Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali Mandar

AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DAN KINERJA
PENDAMPING DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL
KAKAO DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

NURUL MUKHLISHAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Komunikasi
Organisasi dan Kinerja Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di
Kabupaten Polewali Mandar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Nurul Mukhlishah
NRP. I352120241

RINGKASAN
NURUL MUKHLISHAH. Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja
Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali
Mandar. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan DWI SADONO.
Program Gernas Kakao merupakan salah satu program unggulan
Kementerian Pertanian dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kakao di
Indonesia dengan melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku
kepentingan serta sumber daya yang ada. Program Gernas Kakao memanfaatkan
tenaga pendamping untuk menyampaikan pesan dan informasi yang bersifat
inovatif yang mampu memberdayakan petani. Demi kelancaran program disusun
organisasi pelaksana dari tingkat pusat hingga tingkat lapangan. Di tingkat
lapangan terdapat organisasi pelaksana yaitu Unit Pelayanan dan Pembinaan
(UPP) Gernas Kakao. UPP Gernas Kakao dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya tidak terlepas dari proses komunikasi. Penelitian ini bertujuan
(1) mendeskripsikan aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi

pelaksana Gernas Kakao (2) mendeskripsikan kinerja pendamping, dan
(3) menganalisis korelasional, meliputi: a. analisis hubungan aktivitas komunikasi
organisasi dengan kinerja pendamping, b. analisis hubungan karakteristik dengan
motivasi kerja pendamping, c. analisis hubungan karakteristik dengan kinerja
pendamping, d. analisis hubungan motivasi kerja dengan kinerja pendamping, e.
analisis hubungan penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat,
yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
Kabupaten Polewali Mandar sebagai salah satu sentra penghasil kakao. Jumlah
responden adalah 33 orang yang terdiri dari pendamping kegiatan, petugas teknis,
dan petugas database. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi
organisasi berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi
komunikasi yang terjadi masih sangat terbatas, karena komunikasi hanya
dilakukan apabila diperlukan sebagai suatu kegiatan yang bersifat rutinitas kantor.
Kemampuan pendamping berkomunikasi lebih bersifat pasif sehingga
pendamping jarang memiliki inisiatif untuk melakukan komunikasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kinerja termasuk dalam kategori rendah, yang
disebabkan oleh terbatasnya jumlah pendamping sehingga menyebabkan tidak
meratanya kerja mereka untuk mendatangi petani, selain itu tenaga pendamping
yang baru lulus dari sarjana juga kurang menguasai masalah teknis di lapangan.

Aktivitas komunikasi organisasi berhubungan positif dan sangat nyata dengan
kinerja pendamping. Karakteristik pendamping yaitu umur dan masa kerja
berhubungan negatif dan nyata dengan motivasi kerja pendamping. Karakteristik
pendamping yaitu umur berhubungan negatif dan sangat nyata dengan kinerja
pendamping. Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan prestasi pendamping
berhubungan positif dengan kinerja pendamping. Tingkat penggunaan sarana
kerja memiliki hubungan positif dan nyata dengan kinerja pendamping.
Kata kunci: Komunikasi organisasi, kinerja, pendamping

SUMMARY
NURUL MUKHLISHAH. Organizational Communication and Performance
of The Partner in Gerakan Nasional Kakao Program at Polewali Mandar.
Supervised by AMIRUDDIN SALEH and DWI SADONO.
Gernas Kakao Program is one of the main programs of Ministry of
Agriculture to increase production and quality of cocoa in Indonesia by optimally
all the potential stakeholders and available resources. Gernas Kakao Program
utilize partners to deliver innovative messages and informations that able to
empower the farmers. For the success of the program the program committee
compiled of the national level to the grass root level. On the grass root level there
was an organization namely Services and Development Unit (UPP) of Gernas

Kakao Program. In carrying out their duties and function, UPP Gernas Kakao
can not be separated from the organizational communication process. The
objectives of this study were to produce: (1) the description of the organizational
communication activities, (2) the description of the Gernas Kakao Program
partners performance, (3) analysis the correlation includes: a. organizational
communication activities with the partners performance, b. characteristics of
partners with the work motivation, c. characteristics of partners with the partners
performance, d. work motivation with the partners performance, e. the use of
office facilities with the partners performance.
This research was conducted at Polewali Mandar, West Sulawesi using
survey method. The number of respondents were 33 people based on census
method and using correlational analysis to process the results. Results of the
study (1) organizational communication activities at a low category because
frequency communication that occurs is still very limited, communication is only
done when necessary as a routine activity in the office, (2) partners performance
at a low category due to the limited number of partners, bessides most of the
partners recently graduated from Bachelor causing them to be less mastered the
technical problems in the field. (3) Organizational communication activities were
significantly correlated with the partners performance. Characteristics of
partners like age and years of service were significantly negative correlated with

the work motivation. Characteristics of partners like age were significantly
negative correlated with the partners performance. Physiological needs and need
for achievement were significantly correlated with the partners performance. The
use of office facilities level have a positive correlated with the partners
performance.
Key words: Organizational communication, performance, partners program

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DAN KINERJA
PENDAMPING DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL
KAKAO DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR


NURUL MUKHLISHAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

6

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Parlaungan Adil Rangkuti M.Si

7


Judul Tesis

Nama
NIM

:

Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pendamping
dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali
Mandar
: Nurul Mukhlishah
: I352120241

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Amiruddin Saleh, MS
Ketua

Dr Ir Dwi Sadono, M.Si

Anggota

Diketahui oleh

Koordinator Program Studi
Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 10 Oktober 2014

Tanggal Lulus :

8


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Aktivitas Komunikasi Organisasi dan Kinerja
Pendamping dalam Program Gerakan Nasional Kakao di Kabupaten Polewali
Mandar.
Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Dr Ir Amiruddin
Saleh, MS dan Dr Ir Dwi Sadono, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala
arahan, saran, dan bimbingannya. Penulis sampaikan penghargaan kepada seluruh
pendamping Program Gernas Kakao di Kabupaten Polewali Mandar, yang telah
membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada
keluarga tercinta, Ayahanda Jufri H. Ahmad, Ibu Nurma H. M. Nur, Kakak
Nunung Dafriah, Adik Muhammad Hidayatullah, dan Muhammad Fadlurrahman
atas seluruh do’a, dukungan, kasih sayang, serta kesabarannya membantu penulis
selama pendidikan di IPB.
Ungkapan terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh teman-teman
program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB, khususnya
buat Asri Sulistyawati, Mbak Tika Tresnawati dan Uni Novi Elian, terima kasih
atas kebersamaan, dukungan, dan diskusi selama menyelesaikan studi ini. Terima

kasih kepada keluarga besar GPA, khususnya buat sahabat tersayang Erwina
Sumardin, terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya setiap hari berbagi
canda dan tawa. Terima kasih kepada sister from another mother Febri Palupi
Muslikhah atas waktunya, bantuannya, do’a dan dukungannya kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya
dan penulis sendiri khususnya.

Bogor, November 2014

Nurul Mukhlishah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian


1
1
4
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Pendamping
Motivasi Kerja
Aktivitas Komunikasi Organisasi
Sarana Kerja
Kinerja
Program Gernas Kakao
Penelitian Terdahulu

7
7
9
14
19
20
22
23

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

25
25
28

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Responden Penelitian
Data dan Instrumentasi
Definisi Operasional
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Pengumpulan Data
Analisis Data

29
29
29
29
30
30
33
35
35

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Komoditas Kakao
Program Gernas Kakao
Karakteristik Pendamping Gernas

36
36
39
40
45

Aktivitas Komunikasi Organisasi
Kinerja Pendamping Program Gernas
Hubungan Aktivitas Komunikasi Organisasi dengan Kinerja Pendamping
Hubungan Karakteristik dengan Motivasi Kerja Pendamping
Hubungan Karakteristik dengan Kinerja Pendamping
Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Pendamping
Hubungan Penggunaan Sarana Kerja dengan Kinerja Pendamping

46
54
60
63
64
66
68

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

71
71
72

DAFTAR PUSTAKA

73

LAMPIRAN

79

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL
1 Jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar, 2014
2 Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
usaha di Kabupaten Polewali Mandar, 2014
3 Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut kelompok
umur di Kabupaten Polewali Mandar, 2014
4 Kategori keluarga penduduk di Kabupaten Polewali Mandar, 2014
5 Jumlah produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Polewali Mandar, 2014
6 Luas area dan produksi kakao menurut kecamatan di Kabupaten Polewali
Mandar, 2014
7 Kegiatan peremajaan dalam program Gernas di Kabupaten Polewali Mandar
8 Kegiatan rehabilitasi dalam program Gernas di Kabupaten Polewali Mandar
9 Kegiatan intensifikasi dalam program Gernas di Kabupaten Polewali Mandar
10 Karakteristik individu pendamping program Gernas Kakao tahun 2014
11 Sebaran persentase responden menurut frekuensi komunikasi organisasi
program Gernas Kakao tahun 2014
12 Sebaran persentase responden menurut tingkat penggunaan media komunikasi
tahun 2014
13 Sebaran persentase responden menurut kinerja pendamping program Gernas
Kakao tahun 2014
14 Nilai korelasi aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja pendamping
program Gernas Kakao tahun 2014
15 Nilai korelasi karakteristik dengan motivasi kerja pendamping program
Gernas Kakao tahun 2014
16 Nilai korelasi karakteristik dengan kinerja pendamping program
Gernas Kakao tahun 2014
17 Nilai korelasi motivasi kerja dengan kinerja pendamping program
Gernas Kakao tahun 2014
18 Nilai korelasi tingkat penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping
program Gernas Kakao tahun 2014

36
37
37
38
38
39
41
42
44
45
49
52
55
61
63
64
66
68

DAFTAR GAMBAR
1 Konsep hirarki kebutuhan menurut Maslow (1954)
2 Kerangka pemikiran aktivitas komunikasi organisasi dan kinerja
pendamping dalam program gernas kakao
3 Bagan proses komunikasi organisasi pelaksana program Gernas Kakao

11
27
48

DAFTAR LAMPIRAN
1 Sketsa Kabupaten Polewali Mandar
2 Struktur organisasi pelaksana Program Gernas Kakao di Kabupaten Polewali
Mandar
3 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumentasi
4 Hasil uji korelasional aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja
pendamping
5 Hasil uji korelasional karakteristik dengan motivasi kerja pendamping
6 Hasil uji korelasional karakteristik dengan kinerja pendamping
7 Hasil uji korelasional motivasi kerja dengan kinerja pendamping
8 Hasil uji korelasional penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping
9 Dokumentasi penelitian

81
83
85
89
89
90
91
92
93

9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peranan penting dalam
pembangunan, karena dilihat dari peran ekonomi kedepan dan kebelakangnya
cukup besar adalah kakao. Komoditi kakao konsisten sebagai sumber devisa
negara yang pada tahun 2006 mencapai US$ 855 juta. Komoditi kakao juga
merupakan sub-sektor terdepan dalam penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, sektor
kakao di Indonesia hampir seluruh produknya digunakan untuk memenuhi pasar
ekspor (mencapai 80.64%). Oleh karena itu, sangat penting menghindari
penurunan pertumbuhan produksi, karena akan mengakibatkan berkurangnya
volume dan nilai ekspor kakao, selanjutnya akan berdampak negatif menurunkan
devisa negara (Arsyad et al. 2011).
Berdasarkan identifikasi lapangan dan data Direktorat Jenderal Perkebunan
tahun 2008, diketahui kurang lebih 70 000 ha kebun kakao dengan kondisi
tanaman cenderung tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan
penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan,
235 000 ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena
serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu
dilakukan rehabilitasi, dan 145 000 ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat
serta kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi.
Serangan hama penyakit utama adalah Penggerek Buah Kakao (PBK) dan
penyakit Vascular Streak Dieback (VSD), mengakibatkan menurunnya
produktivitas menjadi 660 kg/ha/thn atau sebesar 37% dari produktivitas yang
pernah dicapai (1 100 kg/ha/thn). Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil sebesar
184 500 ton/thn atau setara dengan Rp. 3.69 triliun per tahun. Selain menurunkan
produktivitas, serangan tersebut menyebabkan mutu kakao rakyat rendah,
sehingga ekspor biji kakao ke Amerika Serikat mengalami pemotongan harga
sebesar US$ 301.5/ton. Rendahnya mutu kakao menyebabkan citra kakao
Indonesia menjadi kurang baik di pasar internasional (Ditjen Perkebunan 2012).
Selama ini telah dilakukan upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut
seperti pemberdayaan petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu (SL-PHT) dan Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE), serta penerapan
teknologi pengendalian dengan metode PSPsP (pemangkasan, sanitasi, panen
sering, dan pemupukan) untuk pengendalian PBK dan VSD serta penyediaan
benih unggul. Mengingat pelaksanaannya masih parsial dalam skala kecil, maka
hasilnya belum optimal. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan tersebut perlu
dilakukan secara serentak, terpadu, dan menyeluruh melalui suatu gerakan yang
melibatkan seluruh pemangku kepentingan maupun sumber daya yang ada.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Wakil Presiden RI pada
pertemuan koordinasi tanggal 6 Agustus 2008 telah menegaskan perlunya
Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao dan selanjutnya pada tanggal
10 Agustus 2008 Wakil Presiden RI mencanangkan Gerakan dimaksud di
Mamuju, Sulawesi Barat, yang ditindaklanjuti dengan kesepakatan para Gubernur
se-Sulawesi, Perbankan, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi. Gerakan
Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao) kini menjadi
salah satu program unggulan Kementerian Pertanian dalam upaya peningkatan
produksi dan mutu kakao di Indonesia dengan memberdayakan/ melibatkan secara

10

optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada. Dasar
pelaksanaan program Gernas yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor
33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui
Program Revitalisasi Perkebunan, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
1643/Kpts/OT.160/12/2008 tanggal 2 Desember 2008 tentang Penyelenggaraan
dan Pembentukan Tim Koordinasi Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu
Kakao
Nasional,
dan
Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor:
3540/Kpts/OT.160/10/2010 tentang Penyelenggaraan dan Pembentukan Tim
Koordinasi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Dirjen
Perkebunan 2012).
Kegiatan utama program Gernas adalah: (1) Peremajaan tanaman dengan
benih yang berasal dari klon unggul hasil perbanyakan teknologi Somatic
Embryogenesis (2) Rehabilitasi tanaman, dan (3) Intensifikasi tanaman. Program
Gernas memanfaatkan tenaga pendamping untuk menyampaikan pesan dan
informasi yang bersifat inovatif yang mampu memberdayakan petani. Akan tetapi,
dalam proses pendampingan tidak terlepas dari beberapa kendala. Berdasarkan
Evaluasi Kinerja Program Gernas yang dilakukan oleh Idawati (2013) terdapat
beberapa kendala dalam kinerja tenaga pendamping, antara lain: tenaga
pendamping jarang ke lapangan (mengunjungi petani), tenaga pendamping kurang
memberikan sosialisasi kepada petani kakao, dan para tenaga pendamping kurang
memberikan pengawalan dan pendampingan dari awal hingga pasca panen.
Kinerja pendamping ini dianggap penting karena pendamping merupakan tenaga
fasilitator yang disiapkan khusus untuk mendampingi para petani dalam
melakukan aktivitas harian di kebun, sehingga pendamping sebagai tenaga
fasilitator harus mampu menjangkau semua petani untuk menyampaikan inovasi
dan informasi mengenai Program Gernas Kakao.
Kendala-kendala yang ada dalam kinerja tenaga pendamping perlu dicarikan
jalan pemecahannya, agar pendamping yang kurang bersemangat dan sering
melanggar disiplin terhadap jam kerja dalam menjalankan tugas serta kurang rasa
tanggung jawab pada proses pendampingan dan pengawalan dapat termotivasi dan
ditingkatkan kinerjanya sehingga mereka benar-benar melaksanakan tugasnya
dengan baik dan penuh tanggung jawab. Untuk memotivasi pendamping adalah
tugas atasan, terutama di dalam mengarahkan para pendamping menuju tujuan
Gernas yang diinginkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Widjaja
(1996) “Para pemimpin mempunyai tugas utama untuk mengetahui pengaruhpengaruh yang dapat mendorong orang yang dipimpinnya agar bersedia bertindak
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada orang-orang yang dipimpinnya.
Sebab salah satu tugas pokok seorang pemimpin adalah menggerakkan orangorang yang dipimpinnya dan memberikan bimbingan untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut.”
Kendala yang ada dalam proses pendampingan Gernas Kakao juga patut
mendapat perhatian organisasi karena keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi
oleh kinerja individu di dalam organisasi itu sendiri. Hal ini didukung oleh
Sutrisno (2011), bahwa terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan
(individual performance) dengan kinerja organisasi. Bila kinerja perorangan baik
maka kemungkinan besar kinerja organisasi juga baik.

11

Sebagai organisasi pelaksana Gernas Kakao di Tingkat Kabupaten, Unit
Pelayanan Pembinaan (UPP) Gernas dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya tidak terlepas dari proses komunikasi. Komunikasi yang terjadi di
dalam organisasi disebut komunikasi organisasi. Udeoba (2012) mendefinisikan
komunikasi organisasi sebagai aliran informasi, persepsi, dan pemahaman antara
berbagai anggota organisasi. Selanjutnya, DeVito (2003) dan Masmuh (2008)
mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan penerimaan
berbagai pesan di dalam organisasi–di dalam kelompok formal maupun informal
organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi
itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada organisasi. Sedang, komunikasi informal
merupakan komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya tidak pada
organisasi itu sendiri, tetapi lebih pada para anggota secara individual.
Tujuan komunikasi dalam organisasi adalah untuk membentuk saling
pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka referensi
(frame of references) dan kesamaan pengalaman (field of experience) diantara
anggota organisasi (Price 1997). Komunikasi yang terjadi antara anggota
organisasi khususnya antara atasan dan bawahan akan menciptakan hubungan
yang harmonis dalam suatu organisasi. Komunikasi antara seseorang dengan
orang lain yang terjadi dalam lingkungan kerja untuk memperoleh kepuasan
kedua belah pihak untuk menimbulkan semangat kerja, menjalin kerjasama,
meningkatkan disiplin, dan meningkatkan kinerja.
Komunikasi organisasi merupakan suatu proses dinamik yang berfungsi
sebagai alat utama bagi sukses atau tidaknya organisasi dalam hubungannya
dengan lingkungan tugas. Pincus (1986) menemukan komunikasi berhubungan
positif dengan kinerja, tetapi tidak sekuat hubungan antara komunikasi dengan
kepuasan. Arifin (2005) menyatakan kepuasan komunikasi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin puas
pekerja terhadap komunikasi yang terjadi di dalam perusahaan, maka semakin
tinggi kinerja karyawan tersebut. Chen et al. (2006) dalam Wahyuni (2009)
mengemukakan bahwa komunikasi organisasi berhubungan positif dengan
komitmen organisasi dan kinerja dan berhubungan negatif dengan tekanan
pekerjaan.
Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal bersifat individual, karena
setiap individu memiliki tingkat kemampuan berbeda dalam mengerjakan
tugasnya. Menurut Miner (1990) yang dikutip oleh Masmuh (2008), kinerja
adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai
dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya. McCormick dan Tiffin (1980),
mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan
dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini kinerja pendamping ditentukan oleh
faktor karakteristik, aktivitas komunikasi organisasi, tingkat penggunaan sarana
kerja, dan motivasi kerja pendamping tersebut. Kinerja pendamping ikut berfungsi
dalam keberhasilan dan/atau kemunduran pencapaian produktivitas usaha tani
kakao, sebab kinerja pendamping dapat meningkatkan kompetensi petani dalam
tindakan budidaya kakao. Kinerja pendamping yang prima dapat meningkatkan
kompetensi petani menjadi lebih baik, tetapi sebaliknya bila kinerja pendamping
buruk, kompetensi petani kakao menjadi tidak jelas.

12

Pendamping memiliki karakteristik individu yang dapat berhubungan
dengan kinerjanya, seperti umur, tingkat pendidikan formal, dan masa kerja. Sub
variabel tersebut diduga kuat berhubungan dengan kinerja pendamping dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Berdasarkan hasil penelitian Suhanda et al.
(2008) karakteristik penyuluh yang berhubungan nyata dengan kinerjanya dalam
melaksanakan penyuluhan adalah usia, masa kerja, jenis kelamin, jabatan,
pendidikan formal, dan pelatihan. Hal ini didukung oleh Sapar et al. (2011) bahwa
karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian adalah
umur, pelatihan dan pengalaman kerja.
Dari sisi individu yang turut mempengaruhi kinerja adalah motivasi kerja
pendamping. Dengan motivasi kerja yang kuat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, pendamping akan dapat menghadapi segala hambatan yang terjadi dan
dapat menjalankan tugas dengan baik. Motivasi kerja yang tinggi dari pendamping
akan membentuk kinerja yang tinggi pula pada dirinya. Selain itu, ada pula faktor
penggunaan sarana kerja yang berpengaruh pada kinerjanya seperti penggunaan
sarana transportasi dan peralatan administrasi. Pendamping yang menggunakan
banyak sarana kerja cenderung lebih gesit dibandingkan mereka yang kurang
memanfaatkan sarana kerja tersebut.
Uraian di atas mengungkapkan pentingnya aktivitas komunikasi organisasi
dalam menumbuhkan kinerja pendamping. Oleh karena itu menjadi perlu untuk
dikaji bagaimana aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di dalam organisasi
pelaksana Gernas, dan sejauh mana hubungan antara karakteristik pendamping,
motivasi kerja, aktivitas komunikasi organisasi, dan tingkat penggunaan sarana
kerja dengan kinerja pendamping tersebut. Hasil kajian ini diharapkan dapat
memberi sumbangan pada peningkatan kinerja pendamping. Akhirnya kinerja
pendamping yang baik akan meningkatkan kompetensi petani, dan lebih jauh lagi
akan meningkatkan produksi dan mutu kakao.
Perumusan Masalah
Keberhasilan dalam mewujudkan kinerja yang baik sangat ditentukan oleh
adanya sumber daya manusia, yaitu karakteristik individunya dalam hal ini
karakteristik pendamping. Karakteristik pendamping seperti umur, tingkat
pendidikan formal, dan masa kerja ikut memberi kontribusi terhadap kinerja
pendamping. Selain dipengaruhi oleh karakteristik individu, kinerja pendamping
Gernas juga berhubungan dengan motivasi kerja. Motivasi merupakan sesuatu
yang dapat membuat individu bergerak atau melakukan suatu tindakan.
Pendamping yang termotivasi dalam bekerja diharapkan akan berupaya
semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
Kinerja pendamping juga dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi di dalam
organisasinya. Aktivitas komunikasi yang efektif memerlukan hubungan
kerjasama diantara anggota dalam suatu organisasi, kerjasama dapat diwujudkan
apabila antara anggota saling mengadakan hubungan dengan kata lain dibutuhkan
komunikasi. Komunikasi diantara anggota organisasi merupakan aktivitas yang
selalu harus ada, karena komunikasi adalah sarana yang digunakan untuk
berdiskusi, bertukar pikiran, memberikan arahan, dan sebagainya. Hal ini sejalan
dengan Hicks dan Gullet (1987) bahwa organisasi disusun untuk mengerjakan
tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang mana didalamnya para

13

manajer, para bawahan, rekan-rekan yang setaraf, serta lingkungan eksternal perlu
dijalin hubungan dan komunikasi yang efektif. Karena komunikasi merupakan
faktor yang utama dalam menjalin hubungan dalam organisasi.
Faktor penggunaan sarana juga dapat menunjang kinerja pendamping.
Penggunaan sarana misalnya sarana transportasi dan peralatan administrasi sangat
mendukung kelancaran proses pendampingan dan penyusunan laporan program
Gernas. Sarana tersebut harus tersedia cukup memadai untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Bertitik tolak dari uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian yang
berusaha untuk menjelaskan aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di
organisasi pelaksanaan Gernas Kakao, serta sejauh mana hubungan karakteristik
pendamping, motivasi kerja, aktivitas komunikasi organisasi, dan tingkat
penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping. Beberapa permasalahan
yang dapat dirumuskan untuk penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksana
Gernas?
2. Bagaimana kinerja pendamping program Gernas?
3. Bagaimana hubungan aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja
pendamping?
4. Bagaimana hubungan karakteristik dengan motivasi kerja pendamping?
5. Bagaimana hubungan karakteristik dengan kinerja pendamping?
6. Bagaimana hubungan motivasi kerja dengan kinerja pendamping?
7. Bagaimana hubungan penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian
secara umum bermaksud mendapatkan informasi dan kejelasan mengenai aktivitas
komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi pelaksanaan Gernas Kakao.
Secara khusus tujuan penelitian adalah untuk:
1. Mengidentifikasi aktivitas komunikasi organisasi yang terjadi di organisasi
pelaksana Gernas.
2. Mengidentifikasi kinerja pendamping Program Gernas.
3. Menganalisis hubungan aktivitas komunikasi organisasi dengan kinerja
pendamping.
4. Menganalisis hubungan karakteristik dengan motivasi kerja pendamping.
5. Menganalisis hubungan karakteristik dengan kinerja pendamping.
6. Menganalisis hubungan motivasi kerja dengan kinerja pendamping.
7. Menganalisis hubungan penggunaan sarana kerja dengan kinerja pendamping.

14

Kegunaan Penelitian
Dengan diketahuinya aktivitas komunikasi organisasi serta hubungannya
dengan kinerja pendamping, diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu,
khususnya ilmu komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan. Selain itu
berguna pula bagi lembaga-lembaga terkait dalam membina aparatur melalui
aktivitas komunikasi organisasi. Dengan demikian secara khusus penelitian ini
berguna sebagai:
1. Kalangan Akademisi
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan informasi dan referensi
bagi kalangan akademisi yang akan mengembangkan penelitian lain yang
sejenis.
2. Kalangan Praktisi
Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan kontribusi praktis kepada ketua
UPP dalam meningkatkan kinerja pendamping melalui aktivitas komunikasi
organisasi.
3. Kalangan Pengambil Kebijakan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi
tambahan bagi para pengambil kebijakan yang berada di lingkungan
Kabupaten Polewali Mandar dalam peningkatan kinerja aparatur melalui
pendekatan aktivitas komunikasi organisasi.

15

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Individu
Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya
manusia, orang-orang yang memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha
mereka kepada organisasi agar suatu organisasi dapat tetap terjaga eksistensinya.
Setiap manusia memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Berikut ini beberapa pendapat mengenai karakteristik individu.
Schramm dalam Effendy (2009), mengatakan bahwa karakteristik individu
meliputi umur, pendidikan, pengalaman kerja, maupun status pekerjaan, serta
kemampuan individu dalam melaksanakan tugas. Robbins (2002) mengatakan
bahwa karakteristik individu merupakan salah satu variabel tingkat individual
yang dapat memberikan dampak pada kinerja dan kepuasan karyawan. Variabel
karakteristik individu tersebut antara lain meliputi: usia, jenis kelamin, status
perkawinan, banyaknya tanggungan keluarga, dan masa kerja dalam organisasi.
Siagian (2008) menyatakan bahwa karakteristik biografikal (individu) dapat
dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa
kerja. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap
orang mempunyai karakteristik tertentu dan dalam hal ini perlu diperhatikan agar
berhasil dalam keterlibatan mereka dalam pelaksanaan tugas di organisasinya.
Kaitannya dengan komunikasi, Koesoemowardani dan Sumardjo (2008)
mengemukakan bahwa pola komunikasi dipengaruhi oleh karakteristik individu
luas lahan, status kepemilikan lahan, ketergantungan terhadap pertanian, dan
status keanggotaan. Semakin luas lahan yang dikelola, semakin tinggi status
kepemilikan lahan, semakin besar ketergantungan terhadap pertanian, dan
semakin tinggi status keanggotaan cenderung semakin aktif berkomunikasi dan
komunikasi yang terjadi semakin efektif. Permana et al. (2011) mengemukakan
bahwa karakteristik individu berhubungan nyata positif dengan efektivitas
komunikasi. Indikator-indikator yang memiliki hubungan nyata positif dengan
efektivitas komunikasi antara lain adalah pendidikan dan luas lahan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden maka semakin baik
juga tingkat efektivitas komunikasinya.
Porter dan Miles dalam Stoner et al. (2003) mengatakan bahwa dalam
rangka memahami motivasi kerja anggota organisasi penting untuk memahami
faktor-faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah karakteristik individu
para anggota organisasi tersebut. Menurut pendapat kedua ahli tersebut, secara
umum, terdapat tiga variabel yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang
dalam organisasi, yaitu: (1) karakteristik individu (individual characteristics), (2)
karakteristik pekerjaan (job characteristics), dan (3) karakteristik situasi kerja
(work situation characteristics).
Thoha (1998) mengatakan bahwa individu membawa ke dalam tatanan
organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan
pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai
individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki
sesuatu lingkungan baru, yakni organisasi atau lainnya.

16

Hasil penelitian Swastomo (2000) mengungkapkan hubungan yang erat
antara ciri-ciri individu dengan komunikasi organisasi yang berpengaruh terhadap
kinerja organisasi Pemerintah Daerah Cianjur, yaitu (1) jenis kelamin, (2) umur,
(3) pendidikan formal, (4) jumlah anggota keluarga, (5) golongan, dan (6) eselon.
Hasil penelitian Muliady (2009) menunjukkan bahwa karakteristik penyuluh
pertanian yang berpengaruh nyata pada kinerja mereka adalah umur dan
pengalaman kerja. Hal ini juga didukung oleh Bahua (2010) bahwa faktor internal
yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian adalah umur, dan masa kerja.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang berkaitan dengan karakteristik individu
pendamping meliputi: (1) umur, (2) pendidikan formal, dan (3) masa kerja
pendamping.
1. Umur
Umur seorang manusia sangat menentukan perkembangan pada dirinya,
mengingat banyaknya aspek yang dikembangkan pada diri individu melalui umur
yang dimiliki. Robbins (2002) mengatakan bahwa semakin tua usia pegawai,
makin tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena
kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi terbatas sejalan
dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat
meningkatkan persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat
meningkatkan komitmen mereka terhadap organisasi.
Dyne dan Graham (2005) mengatakan bahwa pegawai yang berusia lebih
tua cenderung lebih mempunyai rasa keterikatan atau komitmen pada organisasi
dibandingkan dengan yang berusia muda sehingga meningkatkan loyalitas mereka
pada organisasi. Hal ini bukan saja disebabkan karena lebih lama tinggal di
organisasi, tetapi dengan usia tuanya tersebut, makin sedikit kesempatan pegawai
untuk menemukan organisasi lain.
2. Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan
dan diperlukan oleh setiap manusia. Saat ini pendidikan menjadi perhatian karena
disadari bahwa pendidikan sangat penting untuk masa depan. Menurut Suyono
(2006) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Fungsi pendidikan adalah untuk
mengembangkan kemampuan, kualitas individu, meningkatkan mutu kehidupan,
dan martabat manusia serta membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan,
keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan.
Rogers (2003) menyatakan bahwa orang yang mengadopsi inovasi lebih
awal dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Pendidikan
menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang
dimiliki seseorang. Hasil penelitian Purnaningsih dan Sugihen (2008)
menunjukkan peubah tingkat pendidikan secara positif berpengaruh nyata
terhadap model kinerja petani dalam hal penggunaan teknologi produksi, dan
penggunaan pestisida tepat guna. Semakin tinggi pendidikan petani, kinerjanya
semakin baik. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting bagi

17

kehidupan manusia. Pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai
yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu
masalah (Simanjuntak et al. 2010).
3. Masa Kerja
Kreitner dan Kinicki (2004) mengatakan bahwa masa kerja yang lama
cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi,
hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya
yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan
pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau
perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua. Siagian (2008) mengatakan
bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masingmasing pekerjaan atau jabatan.
Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini karakteristik pendamping yang dianalisis
terdiri dari umur, pendidikan formal, dan masa kerja.
Motivasi Kerja
Definisi Motivasi Kerja
Motivasi adalah suatu konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan
dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku (Gibson et al. 2000). Masmuh (2008)
mengutip pandangan Reksohadiprodjo dan Handoko mengenai motivasi yaitu
keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Pendapat Robbins yang dikutip oleh Makarim (2003) menyatakan bahwa
motivasi dapat dilihat dari adanya usaha mencari suatu sasaran secara bersama
yang bermanfaat bagi seseorang, atau bagi orang lain di dekatnya, kemudian
menjalin kerja sama yang dilandasi oleh semangat dan daya juang yang tinggi.
Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan,
dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Deikme
2013).
Menurut Samsudin (2010) motivasi adalah proses memengaruhi atau
mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau
melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi atau dorongan (driving
force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan
mempertahankan kehidupan. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi motivasi
kerja, antara lain atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan
jasa uang dan non-uang, jenis pekerjaan, dan tantangan. Motivasi individu untuk
bekerja dipengaruhi pula oleh kepentingan pribadi dan kebutuhannya masingmasing.
Masmuh (2008) mengutip pendapat Liang Gie mengenai motivasi yaitu
pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat
dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil
tindakan-tindakan tertentu. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan
orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil
yang dikehendaki oleh orang-orang tersebut. Motivasi kerja menurut Muljono
(2008) adalah dorongan, upaya, dan keinginan yang terdapat di dalam diri

18

manusia yang berfungsi mengaktifkan, memberi daya, serta mengarahkan
perilakunya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam lingkup
pekerjaannya.
Berdasarkan hasil penelitian Deikme (2013) didapatkan bahwa motivasi
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini sejalan dengan Sitepu (2013)
bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Motivasi kerja
yang diterapkan dalam perusahaan berupa pemberian kompensasi (fisiologis),
memberikan rasa aman, perlakuan yang baik dari rekan-rekan, penghargaan yang
diberikan, dan tantangan-tantangan baru yang dapat mengembangkan kemampuan
karyawan.
Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya pendorong yang
menyebabkan pendamping berbuat sesuatu guna mencapai tujuan yang
diinginkannya. Tujuan tersebut adalah terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan.
Teori-Teori Motivasi
Beberapa teori tentang motivasi yang selama ini dikenal antara lain:
(1) Teori Abraham Maslow (Teori Kebutuhan), (2) Teori McClelland (Teori
Kebutuhan Prestasi), (3) Teori Clyton Alderfer (Teori ERG), (4) Teori Herzberg
(Teori Dua Faktor), (5) Teori Keadilan, (6) Teori Penetapan Tujuan, (7) Teori
Victor H. Vroom (Teori Harapan), dan (8) Teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku (Szilagyi & Wallace 1990; Winardi 2009; Siagian 2002).
Teori Abraham Maslow
Psikolog Abraham Maslow (1954) berpendapat bahwa semua orang
berusaha memenuhi lima jenis kebutuhan dasar: (1) kebutuhan fisiologis
(physiological needs), (2) kebutuhan keamanan (safety and security),
(3) kebutuhan rasa memiliki/kebutuhan sosial (affiliation or acceptance),
(4) kebutuhan harga diri (esteem or status), dan (5) kebutuhan aktualisasi diri (self
actualization). Tiga kebutuhan dasar pertama disebut kebutuhan dasar tingkat
rendah (lower-order needs) yang menyangkut kebutuhan manusia untuk
memperoleh keterjaminan fisik dan sosial. Dua kebutuhan dasar terakhir disebut
kebutuhan dasar tingkat tinggi (higher-order needs) yang lebih menunjukkan
kebutuhan manusia untuk pengembangan dan pertumbuhan psikologis.
Abraham Maslow mengatakan bahwa kebutuhan tersebut merupakan sebuah
hirarki kebutuhan, dengan kebutuhan paling dasar atau mendesak–kebutuhan
fisiologis dan keamanan–di bagian bawah. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan
tingkat terendah tersebut harus terpenuhi sebelum seseorang berusaha memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi dalam hirarki itu, seperti kebutuhan harga diri. Sekali
kebutuhan terpenuhi, Maslow mengusulkan, berhenti beroperasi sebagai sumber
motivasi. Tingkat terendah kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam hirarki itu
adalah motivator utama perilaku; jika dan apabila tingkat ini terpenuhi, kebutuhan
pada tingkat tertinggi selanjutnya pada hirarki itu memotivasi perilaku. Dari
pemaparan teori tersebut dapat disimpulkan, bahwa orang berusaha memenuhi
kebutuhan yang berbeda pada pekerjaan.
Maslow mengembangkan hirarki kebutuhan ini seperti disajikan pada
Gambar 1.

19

1.
2.
3.
4.
5.

Self Actualization

Esteem or Status

Affiliation or Acceptance

Safety and Security

Physiological

Gambar 1. Konsep hirarki kebutuhan menurut Maslow (1954)
Teori McClelland
David McClelland (Robbins 2002) dalam teorinya McClelland’s
Achievment Motivation Theory mengemukakan bahwa ada tiga kebutuhan dasar
yang memotivasi manusia. Ketiga kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan
prestasi (need for achievenment atau n-ach), kebutuhan akan afiliasi (need for
affiliation atau n-aff), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau npow).
Kebutuhan akan prestasi adalah tingkat dimana individu memiliki keinginan
kuat untuk melaksanakan tugas yang menantang dengan baik dan memenuhi
standar mutu pribadi. Orang dengan kebutuhan tinggi akan prestasi sering
membuat tujuan yang jelas bagi dirinya sendiri dan suka menerima feed back
performa. Menurut McClelland, orang yang mempunyai kebutuhan akan prestasi
(n-ach) yang tinggi memiliki ciri-ciri:
a. Suka mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan suatu persoalan.
b. Suka menetapkan tanggung jawab yang moderat, tidak terlalu tinggi, dan juga
tidak terlalu rendah. Tujuan tersebut ditetapkan dengan realistis.
c. Suka feed back yang cepat. Dengan feed back tersebut akan diperoleh evaluasi
mengenai pekerjaannya, dan sekaligus melihat apakah dapat perbaikan atau
tidak.
Kebutuhan akan afiliasi adalah tingkat dimana individu peduli dengan
pembentukan dan pemeliharaan hubungan pribadi yang baik, menjadi disukai dan
berada diantara banyak orang bergaul dengan mereka. Orang semacam ini
lazimnya menyukai hubungan yang akrab, saling memahami, bersedia menolong
orang lain, dan menyukai hubungan yang baik dengan orang lain. Kebutuhan akan
kekuasaan adalah tingkat dimana individu ingin mengendalikan atau
mempengaruhi orang lain. Orang semacam ini lazimnya menginginkan posisi
kepemimpinan, lebih out spoken, agresif, menuntut banyak, menyukai
pembicaraan di depan publik (Masmuh 2008).

20

Teori Clyton Alderfer
Dalam teori ini Clayton P. Aderfer mengatakan bahwa dorongan motivasi
timbul dari tiga macam kebutuhan yang populer disingkat ERG, yaitu: Existence
(E) Related (R) dan Growth (G).
1. Existence needs (kebutuhan eksistensi/keberadaan). Yang termasuk ke dalam
kelompok kebutuhan ini adalah apa-apa yang dapat dipuaskan oleh sejumlah
kondisi material. Karenanya, kebutuhan ini sangat dekat dengan kebutuhan
fisiologis dan keamanan yang lebih terpuaskan oleh kondisi material daripada
oleh hubungan antar pribadi.
2. Relatedness needs (kebutuhan keterhubungan). Kebutuhan ini terpuaskan
melalui adanya komunikasi terbuka dan pertukaran pikiran antara orang-orang
yang berhubungan (misalnya dalam organisasi). Ini berkaitan dengan
kebutuhan sosial dan harga diri dalam teori tingkat kebutuhan Maslow.
3. Growth needs (kebutuhan pertumbuhan). Kebutuhan ini terpenuhi oleh
keterlibatan yang kuat dalam tempat atau lingkungan kerja, yang di dalamnya
menggambarkan adanya pemanfaatan secara penuh keahlian dan kemampuan
serta pengembangan secara kreatif atas keahlian-keahlian dan kemampuan
yang baru. Kebutuhan ini sangat dekat dengan kebutuhan aktualisasi diri, dan
sebagian dari kebutuhan harga diri Maslow (Masmuh 2008).
Teori Motivasi Higienis
Teori motivasi higienis (Motivation-Hygiene Theory) diajukan oleh ahli
psikologi Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa hubungan individu
dengan pekerjaan adalah sesuatu yang mendasar dan bahwa sikap seseorang
terhadap pekerjaan akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalannya
(Robbins 2002).
Berdasarkan hasil penelitian, Herzberg berkesimpulan ada dua faktor yang
menentukan motivasi seseorang, yaitu: (1) faktor pendorong motivasi (Satisfiers)
dan (2) faktor hygiene (Dissatisfiers). Faktor pendorong motivasi (motivator)
lazimnya menyangkut: sifat kerja itu sendiri dan seberapa menantangnya
pekerjaan itu. Oleh sebab itu, pekerjaan yang menarik, ada kewenangan dan
tanggung jawab yang penuh itulah yang menjadi motivator para pekerja untuk
lebih bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam kaitannya dengan
ini ada beberapa faktor, di antaranya: prestasi (achievenment); pengakuan
(recognition); pertumbuhan (growth); kerja itu sendiri (the work itself); kemajuan
(advancement); dan tanggung jawab (responsibility). Faktor higinis lazimnya
berkaitan dengan konteks fisik dan psikologis dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
Misalnya kondisi kerja (working condition) yang menyenangkan dan nyaman;
upah atau gaji (salary); keamanan kerja (job security); hubungan yang baik
dengan rekan kerja (good interpersonal interaction); pengawas yang efektif
(effective supervision); dan kebijakan perusahaan dan administrasi (company
policy and administration) (Nimran 1999).
Menurut Herzberg, jika kebutuhan higinis tidak terpenuhi, para pekerja
tidak puas. Sebaliknya, dan jika kebutuhan higinis terpenuhi, para pekerja tidak
kecewa. Tetapi, pemenuhan kebutuhan higinis tidak menghasilkan tingkat
motivasi yang tinggi atau bahkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Agar
motivasi dan kepuasan kerja tinggi, kebutuhan motivator harus terpenuhi.

21

Teori Keadilan
Teori keadilan dirumuskan pada tahun 60-an oleh Stacy Adams, yang
menekankan bahwa apa yang penting dalam penentuan motivasi adalah tingkat
relatif bukannya absolut dari pendapatan yang diterima seseorang dan input yang
diberikan. Teori ini berasumsi bahwa motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja
merupakan fungsi dari persepsi keadilan (atau kewajaran) yang dirasakan oleh
karyawan terhadap balasan yang diterimanya. Keadilan tersebut diukur
berdasarkan rasio antara output yang dihasilkan orang tersebut (misalnya gaji atau
promosi) dengan input seseorang (misalnya usaha atau keterampilan). Kemudian
dia akan membandingkan rasio dia dengan rasio orang lain pada situasi yang
sama. Jika dia merasa bahwa rasio dia lebih kecil dibandingkan rasio orang lain,
maka ia merasa diperlakukan tidak adil, dan dia akan berusaha mengubah rasio
dia atau rasio orang lain. Sebagai misal, ia akan berusaha mengurangi input dia
atau menaikkan output. Dapat juga mencoba mengubah rasio orang lain dengan
mendorong orang lain mengubah input atau outputnya. Dapat juga dia berhenti
dari pekerjaannya, atau mengubah obyek perbandingan (Masmuh 2008).
Teori Penetapan Tujuan
Edwin Locke dan Gary Lathman adalah tokoh pada teori penentuan tujuan.
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia sebagai individu yang berpikir (thinking
individual) yang berusaha mencapai tujuan tertentu. Fokus dari teori ini
menekankan pada proses penetuan tujuan itu sendiri. Jika tujuan cukup spesifik
dan menantang, maka tujuan dapat menjadi faktor pemotivasi yang efektif baik
untuk individu maupun untuk kelompok. Motivasi juga akan semakin meningkat
apabila individu dilibatkan atau berpartisipasi dalam penentuan tujuan. Umpan
balik yang akurat dan cepat juga bermanfaat dan didapatkan untuk mendorong
motivasi kerja untuk mencapai tujuan tertentu (Masmuh 2008).
Teori Victor H. Vroom
Victor H. Vroom melakukan kritik terhadap teori Herzberg dan teori lain
yang terlalu bergantung pada isi dan konteks kerja dalam teori motivasi. Dia
mengajukan teori yang baru yaitu motivasi pengharapan. Menurut Vroom
motivasi seseorang akan tergantung pada antisipasi hasil dari tindakannya (dapat
negatif atau positif) dikalikan dengan kekuatan pengharapan orang tersebut bahwa
hasil yang diperoleh akan menghasilkan sesuatu yang dia inginkan. Dengan kata
lain, motivasi seseorang akan tergantung dari antisipasi hasil dan probabilitas
tujuan orang tersebut akan tercapai. Jadi, tingkat usaha yang tinggi mengarah pada
performa tinggi dan performa tinggi mengarah pada pencapaian hasil yang
diinginkan. Teori ini memusatkan perhatian pada ketiga bagian persamaan
motivasi: input, performa, dan pendapatan. Teori pengharapan mengidentifikasi
tiga faktor utama yang menentukan motivasi seseorang, yakni: pengharapan,
perantara, dan valensi (Masmuh 2008