Penentuan Prioritas Pembangunan Irigasi Pertanian Tingkat Kabupaten Di Propinsi Sumatera Utara Menggunakan Analytical Hierarchyproces

(1)

TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI SUMATERA UTARA

MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

SKRIPSI

SAUD HASIHOLAN SARAGIH

090823060

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN PRIORITAS PEMBANGUNAN

IRIGASI PERTANIAN TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI SUMATERA UTARA MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Kategori : SKRIPSI

Nama : SAUD HASIHOLAN SARAGIH

NomorIndukMahasiswa : 090823060

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PERNGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 28 Agustus 2013 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Gim Tarigan, M.Si Drs. Pengarapen Bangun, M.Si

NIP. 19550202 198601 1 001 NIP. 19560815 198503 1 005

Diketahui / Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si NIP 196209011988031002


(3)

PERNYATAAN

PENENTUAN PRIORITAS PEMBANGUNAN IRIGASI PERTANIAN TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI SUMATERA UTARA

MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCES SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 28 Agustus 2013

SAUD HASIHOLAN SARAGIH 090823060


(4)

PENGHARGAAN

Dengan penuh kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih, kesehatan dan penyertaanNya, sehingga memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang paling tulus dan sebesar-besarnya kepada Drs.Pengarapen Bangun, M.Si dan Drs. GimTarigan,

M.Si selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih atas segala

ilmu, bimbingan, motivasi, dan nasehat dan waktu yang telah diberikan kepada penulis selama penyususan skripsi ini, semoga berkatNya selalu melimpah kepada Bapak. Penulis

juga mengucapkakan terima kasih kepada Drs. Pasukat Sembiring, M.Si dan

Drs. Rachmad Sitepu, M.Si selaku dosen pembanding, atas setiap saran dan masukannya

yang sangat banyak berkontribusi dalam penyempurnaan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Sutarman, M.Sc sebagai Dekan FMIPA USU. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Dra.Mardiningsih, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU, Bapak dan Ibu dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU beserta semua Staf Administrasi Departemen Matematika FMIPA USU.

Terimakasih kepada bapak dan mama, yang telah bersusah payah selama ini untuk mengurus, memperhatikan, memotivasi dan membiayai segala apa yang kuperlukan selama ini, doa tulusku selalu buat orang tua, juga buat abang Irwan May Saragih, SH dan adikku Putri Herawati Saragih, S.Ked .

Terimakasih juga kepada teman-teman mahasiswa matematika ekstensi 2009, buat segala bantuan dan doanya dan dukungannya selama ini.

Akhir kata, penulis berharap agar kiranya skripsi ini dapat berguna buat pembaca yang ingin belajar tentang Analytical Hierarchy Process dan segala sesuatu yang berhubungan didalamnya.Tuhan memberkati kita semua. Sekian dan terimakasih.


(5)

ABSTRAK

Pembangunan daerah irigasi di Sumatera Utara merupakan sebuah pengambilan keputusan dengan banyak criteria (multi criteria decision making) yang membutuhkan sebuah alat atau metode yang dapat mengubah data kualitatif menjadi data yang kuantitatif dan untuk dipakai dalam pengambilan keputusan atas permasalahan tersebut.

AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menentukan ranking atau tingkatan (hierarchy) dari berbagai alternatif yang menjadi bahan pembahasan. Metode AHP menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki yang melakukan pengukuran untuk menemukan skala rasio perbandingan berpasangan, baik untuk data diskrit maupun kontinu.

Tahapan AHP adalah dengan mendefenisikan masalah yang akan dibahas, kemudian dibuat suatu struktur hirarki (tingkatan) dengan menjadikan tujuan umum sebagai awal pembuatan hirarkinya lalu dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada hirarki paling bawah.

Langkah selajutnya adalah dengan membuat matriks perbandingan berpasangan untuk setiap pasangan elemen maupun kriteria yang menjadi topik pembahasan. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif si pengambil keputusan.


(6)

ABSTRACT

Development of irrigation areas in North Sumatra is a multi-criteria decision making that requires a tool or method that can transform qualitative data into quantitative data and to use in decision-making on these issues.

AHP (Analytical Hierarchy Process) is a method which is can be use to determine rank or hierarchy of various alternative were the subject of discussion. AHP method divide a complex multi criteria problem into a hierarchy which is make a measurement to discover ratio scale of pairwise comparisons, whether for discrete or continous data.

The stage to using AHP is by define the problem we going to discuss, then create a hierarchy structure by define the general purpose as the first stage of the hierarchy and then continued by sub-purposes, criteria and the alternative possibilities as the bottom stage of the hierarchy.

The next stage is by making a pairwise comparison matrix for every pair of elements or criteria we discuss.These comparisons can be take from the actual measurement or basic scale that show the relative preference of the decision maker.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan ` iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Tinjauan Pustaka 4

1.7 Metodologi Penelitian 4

BAB 2 LANDASAN TEORI 5

2.1 AHP (Analytical Hierarchy Process) 5

2.1.1 Penggunaan Metode AHP 7

2.1.2 Prinsip dasar AHP 8

2.1.3 Penyusunan Prioritas 11

2.1.4 Eigen Value dan Eigen Vector 13

2.1.5 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio 17

2.1.6 Penerapan Model AHP Dalam Menentukan Prioritas

Pembangunan Irigasi 18

2.2 Irigasi 20

2.2.1 Fungsi, Tujuan dan Manfaat Irigasi 20

2.2.2 Jenis Irigasi 21

2.2.3 Jaringan Irigasi 22


(8)

2.2.5 Sistem Irigasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi 24

2.3 Irigasi di Sumatera Utara 26

BAB 3 PEMBAHASAN 27

3.1 Data Program Pembangunan Irigasi di Provinsi Sumatera Utara 27

3.2 Perhitungan Prioritas Kriteria 29

3.3 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Semua Faktor 30

3.4 Perhitungan Total Prioritas Global 42

3.4.1 Faktor Evaluasi Total 42

3.4.2 Total Ranking 42

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 47

4.1 Kesimpulan 47

4.2 Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan 10

Tabel 2.2 Random Indeks (RI) 10

Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan 11

Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 12 Tabel 2.5 Pembagian Luas daerah Irigasi Menurut Kewenangannya 25 Tabel 2.6 Daftar Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Pusat 25 Tabel 3.1 Program Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara 26 Tabel 3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Semua Faktor 28 Tabel 3.3 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap Untuk Semua Faktor 28 Tabel 3.4 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap yang Dinormalkan 28

Tabel 3.5 Faktor Evaluasi Semua Kriteria 29

Tabel 3.6 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Luas Irigasi 29

Tabel 3.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor Luas Irigasi 30 Tabel 3.8 Matriks Luas Irigasi (LI) Dinormalkan dan Prioritasnya 31 Tabel 3.9 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Biaya Perawatan 32 Tabel 3.10 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor

Biaya Perawatan 33

Tabel 3.11 Data Biaya Perawatan (BP) Dinormalkan dan Prioritasnya 34 Tabel 3.12 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Luas Sawah 35 Tabel 3.13 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor Luas Sawah 36 Tabel 3.14 Data Luas Sawah (LS) Dinormalkan dan Prioritasnya 37 Tabel 3.15 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Waktu Perbaikan 38 Tabel 3.16 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor

Waktu Perbaikan 39

Tabel 3.17 Data Waktu Perbaikan (WP) Dinormalkan dan Prioritasnya 40 Tabel 3.18 Matriks Hubungan Antara Kriteria dan Alternatif 41

Tabel 3.19 Total Ranking Untuk daerah 1 (Langkat) 42

Tabel 3.20 Total Rangking untuk Daerah 2 (Tapanuli Selatan) 42 Tabel 3.21 Total Rangking untuk Daerah 3 (Deli Serdang) 42 Tabel 3.22 Total Rangking untuk Daerah 4 (Serdang Bedagai) 43 Tabel 3.23 Total Rangking untuk Daerah 5 (Simalungun) 43


(10)

Tabel 3.24 Total Rangking untuk Daerah 6 (Asahan) 43 Tabel 3.25 Total Rangking untuk Daerah 7 (Tapanuli Utara) 44 Tabel 3.26 Total Rangking untuk Daerah 8 (Mandailing Natal) 44 Tabel 3.27 Total Rangking untuk Daerah 9 (Labuhan Batu) 44


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Hirarki 9


(12)

ABSTRACT

Development of irrigation areas in North Sumatra is a multi-criteria decision making that requires a tool or method that can transform qualitative data into quantitative data and to use in decision-making on these issues.

AHP (Analytical Hierarchy Process) is a method which is can be use to determine rank or hierarchy of various alternative were the subject of discussion. AHP method divide a complex multi criteria problem into a hierarchy which is make a measurement to discover ratio scale of pairwise comparisons, whether for discrete or continous data.

The stage to using AHP is by define the problem we going to discuss, then create a hierarchy structure by define the general purpose as the first stage of the hierarchy and then continued by sub-purposes, criteria and the alternative possibilities as the bottom stage of the hierarchy.

The next stage is by making a pairwise comparison matrix for every pair of elements or criteria we discuss.These comparisons can be take from the actual measurement or basic scale that show the relative preference of the decision maker.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Pertanian adalah salah satu sektor andalan Sumatera Utara sebagai sumber penghasilan di propinsi tersebut.Hal ini dikarenakan Sumatera Utara adalah salah satu basis pertanian di Indonesia karena termasuk salah satu propinsi penyumbang hasil pertanian yang besar setiap tahunnya.

Pertanian di Sumatera Utara tentunya telah menjadi hal yang selalu diperhatikan secara khusus oleh pemerintah propinsi. Hal ini ditunjukkan dengan program-program pemerintah yag selalu untuk lebih mengembangkan lagi sektor pertanian ini dengan tujuan untuk dapat lebih meningkatkan lagi hasil pertanian propinsi Sumatera Utara.

Salah satu hal yang juga tidak lepas dari perhatian pemerintah dalam hal peningkatan kualitas dan kuantitas pertanian di Sumatera Utara adalah irigasi.Irigasi termasuk hal yang krusial dalam pertanian di Sumatera Utara karena sawah-sawah di Sumatera Utara cukup luas cakupannya yang mendapatkan pengairan dengan irigasi.

Perawatan dan perbaikan serta pembangunan tentunya selalu dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan jaringan irigasi yang memadai, tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan masyatrakat petani di Sumatera Utara.Hal ini diperlukan karena ketersediaan irigasi dapat menentukan keinginan masyarakat untuk menanam padi atau tidak, karena padi merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan pengairan yang cukup.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab belum maksimalnya sistem dan manajemen irigasi di indonesia antara lain yaitu masih terbatasnya pengelolaan terhadap prasarana fisik, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan


(14)

irigasi dan sumber daya manusia serta kurangnya pembinaan pemerintah pada sistem irigasi, untuk itu di harapkan agar pengelolaan sistem irigasi dilakukan secara koordinasi antar beberapa instansi pemerintah agar sistem irigasi di negara kita menjadi lebih optimal.

Jaringan irigasi yang telah dibangun di berbagai kabupaten/kota di Sumatera Utara tentunya dibangun dengan harapan untuk dapat memenuhi kebutuhan seluruh daerah persawahan masyarakat.Dari 23 Kabupaten yang ada di Sumatera Utara, telah dibangun jaringan irigasi di 9 kabupaten yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yakni luas daerah irigasi yang >3000 Ha.

Namun dari 9 daerah irigasi tersebut, tentu perlu ditentukan prioritas pemeliharaan dan pembangunan daerah-daerah irigasi tersebut dengan tujuan agar pembangunan irigasi di kabupaten/kota tersebut dapat lebih terarah, terperinci, tepat guna dan sesuai kebutuhan pertanian di Sumatera Utara.

Dalam permasalahan penentuan prioritas itu, pengambil keputusan dihadapkan pada beberapa kriteria dalam memberikan prioritas terhadap kegiatan pembangunan lahan pertanian tersebut, hal ini disebut dengan MCDM (Multi Criteria Decision Making).

Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam menyelesaikan persoalan MCDM adalah Analytical Hierarchy Process (AHP).AHP dapat menyelesaikan masalah yang menggabungkan data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Berdasarkan hal di atas, penulis mengambil judul “Penentuan Prioritas Pembangunan Irigasi Pertanian Tingkat Kabupaten Propinsi Sumatera Utara Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)”.


(15)

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan prioritas program pembangunan irigasi pertanian tingkat kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, untuk menghindari terlalu meluasnya masalah, maka penulis memberi batasan sebagai berikut :

1. Pembangunan daerah irigasi yang dibahas dalam tulisan ini adalah pembangunan daerah irigasi di Propinsi Sumatera Utara.

2. Program pembangunan irigasi pertanian yang dibahas adalah irigasi di Propinsi Sumatera Utara yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yakni yang luas areal irigasinya >3000 Ha.

3. Metode penyelesaian yang digunakan adalah Analytical Hirearchy Proces.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan persoalan MCDM (Multi Criteria Decision Making) pada studi kasus penentuan prioritas pembangunan irigasi pertanian di propinsi Sumatera Utara sehingga diperoleh ranking prioritas pembangunan irigasi tersebut.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah daerah Sumatera Utara dalam menetapkan prioritas program pembangunan irigasi pertanian di Provinsi Sumatera Utara, selain itu, dengan penelitian ini diharapkan juga agar para pembaca dapat memahami bagaimana pengaplikasian AHP (Analytical Hierarchy Process)dalam penyelesaian persoalan MCDM.


(16)

1.6Tinjauan Pustaka

Thomas Lorie Saaty (1986) menguraikan metode AHP yang menjelaskan tentang pemodelan permasalahan dilakukan dengan cara memodelkan permasalahan secara bertingkat yang terdiri dari kriteria dan alternatif. Sedangkan Siti Latifah (2005) menjelaskan tentang pengambilan keputusan dengan prinsip-prinsip dasar AHP.

Suryadi, Kadarsa, Ramdhani, dan M. Ali, (1998) menyatakan, kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah:

1. Struktur yang berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output pengambilan keputusan. 4. Metode AHP memiliki keunggulan dari segi proses pengambilan keputusan

dan akomodasi untuk atribut-atribut baik kuantitatif dan kualitatif (Gualda et, Al. 2003)

5. Metode AHP juga mampu menghasilkan hasil yang lebih konsisten dibandingkan dengan metode-metode lainnya (Minutolo, 2003)

6. Metode pengambilan keputusan AHP memiliki langkah pengerjaan yang mudah dipahami dan digunakan (Shinan & KAbir, 2003)

1.7Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan studi jurnal bahan-bahan referensi, buku dan artikel di internet yang berhubungan dengan AHP (Analytical Hierarchy Process) juga mengenai pembangunan irigasi pertanian di Propinsi Sumatera Utara.

2. Mengumpulkan data tentang sistem irigasi per kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.

3. Menggabungkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh selama penelitian.

4. Menganalisa data yang diperoleh pada penelitian menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process).


(17)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 AHP (Analytical Hierarchy Process)

AHP (Analytical Hierarchy Process) adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menentukan ranking atau tingkatan (hierarchy)dari berbagai alternatif yang menjadi bahan pembahasan, yang dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharston Business School (1993).

Metode AHP menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki yang melakukan pengukuran untuk menemukan skala rasio perbandingan berpasangan, baik untuk data diskrit maupun kontinu.Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran actual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relative si pengambil keputusan.

Saaty (1993), mendefenisikan hirarki sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

AHP sering digunakan untuk memecahkan masalah pengambilan keputusan yang kompleks dengan tingkatan criteria yang lebih banyak dan beragam, karena :

1. AHP akan mengurutkan setiap alternatif yang tersedia dalam sebuah struktur hirarki yang lengkap, selanjutnya mengarah kepada konsekuesi dari kriteria yang akan dipilih (alternatif terbaik)


(18)

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan output dari setiap alternatif keputusan yang akan

diambil, sehingga dapat member gambaran yang jelas tentang alternatif terbaik yang akan diarahkan pada sebuah keputusan.

Terdapat 4 aksioma yang terkandung dalam model AHP, yaitu:

1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Prefesensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.

2. Homogenity artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.

3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya.

4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.


(19)

2.1.1 Penggunaan Metode AHP

Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramdhani 1998):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

Tahap ini ialah untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada, selanjutnya dicoba untuk menentukan solusi untuk masalah tersebut yang mungkin saja solusi dari masalah tersebut berjumlah lebih dari satu.Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang

menggambarkankontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgement seluruhnya yaitu sebanyak buah dengan adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

4. Menghitung nilai lamda max dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

5. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

6. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk


(20)

mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

7. Memeriksa konsistensi hirarki.

Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi.Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.Jika nilai lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki.

2.1.2 Prinsip Dasar AHP

Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah:

1. Decomposition

Adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke dalam bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan.Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete.

Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete.


(21)

Atau dapat diilustrasikan seperti gambar berikut :

Gambar 2.1 Struktur hirarki

2. Comparative judgment

Comparative Judgment dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutaan prioritas dari elemen-elemenya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Menurut Saaty, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (erxtreme importance).

Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel di bawah ini:

PILIHAN PRIORITAS

KRITERIA 1 KRITERIA 2 KRITERIA 3 KRITERIA 4


(22)

Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan

A1 A2 A3

A1 1

A2 1

A3 1

Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1.Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya.Pengujian konsistensi dilakukan terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki.Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis.Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks.

Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabel Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2Random Index Urutan

Matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(RI) 0.00 0.01 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

3. Synthesis of Priority (Penentuan Prioritas)

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons).Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika.


(23)

4. Logical Consistency (Konsistensi Logis)

Konsistensi memiliki dua makna, pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.1.3 Penyusunan Prioritas

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,...,An) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain A1 dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pairwise Comparison.

Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 . . . An

A1 a11 a12 . . . a1n

A2 a21 a22 . . . a2n .

. .

. . .

. . .

. . . . An . . . . . . . . . amn

Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besaran yang mampu mencerminkan perbedaan antara faktor satu dengan faktor lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya digunakan skala 1 sampai 9 yang dimana bobot 1 sampai 9 tersebut diperoleh seperti terlihat pada tabel berikut :


(24)

Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Intensitas Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya.

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya.

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen yang lainnya.

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang lainnya.

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

Kebalikan Jika aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibandingkan dengan i.

Model AHP didasarkan pada matriks perbandingan berpasangan, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan “penilaian” dari pengambil keputusan. Seorang pengambil keputusanakan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap tingkatan hirarkidari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.

Berikut ini contoh suatu matriks perbandingan berpasangan pada suatu tingkatan hirarki:

Baris 1 Kolom 2: jika A dibandingkan dengan B, maka B lebih penting/disukai/dimungkinkan daripada A yaitu sebesar 3, artinya :B“sedikit lebih penting” daripada F, dan seterusnya. Angka 3 bukan berarti bahwa Btiga kali lebih besar dari A, tetapi B“sedikit lebih penting” dibandingkan A.


(25)

2.1.4 Eigen value dan Eigen vector

Sebelum kita masuk pada pembahasan mengenai eigen value dan eigen vector, berikut dijabarkan terlebih dahulu mengenai matriks dan vector.

Defenisi Matriks

Matriks adalah suatu kumpulan angka – angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang, dimana panjangnya dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris.

Sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks,variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) dan matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika . Dan skalar – skalarnya berada dibaris ke-i dan n kolom ke-j yang disebut matriks entri.

Perkalian Matriks

Untuk melakukan perkalian matriks, yaitu dengan cara tiap baris dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama

Contoh :


(26)

Transpose Matriks

Transpose suatu matriks ialah suatu matriks baru yang mana elemen-elemennya diperoleh dari elemen-elemen matriks A dengan syarat bahwa baris-baris dan kolom-kolom matriks menjadi kolom-kolom-kolom-kolom dan baris-baris dari matriks yang baru ini, dengan kata lain baris ke-i dari matriks A menjadi kolom ke-i dari matriks baru.

Transpose suatu matriks diperoleh dengan menukarkan unsur baris menjadi unsur kolom. Transposematriks A dinyatakan dengan atau .

Contoh : 1. Jika diketahui matriks A=

maka =

1. Jika diketahui matriks B =

maka =

\

Determinan Matriks

Determinan matriks A=( ) berukuran nxn adalah suatu skalar yang menentukan matriks A, dengan n disebut orde dari determinan. Determinan matriks A dinyatakan dengan det (A) atau . Secara umum determinan dapat dicari dengan:

1. Ekspansi kofaktor dengan kaidah Cramer

a. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, minor entri dinyatakan ole dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tinggal setelah baris ke-i dan kol ke–j. Bilangan dinyatakan oleh dinamakan kofaktor entri .

Contoh: 1. Andaikan A=

maka entri adalah

=

=1(0)-5(6)= -30 dengan kofaktor adalah

= = = -30

b. Jika A adalah sebarang matriks nxn dan adalah kofaktor , maka matriks

Dinamakan matriks kofaktor A. Transposisi matriks ini dinamakan adjoin dari A dinyatakan dengan adj(A).


(27)

2. Menentukan determinan dengan aturan laplace (ekspansi) kofaktor yang ditentukan dengan cara berikut :

a. Ekspansi kofaktor sepanjang baris ke-j. Det (A) = + + …+

b. Ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke–i, dengan adalah elemen unsur matriks, dan adalah kofaktor.

Contoh: 1. Diketahui matriks A =

, hitunglah determinan matriks A

dengan ekspansi pada baris pertama dan kolom ke-2. Jawab :

- Determinan untuk ekspansi baris pertama

A = , = + + = 1

– 2 + 0 = 15 – 42 + 0 = – 27

- Determinan untuk ekspansi kolom ke-2

= + + = 2

– 5 + 0 = 42 – 15 + 0 = 27  Inverse Matriks

Inverse matriks A merupakan matriks kebalikan dari A dinyatakan dengan simbol . Rumus matriks inverseadalah

=

adj(A) Keterangan :

= determinan matriks A

adj(A) = adjointA = transpose dari matriks kofaktor

merupakan kebalikan dari matriks Amaka hasil perkalian antara matriks A dengan akan menghasilkan matriks identitas (I).


(28)

Vektor dari n dimensi

Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka – angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau row vector dengan ordo ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau coloumn vector dengan ordo ). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan

Untuk vektor dirumuskan sebagai berikut:

Eigen value dan Eigen vector

Definisi : Jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam dinamakan dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni :

Skalar dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigenvector yang bersesuaian dengan . Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran maka dapat ditulis pada persamaan berikut :

atau secara ekivalen

Agar menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika :

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A.

Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni


(29)

. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor . Nilai menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.

Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan manyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan atau jika

untuk semua i,j,k maka matriks tersebut konsisten.

Untuk suatu matriks konsisten dengan faktor w, maka elemen dapat ditulis menjadi : (1)

Jadi matriks konsisten adalah:

(2)

Seperti yang diuraikan diatas, maka untuk matriks perbandingan berpasangan diuraikan seperti berikut ini:

(3)

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa :

(4)

Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi:

(5)

(6)

Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:


(30)

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigenvector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

(8)

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :

(9)

Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekpresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, judgment yang diberikan tidak untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.

Jika :

1) Jika λ1, λ2,...,λn adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan : (10)

dengan eigen value dari matriks A dan jika ,maka ditulis

(11)

Misalkan kalau suatu matriks perbandingan berpasangan bersifat ataupun memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1.

b (12) Eigen value dari matriks A,

(13)


(31)

Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :

(14)

Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (λ-max) yaitu :

Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ – max sama dengan harga dimensi matriksnya.

Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten.

2) Jika ada perubahan kecil dari elemen matriks maka aijeigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula.

Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier). Jika: a. Elemen diagonal matriks A

b. Dan untuk matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari

akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol. 2.1.5 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Dalam teori matriks dapat diketahui kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigen value. Dengan mengkombinasikan apa tang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten maka penyimpangan kecil dari akan tetap menunjukkan eigen


(32)

value terbesar maks, nilainya akan mendekati n dan eigen value sisanya akan mendekati nol.

Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi dengan persamaan:

(15) Dimana: = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index)

= eigenvalue maksimum n = ukuran matriks

Apabila bernilai nol, berarti matriks konsisten, batas ketidakkonsistensi (inconsistency) yang ditetapkan Saaty diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan :

(16)

Nilai-nilai pada Random Index (RI) dapat dilihat pada tabel 2.3.Bila matriks bernilai CR lebih kecil dari 0,100, ketidakkonsistenan pendapat bisa diterima jika tidak maka penilaian perlu di ulang.

2.1.6 Penerapan Model AHP Dalam Menentukan Prioritas Pembangunan Irigasi

Proses pengambilan keputusan multi kriteria adalah hal yang sering dialami pengambil keputusan. Hal ini dikarenakan ada begitu banyak hal yang harus menjadi perhatian dan pertimbangan bagi pengambil keputusan sebelum memutuskan opsi mana yang akan dilakukan atas masalah yang sedang dihadapi.

Pembangunan irigasi juga salah satu contoh pengambilan keputusan multi kriteria, dimana ada lebih dari satu hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan ataupun menentukan prioritas pembangunan yang sebaiknya dilakukan.


(33)

Proses penentuan prioritas pembangunan irigasi ini dapat diiselesaikan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menetapkan preferensi pengambil keputusan dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan kriteria-kriteria yang ada dalam hal pembangunan irigasi ini.

2. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Luas”.

3. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Biaya”.

4. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Manfaat”.

5. Menetapkan preferensi dengan membentuk matriks perbandingan berpasangan yang membandingkan seluruh daerah irigasi terhadap kriteria “Waktu”.

6. Menghitung nilai bobot prioritas terhadap setiap alternatif, untuk kemudian dapat diperoleh urutan prioritas pembangunan irigasi di Provinsi Sumatera Utara.

PILIHAN PRIORITAS

D 1 D 2 D 3 D 4 D 5 D 6 D 7 D 8 D 9


(34)

2.2 Irigasi

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah ataupun yang mendorong degradasi tanah karna air.

Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air kepada lahan-lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.

2.2.1 Fungsi, Tujuan dan Manfaat Irigasi

Fungsi Irigasi

1. memasok kebutuhan air tanaman

2. menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan 3. menurunkan suhu tanah

4. mengurangi kerusakan akibat frost

5. melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah

Tujuan Irigasi

1. untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petanidi pedesaan yang sering kekurangan air.

2. Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras

3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi 4. Meningkatkan intensitas tanam

5. Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan


(35)

Manfaat Irigasi

Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi, manusia dapat memenuhi kebutuhannya terhadap air, sawah dapat digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat.

2.2.2 JENIS IRIGASI

1. Irigasi Permukaan

Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian.Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier.Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu

2. Irigasi Lokal

Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu.Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.

3. Irigasi dengan Penyemprotan

Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

4. Irigasi Tradisional dengan Ember

Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali.Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember. 5. Irigasi Pompa Air

Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

6. Irigasi Tanah Kering dengan Terasisasi

Di Afrika yang kering dipakai sustem ini, terasisasi dipakai untuk distribusi air.


(36)

2.2.3 Jaringan irigasi

Jaringan irigasi merupakan sekumpulan bangunan-bangunan bagi, sadap, bangunan silang, pelengkap, saluran pembawa, saluran dan bangunan pembuang yang terdapat dalam suatu lahan, yang petak sawahnya memanfaatkan air dari sumber yang sama.

Peta ikhtisar adalah peta di mana terlihat susunan suatu jaringan irigasi mulai dari bendung sampai saluran pembuang. bangunan utama, jaringan dan trase saluran irigasi, jaringan dan saluranpembuang, petak tersier, petak sekunder, dan petak primer, lokasi-lokasi bangunan (bagi, sadap, silang), batas-batas daerah irigasi, daerah yang tidak diairi (desa, makam, gedung-gedung), jaringan dan trase jalan, dan daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, rawa, bukit, dll).

 Petak tersier adalah, suatu lahan seluas maksimum 60 ha, yang berisikan petak-petak kuarter yang luasnya maksimum 10 ha, yang mengambil air dari satu pintu bangunan sadap. Petak tersier ini dilengkapi pula dengan boks-boks tersier, kuarter, saluran pembawa tersier, kuarter, cacing, saluran pembuang, serta bangunan silang seperti yang ada di jaringan irigasi.

 Petak sekunder, terdiri dari kumpulan petak-petak tersier yang mengambil air dari satu pintu di bangunan bagi. Luas petak sekunder ini tidak terbatas tergantung dari topografi lahan yang ada. Salurannya sering terletak di punggung medan, sehingga air tersebut dapat dialirkan ke dua sisi saluran.  Petak primer, terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya mengambil

dari sumber air (sungai) berupa bendung, bendungan, rumah pompa, dll. Bila satu bendung terdapat dua pintu (intake) kiri dan kanan, maka terdapat dua petak primer. Saluran primer diusahakan sejajar dengan kontur atau garis tinggi.

2.2.4 Manajemen Irigasi dan Penerapannya

Manajemen irigasi adalah serangkaian proses untuk menyediakan air, mengelola air, menyalurkan air pada lahan-lahan pertanian, dan membuang air yang tidak terpakai ke saluran pembuangan air, dengan se efisien mungkin dan se efektif mungkin.


(37)

Terbatasnya ketersediaan Sumber Daya Air membuat manusia berfikir untuk membuat suatu bangunan penahan air (waduk, bendung, dll), yang bertujuan untuk menampung kelebihan air pada musim hujan dan akan dimanfaatkan pada musim kemarau atau untuk mengatur distribusi ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air pada waktu dan tempat tertentu. Dengan demikian Daerah Irigasi merupakan representatif dalam sistem irigasi pada daerah irigasi.Pengertian Daerah Irigasi adalah kesatuan wilayah atau hamparan tanah yg mendapat air dr satu jaringan irigasi.

Penerapan Manajemen Irigasi

Masalah setelah daerah irigasi dibangun dan untuk memanfaatkan sumber daya air yang terbatas, adalah bagaimana cara pengelolaan sistem irigasi tersebut sehingga dapat selalu berfungsi dan memberikan pelayanan yang berkelanjutan. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul di kemudian hari di butuhkan penerapan manajemen irigasi yang baik, dan pengelolaan sistem irigasi yang baik pula, di antaranya pemeliharaan bangunan irigasi secara berkala, renovasi bangunan yang rusak atau sudah tak layak untuk menghindarkan terhambatnya supply air, atau berlebihannya air yang mengalir, sehingga air yang mengalir tidak di gunakan secara optimal.

2.2.5 Sistem Irigasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi

Ada beberapa sistem irigasi untuk tanah kering, yaitu:

 irigasi tetes (drip irrigation),  irigasi curah (sprinkler irrigation),

 irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan  irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).

Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi tiga tipe, yaitu : 1. Irigasi sistem gravitasi

Sistem irigasi ini, sumber air dari air yang ada dipermukaan bumi yaitu sungai, waduk dan danau di dataran tinggi.Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.


(38)

2. Irigasi sistem pompa

Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi diambil dari sungai, atau dari air tanah.Pengaturan dan pembagian air irigasi menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan dengan menggunakan bantuan pompa.

3. Irigasi pasang surut

Irigasi pasang surut, suatu tipe irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa pasang surut air laut.Areal yang dimanfaatkan untuk tipe irigasi ini ialah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang surut air laut. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada saat air laut surut.

Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, carapengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :

1. Jaringan irigasi sederhana / tradisional

Pada jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih akan mengalir ke sluran pembuang. Persediaan air berlimpah dan kemiringan saluran berkisar antara sedang dan curam.

2. Jaringan irigasi semi teknis / semi intensif

Pada jaringan ini, bangunan bendungannya terletak di sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian hilirnya.Beberapa bangunan permanen dibangun di jaringan saluran. Sistem pembagian samadengan irigasi sederhana. Bangunan pengambilan untuk mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan irigasi sederhana.

3. Jaringan irigasi teknis / intensif

Salah satu prinsip jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi/pembawa dengan saluran pembuang/pematus.Saluran pembawa mengalirkan air irigasi ke petak-petak irigasi dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari petak-petak irigasi.Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien.


(39)

Sistem Jaringan Irigasi

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsionalpokok yaitu :

- Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil darisumbernya, umumnya sungai atau waduk.

- Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petaktersier. - Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem

pembuangankolektif; air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke petak-petak irigasi dankelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan dalam petaktersier.

- Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuangkelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alam.

2.3 Irigasi di Sumatera Utara

Berikut adalah daerah irigasi Propinsi Sumatera Utara menutur Kepmen PU 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggungjawab pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Tabel 2.5 Jumlah dan Luas Daerah Irigasi di Sumatera Utara

No. Daerah Irigasi Jumlah DI Luas (Ha)

A Kewenangan Pemerintah Pusat 12 54.499

B Kewenangan Propinsi 64 78.168

C Kewenangan Kabupaten/Kota 932 182.723


(40)

Tabel 2.6 Daftar Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Pusat

No Daerah Irigasi Lokasi Luas (Ha) Keterangan

1 Namu Sira-sira/ Paya Sordang

Langkat & Binjai 6300 Lintas kab/kota

2 Paya Sordang Kab. Tapanuli 4.350 Satu Kab/Kota

3 Bandar Sidoras Kab. Deli Serdang 3.017 Satu Kab/Kota 4 Perbaungan Kab.Serdang Bedagai 5.920 Satu Kab/Kota 5 Sei Buluh Kab.Serdang Bedagai 4.020 Satu Kab/Kota 6 Sei Belutu Kab.Serdang Bedagai 5.082 Satu Kab/Kota

7 Kerasaan Kab. Simalungun 5.000 Satu Kab/Kota

8 Perkotaan Kab. Asahan 3.457 Satu Kab/Kota

9 Silau Bondo Kab. Asahan 3.231 Satu Kab/Kota

10 Batang Ilung Kab.Tapanuli Selatan` 4.194 Satu Kab/Kota 11 Batang Gadis Kab.Mandailing Natal 6.628 Satu Kab/Kota 12 Bulung Ihit Kab. Labuhan Batu 3.300 Satu Kab/Kota


(41)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Data Program Pembangunan Irigasi di Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan aturan, tanggung jawab jaringan irigasi pertanian ini dipikul bersama-sama oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Pemerintah pusat bertanggung jawa terhadap pengelolaan lahan irigasi seluas 2,32 juta ha, provinsi 1,4 juta ha, dan kabupaten/kota 3,5 juta ha. Kriteria tangung jawab jaringan irigasi itu yaitu jaringan irigasi seluas lebih dari 3.000 ha menjadi kewenangan pemerintah pusat, 1.000-3.000 ha kewenangan provinsi, sedangkan kurang dari 1.000 ha kewenangan kabupaten dan kota.

Tabel 3.1 Program Pembangunan Irigasi di Sumatera Utara

No Daerah Luas Irigasi(Ha)

Biaya Perawatan

(Rp)

Luas Sawah

Waktu Perbaikan

(bulan)

1 D1 6300 1,575,000,000 6606 12

2 D2 4350 1,087,500,000 10203 10

3 D3 3017 754,250,000 18667 9

4 D4 15022 3,755,500,000 27950 36

5 D5 5000 1,250,000,000 41727 12

6 D6 6688 1,672,000,000 20339 12

7 D7 4194 1,048,500,000 7528 10

8 D8 6628 1,657,000,000 12200 12


(42)

Keterangan Tabel 3.1 : 1. Daerah :

D1 :(Langkat)

D2 :(Tapanuli Selatan) D3 :(Deli Serdang) D4 :(Serdang Bedagai) D5 : (Simalungun) D6 : (Asahan) D7 :(Tapanuli Utara) D8 :(Mandailing Natal) D9 :(Labuhan Batu) 2. Luas Irigasi

Berisi tentang luas irigasi di 9 kabupaten yang menjadi daerah irigasi yang dikelola oleh pemerintah pusat.

3. Biaya Perawatan

Yakni berisi estimasi nilai rupiah biaya perawatan tiap daerah irigasi yang menjadi objek penelitian. Nilai ini diperoleh dari :

Sementara Rp. 250.000,- adalah estimasi harga rata-rata yang ditetapkan pemerintah untuk biaya perawatan 1 hektar saluran irigasi.

4. Luas Sawah

Yakni berisi data tentang luas lahan sawah di masing-masing kabupaten yang dialiri oleh saluran irigasi tersebut di atas.

5. Waktu

Berisi estimasi waktu yang dibutuhkan pemerintah untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada saluran irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah pusat tersebut di atas, sampai pada kondisi “baik”.


(43)

3.2 Perhitungan Prioritas Kriteria

Perbandingan prioritas untuk setiap kriteria-kriteria yang ada dapat dilihat pada matriks perbandingan berpasangan berikut:

Tabel 3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Semua Faktor : Luas Irigasi Luas Sawah Biaya Perawatan Waktu

Luas Irigasi 1 3 1/7 5

Luas Sawah 1/3 1 4 3

Biaya Perawatan 7 1/4 1 5

Waktu 1/5 1/3 1/5 1

Tabel 3.3 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap Untuk Semua Faktor : Luas Irigasi Luas Sawah Biaya Perawatan Waktu

Luas Irigasi 1.000 3.000 0.143 5.000

Luas Sawah 0.333 1.000 4.000 3.000

Biaya Perawatan 7.000 0.250 1.000 5.000

Waktu 0.200 0.333 0.200 1.000

Jumlah 8.533 4.583 5.343 14.000

Tiap data di normalkan dengan membaginya dengan jumlah kolom masing-masing, dan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 3.4 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap yang Dinormalkan: Luas Irigasi Luas Sawah Biaya Perawatan Waktu

Luas Irigasi 0.117 0.654 0.027 0.357

Luas Sawah 0.039 0.218 0.749 0.214

Biaya Perawatan 0.820 0.054 0.187 0.357


(44)

Tabel 3.5 Faktor Evaluasi Semua Kriteria

Luas Irigasi Luas Sawah Biaya Perawatan Waktu Prioritas

LI 0.117 0.654 0.027 0.357 0.289

LS 0.039 0.218 0.749 0.214 0.305

BP 0.820 0.054 0.187 0.357 0.354

W 0.023 0.073 0.037 0.071 0.051

Dari perhitungan pada tabel diatas menunjukkan bahwa: kriteria Biaya Perawatan merupakan kriteria dengan prioritas tertinggi dalam hal pembangunan saluran irigasi di Sumatera Utara dengan bobot 0,354 atau 35,4%, berikutnya kriteria Luas Sawah dengan nilai bobot 0,305 atau 30,5%, kriteria Luas Irigasi dengan nilai bobot 0,289 atau 28,9%, dan kriteria Waktu dengan nilai bobot 0,050 atau 5%.

3.3 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk semua faktor :

Tabel 3.6 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Luas Irigasi (LI):

LI D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1 3 5 1/7 2 1 3 1 4

D2 1/3 1 2 1/9 1/3 1/2 1 1/3 3

D3 1/5 1/2 1 1/9 1/3 1/4 1/5 1/5 1

D4 7 9 9 1 9 8 9 8 9

D5 1/2 3 3 1/9 1 1/2 2 ½ 3


(45)

D7 1/3 1 5 1/9 1/2 1/3 1 1/3 2

D8 1 3 5 1/8 2 1 3 1 3

D9 1/4 1/3 1 1/9 1/3 1/5 1/2 1/3 1

Tabel 3.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor Luas Irigasi (LI):

LI D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1.000 3.000 5.000 0.143 2.000 1.000 3.000 1.000 4.000

D2 0.333 1.000 2.000 0.111 0.333 0.500 1.000 0.333 3.000

D3 0.200 0.500 1.000 0.111 0.333 0.250 0.200 0.200 1.000

D4 7.000 9.000 9.000 1.000 9.000 8.000 9.000 8.000 9.000

D5 0.500 3.000 3.000 0.111 1.000 0.500 2.000 0.500 3.000

D6 1.000 2.000 4.000 0.500 2.000 1.000 3.000 1.000 5.000

D7 0.333 1.000 5.000 0.111 0.500 0.333 1.000 0.333 2.000

D8 1.000 3.000 5.000 0.500 2.000 1.000 3.000 1.000 3.000

D9 0.250 0.333 1.000 0.111 0.333 0.200 0.500 0.333 1.000


(46)

Tabel 3.8 Matriks Luas Irigasi (LI) Dinormalkan dan Prioritasnya :

LI D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 P

D1 0.086 0.131 0.143 0.053 0.114 0.078 0.132 0.079 0.129 0.105

D2 0.029 0.044 0.057 0.041 0.019 0.039 0.044 0.026 0.097 0.044

D3 0.017 0.022 0.029 0.041 0.019 0.020 0.009 0.016 0.032 0.023

D4 0.603 0.394 0.257 0.371 0.514 0.626 0.396 0.630 0.290 0.453

D5 0.043 0.131 0.086 0.041 0.057 0.039 0.088 0.039 0.097 0.069

D6 0.086 0.088 0.114 0.185 0.114 0.078 0.132 0.079 0.161 0.115

D7 0.029 0.044 0.143 0.041 0.029 0.026 0.044 0.026 0.065 0.050

D8 0.086 0.131 0.143 0.185 0.114 0.078 0.132 0.079 0.097 0.116

D9 0.022 0.015 0.029 0.041 0.019 0.016 0.022 0.026 0.032 0.025

JLH 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Tertinggi 1 : D4 (Serdang Bedagai) = 0.453 2 : D8 (Mandailing Natal) = 0.116 3 : D6 (Asahan) = 0.115


(47)

Tabel 3.9 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Biaya Perawatan (BP) :

BP D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1 3 5 1/7 2 1 3 1 4

D2 1/3 1 2 1/9 1/3 1/2 1 1/3 3

D3 1/5 1/2 1 1/9 1/3 1/4 1/5 1/5 1

D4 7 9 9 1 9 8 9 8 9

D5 1/2 3 3 1/9 1 1/2 2 ½ 3

D6 1 2 4 1/8 2 1 3 1 5

D7 1/3 1 5 1/9 1/2 1/3 1 1/3 2

D8 1 3 5 1/8 2 1 3 1 3


(48)

Tabel 3.10 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor Biaya Perawatan (BP):

BP D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1.000 3.000 5.000 0.143 2.000 1.000 3.000 1.000 4.000

D2 0.333 1.000 2.000 0.111 0.333 0.500 1.000 0.333 3.000

D3 0.200 0.500 1.000 0.111 0.333 0.250 0.200 0.200 1.000

D4 7.000 9.000 9.000 1.000 9.000 8.000 9.000 8.000 9.000

D5 0.500 3.000 3.000 0.111 1.000 0.500 2.000 0.500 3.000

D6 1.000 2.000 4.000 0.500 2.000 1.000 3.000 1.000 5.000

D7 0.333 1.000 5.000 0.111 0.500 0.333 1.000 0.333 2.000

D8 1.000 3.000 5.000 0.500 2.000 1.000 3.000 1.000 3.000

D9 0.250 0.333 1.000 0.111 0.333 0.200 0.500 0.333 1.000


(49)

Tabel 3.11 Data Biaya Perawatan (BP) Dinormalkan dan Prioritasnya :

BP D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 P

D1 0.086 0.131 0.143 0.053 0.114 0.078 0.132 0.079 0.129 0.105

D2 0.029 0.044 0.057 0.041 0.019 0.039 0.044 0.026 0.097 0.044

D3 0.017 0.022 0.029 0.041 0.019 0.020 0.009 0.016 0.032 0.023

D4 0.603 0.394 0.257 0.371 0.514 0.626 0.396 0.630 0.290 0.453

D5 0.043 0.131 0.086 0.041 0.057 0.039 0.088 0.039 0.097 0.069

D6 0.086 0.088 0.114 0.185 0.114 0.078 0.132 0.079 0.161 0.115

D7 0.029 0.044 0.143 0.041 0.029 0.026 0.044 0.026 0.065 0.050

D8 0.086 0.131 0.143 0.185 0.114 0.078 0.132 0.079 0.097 0.116

D9 0.022 0.015 0.029 0.041 0.019 0.016 0.022 0.026 0.032 0.025

JLH 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Tertinggi 1 : D4 (Serdang Bedagai) = 0.453 2 : D8 (Mandailing Natal) = 0.116 3 : D6 (Asahan) = 0.115


(50)

Tabel 3.12 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Luas Sawah (LS):

LS D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1 1/3 1/5 1/9 1/9 1/9 1/2 1/7 1/7

D2 3 1 1/3 1/7 1/9 1/7 2 3 1/2

D3 5 3 1 1/7 1/9 1/3 4 3 3

D4 9 7 7 1 1/5 3 9 7 9

D5 9 9 9 5 1 9 9 9 9

D6 9 7 3 1/3 1/9 1 9 7 7

D7 2 1/2 1/4 1/9 1/9 1/9 1 1/5 1/5

D8 7 1/3 1/3 1/7 1/9 1/7 5 1 1


(51)

Tabel 3.13 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor Luas Sawah (LS):

LS D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1.000 0.333 0.200 0.111 0.111 0.111 0.500 0.143 0.143

D2 3.000 1.000 0.333 0.143 0.111 0.143 2.000 3.000 0.500

D3 5.000 3.000 1.000 0.143 0.111 0.333 4.000 3.000 3.000

D4 9.000 7.000 7.000 1.000 0.200 3.000 9.000 7.000 9.000

D5 9.000 9.000 9.000 5.000 1.000 9.000 9.000 9.000 9.000

D6 9.000 7.000 3.000 0.333 0.111 1.000 9.000 7.000 7.000

D7 2.000 0.500 0.250 0.111 0.111 0.111 1.000 0.200 0.200

D8 7.000 0.333 0.333 0.143 0.111 0.143 5.000 1.000 1.000

D9 7.000 2.000 0.333 0.111 0.111 0.143 5.000 1.000 1.000


(52)

Tabel 3.14 Data Luas Sawah (LS) Dinormalkan dan Prioritasnya :

LS D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 P

D1 0.019 0.011 0.009 0.016 0.056 0.008 0.011 0.005 0.005 0.016

D2 0.058 0.033 0.016 0.020 0.056 0.010 0.045 0.096 0.016 0.039

D3 0.096 0.099 0.047 0.020 0.056 0.024 0.090 0.096 0.097 0.069

D4 0.170 0.232 0.326 0.141 0.101 0.215 0.202 0.223 0.292 0.211

D5 0.173 0.298 0.420 0.705 0.506 0.644 0.202 0.287 0.292 0.392

D6 0.167 0.232 0.140 0.047 0.056 0.072 0.202 0.223 0.227 0.152

D7 0.038 0.017 0.012 0.016 0.056 0.008 0.022 0.006 0.006 0.020

D8 0.127 0.011 0.016 0.020 0.056 0.010 0.112 0.032 0.032 0.046

D9 0.135 0.066 0.016 0.016 0.056 0.010 0.112 0.032 0.032 0.053

JLH 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Tertinggi 1 : D5 (Simalungun) = 0.392 2 : D4 (Serdang Bedagai) = 0.211 3 : D6 (Asahan) = 0.152


(53)

Tabel 3.15 Matriks Perbandingan Berpasangan untuk faktor Waktu Perbaikan (WP):

WP D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1 2 3 1/9 1 1 2 1 4

D2 1/2 1 2 1/9 1/2 1/2 1 1/2 3

D3 1/3 1/2 1 1/9 1/3 1/3 1/2 1/3 2

D4 9 9 9 1 9 9 9 9 9

D5 1 2 3 1/9 1 1 2 1 4

D6 1 2 3 1/9 1 1 2 1 4

D7 1/2 1 2 1/9 1/2 1/2 1 1/2 2

D8 1 2 3 1/9 1 1 2 1 4


(54)

Tabel 3.16 Matriks Perbandingan Berpasangan Lengkap untuk faktor Waktu Perbaikan (WP):

WP D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

D1 1.000 2.000 3.000 0.111 1.000 1.000 2.000 1.000 4.000

D2 0.500 1.000 2.000 0.111 0.500 0.500 1.000 0.500 3.000

D3 0.333 0.500 1.000 0.111 0.333 0.333 0.500 0.333 2.000

D4 9.000 9.000 9.000 1.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000

D5 1.000 2.000 3.000 0.111 1.000 1.000 2.000 1.000 4.000

D6 1.000 2.000 3.000 0.111 1.000 1.000 2.000 1.000 4.000

D7 0.500 1.000 2.000 0.111 0.500 0.500 1.000 0.500 2.000

D8 1.000 2.000 3.000 0.111 1.000 1.000 2.000 1.000 4.000

D9 0.250 0.333 0.500 0.111 0.250 0.250 0.500 0.250 1.000


(55)

Tabel 3.17 Data Waktu Perbaikan (WP) Dinormalkan dan Prioritasnya :

WP D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 P

D1 0.069 0.101 0.113 0.059 0.069 0.069 0.100 0.069 0.121 0.086

D2 0.034 0.050 0.075 0.059 0.034 0.034 0.050 0.034 0.091 0.051

D3 0.023 0.025 0.038 0.059 0.023 0.023 0.025 0.023 0.061 0.033

D4 0.617 0.454 0.340 0.530 0.617 0.617 0.450 0.617 0.273 0.502

D5 0.069 0.101 0.113 0.059 0.069 0.069 0.100 0.069 0.121 0.086

D6 0.069 0.101 0.113 0.059 0.069 0.069 0.100 0.069 0.121 0.086

D7 0.034 0.050 0.075 0.059 0.034 0.034 0.050 0.034 0.061 0.048

D8 0.069 0.101 0.113 0.059 0.069 0.069 0.100 0.069 0.121 0.086

D9 0.017 0.017 0.019 0.059 0.017 0.017 0.025 0.017 0.030 0.024

JLH 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Tertinggi 1 : D4 (Simalungun) = 0.502 2 : D1=D5=D6=D8 = 0.086


(56)

3.4 Perhitungan Total Prioritas Global 3.4.1 Faktor Evaluasi Total

Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap ke-4 kriteria yakni luas irigasi, luas sawah, biaya perawatan dan waktu, yang selanjutnya dikalikan dengan vektor prioritas.Dengan demikian kita peroleh tabel hubungan antara kriteria dengan alternatif.

Tabel 3.18 Matriks Hubungan Antara Kriteria dan Alternatif

LI LS BP W

D1 0.105 0.016 0.105 0.086 D2 0.044 0.039 0.044 0.051 D3 0.023 0.069 0.023 0.033 D4 0.453 0.211 0.453 0.502 D5 0.069 0.392 0.069 0.086 D6 0.115 0.152 0.115 0.086 D7 0.050 0.020 0.050 0.048 D8 0.116 0.046 0.116 0.086 D9 0.025 0.053 0.025 0.024

3.4.2 Total Rangking

Untuk mencari total rangking untuk masing-masing derah irigasi adalah dengan cara mengalikan faktor evaluasi masing-masing alternatif dengan faktor bobot :


(57)

Perhitungan dengan menggunakan matriks di atas dapat dijabarkan dalam tabel untuk masing masing nilai yang didapat untuk setiap kriteria yang dibandingkan menurut daerah masing-masing. Yakni sebagai berikut :

Tabel 3.19 Total Rangking untuk Daerah 1 (Langkat)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.105 0.289 0.030

Luas Sawah 0.016 0.305 0.005

Biaya Perawatan 0.105 0.354 0.037

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.077

Tabel 3.20 Total Rangking untuk Daerah 2 (Tapanuli Selatan)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.044 0.289 0.013

Luas Sawah 0.039 0.305 0.012

Biaya Perawatan 0.044 0.354 0.016

Waktu 0.051 0.051 0.003

0.043

Tabel 3.21 Total Rangking untuk Daerah 3 (Deli Serdang)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.023 0.289 0.007

Luas Sawah 0.069 0.305 0.021

Biaya Perawatan 0.023 0.354 0.008

Waktu 0.033 0.051 0.002


(58)

Tabel 3.22 Total Rangking untuk Daerah 4 (Serdang Bedagai)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.453 0.289 0.131

Luas Sawah 0.211 0.305 0.064

Biaya Perawatan 0.453 0.354 0.160

Waktu 0.502 0.051 0.026

0.381

Tabel 3.23 Total Rangking untuk Daerah 5 (Simalungun)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.069 0.289 0.020

Luas Sawah 0.392 0.305 0.120

Biaya Perawatan 0.069 0.354 0.024

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.168

Tabel 3.24 Total Rangking untuk Daerah 6 (Asahan)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.115 0.289 0.033

Luas Sawah 0.152 0.305 0.046

Biaya Perawatan 0.115 0.354 0.041

Waktu 0.086 0.051 0.004


(59)

Tabel 3.25 Total Rangking untuk Daerah 7 (Tapanuli Utara)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.050 0.289 0.014

Luas Sawah 0.020 0.305 0.006

Biaya Perawatan 0.050 0.354 0.018

Waktu 0.048 0.051 0.002

0.041

Tabel 3.26 Total Rangking untuk Daerah 8 (Mandailing Natal)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.116 0.289 0.034

Luas Sawah 0.046 0.305 0.014

Biaya Perawatan 0.116 0.354 0.041

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.093

Tabel 3.27 Total Rangking untuk Daerah 9 (Labuhan Batu)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.025 0.289 0.007

Luas Sawah 0.053 0.305 0.016

Biaya Perawatan 0.025 0.354 0.009

Waktu 0.024 0.051 0.001


(60)

Dari hasil perhitungan matriks maupun melalui tabel di atas, maka diperoleh sebagai berikut :

D1 = 0,076

D2 = 0,043

D3 = 0,038

D4 = 0,381

D5 = 0,168

D6 = 0,125

D7 = 0,041

D8 = 0,093

D9 = 0,033

Dengan demikian berikut hasil rangking yang diperoleh untuk semua daerah irigasi di Sumatera Utara berdasarkan tabel dan perhitungan di atas :

1. D4 =Serdang Bedagai

2. D5 = Simalungun

3. D6 = Asahan

4. D8 = Mandailing Natal

5. D1 = Langkat

6. D2 = Tapanuli Selatan

7. D7 = Tapanuli Utara

8. D3 = Deli Serdang


(61)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diketahui nilai prioritas (rangking) untuk tiap-tiap daerah yang menjadi objek penelitian dalam tulisan ini, berdasarkan pada kriteria-kriterianya sehingga diperoleh urutan prioritas masing-masing daerah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Urutan Prioritas Untuk Setiap Kriteria

Prioritas Luas irigasi Luas sawah Biaya

perawatan Waktu

1 Serdang

Bedagai Simalungun

Serdang Bedagai

Serdang Bedagai

2 Mandailing

Natal

Serdang Bedagai

Mandailing

Natal Langkat

3 Asahan Asahan Asahan Simalungun

4 Langkat Labuhan Batu Langkat Asahan

5 Simalungun Mandailing

Natal Simalungun

Mandailing Natal 6 Tapanuli Utara Deli Serdang Tapanuli Utara Tapanuli

Selatan 7 Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan Tapanuli Utara 8 Labuhan Batu Tapanuli Utara Labuhan Batu Deli Serdang 9 Deli Serdang Langkat Deli Serdang Labuhan Batu


(62)

Sedangkan urutan prioritas pembangunan daerah irigasi di Sumatera Utara dengan mempertimbangkan keseluruhan kriteria yang ada adalah:

1. D4 =Serdang Bedagai( 0,381 = 38,1% )

2. D5 = Simalungun( 0,168 = 16,8% )

3. D6 = Asahan( 0,125 = 12,5% )

4. D8 = Mandailing Natal( 0,093 = 9,3% )

5. D1 = Langkat( 0,076 = 7,6% )

6. D2 = Tapanuli Selatan( 0,043 = 4,3% )

7. D7 = Tapanuli Utara( 0,041 = 4,1% )

8. D3 = Deli Serdang( 0,038 = 3,8% )

9.D9 = Labuhan Batu( 0,033 = 3,3% )

4.2 Saran

1. Bagi para pembaca yang ingin melakukan perhitungan-perhitungan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan melalui AHP, dapat menggunakan program computer

Expert Choice, karena dengan program ini kita dapat melakukan perhitungan dengan banyak kriteria maupun data, juga hasil yang akan diperoleh akan lebih akurat dan cepat.

2. AHP dapat digunakan untuk pengambil keputusan perorangan maupun lebih dari satu orang, dan untuk mendapatkan data preferensi dari responden, sebaiknya diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang cara pemberian nilai atas setiap kriteria yang akan dibandingkan (dalam kata lain, responden harus memiliki pengetahuan tentang AHP) , karena kekurang-pahaman responden justru akan menghasilkan penilaian yang tidak obyektif dan hasil akhirnya bisa saja tidak akurat.


(63)

Tabel 3.25 Total Rangking untuk Daerah 7 (Tapanuli Utara)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.050 0.289 0.014

Luas Sawah 0.020 0.305 0.006

Biaya Perawatan 0.050 0.354 0.018

Waktu 0.048 0.051 0.002

0.041

Tabel 3.26 Total Rangking untuk Daerah 8 (Mandailing Natal)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.116 0.289 0.034

Luas Sawah 0.046 0.305 0.014

Biaya Perawatan 0.116 0.354 0.041

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.093

Tabel 3.27 Total Rangking untuk Daerah 9 (Labuhan Batu)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.025 0.289 0.007

Luas Sawah 0.053 0.305 0.016

Biaya Perawatan 0.025 0.354 0.009

Waktu 0.024 0.051 0.001


(1)

Tabel 3.22 Total Rangking untuk Daerah 4 (Serdang Bedagai)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.453 0.289 0.131

Luas Sawah 0.211 0.305 0.064

Biaya Perawatan 0.453 0.354 0.160

Waktu 0.502 0.051 0.026

0.381

Tabel 3.23 Total Rangking untuk Daerah 5 (Simalungun)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.069 0.289 0.020

Luas Sawah 0.392 0.305 0.120

Biaya Perawatan 0.069 0.354 0.024

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.168

Tabel 3.24 Total Rangking untuk Daerah 6 (Asahan)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.115 0.289 0.033

Luas Sawah 0.152 0.305 0.046

Biaya Perawatan 0.115 0.354 0.041

Waktu 0.086 0.051 0.004


(2)

Tabel 3.25 Total Rangking untuk Daerah 7 (Tapanuli Utara)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.050 0.289 0.014

Luas Sawah 0.020 0.305 0.006

Biaya Perawatan 0.050 0.354 0.018

Waktu 0.048 0.051 0.002

0.041

Tabel 3.26 Total Rangking untuk Daerah 8 (Mandailing Natal)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.116 0.289 0.034

Luas Sawah 0.046 0.305 0.014

Biaya Perawatan 0.116 0.354 0.041

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.093

Tabel 3.27 Total Rangking untuk Daerah 9 (Labuhan Batu)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.025 0.289 0.007

Luas Sawah 0.053 0.305 0.016

Biaya Perawatan 0.025 0.354 0.009

Waktu 0.024 0.051 0.001


(3)

Dari hasil perhitungan matriks maupun melalui tabel di atas, maka diperoleh sebagai berikut :

D1 = 0,076 D2 = 0,043 D3 = 0,038 D4 = 0,381 D5 = 0,168 D6 = 0,125 D7 = 0,041 D8 = 0,093 D9 = 0,033

Dengan demikian berikut hasil rangking yang diperoleh untuk semua daerah irigasi di Sumatera Utara berdasarkan tabel dan perhitungan di atas :

1. D4 =Serdang Bedagai 2. D5 = Simalungun 3. D6 = Asahan

4. D8 = Mandailing Natal 5. D1 = Langkat


(4)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diketahui nilai prioritas (rangking) untuk tiap-tiap daerah yang menjadi objek penelitian dalam tulisan ini, berdasarkan pada kriteria-kriterianya sehingga diperoleh urutan prioritas masing-masing daerah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Urutan Prioritas Untuk Setiap Kriteria

Prioritas Luas irigasi Luas sawah Biaya

perawatan Waktu

1 Serdang

Bedagai Simalungun

Serdang Bedagai

Serdang Bedagai 2 Mandailing

Natal

Serdang Bedagai

Mandailing

Natal Langkat

3 Asahan Asahan Asahan Simalungun

4 Langkat Labuhan Batu Langkat Asahan

5 Simalungun Mandailing

Natal Simalungun

Mandailing Natal 6 Tapanuli Utara Deli Serdang Tapanuli Utara Tapanuli

Selatan 7 Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan Tapanuli Utara 8 Labuhan Batu Tapanuli Utara Labuhan Batu Deli Serdang 9 Deli Serdang Langkat Deli Serdang Labuhan Batu


(5)

Sedangkan urutan prioritas pembangunan daerah irigasi di Sumatera Utara dengan mempertimbangkan keseluruhan kriteria yang ada adalah:

1. D4 =Serdang Bedagai( 0,381 = 38,1% ) 2. D5 = Simalungun( 0,168 = 16,8% ) 3. D6 = Asahan( 0,125 = 12,5% )

4. D8 = Mandailing Natal( 0,093 = 9,3% ) 5. D1 = Langkat( 0,076 = 7,6% )

6. D2 = Tapanuli Selatan( 0,043 = 4,3% ) 7. D7 = Tapanuli Utara( 0,041 = 4,1% ) 8. D3 = Deli Serdang( 0,038 = 3,8% ) 9.D9 = Labuhan Batu( 0,033 = 3,3% )

4.2 Saran

1. Bagi para pembaca yang ingin melakukan perhitungan-perhitungan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan melalui AHP, dapat menggunakan program computer Expert Choice, karena dengan program ini kita dapat melakukan perhitungan dengan banyak kriteria maupun data, juga hasil yang akan diperoleh akan lebih akurat dan cepat.

2. AHP dapat digunakan untuk pengambil keputusan perorangan maupun lebih dari satu orang, dan untuk mendapatkan data preferensi dari responden, sebaiknya diberikan


(6)

Tabel 3.25 Total Rangking untuk Daerah 7 (Tapanuli Utara)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.050 0.289 0.014

Luas Sawah 0.020 0.305 0.006

Biaya Perawatan 0.050 0.354 0.018

Waktu 0.048 0.051 0.002

0.041

Tabel 3.26 Total Rangking untuk Daerah 8 (Mandailing Natal)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.116 0.289 0.034

Luas Sawah 0.046 0.305 0.014

Biaya Perawatan 0.116 0.354 0.041

Waktu 0.086 0.051 0.004

0.093

Tabel 3.27 Total Rangking untuk Daerah 9 (Labuhan Batu)

Faktor Evaluasi Faktor Bobot Bobot Evaluasi

Luas Irigasi 0.025 0.289 0.007

Luas Sawah 0.053 0.305 0.016

Biaya Perawatan 0.025 0.354 0.009

Waktu 0.024 0.051 0.001