Jaringan Komunikasi Pemasaran Kakao Di Kecamatan Anreapi, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat

i

JARINGAN KOMUNIKASI PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN
ANREAPI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI
SULAWESI BARAT

AGUS RAHARJO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Jaringan Komunikasi
Pemasaran Kakao di Kecamatan Anreapi, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi

Sulawesi Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016

Agus Raharjo
NIM I352130021

iv

RINGKASAN
AGUS RAHARJO. Jaringan Komunikasi Pemasaran Kakao Di Kecamatan
Anreapi, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Dibimbing oleh
PUDJI MULJONO dan KRISHNARINI MATINDAS.

Pemasaran yang efektif dan efisien menjadi kunci di dalam meningkatkan

pendapatan petani. Interaksi antar petani akan melibatkan proses berbagi
informasi tentang pemasaran yang sekaligus membentuk jaringan komunikasi
diantara petani kakao. Jaringan komunikasi patut untuk dikembangkan dalam
pemasaran kakao karena dapat memberikan informasi kepada petani tentang harga
jual dan mutu yang diinginkan konsumen dan tujuan pemasaran yang lebih
menguntungkan. Ukuran yang dipakai dalam analisis jaringan komunikasi adalah
centrality yang merujuk kepada bagaimana posisi aktor (node) dalam keseluruhan
jaringan dan melihat seberapa sentral aktor tersebut dalam jaringan. Dalam
penelitian ini pengukuran centrality meliputi degree centrality, closeness
centrality, dan betweeness centrality.
Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mendeskripsikan karakteristik individu,
keterdedahan media, dan jaringan komunikasi, 2) menganalisis hubungan antara
karakteristik petani dengan jaringan komunikasi pemasaran kakao,
3) menganalisis hubungan keterdedahan media dengan jaringan komunikasi
pemasaran kakao, dan 4) menganalisis hubungan perilaku komunikasi pemasaran
kakao dengan jaringan komunikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik individu di kedua
kelompok tani yaitu: umumnya anggota di kedua kelompok tani berada pada
kategori dewasa dengan pendidikan formal rendah, namun memiliki lahan yang
cukup luas dan pengalaman berusahatani tinggi. Rata-rata individu di Kelompok

Tani Tunas Harapan memiliki pengalaman berkelompok yang tinggi sedangkan
pada Kelompok Tani Bunga Harapan tergolong sedang. Tingkat kepemilikan
media, frekuensi, dan durasi penggunaan media tergolong rendah di kedua
kelompok tani. Aktor sentral pada Kelompok Tani Tunas Harapan adalah
pengurus kelompok dan pada Kelompok Tani Bunga Harapan adalah anggota
kelompok. Perilaku komunikasi tentang pemasaran kakao tergolong rendah di
kedua kelompok tani. Analisis hubungan antar variabel menggunakan uji korelasi
rank Spearman menunjukkan karakteristik individu yang berhubungan dengan
degree centrality adalah pendidikan formal dan yang berhubungan dengan
closeness centrality yaitu luas lahan dan pengalaman berkelompok. Keterdedahan
media yang berhubungan nyata dengan degree centrality adalah kepemilikan
media, frekuensi dan durasi menggunakan media dan yang berhubungan dengan
betweeness centrality adalah frekuensi dan durasi menggunakan media. Perilaku
komunikasi pemasaran kakao yang berhubungan nyata dengan degree centrality
yaitu akses pada sumber media dan sumber komersial. Perilaku komunikasi
pemasaran kakao yang berhubungan dengan closeness centrality dan betweeness
centrality adalah akses dengan sumber komersial.
Kata Kunci: informasi pemasaran, jaringan komunikasi, petani kakao

v


SUMMARY
AGUS RAHARJO. Communication Network of Cocoa Marketing at Sub District
of Anreapi, District of Polewali Mandar, West Sulawesi. Supervised by PUDJI
MULJONO and KRISHNARINI MATINDAS.
Effective and efficient marketing is a key in increasing farmers income.
Interaction between farmers would involve the sharing of information about
marketing and creating a communication network among cocoa farmers.
Communication networks should be developed in cocoa marketing because it can
provide information to farmers about the price and quality that consumers needs
and more profitable marketing purposes. The measure of this study used analysis
of communication networks which is „centrality‟. Centrality refers to the position
of actors (nodes) in the overall network and see how centrals actors in the
network. Centrality measurements used in this study are degree centrality,
closeness centrality, and betweeness centrality.
The purposes of this study were 1) to describe the individual
characteristics of farmers, media exposure by farmers, and communication
network 2) to analyze the correlation between farmers characteristic and
communication network analysis 3) to analyze the correlation between media
exposure and communication network analysis 4) to analyze the correlation

communication behaviours of cocoa marketing and communication network
analysis.
The result of this study showed that the variable of farmer characteristics
such as age was relatively adult, formal education was relatively low, the area of
land cultivated was relatively moderate, farming experience was relatively high,
and group experiences is relatively high on Tunas Harapan group and moderate
on Bunga Harapan group. The variable of media exposure such as media
ownership, frequency, and duration of media use was relatively low. The central
actor on Tunas Harapan group was the group leader while the central actor on
Bunga Harapan group was the group member. Communication behaviors of cocoa
marketing was relatively low in both groups. Variable correlation analysis using
Rank Spearman showed that farmer characteristic correlated with degree
centrality was formal education and farmer characteristics correlated with
closeness centrality were the area of land cultivated and experience of the group.
Media exposures correlated with degree centrality were media ownership, the
frequency of media use and the duration of media use then media exposure of
farmer correlated with betweeness centrality were the frequency of media use and
duration of media use. Communication behaviours correlated with degree
centrality were access to information through the media, and access to commercial
sources. Communication behaviours correlated with closeness centrality and

betweeness centrality was access to commercial sources.

Keywords: cocoa farmers, communication networks, marketing information

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

JARINGAN KOMUNIKASI PEMASARAN KAKAO DI KECAMATAN
ANREAPI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI

SULAWESI BARAT

AGUS RAHARJO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Basita Ginting, MA

x


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penulis mengangkat
judul penelitian Jaringan Komunikasi Pemasaran Kakao di Kecamatan Anreapi
Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Pudji Muljono MSi dan Dr
Krishnarini Matindas MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
saran dan sabar membimbing hingga terselesaikannya tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan beasiswa yang diberikan. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan KMP 2013 Puput, Mas
Haris, Alfi, Kia, Mila, Testa, Mas Yuni, Bang Ikbal, Aji, Mia, Meylin, Ani, Mbak
Lasmi, Afni dan Mbak Enden atas sumbang saran dan dukungannya hingga tesis
ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada Staf Departemen KMP Mbak Hetti
dan Mbak Lia atas Bantuan-bantuannya selama masa studi. Terakhir, ungkapan
terima kasih yang sebesarnya-besarnya teruntuk kepada ayah Sudibyo SP, ibu HJ
Hudaedah Kaseng, SPd.SD, kakak Bambang Setiwan SP dan kakak Wahyu Nur
Aprianto SH atas segala doa dan kasih sayangnya, serta ponakan Kailah dan Rara

yang memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.
Semoga tesis ini membawa banyak manfaat kepada pihak yang
membutuhkan informasi yang tertulis di dalamnya dan mampu memberikan
sumbangsih pada ilmu pengetahuan khususnya bidang komunikasi pembangunan.

Bogor, Oktober 2016

Agus Raharjo

xi

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 4
Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 4
2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 5
Jaringan Komunikasi ........................................................................................... 5
Karakteristik Individu .......................................................................................... 6

Keterdedahan Media ............................................................................................ 6
Perilaku Komunikasi ........................................................................................... 7
Analisis Jaringan Komunikasi ............................................................................. 9
Informasi Pemasaran Biji Kakao ....................................................................... 10
Gerakan Nasional Kakao ................................................................................... 12
Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 13
3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ............................................... 15
Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 15
Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 17
4 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 19
Desain Penelitian ............................................................................................... 19
Lokasi dan Waktu .............................................................................................. 19
Populasi dan Sampel ......................................................................................... 19
Data dan Instrumen ........................................................................................... 19
Validitas dan Reliabilitas................................................................................... 20
Analisis Data ..................................................................................................... 21
Definisi Operasional .......................................................................................... 23
5 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 29
Deskripsi Wilayah Penelitian ............................................................................ 29
Pemasaran Petani Kakao di Kecamatan Anreapi .............................................. 31

Karakteristik Petani Kakao ................................................................................ 32
Keterdedahan terhadap Media Massa ................................................................ 35
Perilaku Komunikasi tentang Pemasaran Kakao ............................................... 39
Jaringan Komunikasi Pemasaran Kakao ........................................................... 42
Hubungan Karakteristik Individu dengan Jaringan Komunikasi ...................... 52
Hubungan Keterdedahan Media dengan Jaringan Komunikasi ........................ 55

xii

Hubungan Perilaku Komunikasi tentang Pemasaran Kakao dengan Jaringan
Komunikasi ........................................................................................................ 56
6. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 57
Simpulan ............................................................................................................ 57
Saran .................................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 59
LAMPIRAN

63

RIWAYAT HIDUP

66

xiii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Persyaratan umum biji kakao
Indikator dan pengukuran karakteristik petani
Indikator dan pengukuran variabel keterdedahan media
Indikator dan pengukuran perilaku komunikasi
Indikator dan pengukuran jaringan komunikasi
Jumlah penduduk tiap-tiap kelurahan/desa lokasi penelitian menurut
jenis kelamin 2016
7 Produksi tanaman perkebunan rakyat Kecamatan Anreapi 2014
8 Jumlah petani dan luas lahan menurut jenis tanaman yang diusahakan
Kecamatan Anreapi 2014
9 Karakteristik individu anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan
Bunga Harapan
10 Kepemilikan media anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga
Harapan.
11 Frekuensi menggunakan media anggota Kelompok Tani Tunas Harapan
dan Bunga Harapan
12 Durasi menggunakan media anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan
Bunga Harapan
13 Perilaku komunikasi tentang pemasaran kakao Anggota Kelompok Tani
Tunas Harapan dan Bunga Harapan
14 Nilai degree centrality Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga
Harapan
15 Nilai closeness centrality Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga
Harapan
16 Nilai betweeness centrality Kelompok Tani Tunas Harapan dan
Bunga Harapan
17 Hasil uji korelasi rank Spearman karakteristik individu dengan
degree centrality
18 Hasil uji korelasi rank Spearman variabel karakteristik individu dengan
closeness centrality
19 Hasil uji korelasi rank Spearman karakteristik individu dengan betweeness
centrality
20 Hasil uji korelasi rank Spearman keterdedahan media dengan jaringan
komunikasi
21 Hasil uji korelasi rank Spearman perilaku komunikasi tentang pemasaran
kakao dengan jaringan komunikasi

12
23
25
26
27
29
30
30
32
35
36
38
40
48
50
51
52
53
54
55
56

xiv

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka berpikir jaringan komunikasi pemasaran kakao di Kecamatan
Anreapi, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat
2 Sosiogram jaringan komunikasi pemasaran kakao Kelompok Tani Tunas
Harapan
3 Sosiogram jaringan komunikasi pemasaran kakao Kelompok Tani Bunga
Harapan

17
44
46

DAFTAR KOTAK
1 Profil node sentral jaringan komunikasi Kelompok Tani Tunas Harapan
2 Profil node sentral jaringan komunikasi Kelompok Tani Bunga Harapan
3 Profil Ketua Kelompok Tani Bunga Harapan

45
47
49

DAFTAR LAMPIRAN
1 Output data

63

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Polewali Mandar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Barat yang menjadikan komoditas kakao sebagai pilihan utama untuk
dikembangkan. Hal ini karena kakao memberikan kontribusi besar terhadap
pendapatan masyarakat dan cukup banyak menyerap tenaga kerja di daerah
tersebut. Menurut data statistik Provinsi Sulawesi Barat 2014, pada tahun 2012
kabupaten dengan produksi kakao tertinggi adalah Kabupaten Polewali Mandar,
yaitu sebesar 35.965,30 ton, melebihi produksi kakao di kabupaten-kabupaten lain
di Sulawesi Barat.
Kecamatan Anreapi merupakan salah satu kecamatan yang memiliki areal
perkebunan kakao di Polewali Mandar yaitu sebesar 4.685,20 Ha (Dinas
Kehutanan dan Perkebunan, 2014). Sebagian besar penduduknya bergantung pada
pertanian khususnya kakao sebagai produk perkebunan andalan. Sebagai salah
satu sentra perkebunan kakao di Kabupaten Polewali Mandar, petani-petani telah
diperkenalkan dengan program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao
Nasional (GERNAS), sehingga petani di kecamatan ini sudah lebih maju dalam
hal berusahatani kakao terlihat pada kondisi kebun yang terawat dan bersih.
Secara umum, Program Gernas Kakao yang berlangsung pada periode 20092012 di Kabupaten Polewali Mandar, mampu meningkatkan produksi kakao
sebesar 37 persen dan produktivitas sebesar 11 persen serta terjadi peningkatan
luas lahan perkebunan kakao yaitu pada tahun 2008 luas lahan sebesar 41.133,11
Ha meningkat sebesar 16 persen menjadi 47.746,00 Ha. Hal ini mengindikasikan
bahwa peningkatan produksi kakao petani mempengaruhi terhadap peningkatan
luas lahan kakao di Kabupaten Polewali Mandar (Dinas Pertanian dan Perkebunan
2014).
Selain masalah produktivitas, masalah lain yang krusial di dalam kegiatan
berusahatani kakao ada pada bidang pemasarannya. Pemasaran yang efektif dan
efisien menjadi kunci dalam meningkatkan pendapatan petani. Menurut Rheza
dan Karlinda (2013), rantai nilai pemasaran mempengaruhi tingkat harga yang
baik bagi petani. Semakin pendek rantai nilai pemasaran maka semakin tinggi
harga jual biji kakao, yang berarti juga meningkatkan selisih harga yang diterima
petani, hal ini membuat petani memiliki motivasi dalam meningkatkan
produktivitas pertaniannya. Akses pasar sangat diperlukan untuk mampu
memperpendek rantai pemasaran. Pemerintah daerah diharapkan mampu
mewadahi hal ini, menciptakan regulasi dalam hal akses pasar sehingga
memperpendek rantai pemasaran, namun sampai saat ini peran pemerintah daerah
masih belum terlihat.
Stakeholders yang terlihat perannya pada rantai pemasaran ini adalah
pedagang pengumpul di tingkat desa dan kecamatan. Akan tetapi, pedagang
pengumpul ini masih menerapkan sistem „ijon’, dimana petani dapat berhutang
dan pembayarannya nanti dalam bentuk hasil panen yang diproduksi nantinya. Hal
ini mengakibatkan petani tidak memiliki kekuatan dan hanya sebagai penerima
harga (Mubyarto 1977; Lala et al. 2005; dan Rahmawati 2016).

2

Dalam posisi tawar, petani seringkali diposisikan sebagai pihak yang lemah.
Petani sebagai pihak yang melakukan budidaya, seringkali mendapatkan harga
yang tidak begitu tinggi. Hal ini karena, sifat petani sebagai penerima harga (price
taker) dalam rantai perdagangan kakao. Penyebab lainnya adalah
ketidakmampuan dan kurangnya informasi petani mengenai harga jual kakao dan
pengetahuan mengenai kegiatan pasca panen untuk meningkatkan kualitas biji
kakao.
Petani menjadikan pedagang perantara sebagai tumpuan informasi
pemasaran karena petani tidak memiliki saluran pemasaran sendiri. Petani
menjual hasil panennya kepada pedagang perantara, yang mana pedagang
perantara kemudian menjual kembali ke lembaga niaga yang lebih besar.
pedagang perantara mendominasi dan mengontrol sistem pemasaran ini, sehingga
hanya pedagang perantara yang menerima manfaatnya dengan menurunkan harga
beli mereka dari petani dan meningkatkan harga jual mereka untuk lembaga niaga
di atasnya (Kim et al. 2007 dan Sesbany 2011).
Jaringan komunikasi patut untuk dikembangkan dalam pemasaran kakao
karena dapat memberikan informasi kepada petani tentang harga jual dan mutu
yang diinginkan konsumen dan tujuan pemasaran yang lebih menguntungkan.
Informasi akan lebih cepat mengalir pada kelompok yang lebih produktif. Kondisi
suasana yang terbangun dalam kelompok memiliki hubungan dengan
produktivitas kelompok. Hal ini sejalan dengan Hasil penelitian Nordin et al.
(2014) yang menemukan bahwa sebagian besar informasi mengenai produk
pertanian ataupun perkembangan teknologi baru akan lebih banyak berasal dari
kalangan petani itu sendiri, melalui jaringan informal, oleh orang-orang yang aktif
dalam mengumpulkan informasi untuk kebutuhan mereka.
Beberapa Penelitian sebelumnya oleh para peneliti terdahulu, lebih banyak
menganalisis jaringan komunikasi dalam proses adopsi inovasi misalnya oleh
Ramirez et al. (2013) mengenai difusi kompor modern di Honduras Barat,
keberhasilan adopsi kompor modern melalui komunikasi interpesonal individuindividu meskipun tanpa ada kegiatan pemasaran di dalamnya. Borg et al. (2014)
meneliti jaringan sosial dalam kolaborasi keanekaragaman hayati hutan di
Finlandia Tengah, bahwa keberhasilan dari terbentuknya jaringan tidak terlepas
dari arus informasi dan pertukaran informasi yang terjadi. Kemudian penelitian
jaringan komunikasi yang lain yang dilakukan oleh Mertens et al. (2011) tentang
adopsi pola makan ikan yang baru oleh warga disekitaran sungai Tapajos Brazil
yang tercemar merkuri. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa partisipasi terhadap
program dan komunikasi interpersonal adalah faktor penting terhadap berhasilnya
perubahan pola konsumsi ikan masyarakat.
Penelitian jaringan komunikasi saat ini lebih banyak menganalisis proses
adopsi inovasi. Namun, belum ada penelitian yang menganalisis jaringan
komunikasi pada petani kakao dilihat dari kegiatan pemasaran hasil produksi yang
dilakukan. Penelitian ini menganalisis individu yang tergabung dalam kelompok
kecil dengan level analisis aktor. Kelebihan analisis jaringan komunikasi dengan
level aktor sesuai yang dikemukakan Eriyanto (2014) yaitu 1) penekanan pada
posisi aktor dan kekuatan aktor dalam struktur sosial sehingga diketahui siapa
aktor yang memiliki pengaruh dan mendapat pengaruh dan 2) memungkinkan
kita melakukan perbandingan aktor dalam jaringan atau perbandingan antar
struktur jaringan yang berbeda.

3

Rumusan Masalah
Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kakao yang diusahakan
petani oleh karena pelaksanaan program-program pemerintah seperti GPK dan
Program Gernas Kakao tidak serta merta meningkatkan pendapatan petani. Di
Kecamatan Anreapi, Rantai pemasaran petani hanya sampai kepada pedagang
perantara sekaligus menjadikan pedagang perantara sebagai tumpuan informasi
pemasaran. Informasi pemasaran dari pedagang perantara seringkali tidak dapat
diandalkan disebabkan kurang kredibelnya informasi tersebut. Pemasaran keluar
daerah hanya dilakukan oleh pedagang perantara. Pedagang perantara mampu
melakukan hal tersebut karena memiliki modal yang lebih besar daripada petani.
Petani sebagai pelaku kegiatan usahatani kakao akan menjalin interaksi
antar satu sama lain sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Interaksi ini akan
melibatkan proses berbagi informasi tentang pemasaran kakao yang sekaligus
membentuk jaringan komunikasi diantara petani kakao. Pengetahuan akan
informasi pemasaran akan membantu petani di dalam melakukan kegiatan
pemasaran yang lebih baik. Petani yang mengetahui informasi pasar akan
memiliki posisi tawar yang lebih baik dengan pembeli. Harga yang berlaku di
pasaran yang petani terima dari produk pertanian yang dihasilkan, berimplikasi
terhadap perubahan pendapatan. Peningkatan profitabilitas bagi petani mendorong
petani untuk mengubah produksi, investasi, dan keputusan pemasaran.
Rogers (1993) menyatakan bahwa perilaku komunikasi merupakan suatu
kebiasaan dari individu di dalam menerima atau menyampaikan pesan. Tiga
variabel perilaku komunikasi yang telah teruji secara empiris signifikan yaitu
pencarian informasi, kontak dengan penyuluh, dan keterdedahan pada media
massa. Hubungan yang terbangun antar individu tidak terlepas dari perilaku
komunikasi yang dilakukan.
Penelitian ini secara spesifik membahas jaringan komunikasi pada petani
kakao dalam hal pemasaran yang dilihat dari dua kelompok tani, yaitu Kelompok
Tani Tunas Harapan dan Kelompok Tani Bunga Harapan di Kecamatan Anreapi,
Kabupaten Polewali Mandar. Esensi daripada Program Gernas Kakao sendiri
adalah peningkatan produktivitas kakao melalui kegiatan rehabilitasi, peremajaan,
dan intensifikasi tanaman, namun dalam hal pemasaran yang ada masih belum
cukup membantu petani. Selain itu, dalam pemilihan lokasi penelitian, sebagai
putra daerah adalah suatu kewajiban untuk mengangkat tema penelitian dari
daerah sendiri sebagai wujud pengabdian terhadap daerah asal.
Kelompok Tani Tunas Harapan merupakan salah satu dari kelompok tani di
Kecamatan Anreapi yang menerima dan menerapkan Program Gernas Kakao
dengan baik dan masuk sebagai kategori kelas madya, sedangkan Kelompok Tani
Bunga Harapan merupakan salah satu kelompok tani yang juga menerapkan
Program Gernas Kakao namun masih berada pada kategori kelas pemula.
Petani sebagai individu dalam kelompok tani dan usahataninya memiliki
karakteristik beragam. Karakteristik ini tentunya berhubungan performa petani
dalam hal memasarkan kakaonya yang menyebabkan rantai pemasaran petani
menjadi berbeda-beda.

4

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Seperti apa karakteristik individu, keterdedahan media, perilaku komunikasi
tentang pemasaran kakao dan jaringan komunikasi dari dua kelompok tani
kakao?
2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan jaringan
komunikasi pemasaran kakao?
3. Apakah terdapat hubungan antara keterdedahan media dengan jaringan
komunikasi pemasaran kakao?
4. Apakah terdapat hubungan antara perilaku komunikasi tentang pemasaran
kakao dengan jaringan komunikasi pemasaran kakao?

Tujuan Penelitian
1.

2.
3.
4.

Tujuan dalam penelitian ini adalah :
Mengetahui karakteristik individu, keterdedahan media, perilaku komunikasi
tentang pemasaran kakao, dan jaringan komunikasi dari dua kelompok tani
kakao.
Mengetahui hubungan antara karakteristik petani dengan jaringan komunikasi
pemasaran kakao.
Mengetahui hubungan antara keterdedahan media dengan jaringan
komunikasi pemasaran kakao.
Mengetahui hubungan antara perilaku komunikasi tentang pemasaran kakao
dengan jaringan komunikasi pemasaran kakao.

Kegunaan Penelitian
1.
2.
3.

Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
Sebagai bahan informasi yang bermanfaat bagi petani usahatani kakao.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya khususnya yang meneliti
tentang jaringan komunikasi khususnya pada usahatani kakao.
Sebagai bahan referensi bagi penentu kebijakan dan pelaksana program
pertanian dengan memberitahukan informasi mengenai struktur jaringan
komunikasi yang dapat digunakan dalam hal diseminasi informasi untuk
petani kakao.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Jaringan Komunikasi
Jaringan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai seperangkat aktor
yang mempunyai relasi dengan aktor yang lain dalam tipe relasi tertentu. Jaringan
komunikasi menggambarkan dan menjelaskan jaringan sosial dan struktur
jaringan (Eriyanto 2014).
Jaringan komunikasi adalah suatu jaringan yang terdiri dari individuindividu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh jaringan informasi
yang berpola (Rogers dan Kincaid 1981). Fokus perhatian Rogers dan Kincaid
adalah bahwa jaringan komunikasi terdiri dari individu-individu yang membentuk
hubungan yang relatif stabil.
Jarmie (1994) mengungkapkan bahwa jaringan komunikasi sering disebut
jaringan sosial yaitu pengelompokan yang terdiri dari dua individu atau lebih yang
masing-masing orang tersebut mempunyai identitas tersendiri dan dihubungkan
antara yang satu dengan lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada.
Scoot (2000) mengungkapkan analisis jaringan sosial sebagai seperangkat metode
untuk menganalisis struktur sosial, metode ini secara khusus menganalisis aspek
khususnya hubungan (relation) dari struktur tersebut, sehingga dapat disimpulkan
bahwa jaringan komunikasi adalah sebuah hubungan yang berpola yang terbentuk
dari proses saling bertukar informasi antar aktor-aktor yang terlibat di dalam pola
komunikasi tersebut.
Morrisan (2009) mengemukakan bahwa hubungan menentukan suatu peran
jaringan (network role) tertentu. Maksudnya, bahwa anggota menghubungkan
beberapa kelompok dalam cara-cara tertentu. Ketika anggota organisasi
berkomunikasi satu sama lain, mereka melaksanakan atau memenuhi berbagai
peran dalam hubungannya dengan jaringan yang terdiri atas peran sebagai
jembatan, penghubung, dan pemisah.
1. Jembatan. Peran sebagai jembatan (bridge), dimana anggota suatu kelompok
merangkap atau menjadi anggota kelompok lainnya.
2. Penghubung. Seseorang berperan sebagai penghubung (liaison) jika ia
menghubungkan dua kelompok, tetapi ia sendiri bukan anggota keduanya.
3. Pemisah. Seseorang berperan sebagai pemisah (isolate) jika ia tidak terhubung
atau terkait sama sekali dengan anggota lain.
Robbin (1984) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi adalah dimensi
vertikal dan horizontal dalam komunikasi organisasi yang dibangun dalam
bermacam-macam pola. Jaringan komunikasi dibagi dalam lima macam jaringan
yaitu jaringan rantai, jaringan Y, roda, lingkaran dan jaringan semacam saluran
(Stoudolar 1984; Koont et al. 1989; Sikula 1981 dalam Moekijat 1993)
Dari beberapa pengertian jaringan komunikasi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa jaringan komunikasi merupakan hubungan individu-individu
melaksanakan atau memenuhi berbagai peran seperti Star, Bridge, liaison, isolate,
dll yang membentuk pola-pola atau model jaringan komunikasi didasarkan untuk
mencapai tujuan bersama.

6

Karakteristik Individu
Newcomb et al. (1978) mendefinisikan karakteristik individu sebagai ciriciri atau sifat-sifat yang dimiliki seseorang individu yang ditampilkan melalui
pola pikir, pola sikap, dan pola tindak terhadap lingkungan hidup tersebut.
Karakteristik individu sering dibedakan atas dasar umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status sosial ekonomi, serta bangsa dan agama.
Robbins (2002) mengatakan bahwa karakteristik individu merupakan salah
satu variabel tingkat individual yang dapat memberikan dampak pada kinerja dan
kepuasan karyawan. Variabel karakteristik individu tersebut antara lain meliputi:
usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan keluarga, dan masa
kerja dalam organisasi. Siagian (2008) menyatakan bahwa karakteristik
biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan,
jumlah tanggungan dan masa kerja. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa setiap orang mempunyai karakteristik tertentu dan dalam hal
ini perlu diperhatikan agar berhasil dalam keterlibatan mereka dalam pelaksanaan
tugas di organisasinya.
Kaitannya dengan komunikasi, Koesoemowardani dan Sumardjo (2008)
menyatakan bahwa pola komunikasi dipengaruhi oleh karakteristik individu
seperti luas lahan, status kepemilikan lahan, ketergantungan terhadap pertanian,
dan status keanggotaan. Semakin luas lahan yang dikelola, semakin tinggi status
kepemilikan lahan, semakin besar ketergantungan terhadap pertanian, dan
semakin tinggi status keanggotaan, cenderung semakin aktif berkomunikasi dan
komunikasi yang terjadi semakin efektif.

Keterdedahan Media
Secara singkat keterdedahan dapat diartikan sebagai sebuah proses pada
seseorang untuk mencari pesan yang dapat membantu mereka dalam menentukan
sikap (Rodman 2006). Sedangkan menurut Rakhmat (2007) keterdedahan pada
media massa adalah mendengarkan, melihat, membaca atau secara lebih umum
mengalami dan dengan sedikitnya ada perhatian minimal pada pesan media.
Ada beberapa elemen dasar pada keterdedahan pada media massa menurut
Baran (2004) yaitu: 1) kesadaran akan dampak media tersebut, 2) pemahaman
terhadap proses komunikasi massa, 3) pemahaman terhadap isi media, dan 4)
kemampuan untuk menikmati, mengerti, dan menghargai isi media. Rogers (2003)
menjelaskan bahwa tiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak
dikotomikan sebagai sedikitnya pernah terdedah (minimal membaca surat kabar
atau majalah dalam seminggu) dan tidak terdedah. Ardianto dan Komala (2005)
menyatakan penggunaan media oleh khalayak meliputi jenis media yang
digunakan, frekuensi penggunaan (frequency), maupun durasi penggunaan
(longevity).
Media massa sendiri menurut Schramm dan Kincaid (1977) meliputi alatalat saluran, dimana sumber (komunikator) mampu mencapai jumlah penerima
(komunikan) secara luas, serentak, dengan kecepatan yang relatif tinggi. Media
massa berperan didalam memberikan informasi untuk memperluas cakrawala,
pemusatan perhatian, menumbuhkan aspirasi dan sebagainya, namun hal ini

7

tergantung pada keterdedahan khalayak tersebut pada media massa. Perubahan
perilaku khalayak tidak hanya dipengaruhi oleh keterdedahan pada satu media
massa saja tetapi juga memerlukan lebih dari satu saluran komunikasi massa
lainnya seperti tv, radio, film dan bahan cetakan lainnya.
Menurut Soekartawi (2005) komunikasi massa dimaksudkan untuk
menggugah emosi atau untuk memberikan pengertian kepada massa yang
jumlahnya banyak dalam waktu relatif singkat. Pada prinsipnya komunikasi massa
dapat dilakukan dalam tiga cara yaitu melalui:
a. Media umum
Media umum yaitu komunikasi yang isi pesannya dikomunikasikan kepada
semua pihak, secara bebas, umum dan tidak rahasia, yang hanya saja sifatnya
tidak massal. Termasuk ke dalam media ini adalah telepon, teleks, telegram,
dan sebagainya.
b. Media khusus
Media khusus, dimana komunikan yang satu dengan yang lain tidak saling
mengetahui apa isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. karena sifatnya
yang khusus maka cara komunikasi yang dilakukan adalah melalui surat
tertutup.
c. Media massa
Media massa adalah komunikasi melalui media massa seperti koran, majalah,
radio, televisi, dan film. Fungsi media komunikasi adalah sebagai alat yang
dipakai untuk melakukan komunikasi, sedangkan pelaku komunikasi itu sendiri
terdiri dari komunikator dan komunikan melalui pesan yang disampaikan.
Menurut Syahyuti et al. (1999) bahwa penyuluh termasuk sebagai media
komunikasi pribadi. Penyuluh pertanian merupakan suatu bagian delivery system
dalam penyampaian jasa informasi pertanian. Dalam sistem ini, penyuluh
pertanian berperan sebagai penyampai jasa informasi kepada petani (customers),
yang harus melakukan interaksi baik ke penghasil teknologi maupun petani
sebagai customers.

Perilaku Komunikasi
Perilaku komunikasi menurut Gould dan Kolb (1964) merupakan tindakan
atau respon dalam lingkungan dan situasi komunikasi yang ada, seperti cara-cara
berfikir, berpengetahuan dan berwawasan, berperasaan dan bertindak atau
melakukan tindakan yang dianut oleh seseorang, keluarga atau masyarakat dalam
mencari dan menyebarkan informasi. Berlo (1960) mengungkapkan bahwa
perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan perilaku seseorang dalam
mencari suatu informasi.
Rogers (1993) menyatakan bahwa perilaku komunikasi merupakan suatu
kebiasaan dari individu atau kelompok di dalam menerima atau menyampaikan
pesan yang diindikasikan dengan adanya partisipasi, hubungan dengan sistem
sosial, kekosmopolitan, hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan media
massa, keaktifan mencari informasi, dan pengetahuan mengenai hal-hal baru.
Lanjut menurut Rogers bahwa ada tiga variabel perilaku komunikasi yang telah
teruji secara empiris signifikan yaitu pencarian informasi, kontak dengan
penyuluh, dan keterdedahan pada media massa.

8

Informasi baru mengenai pertanian yang dikomunikasikan melalui berbagai
macam saluran, secara umum dapat diklasifikan, sebagai berikut:
1. Media massa, terdiri dari majalah pertanian, surat kabar, siaran pertanian
melalui radio dan televisi.
2. Sumber informal, terdiri dari tetangga petani/peternak dan teman, kelompok
usaha, kelompok profesi dan kelompok sosial.
3. Sumber komersial, terdiri dari hubungan petani/peternak dengan pedagang dan
dealer, demonstrator dan buletin komersial.
4. Sumber agen pemerintah terdiri dari buletin pertemuan dan hubungan
petani/peternak dengan penyuluh dan ahli (Rogers 1966).
Model komunikasi sebagai representasi dari suatu peristiwa komunikasi
yang memperlihatkan kaitan antara komponen komunikasi yang satu dengan
komponen yang lainnya. Berikut ini tahap-tahap model aliran komunikasi massa,
menurut Rogers (2003):
a. Model jarum hipodermik menganggap bahwa media massa memiliki efek
langsung, segera, dan kuat pada audiens massa. Meskipun demikian, model
jarum hipodermik dipandang terlalu sederhana, mekanistik, dan berlebihan
dalam memberikan gambaran yang akurat tentang efek dari media massa.
Lazarfeld dan Menzel (1963) dalam Roger (2003) menjelaskan bahwa media
massa memberikan dampak yang relatif kecil terhadap perubahan perilaku
individu. Orang-orang di dalam mengambil suatu keputusan, akan lebih
terpengaruh dari hubungan tatap muka dengan orang lain ketimbang terpapar
langsung oleh media massa.
b. Model aliran dua tahap, menjelaskan bahwa transfer informasi berlangsung
dalam dua tahapan. Tahap yang pertama, yaitu dari sumber media ke pemuka
pendapat dan tahap kedua, dari pemuka pendapat ke pengikut-pengikutnya.
Dalam tahap yang ke dua ini juga melibatkan penyebaran pengaruh
interpersonal oleh pemuka pendapat. Hipotesis dari aliran dua tahap ini, bahwa
pesan komunikasi mengalir dari sumber melalui saluran media massa ke
pemuka pendapat, yang pada gilirannya akan meneruskan pesan tersebut ke
pengikutnya.
c. Dalam beberapa kasus tertentu, aliran komunikasi juga dapat berlangsung
secara satu tahap, ketika media massa memiliki dampak yang langsung pada
individu. Di kasus yang lain komunikasi multi tahap juga dapat terjadi yaitu
media massa tidak selalu langsung menuju/sampai pada komunikannya yang
dituju dan juga tidak selalu harus melalui pemuka pendapat.
Model aliran dua tahap membantu memahami hubungan antara saluran
media massa dan saluran komunikasi interpersonal. Model aliran dua tahap
mengartikan bahwa media massa tidak begitu kuat dan tidak secara langsung
mempengaruhi perilaku, seperti yang diperkirakan sebelumnya. Namun tidak
dapat ditampikkan bahwa, seorang individu bisa terpapar informasi baru baik
melalui media massa maupun saluran interpersonal, dan kemudian akan terlibat
dalam pertukaran komunikasi tentang inovasi dengan rekan mereka. Media massa
berperan dalam menambah pengetahuan, sedangkan jaringan interpersonal
berperan penting di dalam mempersuasi seseorang untuk mengadopsi atau tidak
( Rogers 2003).
Dari model-model komunikasi di atas menurut Widjaja (2000) model
komunikasi yang masih banyak digunakan pada masyarakat pedesaan di Indonesia

9

pada umumnya ialah model komunikasi dua tahap. Hal ini karena diasumsikan
bahwa 1) masyarakat di pedesaan tidak hidup terisolir melainkan aktif berinteraksi
satu sama lainnya, 2) tanggapan dan reaksi terhadap pesan-pesan media massa
tidak terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantara yakni hubunganhubungan sosial, dan 3) para pemuka pendapat umumnya merupakan sekelompok
orang yang aktif menggunakan media massa serta berperan sebagai sumber dan
rujukan informasi yang berpengaruh. Menurut Rogers (1993) bahwa seseorang
untuk meyakinkan informasi yang diperolehnya akan melakukan kontak
interpersonal dengan tokoh masyarakat maupun agen pembaharu. Pada tahap ini
seseorang akan memerlukan pemuka pendapat untuk memberikan pertimbangan
tentang biaya atau informasi lainnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
menilai apakah inovasi itu cocok dengan kebutuhannya.

Analisis Jaringan Komunikasi
Analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk
mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem sosial, dimana data
hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa
tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis (Rogers dan Kincaid 1981).
Menurut Rogers (1986), dalam menganalisis jaringan komunikasi dalam
organisasi, terdapat prosedur-prosedur yang harus dijalankan, yaitu:
1. Mengidentifikasi klik-klik yang ada dalam suatu sistem secara keseluruhan dan
menentukan bagaimana sub-sub kelompok struktural (klik-klik) ini
mempengaruhi perilaku-perilaku dalam organisasi.
2. Mengidentifikasi peranan-peranan komunikasi khusus yang dimainkan oleh
opinion leaders (pemimpin), cosmopolites (penghubung organisasi dengan
sekelilingnya), gate keepers (pengontrol arus informasi diantara anggota
organisasi), liaisons (penghubung antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lainnya), bridges (anggota kelompok atau klik dalam satu
organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok
lainnya) dan isolates (anggota organisasi yang tidak mempunyai kontak
minimal dengan orang lain dalam suatu organisasi).
3. Mengukur berbagai indeks struktural (seperti keterpaduan atau keterhubungan
komunikasi dengan keterbukaan sistem) bagi individu, klik, hingga sistem
secara keseluruhan. Indeks struktur komunikasi pada dasarnya merupakan
serangkaian cara pengukuran terhadap berbagai sifat jaringan (networks
properties) (Monge dan Contractor 2003).
Level analisis jaringan utuh (complete networks) dengan unit analisis aktor
(tunggal) dimana aktor bisa berupa individu, organisasi, Negara, institusi, dan
sebagainya. Level analisis jaringan utuh berpretasi pada seluruh aktor dalam
jaringan, yang kemudian aktor di sini dilihat relasinya dengan aktor lain dalam
jaringan.
Ukuran yang dipakai dalam analisis jaringan adalah sentralitas (centrality).
Hal ini merujuk kepada bagaimana posisi aktor (node) dalam keseluruhan
jaringan, seberapa sentral aktor dalam suatu jaringan. Sentralitas menurut Zheng
et al. (2011) adalah indikator inti yang dapat menggambarkan karateristik dari
node yang mencerminkan kekuasaan, status, dan persebaran pengaruh ke jaringan.

10

Semakin tinggi derajat sentralitas seorang node miliki, maka semakin ia mampu
untuk mengendalikan dan mempengaruhi pertukaran anggota lain. Dalam studi
analisis jaringan ini, pertanyaan penting adalah siapa node yang menonjol dan
paling menentukan dalam jaringan. Siapa yang menentukan atau menonjol
tersebut, disebut „sentralitas’ yaitu orang yang mempunyai posisi atau kekuasaaan
menonjol dalam jaringan (bonacich 1987 dalam Eriyanto 2014). Ada beberapa
ukuran sentralitas yang paling banyak dipakai yaitu, sentralitas tingkatan (degree),
kedekatan (closeness), dan keperantaraan (betweness).
a. Sentralitas tingkatan (degree centrality)
Tingkatan (degree) memperlihatkan popularitas aktor dalam jaringan sosial.
Tingkatan (degree) adalah jumlah link dari dan ke aktor. Dalam jaringan
directed (mempunyai arah), degree ini bisa berupa indegree (jumlah link atau
ties yang mengarah ke aktor) dan outdegree ( jumlah link yang keluar dari
aktor) secara teoritis, jumlah maksimal sentralitas tingkatan (degree) bagi aktor
yakni N-1.
b. Sentralitas kedekatan (closeness centrality)
Sentralitas kedekatan menggambarkan seberapa dekat aktor (node) dengan
semua aktor lain di dalam jaringan. Kedekatan di sini diukur dari berapa
langkah (jalur/path) seorang aktor bisa menghubungi atau dihubungi oleh aktor
lain dalam jaringan. Sentralitas kedekatan diperoleh dengan membagi jumlah
jalur terpendek aktor satu dengan aktor lain dalam satu jaringan.
c. Sentralitas keperantaran (betweeness centrality)
Sentralitas keperantaraan memperlihatkan posisi aktor sebagai perantara
(betweeness) dari hubungan aktor satu dengan aktor lain dalam suatu jaringan.
Sentralitas keperantaraan penting, karena berkaitan dengan kontrol dan
manipulasi informasi. Aktor yang mempunyai posisi sebagai perantara aktor
lain bisa menentukan keanggotaan aktor dalam jaringan. Hal sama dengan
sentralitas tingkatan dan kedekatan, nilai dari sentralitas keperantaraan juga
bisa berubah jika jumlah populasi berbeda. Karena itu, beberapa ahli
mengusulkan agar kita menggunakan nilai sentralitas keperantaraan normal,
tanpa memperhitungkan jumlah populasi sehingga kita bisa membandingkan
sentralitas keperantaraan dari dua jaringan dengan populasi yang berbeda
(Eriyanto 2014).

Informasi Pemasaran Biji Kakao
Informasi dipandang sebagai salah satu sumber daya yang berharga dalam
pertanian dan program pembangunan pedesaan. Tersedianya berbagai informasi
yang akan menyebarkan atau menyampaikan informasi tentang pertanian akan
mempercepat kemajuan usaha pertanian di pedesaan (Aminah 2013).
Mulyandari dan Ananto (2005) mengungkapkan bahwa petani memerlukan
pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik budidaya dan pemasaran,
seperti pengelolaan usahatani dan teknologi produksi, pengalaman petani lain,
perkembangan pasar dan input produksi, dan kebijakan pemerintah. Sistem
pengetahuan dan informasi pertanian tersebut dapat berperan dalam membantu
petani dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan

11

dan membantu petani untuk memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi di lapangan.
Aspek penting di dalam petani memasarkan biji kakao adalah pengetahuan
informasi mengenai harga di pasaran. Harga yang petani terima dari produk
pertanian yang dihasilkan berimplikasi terhadap perubahan pendapatan.
Peningkatan profitabilitas bagi petani mendorong petani untuk mengubah
produksi, investasi, dan keputusan pemasaran seperti melakukan: kegiatan bertani
secara lebih intensif, menjual dengan jumlah produksi yang besar, berinvestasi
pada aset yang produktif, mengadopsi teknologi baru, dan beralih tanaman
(Courtois dan Subervie 2013 dalam Puspitasari 2015).
Petani sering mengalami kendala informasi mengenai harga terkini di pasar
disebabkan keterpencilan lokasi desa petani dan kurangnya kontak dengan pasar.
Hal inilah yang menjadi rintangan bagi petani di dalam meningkatkan pendapatan
mereka. Menurut Branson dan Douglas (1983) dalam Puspitasari (2015) lemahnya
posisi petani dalam posisi tawar disebabkan oleh kurangnya akses ke pasar,
informasi pasar, dan kapitalisasi memadai. Menurut Kim et al. (2007) dan
Sesbany (2011) masalah lain yang dihadapi petani dalam memasarkan produknya
yaitu petani tidak memiliki saluran pemasaran sendiri dan bertumpu pada
pedagang perantara. Petani menjual hasil panennya kepada pedagang perantara,
yang mana pedagang perantara kemudian menjual kembali ke perusahaan yang
lebih besar. pedagang perantara mendominasi dan mengontrol sistem pemasaran
ini, sehingga hanya pedagang perantara yang menerima manfaatnya dengan
menurunkan harga beli mereka dari petani dan meningkatkan harga jual mereka
untuk perusahaan besar.
Maswadi (2011) menyatakan bahwa tingkat harga biji kakao di pasar
internasional dipengaruhi oleh mutu biji kakao. Mayoritas petani memproduksi
biji kakao untuk kebutuhan ekspor, namun mutunya masih rendah karena tidak
melalui proses fermentasi, kandungan air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam,
kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan tidak konsisten.
Hal ini berdampak pada daya saing kakao Indonesia di luar negeri menjadi
rendah.
Jenis informasi yang dibutuhkan petani kakao untuk menghasilkan biji
kakao yang berkualitas adalah informasi penanganan panen dan pasca panen yang
baik dan benar. informasi kegiatan tersebut meliputi: 1) pemetikan buah masak 2)
sortasi buah 3) pemeraman buah 4) pemecahan buah 5) fermentasi biji 6)
perendaman dan pencucian biji 7) pengeringan biji 8) sortasi dan pengelompokan
(grading) biji kering 9) pengemasan dan penyimpanan biji. (Direktorat Jendral
Perkebunan 2012)
Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur untuk pengawasan mutu. Setiap
biji kakao yang akan dipasarkan harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi
oleh lembaga yang ditunjuk. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam
Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 2323:2008/ Amd 1:2010). Secara
umum syarat umum biji kakao yang tertera di dalam SNI ditentukan atas dasar
ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing.

12

Tabel 1 Persyaratan umum biji kakao
No
1
2
3
4
5
6

Jenis Uji
Serangga hidup
Serangga mati
Kadar air (b/b)
Biji berbau asap dan berbau asing
Kadar biji pecah dan/atau pecah kulit (b/b)
Kadar benda-benda asing (b/b)

Satuan

Persyaratan

%
%
%

Tidak ada
Tidak ada
Maksimal 7.5
Tidak ada
Maksimal 2
Tidak ada

Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2012)

Penanganan pascapanen kakao yang baik dan benar akan menghasilkan biji
yang memiliki mutu tinggi. Tetapi selain karena faktor penanganan pascapanen,
penanganan kakao pada tahap budidaya (onfarm) juga ikut menentukan mutu biji
kakao yang dihasilkan. Beberapa hal yang ikut menentukan hasil di antaranya
yaitu jenis benih/klon yang ditanam, proses perawatan termasuk di dalamnya
pemupukan dan pengendalian hama atau penyakit.

Gerakan Nasional Kakao
Gernas Kakao merupakan upaya percepatan peningkatan produktivitas
tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan seluruh potensi
pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada. Tujuan Gernas Kakao adalah
memperbaiki tingkat pendapatan petani melalui peningkatan produksi,
produktivitas, dan mutu hasil. Sasaran Gernas Kakao tahun 2009-2011 adalah:
1. Perbaikan pertanaman kakao rakyat seluas 450 ribu Ha, peremajaan tanaman
70 ribu Ha.
2. rehabilitasi tanaman 235 ribu Ha melalui teknologi sambung samping dan
intensifikasi tanaman 145 ribu Ha melalui penerapan teknik budi daya sesuai
standar.
3. Pemberdayaan petani melalui pelatihan dan pendampingan kepada 450 ribu
petani.
4. Pengendalian hama dan penyakit tanaman seluas 450 ribu Ha.
5. Perbaikan mutu kakao sesuai SNI.
Untuk mencapai target tersebut, pada Program Gernas dilakukan beberapa
kegiatan utama dan pendukung. Kegiatan intensifikasi, rehabilitasi dan
peremajaan serta pengembangan kapasitas petani. Untuk mendukung keberhasilan
kegiatan utama dalam Program Gernas, dilakukan beberapa kegiatan pendukung,
seperti pengadaan sarana dan prasarana, koordinasi, pengawalan, evaluasi dan
pembuatan laporan akhir.
Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional m