
4+8
Speedy
5
BS
Ris.net
4+8
Speedy

Security
WPA2
WPA2
WPA
WPA2
WPA2

6

BS

[email protected]

Speedy

Open

7
8
9
10
11

BS
BS
BS
BS
BS

CENTRAS IPB
EDTC-PKSPL-IPB
RAMP
ilk_ekstensi
CCROM

TP-LINK
D-LINK
ASUS
LINKSYS

WPA
WPA
WPA
WPA2
WPA

4+8
6
6
6
6
9

Perancangan Infrastruktur Nirkabel
Model desain jaringan WiFi yang akan dibuat sebagai berikut:
1 Koneksi langsung
Koneksi langsung adalah model jaringan WiFi yang menggunakan media
kabel sebagai penghubung antar AP. Kabel yang dipakai adalah kabel UTP
dengan konektor RJ-45.
2 Koneksi bridging/relay
Koneksi bridging/relay adalah sebuah model jaringan WiFi yang
menggunakan media wireless sebagai penghubung antar AP. Model desain ini
merupakan alternatif yang bisa diimplementasikan. Topologi yang akan
digunakan adalah point-to-multipoint dengan wireless distribution system (WDS)
sebagai bridging link dalam penghubung antar AP. Bridging link tersebut
diimplementasikan pada 802.11a dengan menggunakan Mikrotik Router Board
433. Karakteristik 802.11a adalah band 5 GHz, modulasi orthogonal frequency
division multiplexing, throughput 23 Mbps dengan jarak (indoor/outdoor) 35/120
meter (Barrie 2009).
Masing-masing prototipe yang dirancang memiliki server DHCP yang
berfungsi untuk memberikan IP pada STA yang terhubung dengan AP. Server
digunakan untuk pengujian dari throughput yang didapatkan oleh STA pada saat
pengujian. AP TP-LINK TL-WR1043ND digunakan sebagai perangkat WiFi
dengan melakukan upgrade firmware factory ke DD-WRT agar fitur yang tersedia
menjadi lebih lengkap. Dengan firmware DD-WRT tersebut AP dapat melakukan
DHCP Forwarder. Hal ini dilakukan agar waktu yang dibutuhkan untuk
perpindahan STA terhadap AP satu dengan yang lainnya menjadi lebih cepat.
Dengan pengatuaran AP diatur DHCP forwarder maka STA tidak perlu
melakukan mekanisme permintaan DHCP ulang ketika berpindah AP. Pengaturan
bandwidth pada AP adalah sebesar 20 MHz. Dengan pengaturan tersebut maka
pemilihan channel yang bisa digunakan adalah 1, 6, dan 11 mengacu pada
penelitian (ermanno et al. 2013) agar meminimalisir terjadinya interferensi. Oleh

10

karena itu, AP1 diatur menggunakan channel 1 (2.412 MHz) dan AP2 channel 6
(2.437 MHz).
Jaringan WiFi diimplementasikan pada IEEE 802.11g. Penetapan network
wireless mode 802.11g tersebut disesuaikan dengan tempat pengujian yang
memiliki lebar sekitar 20 meter. Karakteristik 802.11x terlihat pada Tabel 4.
Dalam implementasi yang sesungguhnya disarankan menggunakan 802.11n atau
teknologi yang lebih baik dengan memperhatikan kemampuan perangkat AP dan
STA.
Tabel 4 Karakteristik 802.11x (Barrie 2009)
Standard Band
Modulation
Throughput Net/Gross Range
(GHz)
(Mbps)
Bit Rate
(indoor
(Mbps)
/outdoor, in
meters
802.11
2.4
IRa/FHSSb/DSSSc 0.9
2
20/100
802.11a
5.0
OFDMd
23
54
35/120
802.11b 2.4
DSSS
4.3
11
38/140
802.11g 2.4
OFDM
19
54
38/140
802.11n 2.4/5.0 OFDM
74
600
70/250
802.11y 3.7
OFDM
23
54
50/5000
IR (infrared). bFHSS (Frequency Hopping Spread Spectrum). cDSSS (Direct-Sequence Spread Spectrum).
OSDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing).

a

d

Pembuatan Prototipe
Pada tahapan ini dilakukan penentuan perancangan infrastuktur WiFi untuk
rekomendasi jaringan infrastuktur WiFi di IPB. Infrastuktur yang akan
direkomendasikan yaitu model koneksi langsung dan model koneksi
bridging/relay. Kedua model tersebut dibuatkan prototipe jaringannya sesuai
dengan peralatan jaringan yang tersedia. Pembuatan prototipe jaringan tersebut
dilakukan di tempat yang tidak terdapat jaringan WiFi yang lain agar hasil yang
didapatkan lebih valid.
Konfigurasi yang dilakukan dalam pembuatan prototipe model koneksi
langsung dan model koneksi bridging/relay secara umum sama disebabkan
perangkat dan service-nya secara umum sama. Perbedaannya adalah pada
prototipe model desain bridging/relay ditambahkan konfigurasi bridging dengan
WDS untuk mengimplementasikan bridging link. Prototipe model koneksi
langsung dapat dilihat pada Gambar 4 dan bridging/relay pada Gambar 5.
Adapun konfigurasi yang dilakukan sebagai berikut:
1 Server DHCP
 IP lokal pada router menggunakan 172.17.0.1 dengan netmask 255.255.0.0
pada interface eth5 dan eth6 untuk model koneksi langsung dan interface
bridge1 (eth1 dan wlan1) untuk model bridging/relay.
 IP pool diberi nama dhcp_pool1 dengan range IP yang dapat digunakan
172.17.0.100 sampai 172.17.255.254.
 IP yang digunakan pada server DHCP adalah 172.17.0.1, dan gateway dari
server DHCP adalah 172.17.0.1.

11

172.17.0.1 Channel1
Access Point 2
TP-LINK TL-WR1043ND

DHCP SERVER
Mikrotik RB1100
172.18.0.1

STA2

Channel6

Access Point 1
TP-LINK TL-WR1043ND
SERVER
172.18.0.254

STA3
STA1

Gambar 4 Model desain prototipe koneksi langsung

172.18.0.1
5 GHz

MIKROTIK RB433
DHCP SERVER
172.17.0.1

2,4 GHz

2,4 GHz
SERVER
172.18.0.254

Access Point 1
TP-LINK TL-WR1043ND
Channel1
2,4 GHz

STA1

MIKROTIK RB433

STA2

Access Point 2
TP-LINK TL-WR1043ND
2,4 GHz

Channel6

STA3

Gambar 5 Model desain prototipe koneksi bridging/relay
Server DHCP dikonfigurasikan pada perangkat Router Mikrotik Router
Board 1100. Konfigurasi dilakukan dengan menggunakan kabel LAN yang
dihubungkan dengan power over ethernet (PoE). Software yang digunakan untuk
konfigurasi adalah Mikrotik WinBox Loader versi 2.2.18.
IP lokal yang digunakan adalah IP private pada class B yang disesuaikan
dengan jaringan IPB. Interface yang dibutuhkan untuk menghubungkan server
DHCP dengan AP1 dan AP2 adalah interface bridge (bridge1). Interface bridge
merupakan fitur yang dimiliki oleh Mikrotik untuk menggabungkan 2 buah
physical interface dengan satu logical interface.
2 AP
 IP lokal pada AP dibuat default 192.168.1.1 dengan netmask 255.255.255.0
 Username: 4dm1n dengan password: K33p1nm!nd

12






WAN connection type pada AP dibuat disable.
DHCP type pada setiap AP digunakan sebagai DHCP forwarder.
Nama SSID untuk setiap AP dibuat sama dengan nama “IPB”.
Channel untuk setiap AP dibuat berbeda, dengan AP1 menggunakan
channel 1, AP2 channel 6, channel width 20 MHz, dan wireless network
mode 802.11g.
 Security pada setiap AP dibuat sama dengan security mode WPA2 Personal,
WPA algorithms AES, dan WPA share key Skr1ps12014!.
IP lokal AP dibuat default agar mempermudah pengguna dalam mengakses
perangkat tersebut. Dalam hal keamanan akses terhadap perangkat dibuatlah
password yang terdiri dari 8 karakter lebih serta mengkombinasikan huruf, angka,
dan simbol. WAN connection dibuat disable karena port tersebut tidak dipakai.
DHCP dari AP digunakan sebagai DHCP Forwarder. DHCP forwarder
digunakan disebabkan dalam perancangan nirkabel digunakan wireless roaming
agar waktu perpindahan antar AP menjadi lebih cepat. Channel yang diatur pada
masing-masing AP dibuat channel 1 dan 6 agar tidak terjadi interferensi karena
channel width yang digunakan 20 MHz. Wireless network diatur mode 802.11b/g
dengan standar IEEE 802.11g karena lebar dari tempat pengujian sekitar 20 meter.
Oleh karena itu, pada beberapa area dari lokasi pengujian ada area roaming dan
area bukan roaming. Security diatur WPA2-Personal dikarenakan paling baik
dibandingkan dengan security internal yang ada pada perangkat AP yang
digunakan.
3 Mikrotik Router Board 433 (perangkat bridging link)
 Band yang digunakan sama dengan 5GHz-A
 Nama SSID sama untuk setiap Mikrotik Router Board 433
 Channel yang digunakan sama untuk setiap Mikrotik Router Board 433
 Wireless Distribution System (WDS) type pada setiap Mikrotik Router Board
433 dibuat dynamic
 WDS default bridge adalah interface bridge1 untuk semua Mikrotik Router
Board 433
 Master interface untuk WDS dibuat sama yaitu wlan1
 Interface wlan1 dan ether1 tergabung dalam interface bridge1 untuk semua
Mikrotik Router Board 433
 Wireless mode AP Mikrotik Router Board 433 1 dibuat sebagai AP Bridge,
dan AP Mikrotik Router Board 433 2 dibuat sebagai station WDS.
Band yang digunakan adalah 802.11a dengan frekuensi 5 GHz. Bridging
link diimplementasikan pada Mikrotik Router Board 433 dengan konfigurasi
SSID dan channel dibuat sama. Implementasi bridging link menggunakan WDS
sebagai penghubung antar AP. WDS yang diimplementasikan adalah dynamic
WDS. WDS dibuat dynamic agar Mikrotik Router Board 433 dapat melakukan
komunikasi dengan Mikrotik Router Board 433 lain yang dikonfigurasi bridging
link dengan dynamic. Wireless mode Mikrotik Router Board 433 1
dikonfigurasikan sebagai mode Bridge karena terhubung langsung dengan
jaringan atau Server DHCP. Sementara itu, Mikrotik Router Board 433 2
dikonfigurasikan sebagai mode station WDS karena AP Mikrotik Router Board

13

433 tersebut harus melewati Mikrotik Router Board 433 (AP1) untuk terhubung
ke jaringan atau server DHCP.

Pengujian Kinerja Jaringan (Prototipe)

300
250
200
150
100
50
0
1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
81
86
91
96

RTT (ms)

Pengujian kinerja jaringan diuji berdasarkan variabel latency, throughput,
dan SNR. Ketiga variabel ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Secara umum jika nilai SNR rendah maka nilai latency akan tinggi dan
nilai throughput akan rendah. Pengujian latency digunakan untuk melakukan
pengukuran terhadap waktu respon jaringan. Selain itu juga latency digunakan
sebagai pengukuran waktu yang dibutuhkan oleh sebuah STA untuk berpindah
dari AP yang terkoneksi ke STA tersebut ke AP lain yang memiliki sinyal lebih
baik.
Hasil pengujian skenario 1 dengan nilai rata-rata dari 10 kali percobaan
yang didapatkan pada prototipe model desain koneksi langsung dan koneksi
bridging/relay AP1 dapat dilihat pada Gambar 6. Sementara itu, hasil pengujian
Prototipe model desain koneksi langsung dan koneksi bridging/relay AP2 dapat
dilihat pada Gambar 7.
Hasil pengujian skenario 2 yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 8
untuk waktu perpindahan dari AP1 ke AP2 dan Gambar 9 untuk waktu
perpindahan dari AP2 ke AP1.

Paket
Koneksi langsung

Koneksi bridging/relay

Gambar 6 Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP1
Grafik pada Gambar 6 menunjukkan setiap paket ping yang dikirimkan dari
STA menuju gateway pada koneksi langsung mempunyai nilai latency yang kecil
dan relatif stabil dengan waktu respon rata-rata sebesar 2.56 ms. Sementara itu,
koneksi bridging/relay memiliki waktu respon rata-rata 173.14 ms dengan tingkat
kestabilan yang rendah. Grafik pada Gambar 7 juga menunjukkan pola yang sama
dengan nilai latency yang kecil dan relatif stabil dengan waktu respon rata-rata
sebesar 2.55 ms pada koneksi langsung. Sementara itu, nilai latency koneksi
bridging/relay besar dan tidak stabil dengan waktu respon rata-rata 165.44 ms.
Grafik garis pada Gambar 8 menunjukkan bahwa waktu perpindahan dari
AP1 ke AP2 untuk koneksi langsung memerlukan waktu yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan koneksi bridging/relay. Dengan waktu rata-rata sebesar 2.8
detik untuk koneksi langsung dan 4.9 detik untuk koneksi bridging/relay.

14

Demikian juga waktu perpindahan dari AP2 ke AP1 yang terlihat pada grafik
garis pada Gambar 9 menunjukkan hal yang hampir sama. Dengan waktu rata-rata
3 detik untuk koneksi langsung dan 7.5 detik untuk koneksi bridging/relay.
Perbedaan waktu perpindahan yang besar dari AP1 ke AP2 dengan AP2 ke AP1
pada koneksi bridging/relay disebabkan karena AP1 terhubung langsung dengan
DHCP server. Sementara itu AP2 untuk terhubung dengan server DHCP harus
melewati AP1.
300
RTT (ms)

250
200
150

100
50
1
6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
81
86
91
96

0
Paket
Koneksi langsung

Koneksi bridging/relay

Waktu (s)

Gambar 7 Grafik hasil pengujian latency untuk STA diam pada AP2
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1

2

3

4

5
6
7
8
9
10
Pengulangan
Koneksi langsung
Koneksi bridging/relay

Gambar 8 Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dai AP1 ke AP2
Hasil pengujian skenario 3 dengan 10 kali percobaan nilai rata-rata
throughput yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 10 untuk AP1 dan
Gambar 11 untuk AP2.
Grafik garis pada Gambar 10 menunjukkan nilai throughput yang
didapatkan dihampir semua titik pengujian terhadap AP1 untuk koneksi langsung
jauh lebih baik jika dibandingkan dengan koneksi bridging/relay. Dengan ratarata throughput sebesar 7.893 Mbps untuk koneksi langsung dan 1.683 Mbps
untuk koneksi bridging/relay. Demikian juga hasil yang diperoleh disemua titik

15

Waktu (s)

pengujian terhadap AP2 yang terlihat pada grafik garis Gambar 11. Untuk koneksi
langsung throughput yang dihasilkan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
koneksi bridging/relay. Dengan nilai throughput rata-rata sebesar 6.477 Mbps
untuk koneksi langsung dan 1.045 Mbps untuk koneksi bridging/relay.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1

2

3

4

5
6
7
Pengulangan

8

9

10

Koneksi langsung
Koneksi bridging/relay
Gambar 9 Grafik hasil pengujian latency untuk STA bergerak dari AP2 ke AP1
16

Throughput
(Mbps)

14
12
10
8
6
4
2
0
0

1

2
3
4
5
6
7
8
Jarak STA dengan AP1 (m)
Koneksi langsung
Koneksi bridging/relay

9

Gambar 10 Grafik hasil pengujian throughput pada AP1
Nilai pengujian skenario 3 koneksi langsung Gambar 10 menghasilkan nilai
yang rendah pada jarak 10 m dan koneksi langsung Gambar 11 menghasikan nilai
rendah pada jarak 5 m disebabkan karena STA berada pada area roaming. Indikasi
yang dijadikan ukuran adalah pada titik pengujian tersebut STA sering putus
koneksi terhadap AP. Oleh karena itu maka nilai throughput yang dihasilkan
mengalami penurunan yang drastis dari titik sebelum dan sesudahnya.

Throughput
(Mbps)

16

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0

1

2

3
4
5
6
7
Jarak STA dengan AP2 (m)

Koneksi langsung

8

9

Koneksi bridging/relay

Gambar 11 Grafik hasil pengujian throughput pada AP2
Pengujian yang terakhir adalah pengujian SNR. Dalam pengujian ini dilihat
berapa nilai SNR sebuah STA dari AP (Arsandy et al. 2012). Hasil pengujian
SNR model koneksi langsung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil SNR pada pengujian model koneksi langsung
MAC Address
Sinyal
Noise
SNR
Kualitas sinyal (%)
(dBm)
(dBm)
(dB)
10:FE:ED:3B:A1:49(AP1) -52
-95
43
52
10:FE:ED:3B:A1:65(AP2) -52
-95
43
52
Sementara itu, nilai SNR untuk model koneksi bridging/relay dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil SNR pada pengujian model koneksi bridging/relay
MAC Address
Sinyal Noise SNR
Kualitas sinyal (%)
(dBm) (dBm) (dB)
10:FE:ED:3B:A1:49(AP1)
-54
-95
41
49
10:FE:ED:3B:A1:65(AP2)
-54
-95
41
49
Pada skenario 4 dilakukan pengujian SNR. Nilai SNR yang didapatkan pada
masing-masing model hampir sama dengan 43 dB untuk model koneksi langsung
dan 41 dB untuk model koneksi bridging/relay.

Evaluasi
Berdasarkan Persamaan 1 maka dapat dilakukan perhitungan dalam
menentukan channel yang tepat. Perhitungannya sebagai berikut: Jika perangkat
WiFi yang sudah ada menggunakan channel 1 dengan lebar pita 20 MHz. Maka

17

channel berikutnya (tetangga) yang harus ditetapkan agar meminimalisir
terjadinya interferensi dengan lebar pita yang digunakan 20 MHz adalah:
Diketahui: �−1 = 1 dan BW= 20 MHz.
Ditanya: � ?
Maka,
� (MHz)
� = 1 + 4
� =
�−1 +
5 (MHz)
� = 5
20 MHz
� =5
� = 1 +
5 MHz
Maka channel berikutnya adalah channel 5.
20MHz

Channel
yang
telah ditetapkan
1

2

Channel
berikutnya
3

4

5

2.412 GHz
5MHz

Gambar 12 Penetapan channel tetangga agar tidak tumpang tindih dengan
channel yang ada
Gambar 12 menunjukkan frekuensi yang digunakan tidak saling tumpang
tindih satu sama lainnya. Oleh karena itu, interferensi antar perangkat WiFi yang
berdekatan dapat diminimalisir.
Pengujian ke-1 adalah latency untuk STA diam dengan mengirimkan Packet
ping, mengindikasikan bahwa koneksi langsung lebih stabil dibandingkan dengan
koneksi bridging/relay. Hal ini dikarenakan perbedaan media transmisi untuk
menghubungkan AP yang digunakan dari kedua topologi yang diuji. Model
koneksi langsung mengunakan media transmisi kabel dan model koneksi
bridging/relay menggunakan media transmisi wireless.
Pengujian ke-2 adalah latency STA yang berjalan dari AP1 menuju AP2 dan
sebaliknya, waktu proses perpindahan pada model koneksi langsung lebih cepat
dibandingkan dengan model koneksi bridging/relay.
Pengujian ke-3 adalah pengujian throughput dari STA ke sebuah server
lokal pada kedua topologi. Model koneksi langsung lebih beser throughput yang
didapatkan dari pada model koneksi bridging/relay dihampir semua titik yang
telah ditentukan dalam pengujian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kabel
sebagai media transmisi penghubung antar AP lebih baik dibandingkan dengan
wireless (bridging link). Oleh karena itu, hasil throughput yang didapatkan model
koneksi langsung lebih baik dibandingkan dengan model koneksi bridging/relay.
Pengujian ke-4 adalah pengujian SNR yang didapatkan dari AP terhadap
sebuah STA. Nilai SNR yang didapatkan hampir sama antara model koneksi
langsung dengan model koneksi bridging/relay. Hal tersebut disebabkan karena,
pada koneksi bridging/relay digunakan frekuensi 5 GHz untuk menghubungkan
AP1 dengan AP2. Sementara itu, frekuensi yang digunakan perangkat WiFi yaitu

18

2.4 GHz. Oleh karena itu, bridging link dengan WiFi tidak saling mempengaruhi
satu sama lainnya karena frekuensi yang berbeda.
Variabel pengujian latency, throughput, dan SNR memiliki keterkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Jika nilai SNR tinggi maka latency akan rendah
dan throughput akan tinggi. Sementara itu, jika nilai SNR-nya rendah maka
latency akan tinggi dan throughput akan rendah. Model desain koneksi langsung
dan koneksi bridging/relay memiliki nilai SNR yang sama baiknya. Oleh karena
itu, kinerja jaringan bergantung pada koneksi yang digunakan masing-masing
model jaringan sebagai penghubung antar AP. Media transmisi kabel sebagai
koneksi yang digunakan pada model koneksi langsung dan media transmisi
wireless pada model koneksi bridging/relay. Media transmisi kabel yang
digunakan adalah kabel UTP dengan konektor RJ-45 dan port FastEthernet.
Senentara itu, media transmisi wireless yang digunakan adalah bridging link
(802.11a dan lebar pita 40MHz) dengan dynamic WDS dan port wireless
(Mikrotik router board 433 outdoor).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil semua skenario percobaan dapat disimpulkan bahwa kinerja jaringan
dari model koneksi langsung lebih baik dibandingkan dengan model koneksi
bridging/relay. Perbedaan kinerja jaringan disebabkan perbedaan kecepatan media
transmisi yang digunakan sebagai penghubung antar AP. Model koneksi langsung
memiliki kecepatan maksimum 100 Mbps. Sementara itu, model koneksi
bridging/relay memiliki kecepatan maksimum 15 Mbps.
Hasil pengujian SNR STA pada koneksi langsung dan koneksi
bridging/relay memiliki nilai yang hampir sama. Nilai SNR yang hampir sama ini
disebabkan oleh perangkat, konfigurasi, dan penempatan perangkat yang sama
pada model koneksi langsung serta model koneksi bridging/relay. Selain itu,
frekuensi 5 GHz pada bridging link juga menjadi salah satu penyebab nilai SNR
tersebut. Dengan demikian perbedaan nilai latency dan throughput yang
didapatkan pada model koneksi langsung dan model koneksi bridging/relay
disebabkan oleh perbedaan kecapatan pada media transmisi yang digunakan kedua
model tersebut.

Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya:
1 Pengukuran throughput diuji untuk STA yang bergerak.
2 Perangkat yang digunakan untuk STA lebih dari satu dengan perbedaan sistem
operasi dan jenis network interface card.
3 Pengukuran untuk konfigurasi dan alat yang berbeda.

19

DAFTAR PUSTAKA
Arsandy KS, Indrastanti RW, Theophilus W. 2012. Perancangan dan analisis
external wireless Roaming pada jaringan hotspot menggunakan dua jaringan
mobile broadband. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Informasi dan
Komunikasi Terapan. [di unduh 2014 Okt 7].
Barrie S. 2009. Networking Bible. Indianapolis (US): Wiley.
Brownlee N, Loosley C. 2001. Fundamentals of Internet Measurement: A Tutorial.
CMG Journal of Computer Resource Management 102.
Ermanno P, Marco Z, Carlo F, Stephen O, Corinna E, Sebastian B, Jim F, Klass
W, Eric V, Bruce B et al. 2013. Wireless Networking in the Developing
World. 3rd ed. Jane B, editor. Penerbit tidak diketahui.
[IEEE] Institute of Electrical and Electronics Enginer. 2012. WiFi [Internet].
[diunduh 2014 Mar 13]. Tersedia pada: http://www.ieee.org/go/emergingtech.
Nurmalia. 2010. Pengukuran interferensi pada AP (AP) untuk mengetahui quality
of service (QoS) [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Jakarta.
Shoemake MB. 2001. Coexistence Issue and Solutions for the 2.4 GHz ISM Band.
Texas (US): Texas Instruments.
Sukoco H. 2005. Kontrol kongesti TCP-friendly menggunakan pendekatan
multicast-berlapis untuk aplikasi streaming audio/video di Internet [tesis].
Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

20

Lampiran 1 Teknik cluster sampling dalam pemiolihan 6 lokasi

U
S

Kelompok 1
Gedung Sebelah Kiri Rektorat
Kelompok 2
Gedung Sebelah Kanan Rektorat
Lampiran 2 Gambar site survey dengan HeatMapper yang dilakukan di kampus
BS
Lokasi
2

Lokasi
3

Lokasi
1

21

Lampiran 3 Peta infrastruktur perangkat WiFi di beberapa lokasi kampus
Dramaga
17 Kanan

20 Kanan

22

Signal (dBm)

Lampiran 4 Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di
beberapa lokasi kampus BS
Lokasi 1

Signal (dBm)

Channel

Lokasi 2

Signal (dBm)

Channel

Lokasi 3

Channel

23

Signal (dBm)

Lampiran 5 Gambar tumpang tindih frekuensi yang digunakan perangkat WiFi di
6 lokasi kampus dramaga
17 Kanan

Signal (dBm)

Channel

20 Kanan

Signal (dBm)

Channel

3 Kanan

Signal (dBm)

Channel

1 Kiri

Signal (dBm)

Channel

6 Kiri

Signal (dBm)

Channel

11 Kiri

Channel

24

Lampiran 6 Gambar letak titik-titik pengujian throughput yang dilakukan dalam
pengujian kinerja
AP2
1m
2m
3m
4m
5m

Office
6m

40 sq m

7m

8m
9m
9m
8m
7m
6m
5m
4m
3m
2m
1m

AP1

Skala 1:2

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 Januari 1991. Penulis adalah
putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Negeri 2
Kota Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) Program D3 Teknik Komputer melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis menyelesaikan pendidikan Program D3 selama tiga
tahun dan lulus pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan
Program Sarjana Ilmu Komputer Alih Jenis Departemen Ilmu Komputer FMIPA
IPB.
Selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komputer, penulis
menjadi asisten dosen di D3 IPB sejak Juli 2012 sampai Agustus 2014. Penulis
juga pernah menjadi staf pengajar Cisco Networking Academy di Departemen
Fisika FMIPA IPB sejak Agustus 2013 sampai Juli 2014. Selain itu penulis juga
pernah bekerja di PT Astra Honda Motor sebagai IT Helpdesk sejak bulan
September sampai dengan Desember 2014.