Taksonomi Dan Filogeni Keong Famili Potamididae (Gastropoda: Mollusca) Di Indonesia Berdasarkan Karakter Morfologi

TAKSONOMI DAN FILOGENI KEONG FAMILI POTAMIDIDAE
(GASTROPODA: MOLLUSCA) DI INDONESIA BERDASARKAN
KARAKTER MORFOLOGI

UCU YANU ARBI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Taksonomi dan Filogeni Keong
Famili Potamididae (Gastropoda: Mollusca) di Indonesia Berdasarkan Karakter
Morfologi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ucu Yanu Arbi
NIM C55000184

RINGKASAN
UCU YANU ARBI. Taksonomi dan Filogeni Keong Famili Potamididae
(Gastropoda: Mollusca) di Indonesia Berdasarkan Karakter Morfologi. Dibimbing
oleh MUJIZAT KAWAROE dan RISTIYANTI M. MARWOTO.
Famili Potamididae merupakan satu-satunya famili Gastropoda yang semua
anggotanya hanya ditemukan di ekosistem mangrove. Klasifikasi Famili
Potamididae masih terdapat masalah karena minimnya studi taksonomi yang
dilakukan secara menyeluruh. Sejarah taksonomi famili ini mencatat bahwa
terjadi beberapa kali perubahan, baik tingkat spesies, genus sampai famili. Catatan
keberadaan keong Famili Potamididae di Indonesia, terdapat kurang lebih sepuluh
spesies dalam empat genus dari 29 spesies yang ada di seluruh dunia. Karakter
yang digunakan untuk membedakan spesies adalah morfologi, anatomi, serta
ekologi dan tingkah laku. Hubungan filogeni anggota Superfamili Cerithoidea
sebelumnya pernah beberapa kali diteliti. Studi taksonomi dan filogeni Famili
Potamididae di Indonesia masih sangat jarang dilakukan dan belum mencakup

semua wilayah. Bahkan, studi filogeni untuk Famili Potamididae berdasarkan
karakter morfologi belum pernah dilakukan, baik di Indonesia maupun di seluruh
dunia.
Studi ini mendeskripsikan semua spesies keong Famili Potamididae yang
dikoleksi dari seluruh wilayah Indonesia hasil penelitian di lapangan dan hasil
penelusuran spesimen yang tersimpan di museum. Penelitian lapangan dilakukan
di pesisir utara Pulau Jawa dengan metode Purposive Random Sampling.
Penelitian laboratorium dan penelusuran specimen koleksi dilakukan di Referens
Koleksi Oseanografi (Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI) dan di Museum
Zoologi Bogor (Pusat Penelitian Biologi – LIPI). Studi taksonomi didasarkan pada
studi morfologi, ekologi danperilaku. Analisa filogeni menggunakan prinsip
maximum-parsimony dengan teknik heuristic sehingga didapatkan pohon kladogram
yang paling mendekati kenyataan. Dalam analisa, semua karakter diolah secara acak
(unordered). Pembobotan semua karakter setara (equal) yaitu bernilai satu. Data
karakter diperoleh dari pengamatan cangkang, perilaku dan ekologi. Digunakan
beberapa status karakter, yaitu nol (0) merupakan karakter yang paling primitif,
kemudian berubah menjadi satu (1) dan seterusnya sampai maksimal sembilan (9)
yang merupakan karakter yang paling modern. Metode tersebut diolah dengan
menggunakan program PAUP 4.0b 10 versi windows.
Hasil studi taksonomi didapatkan tiga belas spesies yaitu Telescopium

telescopium, Terebralia palustris, Terebralia sulcata, Cerithidea obtusa,
Cerithidea quadrata, Cerithidea weyersi, Cerithidea ornata, Cerithidea decollata,
Cerithidea cf. rhizophorarum, Cerithidea sp., Cerithideopsilla alata,
Cerithideopsilla cingulata dan Cerithideopsilla djadjariensis. Hasil studi filogeni
berdasarkan karakter morfologi menunjukkan hasil pemisahan yang cukup stabil.
Rekonstruksi pohon filogeni menghasilkan pohon filogeni paling parsimony
dengan nilai CI sebesar 0.7769, nilai HI sebesar 0.2231, nilai RI sebesar 0.6966
dan nilai RC sebesar 0.5412 dengan tahapan yang dibutuhkan untuk membentuk
kladogram sebanyak 121 tahap. Sebanyak 83 karakter yang digunakan dalam

analisa filogeni, 50 diantaranya merupakan karakter parsimony – tidak informatif,
sedangkan 33 sisanya merupakan karakter parsimony - informatif.
Kata kunci: Potamididae, Karakter morfologi, Taksonomi, Filogeni

6800$5<
UCU YANU ARBI. Taxonomy and hylogeny of Potamidid Snails (Gastropoda:
Mollusca) in Indonesia Inferred from Morphological Characters. Under
supervision of MUJIZAT KAWAROE and RISTIYANTI M. MARWOTO.
Potamididae is the only family of gastropods whose all members can only
be found in mangrove ecosystem. From 29 species found in the world, there are

ten species of four genera recorded from Indonesia. Despite its small number of
species, taxonomic status of Potamididae is problematic. Species determination is
based on morphology, anatomy, ecology and behavior. Reclassification and
revisions have been acknowledged at species, genera and family level but the
status is still unclear. There are some phylogenic studies to resolve the taxonomic
status, but it focuses on a higher level, the Superfamily Cerithoidea. This family,
in fact, lacks comprehensive taxonomic studies. Even, phylogenic studies based
on morphological characters have not been done, globally all over the world and
particularly in Indonesia.
This study describes all specimens of Potamididae collected from fieldwork
and specimens stored in museums in Indonesia. The fieldwork was conducted in
the northern coast of Java using Random Purposive Sampling. Specimen
examination was done in the reference collection of Research Center for
Oceanography – LIPI and the Zoological Museum Bogor of Research Center for
Biology - LIPI. Taxonomic evaluation was based on characters of morphology,
ecology and behavior. Phylogenic analysis under maximum-parsimony with
heuristic techniques was employed to obtain the most-realistic cladogram tree
using PAUP 4.0b 10 Windows version. Characters included in the analysis are
obtained from evaluation of shell morphology, behavior and ecology. All
characters are treated randomly (unordered) and equally weighted as one.

Character status ranges from zero (0, for the most primitive ones) to nine (9, for
the most modern ones).
The taxonomic examination resulted in thirteen species, i.e. Telescopium
telescopium, Terebralia palustris, Terebralia sulcata, Cerithidea obtusa,
Cerithidea quadrata, Cerithidea weyersi, Cerithidea ornata, Cerithidea decollata,
Cerithidea cf. rhizophorarum, Cerithidea sp., Cerithideopsilla alata,
Cerithideopsilla cingulata and Cerithideopsilla djadjariensis. Furthermore,
phylogenic analysis based on morphological characters shows quite stable species
separation. Reconstruction of phylogenetic trees produced the most parsimonious
tree with CI 0.7769, HI 0.2231, RI 0.6966, RC 0.5412, and 121 steps to establish a
cladogram. A total of 83 characters were used in the analysis, 50 of which are
uninformative, and the remaining 33 are informative.
Keywords: Potamididae, Morphological characters, Taxonomy, Phylogeny

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian ata useluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TAKSONOMI DAN FILOGENI KEONG POTAMIDIDAE
(GASTROPODA: MOLLUSCA) DI INDONESIA
BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

UCU YANU ARBI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Rosichon Ubaidillah, PhD.

Judul Tesis :Taksonomi dan Filogeni Keong Potamididae (Gastropoda:
Mollusca) di Indonesia Berdasarkan Karakter Morfologi
Nama
: Ucu Yanu Arbi
NIM
: C551110184
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Ir Ristiyanti M. Marwoto, MSi
Anggota

Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi
Ketua

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
13 Mei 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Penulis mengucap rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak April 2013 sampai Maret
2014 ini adalah Taksonomi dan Filogeni Keong Potamididae (Gastropoda:
Mollusca) di Indonesia Berdasarkan Karakter Morfologi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Mujizat Kawaroe, M.Si dan
Ibu Ir. Ristiyanti M. Marwoto, M.Si. selaku pembimbing, serta Bapak Prof.
Rosichon Ubaidillah, PhD. Selaku penguji dan yang telah banyak memberikan
masukan. Terimakasih kepada Ibu Prof. Dwi Listyo Rahayu, Ibu Pradina Purwati,
Bapak Prof. Suharsono, Bapak Dr. Zainal Arifin, Bapak M. Kasim Moosa dan Ibu
Woro W. Kastoro atas arahannya. Terima kasih kepada Bapak Nova Mujiono, Ibu
Nur Rohmatin Isnaningsih dan Bapak Heryanto beserta staff teknisi yang telah
memberikan masukan dan bantuan selama di Laboratorium Malakologi, Museum
Zoologi Bogor, Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Terima kasih kepada Bapak
Mudjiono, Bapak Prof. Pramuji, Bapak Yaya Ihya Ulumuddin, Bapak Indra Bayu
Vimono, Bapak Udhi Eko Hernawan, Bapak A’an J. Wahyudi dan Bapak
Hadiyanto atas diskusinya. Terimakasih kepada rekan-rekan UPT Loka
Pengembangan SDM Oseanografi Pulau Pari dan tim penelitian kepiting bakau
Probolinggo yang telah memberikan fasilitas selama pengambilan data di
lapangan. Terima kasih juga kepada teman-teman Biosistematika Kelautan,
Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK, IPB atas dukungan dan semangat yang diberikan.
Kepada staff skretariat Pasca Sarjana ITK IPB, terutama dek Ani Haryati dan
mbak Denti Risawati untuk segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan Kepada Dr. Mark V. Erdmann, Dr. Arjan Gittenberger, Dr. Bert W.
Hoeksema, Dr. Tan Koh Siang, Dr. Hiroshi Saito, Dr. Kazunori Hasegawa, Dr.

Akihiko Matsukumo, Dr. Paup Barber, Dr. Christoper Meyer dan Dr. Allen
Rodrigo untuk segala ilmu dan pengalaman tentang taksonomi dan filogeni. Tidak
lupa, terima kasih kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Terakhir, terimakasih kepada semua pihak yang telah secara langsung maupun
tidak langsung telah berkontribusi dalam setiap tahap penelitian ini. Sebagian
penelitian ini dibiayai oleh hibah dari Conservation International Indonesia.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah informasi
tentang taksonomi dan filogeni keong Potamididae di Indonesia.

Bogor, Agustus 2014

Ucu Yanu Arbi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR


xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

2 METODE

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Bahan dan Alat

5

Prosedur Analisa Data

5

3 HASIL

11

Penelitian Lapangan

11

Taksonomi dan Sistematika

17

Famili Potamididae

17

Genus Telescopium

17

Genus Terebralia

22

Genus Cerithidea

31

Genus Cerethideopsilla

42

Analisa Filogeni

50

4 PEMBAHASAN

53

Kondisi Mangrove dan Keong Potamididae di Lapangan

53

Potamididae

57

Genus Telescopium

63

Genus Terebralia

66

Genus Cerithidea

68

Genus Cerethideopsilla

70

Analisis Filogeni

72

5 SIMPULAN DAN SARAN

85

Simpulan

85

Saran

85

DAFTAR PUSTAKA

86

LAMPIRAN

94

Display Buffer Analisa dengan PAUP
Glosarium

94
109

RIWAYAT HIDUP

114

DAFTAR TABEL
1 Koding karakter homologi untuk karakter morfologi
2 Hasil pengukuran parameter lingkungan pada ekosistem mangrove
Gugus Pulau Pari
3 Matriks karakter untuk analisa filogeni menggunakan program PAUP

8
12
51

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian lapangan di Gugus Pulau Pari, DKI Jakarta dan
Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
2 Peta sebaran mangrove di Gugus Pulau Pari yang tumbuh di tepi pulau
3 Gambaran mangrove di Gugus Pulau Pari
4 Sebaran vegetasi mangrove di pertambakan Probolinggo di sepanjang
pesisir
5 Gambaran profil tambak di areal pertambakan Probolinggo
6 Gambaran pola arus di perairan Probolinggo
7 Gambaran kondisi mangrove di pertambakan Probolinggo
8 Telescopium telescopium
9 Terebralia palustris
10 Terebralia sulcata
11 Cerithidea obtusa
12 Cerithidea quadrata
13 Cerithidea weyersi
14 Cerithidea ornata
15 Cerithidea decollata
16 Cerithideopsilla alata
17 Cerithideopsilla cingulata
18 Cerithideopsilla djadjariensis
19 Pohon filogeni antar spesies pada Famili Potamididae berdasarkan
karakter morfologi hasil rekonstruksi dengan menggunakan PAUP.
20 Perilaku keong Potamididae di habitatnya
21 Karakter morfologi pada cangkang untuk identifikasi jenis
22 Radula beberapa keong Potamididae
23 Spesies-spesies Famili Potamididae di Indonesia yang ditemukan
selama penelitian
24 Morfologi dua individu Telescopium telescopium yang terlihat berbeda

5
11
12
13
14
15
16
18
23
27
32
34
37
39
40
43
45
48
52
57
60
61
63
64

25 Bentuk dasar cangkang pada gambar bagian kiri oval memanjang yang
tidak lazim pada Terebralia sulcata yang umumnya berbentuk kerucut
seperti pada gambar bagian kanan
26 Tiga spesies Cerithidea tidak memiliki rusuk spiral memperlihatkan
perbedaan struktur rusuk aksial
27 Ketiga spesies Cerithideopsilla yang memperlihatkan perbedaan aperture
28 Arah putaran uliran cangkang (torsi)
29 Protoconch/apex pada keong Potamididae
30 Karakter morfologi cangkang pada spire
31 Bentuk aperture pada keong Potamididae yang umumnya membulat
32 Operculum pada beberapa spesies keong Potamididae yang umumnya
berbentuk membulat
33 Massa tubuh dari Terebralia palustris yang terlihat dengan tentakel yang
terlihat sedang menjulur saat sedang melakukan aktivitas harian
34 Pemilihan tipe substrat oleh keong Potamididae
35 Tipe keong Potamididae berdasarkan cara hidupnya
36 Hasil analisa filogeni keong Potamididae berdasarkan karakter molekular
menggunakan tiga gen 18S rRNA, 28S rRNA dan COI
37 Hasil rekonstruksi pohon kekerabatan dari 19 spesies keong Potamididae
di dunia yang masih hidup saat ini berdasarkan hasil analisa karakter
molekuler

68
69
72
73
74
74
75
76
77
78
79
80
83

DAFTAR LAMPIRAN
1 Display Buffer Analisa dengan PAUP
2 Glosarium

94
109

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Filum Mollusca (Poppe &
Tagaro, 2006), dimana sebagian diantaranya hidup di ekosistem mangrove (Wells,
2003; Wells & Lalli, 2003). Potamididae yang tergabung dalam Superfamili
Cerithioidea merupakan satu-satunya famili Gastropoda yang semua anggotanya
hanya dapat ditemukan di ekosistem mangrove (Fratini et al., 2004; 2008; Jamabo
& Chinda, 2010; Jamabo & Davids, 2012; Pape et al., 2008; Printrakoon & Wells,
2008; Carlén & Ólafsson, 2002; Egonmwan, 2008). Potamididae memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap keberadaan mangrove sehingga potensial
sebagai indikator kesehatan mangrove (Jamabo et al., 2009; Penha-Lopes et al.,
2010; Reid et al., 2008; Vannini et al., 2008a). Keong famili ini ditemukan di
areal hutan mangrove dan di bekas hutan mangrove sebagai tempat mencari
makan, tempat perlindungan, serta tempat pemijahan dan pembesaran anakan
(Kamimura & Tsuchiya, 2004; Lorda & Lafferty, 2012; Penha-Lopes et al., 2009;
Slim et al., 1997; Vannini et al., 2006; 2008b; 2008c; 2008d; Wahono, 1991;
Wells & Lalli, 2003; Wells, 2003; Fratini et al., 2008). Potamididae terdiri dari
spesies-spesies Gastropoda dengan ukuran dan bentuk morfologi cangkang yang
cukup beranekaragam (Houbrick, 1984; 1991; Reidet al., 2008; Feulner, 2006).
Beberapa genus, misalnya Telescopium dan Terebralia memiliki ukuran tubuh
relatif besar, sedangkan genus lain, misalnya Cerithidea, Cerithideopsis dan
Cerithideopsilla memiliki ukuran tubuh relatif kecil. Walaupun sebagian besar
anggota Potamididae umumnya dapat dengan mudah dikoleksi, namun informasi
mengenai perbandingan anatomi dan sejarah hidup untuk seluruh anggota famili
masih belum banyak diungkap (Houbrick, 1984; 1991).
Klasifikasi Potamididae masih terdapat masalah karena minimnya studi
taksonomi yang dilakukan secara menyeluruh. Kebanyakan studi yang dilakukan
sebatas untuk satu genus dengan cakupan daerah yang sempit. Sejarah taksonomi
famili ini mencatat bahwa terjadi beberapa kali perubahan, baik pada tingkat
spesies, genus sampai famili. Pada tingkat famili, sampai dua puluh tahun yang
lalu masih dibagi menjadi dua subfamili, yaitu Potamidinae dan Batillariinae
(Houbrick, 1984; 1991). Subfamili Batillariinae akhirnya dijadikan famili
tersendiri yaitu Famili Batillariidae (Poppe & Tagaro, 2006), walau Genus
Batillaria (terutama spesies Batillaria sordida) pernah dimasukkan kembali ke
Potamididae (Houbrick, 1978). Pada tingkat genus, awalnya Genus Cerithidea
dibagi menjadi tiga subgenus, yaitu Cerithidea, Cerithideopsis dan
Cerithideopsilla (Houbrick, 1984). Ketiganya kemudian dijadikan genus tersendiri
yang masing-masing terdiri dari beberapa spesies. Contoh perubahan nama genus
terjadi pada Terebralia palustris yang awalnya merupakan Pyzarus palustris
(Rao, 1938; Sewell, 1924). Pada tingkat spesies, Genus Telescopium pernah
terdiri dari dua spesies, yaitu Telescopium telescopium dan T. mauritsi. Hasil
pembuktian menunjukkan bahwa T. mauritsi adalah spesies yang sama dengan T.
telescopium (Thiele, 1929; Wenz, 1938-1940; Houbrick, 1984; 1991; Reidet al.,
2008).
Studi taksonomi Potamididae yang pernah dilakukan antara lain Schepman
(1895), Houbrick (1978; 1984; 1991), Van Regteren Altena (1940), Vohra (1970),
Wells (1980; 1983; 1984a; 2003), Wells & Lalli (2003). Studi taksonomi dan

2

sistematika Famili Potamididae yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain
Van Benthem Jutting (1956), Soemodihardjo & Kastoro (1977), Roberts et al.
(1982), Budiman (1988), Mujiono (2009). Catatan tentang keberadaan keong
Potamididae di Indonesia, lebih dari sepuluh spesies dalam empat genus dari 29
spesies yang ada di seluruh dunia (Reid, et al., 2008). Karakter yang dapat
digunakan untuk membedakan spesies adalah morfologi cangkang, operculum,
anatomi organ eksternal, organ selubung mantel, alimentary tract, radula, sistem
syarat, organ reproduksi serta ekologi dan tingkah laku (Houbrick, 1988).
Perbedaan karakter antar genus pada famili ini cukup jelas, namun perbedaan
karakter antar spesies dalam satu genus sangat tipis (Smith & Ruiz, 2004).
Hubungan filogeni (kekerabatan) dari anggota Superfamili Cerithoidea
sebelumnya pernah beberapa kali diteliti. Penelitian filogeni pada tingkat
superfamili berdasar karakter morfologi dilakukan oleh Houbrick (1988),
penelitian filogeni pada tingkat superfamili berdasar karakter genetika dengan
analisa molekuler dilakukan oleh Lydeard et al. (2002), penelitian filogeni pada
tingkat famili untuk Potamididae berdasar karakter genetika dengan analisa
molekuler dilakukan oleh Reid et al. (2008), penelitian filogeni pada tingkat genus
untuk Genus Cerithidea berdasar karakter genetika dengan analisa molekuler
dilakukan oleh Kojima et al. (2006), serta penelitian pada tingkat spesies untuk
spesies Telescopium telescopium berdasar karakter morfologi sperma dan
biomolekul dilakukan oleh Datta et al. (2010). Namun demikian, dari penelitianpenelitian tersebut hanya sebagian kecil saja yang melibatkan spesimen dari
Indonesia. Keong Potamididae memiliki catatan fosil yang cukup kaya dari
seluruh penjuru dunia dan dari berbagai masa. Tetapi, karena tidak ada catatan
mengenai variasi intraspesifik, konvergensi morfologi dan kurangnya diagnosa
yang konsisten untuk tiap genus (dan bahkan dari famili sendiri), sehingga catatan
fosil tersebut masih sulit untuk digunakan sebagai bahan untuk menafsirkan
perjalanan evolusi dan hubungan kekerabatannya. Beberapa skema klasifikasi
pada tingkat subfamili telah diusulkan yang merupakan gabungan antara spesies
yang masih hidup dan fosil (Bouniol, 1981; Lozouet, 1986; Bandel, 2006).
Hasilnya menyiratkan hubungan kekerabatan antar genus, tetapi filogeni formal
untuk tingkat spesies masih belum diketahui.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan pada Superfamili
Cerithioidea, studi filogeni baik di Indonesia maupun di seluruh dunia masih
sangat sedikit. Pada Potamididae, studi filogeni tingkat famili yang pernah
dilakukan adalah berdasar analisa molekuler untuk dunia secara keseluruhan.
Studi filogeni Potamididae berdasarkan karakter morfologi untuk tingkat famili
masih belum ada. Sekiranya dibutuhkan lebih banyak lagi studi filogeni tingkat
famili berdasarkan karakter morfologi yang homologi untuk memperkecil celah
kekurangan informasi tersebut. Sehingga perlu adanya kajian dari beberapa
permasalahan yang timbul pada Potamididae di Indonesia, antara lain:
1. Informasi spesies-spesies keong Potamididae di Indonesia belum terdata
dengan baik.
2. Studi taksonomi Famili Potamididae di wilayah perairan Indonesia masih
sangat sedikit.

3

3. Studi filogeni (kekerabatan) tingkat famili untuk Potamididae berdasar
karakter morfologi belum ada, baik untuk wilayah Indonesia maupun di dunia
secara keseluruhan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji taksonomi spesies-spesies keong Potamididae di Indonesia.
2. Mengkaji filogeni (hubungan kekerabatan) spesies keong Potamididae
Indonesia berdasarkan karakter morfologi serta beberapa karakter ekologi dan
perilaku.
3. Menentukan karakter kunci keong Potamididae sampai tingkat spesies.
Manfaat Penelitian
Studi taksonomi dan filogeni keong Potamididae di Indonesia berdasar
karakter morfologi ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan informasi spesies-spesies keong Potamididae di Indonesia
berdasar studi taksonomi.
2. Memberikan informasi hubungan kekerabatan antar spesies keong
Potamididae dari Indonesia berdasar karakter morfologi.
3. Memberikan karakter kunci untuk identifikasi spesies keong Potamididae di
Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Objek penelitian meliputi semua spesimen Gastropoda dari Famili
Potamididae yang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah
semua spesimen yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan di beberapa
lokasi di pantai utara Pulau Jawa, yaitu di Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu
dan pertambakan Probolinggo, Jawa Timur. Lokasi penelitian untuk studi
lapangan ditentukan berdasar dua kategori ekosistem mangrove di pesisir utara
Pulau Jawa, yaitu mangrove yang terdapat pada pulau utama dan mangrove yang
terdapat pada pulau-pulau kecil. Pemilihan kedua lokasi berdasarkan asumsi
bahwa Gugus Pulau Pari dapat mewakili ekosistem mangrove untuk kawasan
pulau-pulau kecil, sedangkan pertambakan Probolinggo dapat mewakili ekosistem
mangrove yang berada di kawasan pulau besar. Pengelompokan bertujuan untuk
mewakili spesies-spesies Potamididae yang beradaptasi pada tipe habitat yang
berbeda. Hipotesisnya adalah terdapat perbedaan spesies Gastropoda karena
adanya perbedaan kondisi ekosistem mangrove sebagai habitatnya. Pada
ekosistem mangrove yang terdapat di pulau besar memiliki kondisi substrat yang
relatif stabil, akan tetapi memiliki kerentanan terhadap kegiatan antropogenik
sangat besar, terutama dalam hal perubahan fungsi lahan. Sedangkan ekosistem
mangrove yang terdapat pada pulau-pulau kecil memiliki tingkat abrasi yang
tinggi, namun kerentanan terhadap kegiatan antropogenik relatif rendah.
Kelompok kedua adalah semua spesimen yang tersimpan di Ruang Koleksi
Rujukan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (Jakarta) dan Museum Zoologi Bogor
Pusat Penelitian Biologi LIPI (Cibinong). Spesimen koleksi yang diamati
terutama spesimen yang telah mencapai ukuran dewasa dengan karakter cangkang
lengkap dan yang memiliki kondisi cangkang yang relatif utuh.

4

Terdapat tujuh alasan utama tentang pemilihankeong Potamididae sebagai
obyek penelitian taksonomi dan filogeni. Pertama, keong Potamididae adalah
fauna yang memiliki mobilitas tinggi pada saat masih stadium larva yang bersifat
planktonik sehingga memiliki distribusi yang cukup luas. Kedua, keong
Potamididae bersifat bentik yang dipengaruhi secara langsung oleh perubahan
kualitas fisik dan kimia substrat dan kondisi habitat sehingga keberadaannya
sangat rentan terhadap perubahan kondisi habitatnya. Ketiga, keong Potamididae
sangat potensial sebagai bioindikator terhadap kondisi kesehatan ekosistem
mangrove sehingga perlu dilakukan studi taksonomi keong Potamididae untuk
mengetahui keanekaragaman jenisnya dan untuk menaksir status kesehatan
kondisi hutan mangrove di Indonesia. Keempat, status taksonomi dari Famili
Potamididae sampai dengan saat ini masih mengalami dinamika baik dalam
hierarki taksonomi maupun tata namanya sehingga informasi mengenai spesiesspesies yang berasal dari Indonesiaakan sangat bermanfaat untuk menambah
informasi mengenai status taksonomi famili ini serta memantapkan klasifikasi
untuk famili ini. Kelima, hasil studi taksonomi keong Potamididae yang telah
dilakukan selama ini masih sangat sedikit yang melibatkan spesimen dari
Indonesia sehingga peluang untuk mendapatkan spesies baru dari Indonesia masih
terbuka lebar. Keenam, hasil studi filogeni tingkat famili untuk keong
Potamididae yang tersedia saat ini adalah berdasarkan karakter molekuler,
sedangkan studi filogeni berdasarkan karakter morfologi belum ada sehingga
perlu dilakukan studi filogeni berdasarkan karakter morfologi yang khusus
melibatkan spesimen dari Indonesia. Dan ketujuh, kecilnya perbedaan antar
spesies seringkali menjadi kendala dalam identifikasi berdasarkan karakter
morfologi sehingga perlu diketahui karakter kunci untuk membedakan masingmasing spesies.

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan
Agustus 2013. Penelitian dibagi menjadi empat tahapan yang meliputi tahap
persiapan, penelitian lapangan, penelitian laboratorium, serta analisis data dan
pembahasan hasil. Penelitian lapangan dilakukan di pesisir utara Pulau Jawa
dengan lokasi sampling dipilih berdasarkan kategori yang ditentukan, yaitu di
ekosistem mangrove Gugus Pulau Pari yang mewakili mangrove di pulau-pulau
kecil dan di mangrove areal pertambakan Probolinggo yang mewakili mangrove
di pulau utama (Gambar 1). Penelitian di laboratorium dilakukan di Laboratorium
Malakologi Museum Zoologi Bogor (Pusat Penelitian Biologi – LIPI) Bogor, dan
Ruang Koleksi Rujukan Oseanografi (Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI)
Jakarta.

5

Gambar 1. Lokasi penelitian lapangan di Gugus Pulau Pari, DKI Jakarta dan
Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Bahan dan Alat
Bahan pada penelitian ini adalah spesies-spesies keong Potamididae yang
berasosiasi dengan mangrove yang didapatkan langsung saat penelitian di
lapangan. Obyek penelitian juga spesimen hasil penelitian-penelitian sebelumnya
telah yang tersimpan sebagai spesimen koleksi di Museum Zoologi Bogor (Pusat
Penelitian Biologi – LIPI) dan Koleksi Rujukan Oseanografi (Pusat Penelitian
Oseanografi – LIPI). Spesimen yang tersimpan di Museum Zoologi Bogor P2B
LIPI memiliki nomor registerasi dengan kode MZB.GST, sedangkan spesimen
yang tersimpan di Ruang Koleksi Rujukan Oseanografi P2O LIPI memiliki nomor
registerasi dengan kode MG.
Data primer diperoleh dengan cara melakukan sampling dan penelitian di
lapangan. Beberapa jenis data ekologi diukur, seperti tipe habitat (makro dan
mikro), preferensi makanan dan perilaku, aktivitas mencari makan, interaksi
dengan makhluk hidup laut lainnya, respon terhadap perubahan lingkungan,

6

pemilihan pasangan, perilaku kawin, migrasi vertikal, zonasi, aktivitas gerakan,
dan lainnya. Karakter fisik dan kimia air yang diukur adalah suhu, salinitas, pH,
kedalaman, kekeruhan, pola arus, tipe substrat dan kadar organik substrat.
Penelitian di lapangan menggunakan alat-alat standar untuk penelitian biologi
megabenthos, terutama untuk kepentingan kegiatan koleksi spesimen dan
penyimpanan spesimen. Foto diambil dengan kamera digital untuk
mendokumentasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan data ekologi di
lapangan. Penentuan posisi geografis dilakukan dengan GPS Garmin 276 GPS dan
Bottom Tracking dari ADCP. Pengukuran suhu permukaan air menggunakan
thermometer tipe GMK-910T 4-wire Pt100 Platinum RTD seri FB 1878 (dalam
o
C). Pengukuran pH perairan menggunakan pH meter tipe AZ 8403. Pengukuran
salinitas permukaan air menggunakan refraktometer tipe ATAGO® S/Mill-E
(dalam ‰). Pengukuran kedalaman air dengan tongkat berskala dan dikonfirmasi
dengan mistar. Pengukuran tipe substrat dengan metode pemisahan mekanis,
dimana nilainya merupakan hasil analisis komposisi ukuran butiran substrat
diklasifikasikan berdasar prosentase lumpur, pasir dan kerikil. Hasilnya ditetapkan
dengan mengacu pada kriteria Wentworth. Pengukuran kadar organik substrat
ditentukan dengan metode gravimetri.
Data sekunder diperoleh dengan menelusuri catatan Famili Potamididae
dari publikasi taksonomi, rekaman data dari Koleksi Rujukan Oseanografi di
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI (Ancol, Jakarta) danMuseum Zoologi Bogor
di Pusat Penelitian Biologi – LIPI (Cibinong, Jawa Barat). Penelitian di
laboratorium memerlukan perlengkapan standar untuk pengamatan spesimen dan
sarana penyimpanan koleksi spesimen. Untuk kepentingan dokumentasi di
laboratorium diperlukan kamera digital.
Prosedur Analisis Data
Prosedur Penelitian
Spesimen segar (fresh specimen) merupakan individu Gastropoda dari
Famili Potamididae yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan berpedoman
pada metode pengambilan contoh sistematik. Penelitian pada setiap lokasi
penelitian dilakukan selama sekitar satu minggu menggunakan metode Purposive
Random Sampling sejajar atau tegak lurus garis pantai menyesuaikan dengan
kondisi mangrove pada masing-masing lokasi penelitian. Koleksi dilakukan
dengan cara meletakkan kerangka kuadrat dengan ukuran 1 X 1 meter pada
substrat. Banyaknya kerangka ditentukan berdasarkan hasil sampling awal dengan
memperhatikan perubahan jumlah spesies yang diperoleh. Jika sudah tidak
terdapat penambahan spesies yang signifikan, maka jumlah tersebut dijadikan
acuan untuk jumlah kerangka frame pada masing-masing lokasi. Koleksi bebas
dilakukan seperlunya untuk memperkuat data yang diperoleh dari transek,
terutama untuk spesies yang tidak tercakup di dalam transek kuadrat. Habitat
alami dan perilaku saat masih di lapangan diabadikan dalam bentuk foto untuk
masing-masing spesies dari Famili Potamididae tersebut. Karakter fisik dan kimia
air diukur. Sampel yang diperoleh kemudian dianalisa lebih lanjut di
laboratorium. Semua individu yang diperoleh di lapangan diambil dan
dimasukkan ke dalam botol sampel, dan kemudian direndam dalam air tawar dan
diawetkan dalam larutan ethanol 96%. Setiap spesies yang diperoleh dipisahkan

7

berdasarkan waktu dan lokasi sampling yang berbeda, serta diberi penanda berupa
label lapangan. Sampel Gastropoda yang diperoleh kemudian diidentifikasi dan
dianalisis di laboratorium berdasarkan karakter morfologi serta karakter ekologi
dan tingkah lakunya. Karakter morfologi adalah karakter yang digunakan
terutama di luar dan di dalam cangkang. Sedangkan karakter ekologi dan tingkah
laku adalah semua informasi yang didapatkan pada waktu pengamatan lansung di
habitat alaminya saat penelitian lapangan. Perlakuan untuk identifikasi dan
analisis serupa dilakukan untuk spesimen yang didapatkan dari Koleksi Rujukan
Oseanografi P2O – LIPI, Jakarta dan Museum Zoologi Bogor P2B – LIPI,
Cibinong.
Identifikasi Spesimen
Identifikasi genus dan spesies dilakukan berdasarkan beberapa literatur,
antara lain Houbrick (1984; 1991), Van Regteren Altena (1940), Van Benthem
Jutting (1956), Wells (1983; 2003) dan Wilson (1993). Analisa filogeni untuk
superfamili, famili, genus dan spesies berdasarkan beberapa literatur, antara lain
Houbrick (1988), Lydeard et al. (2002), Reid et al. (2008), Kojima et al. (2006)
dan Datta et al. (2010). Literatur acuan untuk analisa filogeni tersebut mengacu
baik untuk analisa berdasarkan karakter morfologi maupun molekuler.
Analisa Filogeni
Metode yang digunakan untuk analisa filogeni berdasarkan Reid et al.
(2008) adalah maximum-parsimony dengan teknik heuristic yang dikondisikan
sebagai berikut: Menyimpan pohon yang terbaik (keep best trees only);
menggunakan TBR (tree bisection-reconnection) sebagai penentu cabang
algoritma; menyimpan pohon majemuk (save multiple trees); karakter multistate
diinterpretasikan sebagai polimorfisme.
Dalam analisa, semua karakter diolah secara acak (unordered). Pembobotan
untuk semua karakter adalah setara (equal) yaitu bernilai 1. Metode tersebut
diolah dengan menggunakan program perangkat lunak PAUP 4.0b 10 versi
Windows (Swofford, 2002). Nilai indeks yang digunakan untuk mengukur
konsistensi suatu pohon yang dikonstruksi adalah dengan melihat nilai CI
(consistency index), yaitu indeks konsistensi yang digunakan sebagai parameter
suatu topologi pohon. Nilai HI (homoplasy index) adalah indeks banyak tidaknya
karakter yang homoplasi. Pohon yang tidak memiliki karakter homoplasi
ditunjukkan dengan nilai CI = 1, sehingga makin baik suatu pohon ditandai
dengan nilai indeks yang mendekati angka 1. Nilai RC (rescaled consistency
index), yaitu menunjukkan tingkatan yang sama dengan homoplasi indeks yang
merupakan gabungan dari CI dan RI (retention index). Nilai RI merupakan indeks
kestabilan yang merupakan proporsi dari karakter synapomorf yang dapat diterima
sebagai karakter synapomorf sejati (Quicke, 1993). Kualitas data dalam studi
filogeni menggunakan pendekatan parsimoni, yaitu dinilai dengan melakukan
bootstrap sebanyak 1000 kali.
Koding Karakter untuk Analisa Filonegi
Data karakter dapat diperoleh dari pengamatan cangkang, perilaku, dan
ekologi (Houbrick, 1988). Karakter dikelompokkan berdasarkan kategori,
kemudian masing-masing kategori diikuti dengan jumlah karakter yang terdiri dari

8

beberapa macam karakter. Kategori karakter morfologi dipisahkan menjadi dua
bagian, yaitu cangkang dan operculum. Karakter anatomi dalam penelitian ini
tidak diamati. Kategori karakter perilaku dan ekologis dibagi dalam beberapa
bagian. Beberapa karakter merupakan karakter biner yaitu terbagi menjadi dua
(biasanya ada dan tidak ada), dan beberapa karakter yang lain merupakan karakter
multistate yaitu terbagi menjadi beberapa. Status Karakter dibobotkan berdasarkan
asumsi evolusi menurut Reid et al. (2008), dimana karakter yang bersifat komunal
merupakan karakter yang lebih primitif. Digunakan beberapa status karakter, yaitu
nol (0) merupakan karakter yang paling primitif, kemudian berubah menjadi satu
(1) dan seterusnya sampai maksimal sembilan (9) yang merupakan karakter yang
paling modern (Tabel 1).
Spesimen yang akan diamati adalah yang telah mencapai usia dewasa,
yaitu individu yang telah memiliki karakter cangkang yang lengkap dan mencapai
pertumbuhan maksimum. Khusus untuk spesimen awetan, spesimen yang akan
diamati adalah spesimen dengan kondisi yang masih bagus dengan bentuk yang
utuh dan memiliki informasi dasar lengkap yang tertulis pada label. Karakter
morfologi yang diamati adalah morfologi cangkang, operculum, maupun bagian
lunak tubuh yang terlihat dari luar, dimana masing-masing sedapat mungkin
dijabarkan sampai ke bagian-bagiannya yang terkecil. Karakter ekologi
didapatkan saat penelitian lapangan dengan melakukan pengamatan langsung di
habitatnya.
Tabel 1. Koding karakter homologi untuk karakter morfologi
No.
KARAKTER
CANGKANG
Total Cangkang
1.
Morfologi dasar
2.
Tekstur permukaan
3.
Bentuk
4.
Presisi
5.
Panjang
6.

Lebar

7.
8.
9.

13.
14.

Ketebalan
Kekuatan
Arah putaran
Protoconch/Apex
Bentuk dasar
Warna
Keutuhan
Spire
Bentuk
Ukuran

15.
16.
17.
18.
19.

Sudut
Susunan
Kondisi whorl di spire
Jumlah whorl di spire
Susunan whorl di spire

10.
11.
12.

KODING KARAKTER
(0) tidak menggelung, (1) menggelung
(0) mengkilap, (1) tidak mengkilap
(0) membulat, (1) mengerucut
(0) tidak simetris, (1) relatif simetris
(0) lebih dari 5 cm, (1) antara 2,6-5 cm, (2) 2,5 cm
atau kurang
(0) lebih dari 2,5 cm, (1) antara 1,1-2,5 cm, (2)
kurang dari 1 cm
(0) tebal, (1) tipis
(0) kuat, (1) rapuh
(0) sinistral, (1) dekstral
(0) datar, (1) meruncing
(0) transparan, (1) gelap
(0) relatif utuh, (1) terkikis
(0) membulat, (1) mengerucut membentuk sudut
(0) kecil hampir tidak terlihat, (1) besar terlihat
jelas
(0) lebar kurang dari 45o, (1) lebar lebih dari 45o
(0) tidak teratur, (1) teratur
(0) sempit, (1) luas
(0) tidak ada, (1) sedikit, (2) banyak
(0) tidak ada, (1) berdekatan, (2) berjauhan

9

20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.

Whorl
Bentuk
Jumlah
Suture
Ukuran body whorl
Bentuk tepi whorl
Keberadaan sculpture
Kondisi shoulder
Nodulose pada shoulder
Bagian akhir whorl
Rusul aksial
Rusuk spiral
Sculpture

49.
50.

Suture
Keberadaan
Kedalaman
Umbilicus
Keberadaan
Bentuk
Columella
Bentuk
Columellar teeth
Penebalan
Keberadaan rusuk spiral
Aperture
Bentuk
Bibir luar
Bibir dalam
Keberadaan teeth
Keberadaan ridges
Keberadaan lamella
Siphonal / anterior canal
Saluran anterior
Panjang saluran anterior
Keberadaan ornament
Pola warna
Eksterior
Interior

51.

Callus
Keberadaan

32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.

OPERCULUM
Total Operculum
52.
Keberadaan
53.
Bentuk
54.
Ukuran
55.
56.

Ketebalan
Bentuk permukaan

(0) melebar, (1) memipih
(0) < 5, (1) 5-10, (2) > 10
(0) batas tidak terlihat jelas, (1) batas terlihat jelas
(0) melebar, (1) memanjang
(0) rata, (1) memiliki ornament
(0) tidak ada, (1) ada
(0) membulat, (1) membentuk sudut
(0) tidak ada, (1) ada
(0) rata, (1) memiliki ornament
(0) tidak terlihat, (1) jelas terlihat
(0) tidak terlihat, (1) jelas terlihat
(0) tidak terlihat, (1) aksial lebih dominan, (2)
spiral lebih dominan (3) aksial dan spiral jelas
(0) tidak jelas, tersamar, (1) terlihat jelas
(0) hampir rata, (1) jelas membentuk cekungan
(0) tidak jelas, tersamar, (1) terlihat jelas
(0) berupa titik, (1) berupa lubang
(0) lurus, (1) melengkung
(0) ada, (1) tidak ada
(0) ada, (1) tidak ada
(0) tidak ada, (1) ada
(0) memanjang, (1) membulat
(0) tidak rata, (1) rata
(0) tidak rata, (1) rata
(0) ada, (1) tidak ada
(0) ada, (1) tidak ada
(0) ada, (1) tidak ada
(0) tidak ada, (1) ada
(0) tidak ada, (1) pendek, (2) panjang
(0) tidak ada, (1) ada
(0) terdapat corak, (1) satu warna
(0) ada lapisan mutiara, (1) tidak ada lapisan
mutiara
(0) tidak terlihat jelas, (1) terlihat jelas

(0) tidak ada, (1) ada
(0) tidak ada, (1) membulat, (2) memanjang
(0) tidak ada, (1) sesuai ukuran aperture, (2) tidak
sesuai ukuran aperture
(0) tidak ada, (1) tipis, fleksibel, (2) tebal, kompak
(0) tidak ada, (1) rata, (2) cembung pada salah satu
sisi

10

57.
58.
59.

Nucleus
Keberadaan
Posisi
Sculpture
Bentuk

MASSA TUBUH
Tubuh
60.
Bentuk
Tentakel
61.
Ukuran cephalic
62.
Epipodial
Kaki
63.
Alur bersilia di kaki kanan
Mantel
64.
Tepi
65.
Keberadaan papillae tepi
66.
Jumlah papillae tepi
67.
Keberadaan papillae
68.
Letak papillae

71.

Moncong
Ukuran
Kemampuan menjulur
Proboscis
Ukuran

72.
73.

Mata
Warna
Ukuran

69.
70.

74.
75.

Posisi pada tentakel
Siphon
Warna

76.

Ukuran

HABITAT
Makro habitat
77. Ekosistem
Mikro habitat
78. Substrat
PERILAKU
Respons lingkungan
79. Posisi terhadap cahaya
80. Posisi terhadap mangrove
81. Posisi terhadap air
82. Posisi terhadap substrat
Perilaku makan
83. Pemilihan makanan

(0) tidak terlihat jelas, (1) terlihat jelas
(0) tidak terpusat, (1) terpusat
(0) paucispiral, (1) multispiral

(0) memanjang (1) menggelung
(0) panjang, meruncing, (1) pendek, gemuk
(0) tidak ada, (1) ada
(0) tidak ada, (1) ada
(0) berumbai, (1) halus
(0) tidak ada, (1) ada
(0) banyak, panjang, (1) sedikit, pendek
(0) tidak ada, (1) ada
(0) setengah atas tepi mantel, (1) seluruh tepi
mantel
(0) pendek dan melebar, (1) panjang
(0) tidak bisa dijulurkan, (1) bisa dijulurkan
(0) pendek, (1) lebih panjang dari panjang
cangkang
(0) berwarna, kompleks, (1) transparan, sederhana
(0) sesuai ukuran tentakel, (1) tidak sesuai ukuran
tentakel
(0) menyamping, (1) tepat di ujung
(0) berbeda dengan massa tubuh, (1) seperti massa
tubuh
(0) pendek, (1) bisa memanjang

(0) bukan hutan mangrove, (1) hutan mangrove
(0) kosmopolit, (1) berlumpur, (2) berpasir

(0) menghindar, (1) terpapar
(0) tidak memanjat, (1) memanjat
(0) menghindar, (1) terendam
(0) epifauna, (1) infauna
(0) substrat, (1) seresah, (2) daun segar

11

3 HASIL
Penelitian Lapangan
Penelitian di Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta
Vegetasi mangrove ditemukaan hampir di semua bagian dari Gugus Pulau
Pari, kecuali Pulau Tikus. Mangrove tumbuh di tepi pulau, kecuali di Pulau
Burung dan Pulau Kongsi yang tumbuh hampir di seluruh bagian pulau (Gambar
2). Proyek pembangunan perumahan elit di Pulau Tengah menyebabkan garis
pantai berubah karena reklamasi. Tekanan fisik ini kemungkinan berpengaruh
bagi ekosistem mangrove dan biota yang berasosiasi di dalamnya (Budiman,
1991). Spesies mangrove yang ditemukan di Gugus Pulau Pari antara lain
Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Avicennia alba, Sonneratia alba,
Sonneratia otata, Phemphis acidula dan Nypa fruticans, sedangkan spesies yang
paling dominan adalah Rhizophora stylosa.

Gambar 2. Peta sebaran mangrove di Gugus Pulau Pari yang tumbuh di tepi pulau
Berdasar hasil pengamatan, tipe ekosistem mangrove di Gugus Pulau Pari
termasuk golongan fringe mangrove. Menurut Katherisan (2001), golongan
seperti itu tumbuh di tepian pantai dan dipengaruhi langsung oleh pasang surut
dan umumnya didominasi mangrove jenis Rhizophora spp. Gambaran mengenai
sebaran dan kondisi mangrove di beberapa lokasi di Gugus Pulau Pari disajikan
pada Gambar 3.
Hasil pengukuran beberapa parameter fisik menunjukkan variabilitas
normal dengan fluktuasi dan perbedaan yang tidak terlalu besar. Kecenderungan,
semakin ke bagian tengah gugus pulau memiliki substrat semakin halus. Hasil
pengukuran beberapa parameter fisik menunjukkan variabilitas normal dengan
fluktuasi dan perbedaan yang tidak terlalu besar (Tabel 2). Kecenderungan,
semakin ke bagian tengah gugus pulau memiliki substrat semakin halus. Tiap
organisme memerlukan kombinasi faktor lingkungan optimum agar dapat tumbuh
dan berkembang biak dengan baik. Menurut Hutabarat & Evans (1985),
Gastropoda memiliki kondisi habitat optimum pada kisaran suhu 25 – 32 oC dan
salinitas 25 - 40‰. Kondisi lingkungan menentukan pola sebaran dan sekaligus
membatasi sebaran organisme (Budiman, 1991). Semakin jauh lokasi dari pusat
kondisi optimum, maka aktivitas biologinya kian menurun, sampai pada suatu

12

tempat yang tidak lagi mendukung kehidupan jenis tersebut. Budiman (1991)
menyatakan, pengertian dan konsep hubungan antar organisme dan kondisi
lingkungan dapat dipakai untuk menjelaskan adanya pengelompokan dan pola
sebaran.

Gambar 3. Gambaran kondisi mangrove di Gugus Pulau Pari: A) mangrove di
Pulau Burung yang melingkupi hampir seluruh bagian pulau; B)
mangrove non Rhizophora dengan perakaran nafasnya di Pulau
Kongsi; C) mangrove dengan substratnya yang selalu terandam air
laut di Pulau Pari bagian timur; D) mangrove di sekitar kolam di
Pulau Pari bagian barat; E) mangrove yang berubah fungsi menjadi
perumahan elit di Pulau Tengah (Foto: koleksi pribadi).
Tabel 2. Hasil pengukuran parameter lingkungan pada ekosistem mangrove
Gugus Pulau Pari
Parameter Lingkungan
Lokasi
Suhu (oC) Salinitas Genangan
Substrat
Bahan
(‰)
(cm)
Dominan
Organik (%)
Pari Timur 30,5-32
31-33
20-50
Pasir berlumpur
1,2-4,81
Pari Barat 29,5-31,5 32-32,5
0-65
Lumpur berpasir 3,1-9,17
Burung
28-30,5
31-32,5
0-70
Lumpur berpasir 0,71-26,32
Tengah
28,5-31
31-32,5
0-65
Lumpur berpasir 5,44-46,67
Kongsi
29-31
31,5-32,5 0-40
Lumpur berpasir 4,89-44,8
Hasil penelitian di lima titik sampling di Gugus Pulau Pari, ditemukan 545
spesimen yang terdiri dari tiga spesies keong Potamididae yang dibedakan
menjadi dua genus, yaitu Genus Telescopium (Telescopium telescopium) dan
Genus Terebralia (Terebralia palustris dan Terebralia sulcata). Spesies
Telescopium telescopium di lokasi penelitian ditemukan hanya dalam jumlah yang
sangat sedikit. Sedangkan spesies Terebralia palustris dapat ditemukan dengan
mudah di beberapa wilayah sampling. Spesies ini ditemukan dalam agregasi yang
cukup besar di Pulau Pari bagian barat, terutama di sekitar genangan air. Sebagai
gambaran, dalam plot berukuran 1 m2 dapat ditemukan sebanyak 50-60 individu
yang kadang kala berbagi tempat dengan spesies lain, baik keong Potamididae
maupun keong famili lain. Sebaliknya, di Pulau Pari bagian timur kepadatannya

13

jarang, paling banyak ditemukan 5 individu/m2. Spesies Terebralia sulcata juga
ditemukan dengan relatif mudah di semua wilayah sampling, walaupun jumlahnya
tidak sebanyak Terebralia palustris. Spesies ini juga ditemukan dalam agregasi
yang cukup tinggi di Pulau Pari bagian barat, di mana dalam plot berukuran 1 m2
dapat ditemukan sebanyak 10-15 individu yang berbagi tempat dengan spesies
lain. Jumlah tersebut sudah dapat dikatakan tinggi mengingat ukuran tubuh keong
ini yang relatif besar.
Penelitian di Probolinggo, Jawa Timur
Probolinggo merupakan kabupaten dan kota di Jawa Timur yang terletak
di kaki Gunung Bromo. Morfologi pesisir di kawasan ini sangat sempit (± 1-4
km), yang tersusun oleh material pasir vulkanik yang berasal dari Gunung Bromo
melalui beberapa sugai yang bermuara di Selat Madura. Dataran pesisir sebagian
merupakan lahan pertambakan yang ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dan
sebagian kecil berupa hutan mangrove hasil penghijauan kembali. Data hasil
revisi peta kawasan Kabupaten dan Kota Probolinggo menunjukkan bahwa luas
wilayah pesisir adalah sekitar 7,6 ribu hektar, dan ± 20% di antaranya (sekitar 2,5
ribu hektar) berupa mangrove dan pertambakan yang terbentang di sepanjang
pesisir dari barat ke timur (Gambar 4).

Gambar 4. Sebaran vegetasi mangrove di pertambakan Probolinggo di sepanjang
pesisir yang ditunjukkan oleh warna hijau

14

Hasil pengukuran dan penggambaran profil topografi pantai kawasan
pertambakan menunjukkan tinggi pematang/tanggul terdepan hampir sama dengan
permukaan air laut saat pasang purnama, yakni 1.42 m di atas Muka Laut Ratarata (MLR). Namun, tinggi pematang antar tambak lebih rendah, dan saat pasang
bisa tergenang5-10 cm. Para petambak setidaknya mempunyai satu kali
pergantian air laut yang berlangsung selama kurang lebih 7 hari pada rentang
waktu 14 hari. Pematang tambak (tanggul) yang langsung menghadap ke laut
umumnya dibuat lebih tinggi dari muka air laut saat pasang tinggi. Air laut saat
pasang masuk area pertambakan melalui kanal-kanal buatan dan beberapa sungai
kecil. Gambaran mengenai profil tambak di areal pertambakan Probolinggo
disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Gambaran profil tambak di areal pertambakan Probolinggo
Pasang surut yang diukur selama 6 hari, yaitu menjelang purnama, pada
saat purnama dan setelah purnama menghasilkan pola dengan kisaran 0-2,8412
meter dengan nilai duduk tengah 1,508 meter. Perairan Laut Jawa secara umum
memiliki tinggi pasang surut umumnya berkisar antara 1-2 meter. Hasil
pengukuran tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Wyrtki (1991), yaitu tipe
pasang surut di Laut Jawa adalah tipe campuran yang didominasi pasang surut
ganda. Artinya bahwa dalam satu hari terjadi dua kali pasang, sekali pasang besar
dan pasang berikutnya lebih kecil. Hasil pengukuran salinitas air laut mulai dari
permukaan hingga kedalaman 3 meter, salinitas berkisar 30,5-32 psu. Pada
kedalaman 4 meter hingga dekat dasar, salinitas yang tercatat berkisar antara 3233 psu. Salinitas tertinggi di dekat dasar dengan nilai mencapai 33 psu. Ketika
pasang maksimum, suhu air di perairan pesisir mengalami penurunan akibat dari
mengalirnya massa air dari laut lepas ke arah pantai. Massa air di pesisir pada
pantai Probolinggo yang relatif dangkal mengalami pemanasan dari matahari
sangat efektif, terutama ketika air mulai surut. Selain itu, tercatat tren penurunan
suhu ketika amplitudo harian pasang surut mulai menurun seiring dengan kondisi
bulan yang menuju ke bulan gelap. Profil suhu dengan kedalaman perairan 20
meter menunjukan bahwa suhu permukaan berada pada kisaran 29,5°C dan
semakin menurun mengikuti kedalaman perairan hingga mencapai 28,5-29°C.
Suhu air laut di pesisir naik ketika menuju surut yang terjadi pada siang hari. Suhu
permukaan air laut yang terekam berkisar 29,06-31,44°C dengan rata-rata
30,37°C. Perbedaan suhu permukaan antara maksimum dan minimum dalam pola
pasang surut mencapai 2,38°C, dan jika dibandingkan dengan perairan Indonesia
secara umum, angka ini cukup besar.

15

Aliran air permukaan di perairan Probolinggo yang merupakan bagian dari
perairan yang berbentuk teluk dengan kedalaman perairan mulai dari pantai, 0-30
meter. Kondisi aliran air pada daerah seperti ini sangat dipengaruhi oleh pola
pasang surut, topografi dasar perairan dan kondisi angin. Berdasarkan data
pengukuran arus selama 6 hari, secara umum diperoleh informasi bahwa aliran
massa air selalu konsisten mengarah ke timur, baik saat pasang maupun saat surut.
Namu jika dilakukan pengamatan yang lebih detail pada kawasan yang lebih
smpit, maka terlihat adanya arus yang berlawanan ketika pasang. Pada saat
pasang, air laut masuk ke perairan melalui mulut teluk di sebelah timur perairan
menuju ke perairan Probolinggo kemudian karena perairan di selatan Pulau Gili
dangkal, maka massa air dibelokkan ke arah selatan kemudian menyusur pantai
menuju ke arah timur. Sedangkan pada saat surut, massa air yang berasal dari
pesisir keluar dari perairan Probolinggo melaui pesisir mengalir ke arah timur.
Gambaran mengenai pola arus yang terbentuk selama pasang dan surut di perairan
Probolinggo disajikan pada Gambar 6. Dengan adanya pola arus di perairan
Probolinggo seperti di atas memungkinkan untuk mengantar larva biota menetap
(settling) di pesisir dan areal pertambakan Probolinggo. Hal ini sangat
menguntungkan, dan menjadi salah satu faktor yang mempertahankan populasi
biota untuk tetap berada di sepanjang wilayah Kabupaten dan Kota Probolinggo.
Oleh ka