Penentuan prioritas pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan kecamatan di kota Depok

PENENTUAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
BERDASARKAN POTENSI DAN
TINGKAT PERKEMBANGAN
KECAMATAN DI KOTA DEPOK

DINA MARTHA SUSILAWATI SITUMORANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Penentuan Prioritas
Pembangunan Berdasarkan Potensi dan Tingkat Perkembangan Kecamatan di
Kota Depok adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir thesis ini.


Bogor,

Maret 2011

Dina Martha Susilawati Situmorang
NIM A156090244

ABSTRACT
DINA MARTHA SUSILAWATI SITUMORANG. A Priority Setting of
Development Based on Potential and Actual Development Level of sub-districts
in Depok City. Under direction of ISKANDAR LUBIS and DIDIT OKTA
PRIBADI
A Priority Setting of Development is related to Potential and Actual
Development Level. Depok City, as hinterland of Jakarta, has high impact of
suburbanization where some areas has being converted into some building areas
such as industry, trading, and property. Process of urban sprawl is getting worse,
and feared it would be come “a waste” of Jakarta development as the impact of
crossings and residential location for commuters. Therefore we need to know the
development characteristic of Depok City in Jabodetabek Metropolitan Area as

macro level, Depok City itself as meso level, and the potential and actual
development of each sub-district level. Analysing development characteristic for
each level would be conducted by using LQ, SSA, Skalogram, Index Entropy, and
PCA analysis. The result showed in macro level, Depok City has a potential
sector in the industrial, electricity-gas-water, and trade sector, in meso level,
Depok City development policy focus on trade and services sector by considering
a sustainable environmental support, though in micro level, each sub-district has
various potential sector, such as industry in Sawangan; elctricity-gas-water,
industry, and transportation in Pancoran Mas; services and industry in Sukmajaya;
industry and trade in Cimanggis, agriculture and construction in Beji, the mining
and quarrying, electricity-gas-water, transportation, and financial center in Limo.
Whereas based on the actual development by using the PCA analysis, we got three
regional typologies such as CBD Region, Under-develop Region, and Residential
Region. Pancoran Mas, Sukmajaya and Beji are included in the CBD Region;
Sawangan, Beji and Pancoran Mas are included in Under-developed Region;
Pancoran Mas, Limo, and Beji are included in the Residential Region. Based on
potential sector and regional typology, it can be formulated what became the
priority of development in each sub-district, such as agroindustry development in
Sawangan and Cimanggis, improvement services function centre of electricitygas-water in Pancoran Mas, controlling spatial activities in Sukmajaya,
strenghtening urban agriculture in Beji, and controlling bussiness property

activities in Limo.
Keywords : priority, potential, actual development, potential sector, typology

RINGKASAN
DINA MARTHA SUSILAWATI SITUMORANG.
Penentuan Prioritas
Pembangunan Berdasarkan Potensi dan Tingkat Perkembangan Kecamatan di
Kota Depok. Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS and DIDIT OKTA PRIBADI.
Salah satu ciri pembangunan wilayah adalah upaya untuk mencapai
pembangunan yang berimbang, yang artinya terpenuhinya potensi-potensi
pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah yang
beragam (Rustiadi et al. 2009). Dalam perencanaan pembangunan wilayah, kita
perlu memahami kondisi wilayah saat ini (tingkat perkembangannya), potensi dan
permasalahan yang ada di wilayah tersebut, yang dijadikan dasar pertimbangan
dalam penentuan prioritas pembangunan guna mengarahkan dan mengoptimalkan
pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan dana dan sumberdaya yang ada.
Dengan demikian, keterbatasan sumberdaya bukan lagi menjadi faktor kendala
dalam pemanfaatan potensi daerah tersebut.
Kota Depok memiliki tingkat perkembangan yang baik, terlihat dari laju
pertumbuhan PDRB yang meningkat, namun secara mikro, terkena “penyakit”

paradoks pertumbuhan ekonomi, yaitu kurang meratanya distribusi pendapatan
masyarakat pada tiap kecamatan (ketimpangan antar kecamatan). Untuk itu perlu
diupayakan peningkatan ekonomi masyarakat yang berimbang dengan
pemberdayaan ekonomi masyarakat menuju konsep pengembangan ekonomi
berdasarkan potensi lokal. Selain masalah ketimpangan pembangunan, Kota
Depok, sebagai hinterland langsung dari DKI Jakarta, terkena dampak
suburbanisasi yang tinggi dimana banyak lahan yang terkonversi menjadi lahan
terbangun seperti perumahan, industri, dan perdagangan sehingga membentuk
pola ruang menyebar berserakan karena penggunaan lahan yang tak terencana
(urban sprawl) dan berpengaruh terhadap struktur tata ruang Kota Depok baik
secara fisik, kependudukan dan ekonomi. Memperhatikan uraian di atas, maka
dilakukan penelitian dengan tujuan : (1) Menganalisis karakteristik perkembangan
Kota Depok secara makro dalam lingkup Kawasan Jabodetabek, (2) Menganalisis
karakteristik perkembangan pembangunan di Kota Depok secara meso, (3)
Menganalisis potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota Depok,
(4) Menentukan tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat
perkembangan masing-masing kecamatan, dan (5) Merumuskan prioritas
pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan masing-masing
kecamatan.
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Kabupaten/Kota Dalam

Angka di Kawasan Jabodetabek, Peta Administrasi Kota Depok, Kota Depok
Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok, PDRB Kota Depok,
PODES Kota Depok, Indeks Pembangunan Manusi (IPM) Kota Depok, dan
Indeks Kesejahteraan Masyarakat (Inkesra) Kota Depok. Untuk mencapai tujuan
penelitian, metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan
Shift Share Analysis (SSA), Skalogram, Indeks Entropi, statistika deskriptif,
deskriptif, dan Principle Components Analysis (PCA).
Hasil analisis LQ dan SSA menetapkan bahwa Kota Depok secara makro
memiliki sektor unggulan pada sektor industri, ligas, dan perdagangan hotel dan
restoran. Sementara pada level meso, kebijakan pembangunan di Kota Depok

cenderung mengakomodir pengembangan sektor tersier yang didukung oleh
pengembangan sektor primer. Hal ini sesuai dengan visi RPJPD Kota Depok,
yaitu Menjadikan Depok sebagai Kota Niaga dan Jasa yang Religius dan Ramah
Lingkungan, artinya bahwa pengembangan sektor perekonomian di Kota Depok
ke depannya diarahkan pada pengembangan sektor tersier yang didukung oleh
sektor primer. Pada level mikro, setiap kecamatan memiliki sektor potensial yang
beragam, yaitu sektor industri di Sawangan; ligas, industri, dan angkutan di
Pancoran Mas; jasa dan industri di Sukmajaya; perdagangan hotel restoran dan
industri di Cimanggis; konstruksi dan pertanian di Beji; pertambangan dan

penggalian, ligas, angkutan, dan lembaga keuangan di Limo. Sedangkan
berdasarkan karakteristik dan tingkat perkembangan kecamatan dengan metode
PCA, maka tergambar tipologi kecamatan di Kota Depok, yaitu Kawasan CBD
pada Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji; Kawasan Tertinggal pada
Kecamatan Sawangan, Beji dan Pancoran Mas; serta Kawasan Permukiman pada
Kecamatan Pancoran Mas, Limo, dan Beji. Kecamatan Cimanggis memiliki
kecenderungan mengarah ke Kawasan CBD.
Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa secara umum sektor yang
berkembang di Kota Depok adalah sektor sekunder dan tersier, terlihat dari hasil
analisis tingkat perkembangan wilayah pada level makro dan mikro. Ini
mengindikasikan bahwa sektor sekunder dan tersier memiliki peluang untuk
berkembang. Namun, jika kita perhatikan pada level meso, maka kebijakan
pembangunan di Kota Depok cenderung mengakomodir pada pengembangan
sektor tersier yang didukung oleh pengembangan sektor primer. Artinya bahwa
pengembangan sektor perekonomian di Kota Depok ke depannya diarahkan pada
pengembangan sektor tersier yang didukung oleh sektor primer, sedangkan
pengembangan sektor sekunder kurang menjadi fokus pengembangan wilayah.
Ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan belum sepenuhnya
mengakomodir pengembangan semua elemen pada sektor perekonomian di Kota
Depok. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah Kota Depok mengingat

sektor sekunder masih menjadi salah satu sektor potensial hampir di semua
kecamatan. Jika sektor potensial ini tidak diperhatikan dan tidak dikembangkan,
maka keberadaan pembangunan ke depannya akan hanya terfokus pada
pengembangan sektor tersier dan primer, sedangkan sektor sekunder akan
cenderung tersingkirkan, artinya potensi-potensi lokal di tiap kecamatan akan
dapat semakin termarjinalkan, sehingga konsep pembangunan berimbang, yang
menekankan pada pembangunan wilayah berdasarkan potensi dan kapasitas di
tiap wilayah tidak akan tercapai dan ketimpangan pembangunan antar kecamatan
akan sulit teratasi.
Berdasarkan kondisi di atas, maka dalam penetapan prioritas pembangunan
di Kota Depok hendaknya mempertimbangkan keterkaitan hasil analisis secara
makro, meso, dan mikro sehingga ada sinergi dan sinkronisasi antara kebijakan
pembangunan di Kota Depok dengan memperhatikan potensi lokal di tiap
kecamatan, dan juga keberadaan Kota Depok dalam cakupan Kawasan
Jabodetabek, sehingga pembangunan berimbang di tiap kecamatan dapat
terlaksana.
Prioritas pembangunan yang perlu dilaksanakan di tiap kecamatan
berdasarkan potensi dan tingkat perkembangannya antara lain adalah
pengembangan agroindustri di Kecamatan Sawangan, perbaikan fasilitas dan


pelayanan ligas yang berperan sebagai supporting system di Kecamatan Pancoran
Mas, pengaturan dan pengendalian tata ruang di Kecamatan Sukmajaya,
pengembangan agroindustri di Kecamatan Cimanggis, pengembangan pertanian
perkotaan di Kecamatan Beji, pengaturan dan pengendalian tata ruang khususnya
pembangunan kawasan permukiman di Kecamatan Limo.
Kata Kunci : prioritas, potensial, tingkat perkembangan, sektor potensial, tipologi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENENTUAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
BERDASARKAN POTENSI DAN
TINGKAT PERKEMBANGAN

KECAMATAN DI KOTA DEPOK

DINA MARTHA SUSILAWATI SITUMORANG

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Setia Hadi, MSi.

Judul Tesis
Nama
NIM


: Penentuan Prioritas Pembangunan Berdasarkan Potensi
dan Tingkat Perkembangan Kecamatan di Kota Depok
: Dina Martha Susilawati Situmorang
: A156090244

Disetujui
Komisi Pembimbing

Didit Okta Pribadi, SP, MSi
Anggota

Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS
Ketua

Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr


Tanggal Ujian : 25 Maret 2011

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal Lulus :

Kupersembahkan Tesis ini

Kepada :

Kedua Orangtuaku terkasih
SH. Situmorang dan R.Silalahi

Kedua Mertuaku terkasih
G. Sitorus dan R. Ambarita

Suamiku tercinta
Ir. John Benson H. Sitorus

Anak - anakku tersayang :
Jody Garcia Hartanto Sitorus
Joanne Grace Richita Sitorus

Kolose 3 : 23
Whatever you do,
work it with all your heart,
as working for the Lord, not for men

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunianya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2010 ini adalah prioritas
pembangunan dengan topik Penentuan Prioritas Pembangunan Berdasarkan
Potensi dan Tingkat Perkembangan Kecamatan di Kota Depok.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS dan
Bapak Didit Okta Pribadi, SP., MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Juga kepada Bapak
Dr. Ir. Setia Hadi, MSi selaku penguji luar komisi yang membantu dalam
penyempurnaan tesis ini, kepada segenap pengajar dan manajemen Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB, dan pimpinan/staf
Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
Ungkapan terima kasih yang dalam dan tulus penulis ungkapkan kepada
kedua orangtua terkasih, suami tercinta, anak-anak tersayang, dan segenap
keluarga atas kasih, doa, dukungan dan pengertiannya sehingga penulis mampu
menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan rekan-rekan kerja di
Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka – Direkorat Jenderal
Hortikultura - Kementrian Pertanian. Disampaikan pula terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan di PWL 2009 yang begitu kompak, bersahabat, dan
begitu mendukung mulai dari perkuliahan hingga selesainya tesis ini (Evi, Ardi,
Dian, Gunadi, Tina, DJ, Mira, Yulita, Susanto, Ana, Rierie, Erva, Hafiz, dan Edy),
dan semua pihak yang berperan dalam proses penulisan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

Dina Martha Susilawati Situmorang

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 6 Maret 1974 dari ayah
SH. Situmorang dan ibu R.Silalahi. Penulis merupakan anak ke enam dari enam
bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dar SMAN 11 Medan dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Saat ini, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Direktorat
Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, Direktorat Jenderal Hortikultura,
Kementrian Pertanian.
Pada tahun 2009, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL)
Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Pembinaan
Pendidikan dan Latihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Pusbindiklatren Bappenas).

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Perumusan Masalah ..............................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................
Kerangka Pemikiran .............................................................................

1
3
6
7

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan ..........................................................................
Prioritas Pembangunan.........................................................................
Indikator Pembangunan .......................................................................
Pengembangan Wilayah .......................................................................
Disparitas Wilayah ...............................................................................
Suburbanisasi .......................................................................................
Urban Sprawl .......................................................................................

9
10
13
16
18
21
22

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................
Metode Pengumpulan Data ..................................................................
Metode Analisis ...................................................................................
Analisis Karakteristik Perkembangan Kota Depok Secara
Makro dalam Lingkup Kawasan Jabodetabek ............................
Location Quotient (LQ) .....................................................
Shift Share Analysis (SSA) .................................................
Analisis Karakteristik Perkembangan Pembangunan di Kota
Depok Secara Meso..................................................................
Analisis Deskriptif dan Statisitka Deskriptif ................
Analisis Potensi Berdasarkan Sektor Unggulan Tiap
Kecamatan di Kota Depok .......................................................
Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA)
Penentuan Tipologi Kecamatan di Kota Depok berdasarkan
Karakteristik dan Tingkat Perkembangan Masing-Masing
Kecamatan ..................................................................................
Skalogram .....................................................................
Statistika Deskriptif ......................................................
Indeks Entropi ...............................................................
Principle Component Analysis (PCA) ..........................
Penetuan Kebutuhan Pembangunan Kecamatan .........................

27
27
30
30
30
30
32
32
32
32

32
32
33
33
34
36

ii

Gap Analysis .................................................................
Perumusan Prioritas Pembangunan Berdasarkan Potensi dan
Tingkat Perkembangan Masing-Masing Kecamatan .................
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Kondisi Umum Daerah .........................................................................
Geografi ....................................................................................
Kependudukan ..........................................................................
Iklim dan Jenis Tanah ...............................................................
Sumberdaya Lahan....................................................................
Sumberdaya Air ........................................................................
Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang ..............................................
Penggunaan Lahan ......................................................................
Penataan Ruang ..........................................................................
Kondisi Perekonomian..........................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Perkembangan Kota Depok Secara Makro dalam
Lingkup Kasawan Jabodetabek ............................................................
Karakteristik Perkembangan Pembangunan di Kota Depok Secara Meso
RPJPD dan RPJMD Kota Depok ..............................................
Perekonomian ...........................................................................
Tenaga Kerja .............................................................................
Indeks Pembangunan Manusia .................................................
Potensi Berdasarkan Sektor Unggulan Tiap Kecamatan di Kota Depok
Tipologi Kecamatan di Kota Depok Berdasarkan Karakteristik dan
Tingkat Perkembangan Masing-Masing Kecamatan ............................
Sarana dan Prasarana.......................................................
Kependudukan.................................................................
Landuse ...........................................................................
Pembangunan Manusia ...................................................
Struktur Ekonomi ............................................................
Tipologi Wilayah Kecamatan Berdasarkan
Indikator Pembangunan ...................................................
Keterkaitan Hasil Analisis Kota Depok Secara Makro, Meso, dan
Mikro ....................................................................................................
Prioritas Pembangunan Berdasarkan Potensi dan Tingkat
Perkembangan Masing-Masing Kecamatan .........................................

36
36

37
37
38
39
40
41
41
41
42
46

47
53
53
59
62
64
65
73
73
78
80
84
87
88
92
93

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...........................................................................................
Saran .....................................................................................................

99
100

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

101

LAMPIRAN .....................................................................................................

103

iii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tujuan Analisis, Variabel Data, Metode, Sumber Data dan Output
Penelitian ............................................................................................................

28

2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dan Jumlah
Kelurahan Menururt Kecamatan di Kota Depok Tahun 2008 ...................

39

3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok
Tahun 2004-2008........................................ ...............................................

39

4. PDRB Kota Depok Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004-2008 (Juta Rp.)

46

5. LQ Berdasarkan PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 ......................................................

48

6. LQ Berdasarkan PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 ......................................................

49

7. SSA Berdasarkan PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 dan 2008 ......................................

50

8. Matriks Analisis Berdasarkan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Titik Tahun 2002 dan 2008 di Kota Depok ...............................................

52

9. PDRB Kota Depok Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2004-2008 (Juta Rp.)

59

10. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok Tahun 2005-2008 ....................

60

11. Proporsi PDRB Kota Depok Tahun 2004-2008 .........................................

60

12. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama di Kota
Depok Tahun 2007-2008............................................................................

62

13. Jumlah dan Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Berdasarkan Kelompok Sektor di Kota Depok Tahun 2008 ......................

63

14. IPM Kota Depok Tahun 2006-2008 ...........................................................

64

15. IPM Jabodetabek Tahun 2008 ....................................................................

65

16. Nilai LQ Berdasarkan Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Utama di
Kota Depok Tahun 2008 ............................................................................

66

17. Identifikasi Sektor Basis Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja di Kota
Depok Tahun 2008 .....................................................................................

66

iv

18. Hasil SSA Berdasarkan Data Jumlah Tenaga Kerja di Kota Depok Tahun
2002 & 2008 ...............................................................................................

68

19. Matriks Analisis Berdasarkan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2002 dan 2008 .......................

71

20. Hirarki Wilayah Berdasarkan Nilai IPK di Kota Depok ............................

75

21. Jumlah Kelurahan dan Proporsi Luasan Kelurahan pada Tiap Hirarki
Berdasarkan IPK di Kota Depok ................................................................

78

22. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok
Tahun 2008 .................................................................................................

79

23. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Berdasarkan
Kelompok Sektor di Kota Depok Tahun 2008 ...........................................

80

24. Luas Tanah Menurut Penggunaannya di Kota Depok Tahun 2009 (Ha) ...

81

25. Persentase Luas Tanah Menurut Penggunaannya di Kota Depok
Tahun 2009 (%) ..........................................................................................

82

26. LQ Luas Tanah Menurut Penggunaannya di Kota Depok Tahun 2009 .....

83

27. IPM Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2008...............................

85

28. Indeks Entropi Kecamatan di Kota Depok Tahun 2008 .............................

87

29. Eigenvalues (Data_rekap.sta); Extraction : Principle Components ...........

88

30. Factor Loadings (Varimax normalized)(Data_rekap); Extraction : Principle
Components ................................................................................................

89

31. Identifikasi Tipologi Menurut Kecamatan di Kota Depok ........................

91

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................

8

2. Bagan Alir Penelitian .................................................................................

29

3. Peta Administrasi Kota Depok ...................................................................

38

4. Matriks Analisis Berdasarkan Nilai LQ dan Differential Shift pada SSA
Di Kota Depok ..........................................................................................

52

5. Kegunaan Buah Belimbing Dewa .............................................................

58

6. Peta Tematik Keunggulan Komparatif Menurut Kecamatan di Kota Depok

67

7. Matriks Analisis Berdasarkan Nilai LQ dan Differential Shift pada SSA
Menurut Kecamatan di Kota Depok ..........................................................

72

8. Peta Tematik Prioritas Sektor Keunggulan Menurut Kecamatan di Kota
Depok .........................................................................................................

73

9. Peta Hirarki Kelurahan Berdasarkan Infrastruktur di Kota Depok ...........

77

10. Scatterflot dari Faktor 1, Faktor 2, dan Faktor 3 .......................................

90

11. Peta Tematik Tipologi Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Depok ......

91

12. Peta Prioritas Pembangunan Masing-Masing Kecamatan di Kota Depok

97

13. Peta Arahan Kebijakan Pembangunan di Kota Depok ..............................

98

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha(Dalam Juta Rupiah) ................

104

Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Atas Dasar
Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha(Dalam Juta Rupiah) ...............

106

PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2002 (Juta Rupiah) .............................................

108

PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2008 (Juta Rupiah) ..............................................

109

Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Utama di Kota Depok
Tahun 2002 ................................................................................................

110

Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Utama di Kota Depok
Tahun 2008 ................................................................................................

110

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan
berkesinambungan untuk mencapai keadaan yang dapat memberikan beberapa
alternatif

bagi pencapaian aspirasi dan tujuan setiap warga negara yang

humanistik (Rustiadi et al. 2009). Pembangunan harus mencerminkan perubahan
total dalam masyarakat, baik itu ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
Pendekatan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama
ini, telah banyak menimbulkan masalah dalam pembangunan itu sendiri, yaitu
semakin melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi antar wilayah, terjadi
kerusakan lingkungan dan semakin besarnya ketergantungan kita akan peranan
luar negeri dalam memberikan bantuan modal pembangunan.
Menurut Rustiadi et al. (2009), salah satu ciri pembangunan wilayah adalah
upaya untuk mencapai pembangunan yang berimbang (balanced development)
yang artinya terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas
pembangunan setiap wilayah yang beragam (potensi lokal).

Pengembangan

wilayah dapat dimulai dengan memahami kondisi wilayah saat ini (tingkat
perkembangannya), potensi dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut, yang
selanjutnya

dijadikan

dasar

pertimbangan

dalam

penentuan

prioritas

pembangunan. Dengan penggalian dan pengembangan potensi yang ada di daerah
tersebut, maka secara langsung ataupun tidak langsung akan meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) serta mengurangi ketergantungan bantuan dari luar
wilayah (eksternal). Prioritas pembangunan pada dasarnya diperlukan dalam
rangka mengarahkan dan mengoptimalkan pencapaian sasaran pembangunan
sesuai dengan dana dan sumberdaya yang ada, sedangkan aspek dan kegiatan
lainnya merupakan faktor penunjang dalam pembangunan. Dengan demikian,
keterbatasan sumberdaya bukan lagi menjadi faktor kendala dalam pemanfaatan
potensi daerah tersebut.
Kota Depok, bagian dari Kota Metropolitan Jabodetabek, selain merupakan
kota yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta,
merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk Kota

2

Pemukiman, Kota Pendidikan, Pusat Pelayanan Perdagangan dan Jasa, Kota
Pariwisata dan sebagai Kota Resapan Air.

Ada empat faktor yang memicu

perkembangan wilayah Kota Depok, yaitu kedekatan geografis dengan Ibukota
Negara, adanya Universitas Indonesia, daya tarik sebagai tempat bermukim, dan
otonomi daerah. Keempat faktor ini bekerja simultan mendongkrak ekonomi
Kota Depok seperti sekarang. Secara mikro, beberapa komoditas lokal juga ikut
berkembang, seperti agribisnis (belimbing, tanaman hias, ikan hias, pengolahan
hasil pertanian), produk kerajinan, konveksi, dan lain sebagainya.
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat perkembangan ekonomi suatu
daerah adalah dengan mengukur laju pertumbuhan PDRB.

Indikator ini

menunjukkan naik tidaknya produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan
ekonomi daerah tersebut. Selama periode 2008, PDRB Kota Depok yang dihitung
atas harga konstan tahun 2000, mengalami peningkatan sebesar 6,42 persen dari
Rp 5.422.760,39 juta tahun 2007 menjadi Rp 5.770.827,64 juta di tahun 2008.
Sebagai hinterland langsung dari DKI Jakarta, Kota Depok merasakan
dampak urbanisasi dan suburbanisasi dalam pengembangan wilayahnya, yang
menyebabkan munculnya kawasan-kawasan industri di pinggiran wilayah
Jabodetabek, dan salah satunya terjadi di Kota Depok, sehingga mempengaruhi
perkembangan kawasan perkotaan. Dalam skala yang lebih lama, maka keadaan
ini akan menimbulkan kesembrautan wilayah (urban sprawl) atau peluberan
kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran, yang berpengaruh terhadap struktur tata
ruang Kota Depok, dan menimbulkan permasalahan baik dalam aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan. Dengan demikian, perlu dilihat bagaimana perkembangan
Kota Depok dalam lingkup

Kawasan Jabodetabek, yang nantinya akan

berpengaruh dalam penentuan arahan dan prioritas pembangunan di Kota Depok.
Selain itu, dalam tahap pengembangan wilayah, Kota Depok juga
menghadapi masalah dalam hal pemerataan pembangunan antar kecamatan.
Sumber ketimpangan diperkirakan karena ketidakmerataan jumlah dan kepadatan
penduduk, perbedaan kecepatan perkembangan ekonomi di tiap wilayah,
perbedaan tingkat SDM dan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat
menunjang

perekonomian

serta

kurangnya

perhatian

pemerintah

dalam

mengoptimalkan potensi lokal di setiap kecamatan. Untuk itu, sangat penting

3

dilakukan identifikasi potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah, sehingga
proses pembangunan dapat dilakukan optimal dan efisien guna penciptaan
masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan wilayah
lain.
Perumusan Masalah
Secara meso, terlihat bahwa Kota Depok telah mengalami tingkat
perkembangan yang baik, terlihat dari laju pertumbuhan PDRB yang meningkat
dan berkembangnya sektor sekunder dan tersier, namun secara mikro, terkena
“penyakit” paradoks pertumbuhan ekonomi, yaitu kurang meratanya distribusi
pendapatan masyarakat pada tiap kecamatan (ketimpangan antar kecamatan).
Berdasarkan data BPS 2008 Kota Depok, terdapat jumlah yang cukup besar
penduduk yang berpendapatan per kapita di bawah Rp. 400 ribu per bulan, yang
mencirikan masih tingginya angka kemiskinan di Kota Depok (berdasarkan
Kriteria Kemiskinan Pemkot Depok). Jumlah penduduk miskin Kota Depok juga
mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebesar 56.300 jiwa menjadi 78.976 jiwa
pada tahun 2004, selanjutnya meningkat lagi pada tahun 2005 menjadi 107.492
jiwa, dan terus meningkat pada tahun 2006 menjadi 128.340, bahkan hasil
pendataan terakhir pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 137.551 (12,4 persen
dari penduduk Kota Depok).

Berdasarkan hasil penelitian Fristoto (2009)

diketahui bahwa tingkat kemiskinan tertinggi terjadi di Kecamatan Sawangan
(16,06 persen) dan Kecamatan Cimanggis (14,54 persen), sedangkan kemiskinan
sedang pada Kecamatan Pancoran Mas (14,23 persen) dan Kecamatan Sukmajaya
(12,71 persen), sementara Kecamatan Beji (12,04 persen) dan Kecamatan Limo
(9,40 persen) tingkat kemiskinannya paling rendah. Angka pengangguran pun
masih memprihatinkan, sebagai dampak multifaktor dari urbanisasi, suburbanisasi,
kurangnya akses transportasi, kurangnya pendidikan dan keterampilan, etos kerja
yang lemah, dan lainnya. Selain itu, masih ada wilayah yang masih tertinggal dan
tingkat kesejahteraannya yang masih rendah, khususnya wilayah yang letaknya
jauh dari pusat kota dan di daerah perbatasan Kota Depok (misalnya Kecamatan
Sawangan). Atas dasar itulah, perlu terus dicari solusi bagi peningkatan ekonomi
masyarakat yang berimbang. Salah satu upaya yang terus dikembangkan oleh
Pemkot Depok adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat menuju konsep

4

pengembangan ekonomi berdasarkan potensi lokal. Untuk itu perlu dilakukan
analisa tingkat perkembangan dan pengenalan potensi-potensi di tiap kecamatan.
Selain masalah ketimpangan pembangunan antar kecamatan, urbanisasi dan
suburbanisasi menjadi hal yang berpengaruh pada tingkat perkembangan Kota
Depok. Salah satu kawasan suburban yang dianggap paling ideal menjadi incaran
pencari lahan adalah Kota Depok dengan berbagai deretan keistimewaan yang
dimilikinya. Cepat atau lambat Kota Depok akhirnya menjadi alternatif kawasan
yang diserbu masyarakat yang berkerja di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan
akan perumahan.

Kondisi ini menjadi alat perangsang ampuh bagi para

pengembang untuk menyediakan lahan–lahan baru.

Proses munculnya

kecenderungan ini tentu diikuti pula dengan masuknya pengusaha mall dan
industri lainnya sebagai konsekuensi pelayanan akan kebutuhan.

Laju

pertumbuhan ini tentu meneteskan aktifitas yang lebih komplek dan makin hari
dirasa semakin tidak terprediksi, dan menimbulkan banyak masalah. Di satu sisi,
proses ini dipandang sebagai perluasan wilayah urban ke wilayah pinggir kota
yang berdampak meluasnya skala manajemen wilayah urban secara riil. Namun
disisi lain, ini dipandang sebagai proses yang kontradiktif mengingat prosesnya
yang selalu menimbulkan permasalahan dalam cakupan pelayanan prasarana kota,
menurunnya luas ruang publik kota baik berupa ruang terbangun maupun ruang
terbuka hijau (RTH), meningkatnya konversi lahan, perubahan pola kegiatan
ekonomi. Keadaan ini akan membentuk pola ruang menyebar berserakan karena
penggunaan lahan yang tak terencana, yang kita kenal sebagai urban sprawl dan
berpengaruh terhadap struktur tata ruang Kota Depok baik secara fisik,
kependudukan dan ekonomi.
Berdasarkan analisis Revisi RTRTW Kota Depok 2000-2010, telah terjadi
peningkatan kawasan terbangun dari tahun 2000 ke tahun 2005 menjadi 10.013,86
ha atau sebesar 3,59 persen dari tahun 2000, dan meningkat lagi menjadi
10.720,59 ha pada tahun 2010 atau sebesar 3,63 persen dari data tahun 2005.
Peningkatan ini hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan
yang menggeser kebun, tegalan, ladang, sawah dan situ yang kesemuanya
merupakan Kawasan RTH. Pada tahun 2005 Kawasan RTH tercatat 10.106,14 ha
atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 persen dari data tahun 2000, dan nilai ini

5

menyusut lagi pada tahun 2010 menjadi 9.399,41 ha atau terjadi penyusutan 3,63
persen dari tahun 2005. Dalam perencanaan pembangunan kota sampai tahun
2010, sasaran porsi RTH hanya 50,12 persen dan sama sekali tidak boleh lebih
rendah lagi.

Namun sayangnya, angka 50,12 persen itu justru telah tercapai

sampai akhir tahun 2002, dan pada tahun 2007 porsi nilai RTH sudah tinggal 50
persen dari luas wilyah Kota Depok 200,29 km2.

Ini berarti, untuk masa

mendatang sudah tidak diperkenankan lagi adanya pembangunan, baik untuk
perumahan maupun properti lain.

Ini merupakan masalah dalam proses

pembangunan di Depok, karena dikuatirkan pada masa mendatang, tingkat
konversi lahan ini akan terus semakin meningkat, dan proses urban sprawl akan
semakin parah.

Lama kelamaam, Kota Depok akan dapat menjadi „sampah

pembangunan‟ Jakarta yang artinya hanya sebagai korban dampak perlintasan
atau lokasi pemukiman bagi komuter Jabodetabek, sehingga seolah-olah terjadi
peningkatan pembangunan di Kota Depok, namun sebenarnya pembangunan itu
sendiri bukan benar-benar terjadi di wilayah tersebut, dan akan mematikan
potensi-potensi di wilayah Depok itu sendiri. Bila keadaan ini dibiarkan begitu
saja, potensi sumberdaya wilayah Depok dapat menjadi hilang dan Kota Depok
akan menjadi kota yang tidak mandiri, dan sangat bergantung dengan keberadaan
wilayah lain, khususnya Jakarta. Untuk itu, sangat penting dilakukan identifikasi
potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah tiap kecamatan di Kota Depok,
sehingga proses pembangunan dapat dilakukan optimal dan efisien guna
penciptaan masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada
bantuan wilayah lain.
Tingkat perkembangan dan potensi wilayah saling terkait satu sama lain.
Secara langsung, tingkat perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh hirarki
potensi.

Wilayah yang memiliki hirarki potensi yang tinggi cenderung akan

menjadi pusat pelayanan yang mendukung perkembangan wilayah tersebut.
Secara tidak langsung, perkembangan suatu wilayah mempengaruhi hirarki
potensi. Semakin berkembang suatu wilayah,biasanya wilayah perkotaan, maka
daya tarik (pull faktor) wilayah tersebut akan semakin besar sehingga
kecenderungan yang terjadi adalah penduduk ataupun aktifitas ekonomi akan
mengalir dan terpusat di sana. Jika ini berlangsung terus maka akan menimbulkan

6

akumulasi keuntungan di wilayah tersebut dan memperbesar ketimpangan spasial.
Untuk itu, perlu dilakukan analisis terkait dengan potensi dan perkembangan
wilayah, yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam penyusunan strategi, arahan
dan prioritas pembangunan Kota Depok.
Dengan demikian, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
perlu dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam
lingkup Kawasan Jabodetabek?
2. Bagaimana karakteristik perkembangan pembangunan di Kota Depok secara
meso?
3. Bagaimana potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota
Depok?
4. Bagaimana tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat
perkembangan masing-masing kecamatan?
5. Apa prioritas pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan
masing-masing kecamatan?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah :
1. Menganalisis karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam
lingkup Kawasan Jabodetabek.
2. Menganalisis karakteristik perkembangan pembangunan di Kota Depok secara
meso.
3. Menganalisis potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota
Depok.
4. Menentukan tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat
perkembangan masing-masing kecamatan.
5. Merumuskan prioritas pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat
perkembangan masing-masing kecamatan.

Manfaat dari Penelitian ini adalah dapat memberikan saran, masukan dan
informasi bagi perencanaan pembangunan wilayah Kota Depok.

7

Kerangka Pemikiran
Penetapan prioritas pembangunan di Kota Depok dilakukan dengan
menganalisis karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam
lingkup Kawasan Jabodetabek, memahami perkembangan pembangunan di Kota
Depok secara meso dan potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di
Kota Depok, dan selanjutnya adalah penentuan tipologi kecamatan berdasarkan
karakteristik dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan. Penetapan
potensi di tiap kecamatan dilakukan berdasarkan analisis LQ dan SSA, sedangkan
untuk melihat tingkat perkembangan di tiap kecamatan dilakukan dengan analisis
skalogram untuk melihat hirarki wilayah, analisis diversitas entropi untuk melihat
struktur ekonomi, analisis pembangunan manusia dengan data IPM, analisis rasio
landuse dan kepadatan penduduk. Data hasil analisis tingkat perkembangan ini
akan ditransformasi/direduksi ke dalam peubah baru yang tidak saling berkorelasi
dengan menggunakan PCA.

Dari hasil yang didapatkan ini, maka akan

dirumuskan prioritas pembangunan.
penelitian disajikan pada Gambar 1.

Secara garis besar kerangka pemikiran

8

PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA DEPOK

MAKRO

MESO

MIKRO

JABOTABEK

KOTA DEPOK

KECAMATAN

Perkembangan
Pembangunan

Indikator
Pembangunan

Aspek
Ekonomi

Analisis

Analisis

Tingkat
Perkembangan

Potensi

Kebutuhan
Pembangunan

PRIORITAS
PEMBANGUNAN

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian.

9

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan
Proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan
berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai
alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga negara yang paling
humanistik.

Dengan perkataan lain proses pembangunan merupakan proses

memanusiakan manusia (Rustiadi et al. 2009).

UNDP juga mendefenisikan

pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai proses untuk
memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s
choice), dalam konsep penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhirnya. Ini sejalan
dengan pergeseran paradigma pembangunan dalam masyarakat dewasa ini,
dimana konsep pembangunan mengalami pergeseran paradigma dari yang
berpusat pada produksi ke pembangunan yang berpusat pada manusia/rakyat.
Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pembangunan berorientasi pada
masyarakat berarti hasil pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan
berguna bagi masyarakat setempat, selain itu juga risiko atau cost yang akan
ditimbulkan oleh upaya pembangunan akan ditanggung oleh masyarakat setempat.
Dengan demikian tidak hanya benefit yang harus diketahui semenjak program
pembangunan , tetapi juga cost-nya.
Pembangunan berkerakyatan (people centered development/man centered
development) memiliki konsep dan kebijakan yang memandang inisiatif kreatif
rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan memandang
kesejahteraan material dan spiritual adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh
proses pembangunan (Korten dan Sjahrir 1988), dimana salah satu konsepnya
adalah dalam bentuk perencanaan partisipatif, yang dapat memberi ruang pada
masyarakat untuk dapat berpartisipasi langsung pada pembangunan dengan
konsep pembagian kekuasaan yang sama antara kalangan powerfull dan kalangan
yang powerless.
pembangunan

Dengan paradigma pembangunan yang baru ini, maka

harus

diarahkan

kepada

terjadinya

pemerataan

(equity),

pertumbuhan (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) yang berimbang
dalam pembangunan ekonomi.

Dalam perspektif konsep keberimbangan,

10

pendekatan pembangunan dituntut untuk memperhatikan keberimbangan dan
keadilan antar generasi (intergenerational equity) yang kita kenal dengan
pembangunan

berkelanjutan

(sustainable

development),

yakni

konsep

pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan generasi yang akan datang (Rustiadi et al. 2009). Keberlanjutan
pembangunan dinilai dalam 3 (tiga) dimensi keberlanjutan yang dikenal sebagai
“a triangular framework”, yakni keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan
ekologi (Serageldin 1996, diacu dalam Rustiadi et al. 2009).
Sjafrizal (2009) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) tahap dalam
proses pembangunan yang sekaligus menggambarkan tugas pokok badan
perencana pembangunan, yaitu : (1) Penyusunan rencana, (2) Penetapan rencana,
(3) Pengendalian pelaksanan rencana, dan (4) Evaluasi keberhasilan pelaksanaan
rencana. Keempat tahap ini berkaitan satu sama lainnya sehingga perlu dijaga
konsistensi antara satu dengan lainnya.
Prioritas Pembangunan
Dalam era otonomi daerah, campur tangan pemerintah pusat semakin
berkurang, dimana daerah diberi kekuasaan penuh untuk mengatur wilayahnya
sendiri sehingga sistem perencanaan pembangunan daerah yang semula sektoral
berubah menjadi lebih bersifat regional, yang lebih memperhatikan potensi dan
karakteristik khusus daerahnya.

Namun, setiap daerah memiliki keterbatasan

tertentu, baik dari segi dana, sumberdaya, tenaga kerja dan lain-lain. Oleh karena
itu dalam rangka mengoptimalkan pencapaian sasaran pembangunan maka dalam
setiap rencana pembangunan perlu ditetapkan prioritas-prioritas tertentu. Tetapi
ini bukan berarti bahwa aspek lain di luar prioritas tidak menjadi penting dalam
pembangunan, karena prioritas pembangunan pada dasarnya menunjukkan
perhatian dan tekanan utama yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran yang
digambarkan dalam visi dan misi pembangunan, sedangkan aspek lain adalah
penunjang dan pendukung kegiatan utama tersebut.
Sjafrizal (2010) menyatakan bahwa penetapan prioritas ini harus dilakukan
dengan penuh pertimbangan tertentu, antara lain :
-

Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya berhubungan erat dengan
misi dan visi pembangunan negara dan daerah bersangkutan;

11

-

Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya mencakup sebagian besar
dari kehidupan sosial ekonomi pada negara dan daerah bersangkutan;

-

Kegiatan dan sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan mempunyai
keunggulan komparatif tinggi sehingga mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada negara dan daerah bersangkutan;

-

Program dan kegiatan tersebut mendukung dan bersinergi dengan kegiatan
lain sehingga proses pembangunan secara keseluruhan akan menjadi lebih
maju dan berkembang;

-

Program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kondisi sosial ekonomi daerah
bersangkutan sehingga tidak mendapat reaksi negatif dari masyarakat
setempat.
Prioritas pembangunan seharusnya ditetapkan sesuai dengan potensi,

permasalahan pokok wilayah terkait dan tingkat perkembangan pembangunan di
suatu wilayah untuk mencapai hasil (outcomes) dan pengaruh (impact) yang
diharapkan, sehingga penetapan sasaran pembangunan dalam jangka panjang pun
dapat direncanakan dengan efektif dan efisien.

Tanpa pemahaman mengenai

potensi dan kondisi sumber daya yang dimiliki, prioritas tidak akan dilakukan
dengan tepat. Seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk
menganalisa potensi wilayahnya karena terkait dengan kewajibannya dalam
menentukan sektor-sektor riil yang perlu dikembangkan. Sektor yang memiliki
keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan
diharapkan akan mampu mendorong sektor lainnya untuk berkembang.
Untuk wilayah berkembang, alternatif prioritas pembangunan cenderung
diletakkan pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), karena dengan
pemikiran bilamana kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan baik, tenaga kerja
sebagai input produksi pun akan meningkat dan kinerja sektor pun akan dapat
meningkat pula.

Namun demikian, Sjafrizal (2010) menambahkan bahwa

penetapan prioritas pembangunan harus pula diselaraskan dengan dinamika sosial
terutama karakteristik penduduk dan besarnya intensitas interaksi dengan wilayah
lain yang dapat memacu perkembangan suatu wilayah. Dinamika sosial yang
terjadi dalam masyarakat menentukan tingkah laku dan etos kerja sehingga
kondisi ini akan sangat mempengaruhi aktifitas pembangunan secara keseluruhan,

12

namun dinamika sosial itu sendiri dipengaruhi pula oleh budaya dan agama yang
dianut masyarakat yang mempengaruhi pandangan masyarakat akan proses
pembangunan. Sebagai langkah awal dalam penetapan prioritas pembangunan
adalah dengan mengkaji terlebih dahulu sistem sosial, budaya, ekonomi, dan
lingkungan, lalu dari pengkajian ini akan didapati tingkat perkembangan dan
potensi-potensi wilayah, kebutuhan dan keinginan masyarakat dan bagaimana
pula interaksinya dengan wilayah lain.

Dari sini kita akan melihat struktur

keterkaitannya dan dijadikan dasar dalam penentuan prioritas pembangunan.
Potensi-potensi wilayah yang ada selanjutnya akan dikembangkan dan
dioptimalkan sebaik mungkin sehingga pembangunan dilaksanakan sesuai dengan
potensi yang ada sehingga pemanfaatan potensi dari luar wilayah akan dapat
dihindari, dalam artian kebocoran wilayah tidak terjadi (Rustiadi et al. 2009)
Sebelum kita menetapkan prioritas pembangunan di suatu wilayah, maka
kita perlu menetapkan strategi pembangunan untuk pencapaian tujuan
pembangunan. Strategi yang tepat dan terarah akan menghasilkan pencapaian
tujuan yang efektif dan efisien, dan tentunya penetapan strategi ini harus sesuai
dengan kondisi, potensi, permasalahan pokok, dan sumber daya yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung upaya pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan.

Bahkan dalam perumusan prioritas pembangunan perlu

memperhatikan perubahan strategis yang telah dan akan terjadi di masa yang akan
datang agar proses pembangunan tersebut dapat disesuaikan dengan perubahan
kondisi sosial ekonomi yang mungkin terjadi di masa akan datang