Karakteristik anatomi skelet kaki depan badak jawa (Rhinoceros sondaicus)

ABSTRAK
VIAN PUPUT WIJAYA. Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’.
Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan
badak jawa dibandingkan dengan badak sumatra (Dicerhorinus sumatrensis) dan
hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi dan kebiasaan hidupnya. Penelitian
dilakukan dengan mengamati satu set skelet kaki depan badak jawa dan
membandingkannya dengan skelet kaki depan badak sumatra maupun literatur
terkait skelet kaki depan hewan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skelet kaki
depan badak jawa relatif pendek dan kompak. Os scapula memiliki tuber spinae
scapulae yang besar menyerupai segitiga dan facies serrata yang tidak terbagi
menjadi dua oleh fossa subscapularis. Os humerus memiliki tuberositas
deltoidea yang besar dan crista humeri relatif tidak berkembang subur.
Ossa radius et ulna memiliki spatium interosseum antebrachii yang sempit,
sedangkan olecranon dari os ulna besar berbentuk bulat dan tidak terbagi dua.
Facies palmaris dari ossa carpi memiliki penjuluran yang mengarah ke
mediodistal. Secara umum, skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak
sumatra, sapi, dan babi. Kondisi ini diduga merupakan hasil adaptasi terhadap
ukuran tubuh, habitat, dan perilakunya.
Kata kunci: badak jawa, skelet kaki depan
ABSTRACT

VIAN PUPUT WIJAYA. The anatomical characteristics of the forelimbs skeleton
of javan rhino (Rhinoceros sondaicus). Supervised by NURHIDAYAT and
CHAIRUN NISA’.
The study was aimed to observe the anatomical characteristics of forelimbs
skeleton of javan rhino. The study was conducted by observing one set of the
forelimbs skeleton of javan rhino and then compared with sumatran rhino
(Dicerorhinus sumatrensis) and other animal from literature, related to the
function and behaviour. The results showed that the forelimbs skeleton of the
javan rhino was relatively short and compact. The scapula had a large tuber
spinae scapulae that triangular-shape and the facies serrata was not separated into
two parts by the fossa subscapularis. The humerus had a large tuberositas
deltoidea with undeveloped crista humeri. The radial and ulnar were had narrow
spatium interosseum antebrachii, while olecranon of the ulnar was a single tuber.
Facies palmaris of the carpal bone had an extension which leads to mediodistal.
In general, forelimbs skeleton of javan rhino was resemble to forelimbs skeleton
of sumatran rhino, cows, and pigs. This condition were presumed to be related to
the adaptation of body size, habitat, and their behaviour.
Keywords: forelimbs skeletons, javan rhino

KARAKTERISTIK ANATOMI SKELET KAKI DEPAN

BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus)

VIAN PUPUT WIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Anatomi
Skelet Kaki Depan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Vian Puput Wijaya
B04100189

ABSTRAK
VIAN PUPUT WIJAYA. Karakteristik Anatomi Skelet Kaki Depan Badak Jawa
(Rhinoceros sondaicus). Dibimbing oleh NURHIDAYAT dan CHAIRUN NISA’.
Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan
badak jawa dibandingkan dengan badak sumatra (Dicerhorinus sumatrensis) dan
hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi dan kebiasaan hidupnya. Penelitian
dilakukan dengan mengamati satu set skelet kaki depan badak jawa dan
membandingkannya dengan skelet kaki depan badak sumatra maupun literatur
terkait skelet kaki depan hewan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skelet kaki
depan badak jawa relatif pendek dan kompak. Os scapula memiliki tuber spinae
scapulae yang besar menyerupai segitiga dan facies serrata yang tidak terbagi
menjadi dua oleh fossa subscapularis. Os humerus memiliki tuberositas
deltoidea yang besar dan crista humeri relatif tidak berkembang subur.
Ossa radius et ulna memiliki spatium interosseum antebrachii yang sempit,
sedangkan olecranon dari os ulna besar berbentuk bulat dan tidak terbagi dua.
Facies palmaris dari ossa carpi memiliki penjuluran yang mengarah ke

mediodistal. Secara umum, skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak
sumatra, sapi, dan babi. Kondisi ini diduga merupakan hasil adaptasi terhadap
ukuran tubuh, habitat, dan perilakunya.
Kata kunci: badak jawa, skelet kaki depan
ABSTRACT
VIAN PUPUT WIJAYA. The anatomical characteristics of the forelimbs skeleton
of javan rhino (Rhinoceros sondaicus). Supervised by NURHIDAYAT and
CHAIRUN NISA’.
The study was aimed to observe the anatomical characteristics of forelimbs
skeleton of javan rhino. The study was conducted by observing one set of the
forelimbs skeleton of javan rhino and then compared with sumatran rhino
(Dicerorhinus sumatrensis) and other animal from literature, related to the
function and behaviour. The results showed that the forelimbs skeleton of the
javan rhino was relatively short and compact. The scapula had a large tuber
spinae scapulae that triangular-shape and the facies serrata was not separated into
two parts by the fossa subscapularis. The humerus had a large tuberositas
deltoidea with undeveloped crista humeri. The radial and ulnar were had narrow
spatium interosseum antebrachii, while olecranon of the ulnar was a single tuber.
Facies palmaris of the carpal bone had an extension which leads to mediodistal.
In general, forelimbs skeleton of javan rhino was resemble to forelimbs skeleton

of sumatran rhino, cows, and pigs. This condition were presumed to be related to
the adaptation of body size, habitat, and their behaviour.
Keywords: forelimbs skeletons, javan rhino

KARAKTERISTIK ANATOMI SKELET KAKI DEPAN
BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus)

VIAN PUPUT WIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ‘ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Agustus 2014
ini ialah Karakteristik Anatomi Kaki Depan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus).
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet dan Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi, PAvet
sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan, masukan, dukungan,
nasihat, serta kesabarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi ini.
2. Keluarga besar Laboratorium Anatomi: Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet (K),
Prof. Dr. Drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Dr. Drh. Savitri Novelina,
MSi, PAVet, dan Drh. Supratikno, MSi, PAVet.
3. Kepala dan staf Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) atas pinjaman
skelet badak jawa yang akan dirangkai di Laboratorium Anatomi FKH IPB.
4. Drh. Marcellus Adi CRT dan Drh. Kurnia Oktavia Khairani yang telah
memfasilitasi peminjaman skelet badak jawa.
5. Dr. Bambang Kiranadi, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran dan bimbingan dalam kegiatan akademik.

6. Keluarga tercinta, Bapak Parmuji, Ibu Rohyati, Mba Jauhari Oka Reuwpassa,
Adek Tangkas Hary Murti, dan Adek Venissa Hanum Azzahra atas dukungan
dan doa kepada penulis selama ini.
7. Teman-teman penelitian : Tita, Wiwit, Eling, Singgih, Suwardi, Halim, dan
Kak Hiro dan Mira.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna
sehingga kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat diharapkan dalam
penulisan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

Vian Puput Wijaya

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Badak Jawa
Habitat dan Perilaku Badak Jawa
Skelet Appendikular
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2

2
2
3
4
6
6
6
6
6
6
12
15
15
15
16
18

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2

Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5

Morfologi eksterior badak jawa (Rhinoceros sondaicus)
Struktur os scapula kiri badak jawa tampak lateral (A) dan
medial (B)
Struktur os humerus kiri badak jawa tampak kranial (A)
dan kaudal (B)
Struktur ossa radius et ulna kiri badak jawa tampak lateral
(A) dan medial (B)
Struktur skeleton manus kiri badak jawa tampak dorsal
(A & C) dan volar (B)

3
7
8
9
11


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan satwa liar yang sangat
langka dengan jumlah populasi kurang dari 100 ekor di dunia (Muntasib 2000).
Badak jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus inermis yang
sudah dinyatakan punah pada tahun 1900-an, Rhinoceros sondaicus annamiticus
yang terdapat di Vietnam juga dinyatakan punah pada tahun 2009, serta
Rhinoceros sondaicus sondaicus yang terdapat di Indonesia (Brook et al. 2011).
Badak jawa yang masih tersisa saat ini hanya ditemukan di Taman Nasional
Ujung Kulon (Indonesia) dan jumlahnya diduga sekitar 58 ekor (TNUK 2014).
Hilangnya habitat dan perburuan liar menyebabkan penurunan jumlah populasi
badak jawa. Sejak tahun 1978, badak jawa dimasukkan ke dalam redlist data oleh
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN)
atau termasuk ke dalam kategori sangat terancam (critically endangered)
(IUCN 2013). Badak jawa juga termasuk ke dalam Appendix I menurut
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES), yang berarti tidak boleh diperdagangkan karena jumlahnya sangat
sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah (CITES 2013). Pemerintah juga
menetapkan badak jawa sebagai satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang No.5
tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Muntasib 2000) dan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa Liar (TNUK 2014).
Badak jawa termasuk golongan hewan ungulata yang menggunakan kuku
sebagai tumpuan saat bergerak atau berjalan (Myers 2001), dengan jumlah kuku
ganjil atau Perissodactyla. Selain memiliki kuku, badak jawa juga menapak
dengan footpad, yaitu berupa bantalan lemak dan jaringan ikat yang tebal untuk
membantu jari kaki saat menumpu. Tinggi badan badak jawa sekitar 168-175 cm
dan satu buah cula di dorsal os nasale dengan panjang sekitar 27 cm. Berat tubuh
badak jawa dewasa dapat mencapai 2280 kg (Hoogerwerf 1970). Walaupun
ukuran tubuhnya besar, badak jawa dapat bergerak cepat dan lincah, seperti pada
badak sumatra (Lestari 2009). Wilayah jelajah harian badak jawa jantan sekitar
20-30 km2, sedangkan badak jawa betina sekitar 10-20 km2 (Suhono dan Muntasib
2001). Namun berdasarkan penelitian Muntasib (2000), pergerakan badak jawa di
Taman Nasional Ujung Kulon hanya berkisar 3.6-5.6 km tergantung dari kondisi
lingkungannya.
Dalam menopang tubuhnya yang berat, badak jawa memiliki kaki depan dan
kaki belakang yang relatif pendek dan kokoh. Kaki depan berfungsi sebagai
penunjang tubuh dan alat gerak pasif terutama untuk gerakan maju. Pada keadaan
statis, kaki depan badak jawa mendapat beban yang lebih besar dengan adanya
leher dan kepala, dibandingkan dengan kaki belakang. Dalam keadaan dinamis,
beban kaki belakang menjadi lebih besar untuk protraktor tubuh ke depan.
Informasi mengenai anatomi skelet badak jawa belum dilaporkan terutama skelet
kaki depan, oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai skelet kaki depan yang
dikaitkan dengan fungsi dan perilakunya.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik anatomi skelet kaki depan
badak jawa dibandingkan dengan skelet kaki depan badak sumatra
(Dicerorhinus sumatrensis) dan hewan domestik lain yang memiliki kedekatan
secara anatomis dan filogenetik.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data biologi badak jawa
khususnya mengenai karakteristik anatomi skelet kaki depan. Selain itu hasil
penelitian ini juga dapat menjadi data dasar untuk penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Badak Jawa
Badak jawa termasuk ke dalam ordo Perissodactyla. Ordo ini terdiri atas
3 famili, 6 genus, dan 17 spesies. Ordo Perissodactyla dibagi menjadi 2 subordo,
yaitu Hippomorpha (famili Equidae) dan Ceratomorpha (famili Tapiridae dan
Rhinocerotidae) (Nowak 1999). Famili Rhinocerotidae awalnya tersebar di
Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Utara (Hillson 2005).
Klasifikasi badak jawa adalah sebagai berikut (Lekagul dan McNelly 1977):
Ordo
: Perissodactyla
Super famili
: Rhinocerotidea
Famili
: Rhinocerotidae
Genus
: Rhinoceros
Spesies
: Rhinoceros sondaicus
Menurut etiologinya, Rhinoceros berasal dari bahasa Yunani, yaitu rhino
yang berarti ‘hidung’ dan ceros yang berarti ‘cula’, sedangkan Sondaicus berasal
dari kata Sunda yang berarti ‘Jawa’ dan icus berarti ‘lokasi’ (Endah 2009). Badak
jawa memiliki tiga subspesies, yaitu Rhinoceros sondaicus annamiticus,
Rhinoceros sondaicus inermis, Rhinoceros sondaicus sondaicus. Namun, dua
subspesies badak jawa sudah dinyatakan punah, yaitu Rhinoceros sondaicus
inermis dan Rhinoceros sondaicus annamiticus (Brook et al. 2011).
Ciri khas badak jawa, yaitu memiliki satu cula di dorsal os nasale dengan
panjang sekitar 27 cm (Hoogerwerf 1970). Cula badak jawa jantan berbentuk
kerucut yang disebut cula melati, sedangkan pada betina berupa tonjolan yang
disebut cula batok (TNUK 2013). Tubuhnya ditutupi oleh kulit dengan pola
mozaik mirip baju baja, dengan panjang kurang lebih 392 cm dan tingginya
mencapai 168-175 cm (Hoogerwerf 1970). Berat badak jawa dapat mencapai
900-2300 kg (WWF 1986), dengan daya hidup dapat mencapai 30 tahun
(Hoogerwerf 1970). Hewan ini memiliki indera penciuman dan pendengaran
yang baik, tetapi penglihatannya relatif kurang.

3

Gambar 1 Morfologi eksterior badak jawa (Rhinoceros sondaicus).
Memiliki satu cula dan lipatan kulit pada daerah leher sebagai ciri khasnya
(WWF 2008)

Habitat dan Perilaku Badak Jawa
Habitat hidup badak jawa di hutan tropis dataran rendah sampai ketinggian
100 m di atas permukaan laut, tempat basah banyak kubangan lumpur, dan rawarawa (Hoogerwerf 1970). Namun di Taman Nasional Ujung Kulon, badak jawa
dapat ditemukan sampai di ketinggian 600 m, yaitu di daerah Gunung Honje.
Kondisi habitat yang disukai oleh badak jawa antara lain hutan yang rimbun,
daerah semak, dan perdu yang rapat, tetapi jarang ditemukan di tempat yang
terbuka (Muntasib et al. 2013).
Hewan ini memiliki sifat yang pemalu dan soliter (Muntasib 2000).
Kadang-kadang badak jawa ditemukan dalam bentuk kelompok kecil, yang terdiri
atas dua atau tiga ekor badak, terutama pada musim kawin dan mengasuh
anaknya. Badak jawa jantan mencapai dewasa kelamin pada sekitar umur
6 tahun, sedangkan pada badak jawa betina terjadi sekitar umur 3-4 tahun. Saat
musim kawin, pada sekitar bulan Agustus (Daryan 2013) badak jawa betina
dewasa mengalami peningkatan urinasi dan kontak fisik dengan badak jawa jantan
dewasa (Riyanto et al. 2013).
Badak jawa sering melakukan aktivitas berkubang pada siang hari dengan
ketinggian tempat kubangan pada 10-87 m di atas permukaan laut, suhu udara
27-29 oC dengan kelembaban antara 75-82% (Santosa et al. 2010a), dan kerapatan
pohonnya 25-174 individu/ha (Santosa et al. 2010b). Umumnya, kubangan yang
digunakan untuk satu ekor badak jawa berukuran panjang sekitar 3-4 m dan lebar
2-3 m (Santosa et al. 2010a). Aktivitas berkubang ini bertujuan untuk menjaga
kelembaban kulit, mencegah gigitan serangga (Hoogerwerf 1970), tempat
istirahat, dan tempat minum (Muntasib 2000).

4
Badak jawa termasuk ke dalam hewan browser, yang mendapatkan
makanannya dengan cara memangkas (tumbuhan perdu), merobohkan (tumbuhan
tinggi), dan menarik (tumbuhan merambat) (Daryan 2013) dan dilakukan pada
pagi dan sore hari (Muntasib 2000). Makanan badak jawa berupa pucuk-pucuk
daun, tunas-tunas pohon, kulit kayu, dan beberapa jenis buah (Hoogerwerf 1970;
Suhono dan Muntasib 2001). Selain itu, badak jawa juga melakukan saltlick
(mengasin) untuk mendapatkan mineral yang diperoleh dari air laut, menjilat
tanah atau lumpur, kulit pohon, dan permukaan daun (Daryan 2013). Perilaku
defekasi dan urinasi pada badak jawa dapat digunakan sebagai penanda batas
wilayahnya. Tempat defekasi yang paling sering ditemukan di daerah aliran
sungai, jalur pergerakan, dan tempat makan. Cara urinasi badak jawa, yaitu
dengan membuang urin ke belakang yang mengarah ke semak-semak dan kaki
belakangnya menggaruk-garuk tanah sehingga pada semak-semak tersebut
ditemukan urin bercampur tanah (Riyanto et al. 2013).

Skelet Appendikular
Sistem skeletal memiliki fungsi untuk penunjang tubuh, tempat
penyimpanan mineral, tempat produksi sel darah, serta pelindung organ vital
(Colville dan Bassert 2002; Akers dan Denbow 2008). Skelet appendikular terdiri
atas tulang ekstremitas, yaitu kaki depan dan kaki belakang. Skelet kaki depan
(ossa membri thoracici) mempunyai fungsi sebagai penunjang tubuh serta sebagai
alat gerak pasif, terutama gerakan maju. Tulang-tulang penyusun kaki depan
dikelompokkan menjadi empat, yaitu cingulum membri thoracici (tulang gelang
bahu), skeleton brachii (tulang lengan atas), skeleton antebrachii (tulang lengan
bawah), dan skeleton manus (tulang telapak tangan). Cingulum membri thoracici
terdiri atas os scapula, os coracoideus, dan os clavicula. Skeleton brachii terdiri
atas os humerus, sedangkan skeleton antebrachii terdiri atas ossa radius et ulna.
Skeleton manus meliputi ossa carpi, ossa metacarpalia, serta ossa digitorum
manus. Ossa digitorum manus terdiri atas ossa phalanges dan ossa sesamoidea
(Getty 1975).
Os scapula merupakan tulang paling proksimal dari kaki depan yang
berbentuk pipih menyerupai segitiga (Colville dan Bassert 2002;
Akers dan Denbow 2008). Badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) memiliki
os scapula yang kokoh dan kompak. Fossa supraspinata pada badak sumatra
memiliki permukaan yang bergelombang, sedangkan fossa infraspinata menjulur
ke kaudal (Lestari 2009). Pada badak sumatra (Lestari 2009), kuda, ruminansia,
dan babi (Getty 1975) memiliki fossa supraspinata lebih sempit dibandingkan
dengan fossa infraspinata.
Sebaliknya, pada anjing dan kucing fossa
supraspinata lebih lebar dibandingkan dengan fossa infraspinata
(Akers dan Denbow 2008). Di ujung distal spina scapulae terdapat penjuluran,
yang disebut acromion. Acromion ini absen pada badak sumatra, kuda, dan babi
(Akers dan Denbow 2008). Di bagian medial (facies costalis) os scapula terdapat
fossa subscapularis yang berupa lekuk dan memisahkan dua permukaan yang
kasar dan berbentuk segitiga, yaitu facies serrata (Akers dan Denbow 2008).
Namun, pada badak sumatra facies serrata tidak terbagi dua dan terletak di dorsal
fossa subscapularis (Lestari 2009).

5
Os humerus merupakan tulang paling besar dari kaki depan yang disebut
juga dengan tulang brachial (Akers dan Denbow 2008). Pada badak sumatra
(Lestari 2009), ruminansia, karnivora, dan babi (Getty 1970) tidak terdapat
tuberculum intermedium. Berbeda pada kuda yang memiliki tuberculum
intermedium dan terletak di antara tuberculum majus pars cranialis dan
tuberculum minus (Colville dan Bassert 2002). Extremitas distalis terdapat dua
condylus, yaitu condylus medialis et lateralis yang dipisahkan oleh trochlea
humeri (bentukan mirip katrol).
Os radius bersama os ulna, mengadakan persendian dengan os humerus
pada bagian proksimal, sedangkan bagian distal membentuk sendi
antebrachiocarpal joint dengan ossa carpi. Ossa radius et ulna dipisahkan oleh
suatu lekah yang disebut dengan spatium interosseum antebrachii. Lekah ini pada
badak sumatra memanjang dari proksimal sampai ke sepertiga distal ossa radiusulna (Lestari 2009). Pada kuda lekah ini hanya memanjang di sepertiga proksimal
dari ossa radius-ulna (Budras et al. 2005), sedangkan pada karnivora lekah ini
luas yang memanjang dari proksimal sampai ke distal ossa radius-ulna
(Akers dan Denbow 2008).
Jumlah ossa carpi setiap spesies berbeda-beda.
Badak sumatra
(Lestari 2009) dan babi memiliki delapan tulang dan pada ruminansia mempunyai
enam tulang (Getty 1970). Anjing dan kucing memiliki tujuh tulang, sedangkan
pada kuda memiliki tujuh sampai delapan tulang (Akers dan Denbow 2008).
Ossa carpi tersusun dalam dua baris, yaitu proksimal dan distal. Baris proksimal
secara berurutan dari medial adalah os carpi radiale, os carpi intermedium, os
carpi ulnare, dan os carpi accessorium. Di baris distal dari medial adalah os
carpale I, os carpale II, os carpale III, dan os carpale IV. Pada kerbau susunan
ossa carpi adalah empat tulang di baris proksimal dan dua tulang di baris distal
(Getty 1975).
Os metacarpale terletak di antara ossa carpi dan ossa digitorum manus.
Badak sumatra memiliki os metacarpale sebanyak empat buah (Lestari 2009),
seperti pada babi. Kuda mempunyai tiga os metacarpale, tetapi hanya satu yang
fungsional (Budras et al. 2005). Karnivora mempunyai lima os metacarpale, dan
ruminansia mempunyai dua os metacarpale (Colville dan Bassert 2002;
Akers dan Denbow 2008). Ossa digitorum manus terdiri atas ossa phalanges
proximalis, media et distalis. Ossa sesamoidea pada setiap hewan berbeda-beda.
Badak sumatra memiliki dua ossa sesamoidea yang terletak di kaudal ossa
metacarpalia pada persendian gelang puyuh (Lestari 2009). Kuda memiliki dua
tulang ossa sesamoidea, yaitu ossa sesamoidea proximale et distale
(Akers dan Denbow 2008). Pada babi memiliki tiga ossa sesamoidea yang
terletak pada articulationes metacarpophalangeae III et IV dan dua ossa
sesamoidea pada articulationes interphalangeae distales manus (Getty 1975).

6

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 bertempat di
Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan satu set preparat tulang kaki depan badak jawa.
Badak jawa yang digunakan berjenis kelamin jantan dengan umur sekitar 8-12
tahun yang diperoleh dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Provinsi Banten.
Alat yang digunakan adalah alat bedah minor, penggaris, kamera Canon® EOS
700D, dan software Adobe Photoshop CS3.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati, mencatat hasil pengamatan
serta membandingkan preparat skelet kaki depan badak jawa dengan skelet kaki
depan badak sumatra dan hewan domestik lain, dikaitkan dengan fungsi serta
kebiasaan hidupnya. Data dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara
mendeskripsikan skelet kaki depan badak jawa meliputi bentuk bagian skelet yang
khas dan pengukuran bagian tulang yang terpanjang dan terlebar. Masing-masing
skelet selanjutnya dipotret menggunakan kamera Canon® EOS 700D dan gambar
yang diperoleh diolah menggunakan Adobe Photoshop CS3. Penamaan skelet
kaki depan badak jawa dilakukan berdasarkan Nomina Anatomica Veterinaria
2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Badak jawa memiliki susunan tulang kaki depan yang kokoh dan kuat. Kaki
depan badak jawa tersusun oleh beberapa tulang, yaitu cingulum membri thoracici
(os scapula), skeleton brachii (os humerus), skeleton antebrachii (ossa radius et
ulna), dan skeleton manus (ossa carpi, ossa metacarpalia, dan ossa digitorum
manus).
Tulang Gelang Bahu (Cingulum Membri Thoracici)
Os scapula badak jawa memiliki bentuk yang pipih menyerupai kipas
dengan panjang 40.7 cm, lebar 28.8 cm dan mengarah ke cranioventral. Margo
cranialis os scapula memiliki permukaan yang kasar dan di bagian proksimal
berbentuk konveks, sedangkan di bagian distal berbentuk konkaf. Margo dorsalis
os scapula badak jawa menyatu dengan cartilago scapulae, sedangkan margo

7
caudalisnya tebal berbentuk konveks di bagian proksimal dan konkaf di bagian
distal. Spina scapulae membagi facies lateralis menjadi fossa supraspinata dan
fossa infraspinata. Fossa supraspinata memiliki permukaan yang halus dan lebih
sempit dibandingkan fossa infraspinata. Pada spina scapulae terdapat bungkul
yang sangat besar berbentuk menyerupai segitiga, yaitu tuber spinae scapulae.
Di facies medialis os scapula ditemukan fossa subscapularis yang memiliki
permukaan halus dan bergelombang. Bagian dorsal fossa subscapularis terdapat
facies serrata dengan permukaan yang kasar dan bergerigi. Fossa subscapularis
badak jawa tidak memisahkan facies serrata menjadi dua permukaan.
Di bagian distal os scapula terdapat cavitas glenoidalis yang memiliki
permukaan licin dan relatif dangkal. Selain itu, ditemukan juga tuberculum
supraglenoidale yang relatif besar dan kasar. Di medial bungkul ini terdapat
processus coracoideus yang kurang subur (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur os scapula kiri badak jawa tampak lateral (A) dan medial (B)
1. fossa supraspinata; 2. fossa infraspinata; 3. tuber spinae scapulae;
4. spina scapulae; 5. tuberculum supraglenoidale; 6. cavitas
glenoidalis; 7. fossa subscapularis; 8. facies serrata; 9. processus
coracoideus (bar : 5 cm)

Tulang Lengan Atas (Skeleton Brachii)
Os humerus badak jawa memiliki bentuk yang kompak dan berukuran besar
dengan panjang 45.2 cm serta lebar 14.4 cm. Di facies lateralis ditemukan sulcus
musculi brachialis yang beraspek halus dengan lekukan seperti spiral. Selain itu,
ditemukan juga tuberositas deltoidea, berupa bungkul besar dan kasar yang
mengarah ke distolateral. Di bagian proksimal tuberositas ini terdapat crista
humeri berupa rigi yang kasar. Crista humeri pada badak jawa relatif tidak
berkembang.
Facies medialis memiliki permukaan kasar dan ditemukan
tuberositas teres major yang relatif tidak berkembang. Caput humeri os humerus

8

A

B

3’

2

3’’

2

4

1

5

5

7

B’ 3’

6
2

3’’

6
11

10

1
11

13
8

8 9

12
10

9

Gambar 3 Struktur os humerus kiri badak jawa tampak kranial (A) dan kaudal (B)
Bˈ: caput humeri tampak proksimal
1. Caput humeri, 2. tuberculum minus, 3´. tuberculum majus pars
cranialis, 3´´. tuberculum majus pars caudalis, 4. sulcus
intertubercularis, 5.tuberositas deltoidea; 6. sulcus musculi brachialis;
7. foramen nutrisia; 8. condylus medialis et lateralis; 9. epicondylus
lateralis; 10. epicondylus medialis; 11. crista epicondylus lateralis;
12. fossa olecrani; 13. fossa radialis (bar : 5 cm).

mengadakan persendian dengan cavitas glenoidalis os scapula. Caput humeri
memiliki permukaan luas, licin, dan berbentuk konveks. Pada ekstremitas
proksimal os humerus ditemukan dua tuberculum, yaitu tuberculum minus dan
tuberculum majus. Tuberculum minus os humerus berada di bagian medial yang
melengkung ke arah craniolateral. Tuberculum majus os humerus terdiri atas dua
bagian, yaitu pars cranialis dan caudalis. Tuberculum majus pars cranialis
sedikit meninggi dan melengkung ke craniomedial, sedangkan tuberculum majus
pars caudalis relatif lebar dan mengarah ke proximolateral. Badak jawa tidak
memiliki tuberculum intermedium. Di antara tuberculum minus dan tuberculum
majus pars cranialis terdapat sulcus intertubercularis yang lebar. Ekstremitas
distalis os humerus terdiri atas dua bungkul, yaitu condylus medialis et lateralis.
Condylus medialis et lateralis ini membentuk lekukan seperti katrol, yaitu
trochlea humeri. Condylus medialis ini memiliki permukaan yang halus dan
berukuran lebih besar daripada condylus lateralis. Di tepi kedua condylus ini
terdapat penebalan, yaitu epicondylus medialis et lateralis, yang memiliki
bungkul besar dan kasar.

9
Di bagian proksimal dari epicondylus lateralis terdapat rigi, yaitu
crista epicondylus lateralis. Selain itu, ditemukan fossa olecrani yang terletak di
antara epicondylus lateralis et medialis berupa legok dangkal dan kasar,
sedangkan fossa radialis ditemukan di proksimal condylus lateralis et medialis
yang berupa legok dangkal (Gambar 3).
Tulang Lengan Bawah (Skeleton Antebrachii)
Skeleton antebrachii terdiri atas os radius dan os ulna, pada badak jawa
kedua tulang ini terpisah dari proksimal sampai ke distal.
1. Os radius
Os radius atau tulng pengumpil pada badak jawa memiliki panjang 32.3 cm,
lebar 10.8 cm, dan berbentuk bulat. Facies cranialis et caudalis tulang ini
memiliki permukaan yang halus, di bagian proksimal relatif kasar, sedangkan di
bagian distalnya menempel dengan os ulna. Fovea capitis radii dari os radius
mengadakan persendian dengan os humerus. Tuberositas radii relatif kurang
subur pada badak jawa (Gambar 4).

A

B
2

2
3

1

3
4

1

4

5
5

6
B’

a

b

6
b
2

a

3
5

7
8

7

Gambar 4 Struktur ossa radius et ulna kiri badak jawa tampak lateral (A) dan
medial (B)
Bˈ: Ekstremitas proksimalis ossa radius et ulna tampak dorsal
a. os ulna; b. os radius; 1. olecranon; 2. tuber olecrani; 3. processus
anconeus; 4. incisura trochlearis; 5. toberositas radii; 6. spatium
interosseum antebrachii; 7. extremitas distalis os ulna; 8. processus
styloideus (bar : 5 cm).

10
2. Os ulna
Os ulna badak jawa terpisah dengan os radius. Os ulna memiliki panjang
44.3 cm dan lebar 14.1 cm. Ekstremitas proksimal os ulna memiliki olecranon
berupa penjuluran yang besar ke arah medial. Pada olecranon terdapat bungkul
yang kasar, yaitu tuber olecrani. Di kranial olecranon terdapat penjuluran yang
runcing, yaitu processus anconeus, sedangkan di distal procesuss anconeus
terdapat lekukan setengah lingkaran, yaitu incisura trochlearis. Bersama-sama
dengan os radius, lekah ini mengadakan persendian dengan os humerus,
sedangkan ekstremitas distalis os ulna dengan os radius membentuk persendian
dengan ossa carpi (Gambar 4).
Tulang Telapak Kaki Depan (Skeleton Manus)
Ossa carpi badak jawa terdiri dari delapan tulang. Pada baris proksimal dari
medial, yaitu os carpi radiale (os scaphoideum), os carpi intermedium
(os lunatum), os carpi ulnare (os triquetrum), os carpi accessorium
(os pisiforme). Di baris distal dari medial, yaitu os carpale I (os trapezium),
os carpale II (os trapezoideum), os carpale III (os capitatum), dan
ossa carpale IV et V yang bergabung (os hamatum). Os carpi accessorium
memiliki bentuk pipih yang menempel pada os carpi ulnare dan menjulur
mengarah ke medial. Os carpale I berada di bagian volar dari os carpi radiale.
Os carpale III dan ossa carpale IV et V memiliki penjuluran yang mengarah ke
mediodistal.
Ossa metacarpalia badak jawa terdiri dari empat buah tulang secara
berurutan dari mediovolar, yaitu os metacarpale II, os metacarpale III,
os metacarpale IV, dan os metacarpale V. Os metacarpale II memiliki panjang
15.4 cm yang terletak di bagian mediovolar. Os metacarpale III terletak di medial
yang memiliki panjang 16.9 cm dan berukuran paling besar. Os metacarpale IV
memiliki panjang 12.8 cm yang terletak di bagian laterovolar. Ossa metacarpale
II et III et IV memiliki bentuk pipih. Os metacarpale V mengalami rudimenter
yang berukuran kecil seperti segitiga dan melekat di kaudal os metacarpale IV dan
os carpale IV et V. Os metacarpale V memiliki panjang 3.1 cm dan lebar 2.7 cm.
Ossa digitorum manus badak jawa terdiri dari tiga buah tulang, yaitu
digit II, digit III, dan digit IV. Setiap digit dibentuk oleh tiga tulang, yaitu
os phalanx proximalis (os compedale), os phalanx media (os coronale), dan
os phalanx distalis (os ungulare). Os phalanx proximalis memiliki ukuran lebih
besar dibandingkan dengan os phalanx media. Os phalanx proximalis dan
os phalanx media berbentuk menyerupai kubus dan lebar. Os phalanx distalis
dari digit III berbentuk radius di dorsal dan melebar ke lateral dan medial,
sedangkan os phalanx distalis dari digit II dan digit IV berbentuk segitiga,
menjulur masing-masing ke medial dan lateral. Selain itu, terdapat dua ossa
sesamoidea yang terletak di kaudal masing-masing persendian gelang puyuh
(articulationes metacarpophalangeae) (Gambar 5).

11

B

A

4
1

2

5
6

3
7

11

8
9

1

2

3

5

7

6

10

10

8
9

C

a

b

c

12

12

12

13

13

13

14

14

14

Gambar 5 Struktur skeleton manus kiri badak jawa tampak dorsal (A & C) dan
volar (B)
a. digit II; b. digit III; c. digit IV
1. os carpi radiale; 2. os carpi intermedium; 3. os carpi ulnare;
4. os carpi accessorium; 5. os carpale II; 6. os carpale III;
7. os carpale IV et V; 8. os metacarpale II; 9. os metacarpale III;
10. os metacarpale IV; 11. os metacarpale V; 12. os phalanx
proximalis; 13. os phalanx media; 14. os phalanx distalis
(bar : 5 cm).

12
Pembahasan
Badak jawa merupakan salah satu badak Asia bercula satu, ukuran tubuh
yang besar dengan bobot badan dapat mencapai 2280 kg (Hoogerwerf 1970).
Untuk menopang tubuhnya yang besar ini, badak jawa didukung oleh skelet kaki
yang relatif pendek dan kuat dalam melakukan berbagai aktivitas seperti berjalan,
berlari, mendaki daerah yang curam, berkubang, serta kawin. Secara umum,
struktur skelet kaki depan badak jawa mirip pada badak sumatra (Lestari 2009),
sapi, dan babi (Getty 1975). Skelet kaki depan badak jawa berfungsi sebagai
penunjang tubuh dan alat gerak pasif terutama untuk gerakan maju. Selain itu,
kaki depan juga menopang leher dan kepala yang berat sehingga memerlukan
bidang tumpu yang lebih lebar dibandingkan pada kaki belakang. Skelet kaki
depan badak jawa merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan dengan ukuran
tubuh yang besar, leher, dan kepala. Kaki depan memiliki kekuatan yang lebih
besar dibandingkan dengan kaki belakang pada saat berdiri. Oleh karena itu,
badak jawa diduga memiliki otot-otot kaki depan yang juga berkembang subur
dan kuat pada pertautannya, seperti pada badak sumatra (Susanti 2012).
Os scapula badak jawa memiliki bentuk yang pipih menyerupai kipas
dengan panjang 40.7 cm, lebar 28.8 cm, dan mengarah ke cranioventral. Pada
badak sumatra, os scapula difiksasi oleh otot-otot penahan yang lebar dan tebal,
yaitu m. rhomboideus, m. trapezius, m. latissimus dorsi, dan m. serratus ventralis
(Susanti 2012). Otot-otot tersebut diduga juga berkembang subur pada badak
jawa dengan strukturnya yang mirip. Musculus rhomboideus pada badak sumatra
menutupi cartilago scapulae di sisi lateral dan medialnya sehingga dapat
memfiksir os scapula lebih kuat (Susanti 2012), dan m. trapezius yang berinsersio
di tuber spinae scapulae, kedua otot ini diduga juga berkembang subur pada
badak jawa. Tuber spinae scapulae badak jawa berupa bungkul besar yang
menyerupai segitiga.
Struktur bungkul ini mirip pada badak sumatra
(Lestari 2009) dan babi (Getty 1975), sedangkan pada kuda bungkul ini kecil
(Budras et al. 2005), tetapi karnivora tidak memiliki bungkul ini (Getty 1975).
Selain memfiksasi os scapula, otot-otot ini juga mencegah penguakan os scapula
ke lateral. Otot-otot fiksator os scapula yang kuat ini menyebabkan pergerakan
os scapula dan persendian bahu relatif terbatas, tetapi kokoh. Hal ini diduga
untuk mendukung badak jawa dalam aktivitas berjalan dengan jarak yang jauh,
sebagai hewan penjelajah, seperti halnya badak sumatra.
Wilayah jelajah harian badak jawa jantan sekitar 20-30 km2, sedangkan
badak jawa betina sekitar 10-20 km2 (Suhono dan Muntasib 2001). Namun,
menurut Muntasib (2000), pergerakan badak jawa di Taman Nasional Ujung
Kulon hanya sejauh 3.6-5.6 km tergantung kondisi lingkungannya. Pada badak
sumatra, aktivitas berjalan ini didukung oleh m. biceps brachii yang berorigo pada
tuberculum supraglenoidale dan insersionya pada tuberositas radii dari os radius.
Otot ini merupakan otot yang tebal, berbentuk bulat, kuat, dan banyak ditemukan
daun urat di antara serabut ototnya (Susanti 2012). Seperti pada badak sumatra,
hal ini diduga juga berperan dalam membantu badak jawa saat berjalan jauh agar
tidak cepat lelah.

13
Persendian bahu badak jawa yang dibentuk oleh cavitas glenoidalis dari
os scapula dengan caput humeri diduga lebih mendukung gerakan fleksor dan
ekstensor bahu dibandingkan gerakan abduksi dan adduksi. Cavitas glenoidalis
dari os scapula memiliki permukaan licin dan relatif dangkal, sedangkan caput
humeri memiliki permukaan luas, licin, dan berbentuk konveks. Hal ini
menyebabkan pergerakan sendi bahu relatif terbatas sehingga gerakan hewan ini
relatif kaku. Seperti badak sumatra (Lestari 2009), badak jawa memiliki gerakan
maju yang relatif lurus dan jarang berjalan berbelok-belok. Pergerakan lurus pada
badak jawa juga diduga berkaitkan dengan lekah spatium interosseum antebrachii
yang sempit dan persendian occipitoatlantis yang relatif kaku. Lekah yang sempit
ini menyebabkan fleksibilitas gerakan supinasio dan pronasio menjadi terbatas.
Ossa radius et ulna badak jawa terpisah dari proksimal sampai ke distal
membentuk spatium interosseum antebrachii berupa lekah yang sempit. Keadaan
lekah ini mirip pada badak sumatra yang memanjang dari proksimal sampai 1/3
distal ossa radius-ulna (Lestari 2009). Kondisi lekah ini pada kuda sangat sempit
dan terletak di sepertiga proksimal ossa radius-ulna (Budras et al. 2005), seperti
yang ditemukan pada babi (Getty 1975). Lekah ini pada hewan karnivora relatif
luas yang memanjang dari proksimal sampai distal ossa radius-ulna, sedangkan
pada sapi memiliki dua spatium, yaitu spatia interossea antebrachii proximale et
distale (Dyce et al. 1996).
Selain persendian bahu dan persendian siku yang relatif terbatas, gerakan
lurus badak jawa juga diduga dipengaruhi oleh otot-otot fiksator persendian bahu,
seperti pada badak sumatra. Otot-otot fiksator persendian bahu badak sumatra,
yaitu m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. biceps brachii, dan m. subscapularis
(Susanti 2012). Otot-otot tersebut sebagian memiliki origo di os scapula serta
insersio pada os humerus dan os radius. Os humerus badak jawa berukuran besar
dan kompak. Tuberculum majus dari os humerus terdiri dari dua bagian, yaitu
pars cranialis dan pars caudalis. Pada badak sumatra, tuberculum majus
merupakan insersio dari m. supraspinatus dan m. infraspinatus. Kedua otot ini
berfungsi sebagai ekstensor dan fiksator persendian bahu dari sisi lateral,
sedangkan tuberculum minus dari os humerus merupakan insersio
m. supraspinatus dan m. subscapularis yang juga memfiksator persendian bahu
dari sisi medial (Susanti 2012).
Bobot tubuh badak jawa ditopang oleh keempat kakinya saat berdiri. Kaki
depan menerima beban yang lebih besar dibandingkan dengan kaki belakang
karena kaki depan menopang tubuh bagian depan, leher dan kepala pada saat
berdiri. Badak jawa dalam menopang bobot tubuhnya yang berat dibantu oleh
m. biceps brachii yang diduga berkembang subur, seperti pada badak sumatra.
Musculus biceps brachii badak sumatra memiliki banyak daun urat yang kuat dan
tebal di antara serabut ototnya (Susanti 2012). Tendo origo otot ini melewati
sulcus intertubercularis yang lebar dan terletak di antara tuberculum majus pars
cranialis dan tuberculum minus. Badak jawa tidak memiliki tuberculum
intermedium. Hal ini mirip pada badak sumatra (Lestari 2009), sapi, babi, dan
anjing (Colville dan Bassert 2002), tetapi berbeda pada kuda yang memiliki
tuberculum intermedium (Budras et al. 2005). Selain itu, tubuh ditopang oleh
otot-otot penggantung tubuh yang diduga berkembang subur dan kuat pada badak
jawa, seperti yang ditemukan pada badak sumatra (Susanti 2012). Otot-otot
penggantung tubuh pada badak sumatra, yaitu m. serratus ventralis dan

14
mm. pectoralis. Musculus serratus ventralis memiliki daun urat yang kuat di
antara serabut ototnya dan berinsersio di facies serrata (Susanti 2012). Facies
serrata pada badak jawa memiliki permukaan yang lebar, kasar, bergerigi serta
tidak dibagi menjadi dua oleh fossa subscapularis. Keadaan ini mirip pada badak
sumatra (Lestari 2009) sehingga pertautan m. serratus ventralis yang luas menjadi
sangat kuat dalam menopang tubuhnya bagian depan, leher dan kepala yang berat.
Tuberositas deltoidea badak jawa berupa bungkul besar dan kasar yang
mengarah ke distolateral. Keadaan ini mirip pada badak sumatra yang memiliki
tuberositas deltoidea dengan ukuran besar dan menjulur ke kaudolateral dengan
permukaan yang kasar (Lestari 2009). Bungkul yang besar ini diduga berperan
mendukung aktivitas badak jawa saat mendaki daerah yang curam. Kondisi yang
sama ditemukan pada badak sumatra, saat mendaki daerah yang curam, kaki
depan badak jawa ditekuk dan diduga melibatkan kontraksi otot-otot fleksor kaki
(Susanti 2012). Sebaliknya, saat menuruni daerah yang curam, badak sumatra
melibatkan kerja otot-otot ekstensor persendian bahu dan siku (Susanti 2012)
untuk meluruskan kaki depan, hal ini diduga juga pada badak jawa.
Olecranon dari os ulna yang berupa penjuluran besar ke arah medial juga
diduga mendukung aktivitas badak jawa saat mendaki daerah yang curam.
Di proksimal olecranon terdapat bungkul yang kasar, yaitu tuber olecrani.
Bungkul ini pada badak jawa berukuran besar dengan bentuk relatif bulat,
memiliki permukaan kasar dan mengarah ke medial, tetapi berbeda pada badak
sumatra yang memiliki tuber olecrani berukuran besar serta terbagi menjadi dua,
yaitu ke lateral dan medial (Lestari 2009). Olecranon badak sumatra merupakan
insersio dari m. triceps brachii (Susanti 2012) yang berfungsi sebagai fleksor
persendian bahu, ekstensor dan fiksator persendian siku. Keadaan ini diduga
memperkuat gerakan maju kaki depan badak jawa saat mendaki daerah yang
curam dan saat berlari, khususnya sebagai tuas penggerak, seperti pada badak
sumatra (Susanti 2012).
Kekuatan kaki depan badak jawa juga ditunjang oleh persendian skeleton
manus yang kuat dan fleksibel. Daerah carpus badak jawa memiliki persendian
yang luas untuk mendukung aktivitasnya saat mendaki daerah yang curam.
Facies palmaris dari ossa carpale III et IV et V memiliki penjuluran-penjuluran
yang mengarah ke mediodistal. Penjuluran ini mirip pada badak sumatra
(Lestari 2009) yang berfungsi sebagai tempat pertautan otot-otot fleksor
persendian carpus yang berkembang subur dan kompak (Khotimah 2014).
Keadaan ini didukung oleh otot fleksor dan abduktor digit serta tendo fleksor
metacarpophalangeal yang tebal pada badak sumatra untuk mencengkeram tanah
dengan kuat saat mendaki daerah yang curam. Seperti pada badak sumatra,
persendian skeleton manus yang fleksibel dengan otot-otot fleksor carpus, otot
fleksor dan abduktor digit (Khotimah 2014), otot-otot ini diduga juga berkembang
subur pada badak jawa untuk mendukung aktivitas berlari serta memperluas
kubangan.
Aktivitas kawin badak jawa mirip dengan aktivitas kawin pada badak india
(Rhinoceros unicornis) (Rahmat 2009). Badak jantan akan mengangkat kaki
depan dan bertumpu pada punggung badak betina (Zahari et al. 2004).
Kaki depan badak jantan akan ditekuk dengan memfleksio persendian carpus dan
digit. Persendian carpus dan digit pada badak jawa sangat fleksibel yang diduga
didukung oleh otot-otot fleksor carpus dan digit yang berkembang subur, seperti

15
pada badak sumatra (Khotimah 2014).
Hal ini diduga untuk menjaga
keseimbangan sewaktu kaki depan badak jantan menaiki tubuh badak betina.
Di samping itu, telapak kaki badak jawa dilengkapi dengan footpad. Menurut
Hutchinson (2012), footpad berfungsi sebagai pengukur jumlah gaya yang mampu
ditahan oleh tiap digit saat menumpu. Seperti halnya pada badak sumatra, footpad
bersama otot fleksor digit (Khotimah 2014), diduga membantu badak jawa saat
berlari agar kakinya mudah diangkat dan diayunkan.
Dalam melakukan aktivitasnya badak jawa ditunjang dengan struktur skelet
kaki depan yang kuat, kompak, dan relatif pendek. Aktivitas tersebut diantaranya
berjalan, berlari, mendaki daerah yang curam, berkubang, dan kawin. Skelet kaki
depan badak jawa ini merupakan hasil adaptasinya dengan lingkungan dan berat
tubuhnya yang besar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Skelet kaki depan badak jawa relatif pendek yang tersusun secara kokoh dan
kuat. Karakteristik skelet kaki depan badak jawa, yaitu tuberositas deltoidea dari
os humerus yang besar dan crista humeri yang kurang berkembang. Ossa radius
et ulna terpisah dari proksimal sampai ke distal dengan spatium interosseum
antebrachii yang sempit. Olecranon dari os ulna berukuran besar dan kasar
dengan bentuk relatif bulat, serta facies palmaris dari ossa carpi memiliki
penjuluran yang mengarah ke mediodistal. Secara umum, skelet kaki depan badak
jawa mirip pada badak sumatra, sapi, dan babi. Kondisi ini merupakan hasil
adaptasi terhadap lingkungan dengan ukuran tubuh, leher dan kepala yang besar.

Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari perilaku
dan cara handling badak. Namun, masih membutuhkan penelitian lebih lanjut
mengenai struktur skelet kepala, sumbu tubuh, dan otot secara keseluruhan.

16

DAFTAR PUSTAKA
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals.
Iowa (US): Blackwell. hlm 152-155.
Brook S, Groot PVC, Mahood S, Long B. 2011. Extinction of the Javan
Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) from Vietnam. WWF report.
hlm 1-45.
Budras KD, Sack WO, Röck S. 2005. Anatomy of the Horse. 5th Ed. Hannover
(DE): Schlütersche. hlm 4-15.
[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora. 2013. Appendix animal: spesies [Internet]. [diunduh pada 2014
Mei 29] Tersedia pada http://www.cites.org/eng/disc/species.php
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technicians. Amerika (US): Mosbi. hlm 112-116.
Daryan. 2013. Perilaku pokok badak jawa [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 28]
Tersedia
pada
http://www.ujungkulon.org/berita/216perilakupokokbadakjawa
Dyce KM, WO Sack, CJG Wensing. 1996. Textbook of Veterinary Anatomy.
2nd Ed. Philadelphia (US): W.B. Saunders.
Endah A. 2009. Badak jawa satwa terlangka di dunia [Internet]. [diunduh pada
2014 Mei 29] Tersedia pada http://alamendah.org/2009/10/02/badak-jawasatwa-terlangka-di-dunia/
Getty R. 1975. Sisson and Grossman the Anatomy of the Domestic Animal. 5th Ed.
Philadelphia (US): W.B. Saunders.
Hillson S. 2005. Teeth. 2ndEd. New York (US): Cambridge Univ Press.
hlm 122-123.
Hoogerwerf A. 1970. Udjung Kulon the Land of The Last Javan Rhinoceros.
Leiden: E.J. Brill.
Hutchinson. 2012. Rhino’s feet tested to see how they support heavy loads
[Internet].
[diunduh
pada
2014
Nov
3]
Tersedia
pada
www.bbc.co.uk/news/science-environment-16286655.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
2013. Rhinoceros sondaicus [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 27]
Tersedia pada http://www.iucnredlist.org/static/categories_criteria_3_1
Khotimah AK. 2014. Anatomi otot-otot kaki depan badak sumatra
(Dicerorhinus sumatrensis): daerah antebrachii dan digit [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Lekagul B, McNeely J. 1977. Mammals of Thailand. The Association for the
Conservation of Wildlife. Bangkok (TH): Cornell Univ Press.
Lestari EP. 2009. Anatomi skelet tungkai kaki badak sumatra
(Dicerorhinus sumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Muntasib H. 2000. Laporan penelitian: studi persaingan antara banteng
(Bos javanicus) dengan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di taman
nasional ujung kulon, Jawa Barat [laporan penelitian]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

17
Muntasib H, Alikodra HS, Sectionov. 2013. Habitat badak jawa. Di dalam:
Alikodra HS, dkk, editor. Teknik Konservasi Badak Indonesia. Tangerang
(ID): Literati. hlm 43-53.
Myers P. 2001. Perissodactyla [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 29] Tersedia
pada http://animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Perissodactyla/
Nowak RM. 1999. Walker’s Mammals of the World Volume II. 6th Ed. New York
(US): Johns Hopkins Univ Press. hlm 1007.
Rahmat UM. 2009. Genetika populasi dan strategi konservasi badak jawa
(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822). Jurnal Manajemen Hutan
Tropis. 15(1): hlm 83-90.
Riyanto MACT, Rustandi J, Rusdianto, Sectionov, Suhaery A. 2013. Perilaku
badak. Di dalam: Alikodra HS, dkk, editor. Teknik Konservasi Badak
Indonesia. Tangerang (ID): Literati. hlm 55-75.
Santosa Y, Wulan C, Hikmah A. 2010a. Studi karakteristik kubangan badak jawa
(Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon.
Media konservasi. 15(1): hlm 31 -35.
Santosa Y, Wulan C, Hikmah A. 2010b. Analisis faktor ekologi dominan
pemilihan kubangan oleh badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest
l822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Media konservasi. 15(2):
hlm 102 -106.
Suhono S, Muntasib H. 2001. Penggunaan sumberdaya air, pakan, dan cover oleh
badak jawa (Rhinoceros sondaicus, desmarest 1822) dan banteng
(Bos javanicus, d'alton 1832) di daerah Cikeusik dan Citadahan, Taman
Nasional Ujung Kulon. Media Konservasi. 7(2): hlm 69–74.
Susanti H. 2012. Anatomi otot daerah bahu dan lengan atas badak sumatra
(Dicerorhinus sumatrensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[TNUK] Taman Nasional Ujung Kulon. 2013. Seputar badak jawa 2 [Internet].
[diunduh
pada
2014
Mei
28]
Tersedia
pada
http://www.ujungkulon.org/berita/215-seputarbadakjawa2
[TNUK] Taman Nasional Ujung Kulon. 2014. Siaran pers hasil monitoring badak
jawa tahun 2013, peluncuran tnukpedia dan pengukuhan duta wisata ujung
kulon [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 28] Tersedia pada
http://www.ujungkulon.org/berita/221hasilmonitoringbadakjawatahun2013
[WWF] World Wildlife Fund. 1986. Badak jawa [Internet]. [diunduh pada 2014
Mei
16]
Tersedia
pada
http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/bertindak_sekarang_juga/rhin
ocare/badakjawa/wwf
[WWF] World Wildlife Fund. 2008. Javan rhinoceros (Rhinoceros sondaicus)
[Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 30] Tersedia pada
http://www.arkive.org/javan-rhinoceros/rhinoceros-sondaicus/photos.html
Zahari ZZ, Rosnina Y, Wahid H, Yap KC, Jaenuddeen MR. 2004. Reproductive
behaviour of captive sumatran rhinoceros (Dicerorhinus sumatrensis).
J Ani Rep Sci. 85:327–335. doi:10.1016/j.anireprosci.2004.04.041

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 19 Januari 1992 dari ayah
Parmuji dan ibu Rohyati. P