Interaksi Pertumbuhan antara Shorea selanica dan Gnetum gnemon dalam Media Tanam dengan Konsentrasi Cocopeat yang Berbeda

INTERAKSI PERTUMBUHAN ANTARA Shorea selanica DAN
Gnetum gnemon DALAM MEDIA TANAM DENGAN
KONSENTRASI COCOPEAT YANG BERBEDA

TEGUH ARTHA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Interaksi Pertumbuhan
antara Shorea selanica dan Gnetum gnemon dalam Media Tanam dengan
Konsentrasi Cocopeat yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 16 Januari 2014
Teguh Artha
NIM E44090061

ABSTRAK
TEGUH ARTHA. Interaksi Pertumbuhan antara Shorea selanica dan Gnetum gnemon
dalam Media Tanam dengan Konsentrasi Cocopeat yang Berbeda. Dibimbing oleh
ARUM SEKAR WULANDARI
Melinjo (Gnetum gnemon) dapat digolongkan sebagai jenis toleran maupun
intoleran, salah satu jenis kayu yang dapat dikombinasikan dengan melinjo yaitu kayu
bapa/meranti bapa (Shorea selanica). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
pertumbuhan S. selanica dan melinjo yang ditanam secara terpisah maupun yang ditanam
bersama dalam satu polibag serta mendapatkan informasi mengenai konsentrasi media
cocopeat yang terbaik dalam media tanam yang dapat membantu pertumbuhan S. selanica
dan melinjo. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktor. Faktor
pertama ialah pola tanam dengan 2 taraf yaitu pola tanam 1 (S.selanica atau melinjo) dan
pola tanam 2 (S.selanica dan melinjo). Faktor kedua ialah konsentrasi cocopeat dalam
media tanam, dengan 4 taraf yaitu 0%, 10%, 20%, 30%. Pertumbuhan akar S. selanica

dan melinjo lebih baik yang ditanam pada pola tanam 1 dibandingkan dengan yang
ditanam pola tanam 2. Pertumbuhan tajuk S. selanica dan melinjo yang ditanam pada
pola tanam 1 maupun pola tanam 2 menunjukkan tidak ada perbedaan nyata, sehingga S.
selanica dan melinjo dapat ditanam bersama dalam pola tanam agroforestri. Konsentrasi
cocopeat 10% dapat meningkatkan pertumbuhan pucuk S. selanica, konsentrasi cocopeat
20% dapat meningkatkan pertumbuhan pucuk melinjo dan konsentrasi cocopeat 30%
dapat meningkatkan perkembangan akar melinjo. Konsentrasi cocopeat menunjukkan
hasil yag bervariasi terhadap perkembangan akar S. selanica.
Kata kunci : cocopeat, interaksi, melinjo, S. selanica
ABSTRACT
TEGUH ARTHA. Growth Interaction between Shorea selanica and Gnetum gnemon in
the Media with Different Cocopeat Consentration. Supervised by ARUM SEKAR
WULANDARI
Melinjo (Gnetum gnemon) can be categorized in a tolerant and intolerant
condition, a species that can be combined with melinjo is meranti bapa (Shorea selanica).
The objectives research are to compare the growth of S. selanica and melinjo which were
planted separately and they were combined in a polybag, also to get information the best
cocopeat media concentration that can improve the growth of S. selanica and melinjo.
This research using complete random design with two factors. The first factor is the
pattern of planting by 2 levels, i.e pattern of planting 1 (S. selanica or melinjo) and

pattern of planting 2 ((S. selanica and melinjo). The second factor is cocopeat
concentration in media with four levels. Those are 0%, 10%, 20%, and 30%. The result
showed that the root growth of S. selanica and melinjo were better planted by first pattern
of planting than second pattern of planting. Crown growth of S. selanica and melinjo that
were planted in first and second pattern of planting, showed there were no significant
difference, so S. selanica and melinjo can be combined in agroforestry planting pattern.
Cocopeat concentration 10% could increase shoot growth of S.selanica, cocopeat
concentration 20% could increase shoot growth of melinjo and cocopeat consentration
30% could increase root growth of melinjo. Cocopeat concentration showed the variation
result towards root growth of S.selanica.
Key words: cocopeat, interaction, melinjo, S. selanica

INTERAKSI PERTUMBUHAN ANTARA Shorea selanica DAN
Gnetum gnemon DALAM MEDIA TANAM DENGAN
KONSENTRASI COCOPEAT YANG BERBEDA

TEGUH ARTHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Penelitian

Nama Mahasiswa
NIM

: Interaksi Pertumbuhan antara Shorea selanica dan
Gnetum gnemon dalam Media Tanam dengan
Konsentrasi Cocopeat yang Berbeda
: Teguh Artha
: E44090061


Disetujui oleh

Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Penelitian

Nama Mahasiswa
NIM

Interaksi Pertumbuhan antara Shorea selanica dan
Gnetum gnemon dalam Media Tanam dengan

Konsentrasi Cocopeat yang Berbeda
Teguh Artha

E44090061

Disetujui oleh

Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

MS

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang
telah memberikan segala nikmat sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember

2013, dengan judul Interaksi Pertumbuhan antara Shorea selanica dan Gnetum
gnemon dalam Media Tanam dengan Konsentrasi Cocopeat yang berbeda.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir Arum Sekar
Wulandari, MS selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya. Selain
itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga atas segala doa,
bantuan, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada Ade Ayu Dewayani,
Lody Junio, Rian Pamujianto, Hanum Wulan F, Dina Kusuma Dewi, dan temanteman Sivikultur 46 atas kebersamaan dan bantuan kepada penulis selama
melakukan penelitian maupun dalam penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Teguh Artha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2


METODOLOGI

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Tahapan Penelitian

2

Analisis Data

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Hasil

5

Pembahasan

8

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11


Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter
S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
2 Pengaruh konsentrasi cocopeat terhadap pertumbuhan tinggi dan
diameter S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
3 Pengaruh pola tanam terhadap berat basah dan berat kering pucuk akar
tanaman S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
4 Pengaruh konsentrasi cocopeat terhadap berat basah dan berat kering
pucuk akar tanaman S. selanica dan melinjo selama 5 bulan
pengamatan
5 Pengaruh pola tanam terhadap perkembangan akar primer dan sekunder
S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
6 Pengaruh konsentrasi cocopeat terhadap perkembangan akar primer dan
sekunder S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan

6
6
6

7
7
7

DAFTAR GAMBAR
1 Banyaknya unit ulangan dalam penelitian
2 Pertumbuhan tinggi dan diameter bibit S. selanica pola tanam 1 (a),
S. selanica dan melinjo pola tanam 2 (b), dan melinjo pola tanam 1
3 Perakaran bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
4 Sketsa distribusi perakaran bibit melinjo (a) dan S. selanica (b) yang
ditanam pada pola tanam 2.

4
5
8
9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang bertujuan untuk
mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari, dengan cara
mengkombinasikan tanaman pangan/pakan ternak dengan tanaman pohon pada
sebidang lahan yang sama. Pilihan pola tanam agroforestri merupakan salah satu
bentuk strategi petani untuk memperoleh pendapatan yang kontinyu. Contoh
tanaman yang dapat dikembangkan secara agroforestri adalah melinjo (Gnetum
gnemon).
Melinjo merupakan jenis yang dapat ditanam secara toleran maupun
intoleran sehingga dapat digunakan pada pola tanam agroforestri. Salah satu jenis
kayu yang dapat dikombinasikan dengan melinjo yaitu kayu bapa/meranti bapa
(Shorea selanica). Jenis ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan dapat tumbuh
dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan B dan kayunya biasa dimanfaatkan
untuk pembuatan veneer, kayu lapis, konstruksi bahan bangunan dan kayu
perkapalan (Al Rasyid et al. 1991).
S. selanica dan melinjo diketahui sebagai tanaman yang dapat bersimbiosis
dengan fungi ektomikoriza (Wulandari 2002, Riniarti 2010). Fungi mikoriza jenis
ektomikoriza memiliki kecenderungan lebih spesifik dalam membentuk simbiosis,
dan umumnya hanya pada tanaman berkayu (Brundrett 2002) walaupun terdapat
laporan adanya fungi ektomikoriza pada perdu dan semak (Bidartondo et al. 2003;
Dickie et al. 2004; Nara dan Hogetsu 2004). Simbiosis antara fungi ektomikoriza
dan tanaman dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro yang
dapat membantu meningkatkan pertumbuhan (Lunt dan Hedger 2003), dapat
meningkatkan penyerapan air (Warren et al. 2008) dan meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap patogen dan kekeringan (Riyanto 2003).
Saat ini informasi terkait dengan interaksi pertumbuhan antara melinjo dan
S. selanica masih terbatas sehingga perlu adanya penelitian mengenai interaksi
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dari kedua jenis tersebut. Pertumbuhan
ini terkait dengan media tanam yang digunakan. Media tanam tidak harus terdiri
dari tanah, namun juga memungkinkan untuk mencampurkan berbagai jenis
media tanam lain seperti pasir, cocopeat, arang sekam dan sebagainya.
Media tanam pasir mempunyai kemampuan menyimpan air sangat rendah
sehingga lebih cepat kering, berat dan harganya yang mahal. Oleh karena ini
perlu adanya media tanam alternatif sebagai pengganti pasir, salah satunya ialah
cocopeat. Cocopeat adalah serbuk halus sabut kelapa yang dihasilkan dari proses
penghancuran sabut kelapa. Keunggulan cocopeat sebagai media tanam antara
lain dapat menyimpan air yang mengandung unsur hara. Sifat cocopeat yang
senang menampung air, daya serap air tinggi, menggemburkan tanah dengan pH
netral, menguntungkan karena akan menyimpan pupuk cair sehingga frekuensi
pemupukan dapat dikurangi dan di dalam cocopeat juga terkandung unsur hara
dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman dan menunjang pertumbuhan akar
dengan cepat sehingga baik untuk pembibitan. Dengan sifatnya yang demikian,
cocopeat dapat digunakan sebagai campuran dalam media tanam. Pencampuran
media tanam dapat memberikan efek positif maupun negatif terhadap

2
pertumbuhan tanaman, oleh karena itu perlu dibuat komposisi yang tepat dari
pencampuran media tanam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) membandingkan pertumbuhan Shorea
selanica dan melinjo yang ditanam secara terpisah maupun yang ditanam bersama
dalam satu polibag, (2) mendapatkan informasi mengenai konsentrasi media
cocopeat yang terbaik dalam media tanam yang dapat membantu pertumbuhan S.
selanica dan melinjo.

METODE
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, dari bulan Juli 2013 hingga
Januari 2014. Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Silvikultur,
Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan dan alat
Bahan tanaman yang digunakan yaitu bibit melinjo dan bibit Shorea
selanica berumur 2 bulan. Fungi sumber inokulum yang digunakan yaitu
inokulum tanah yang mengandung miselia ektomikoriza berjenis
Scleroderma sinnmariense. Media tanam yang digunakan adalah campuran dari
tanah, cocopeat, kompos, dan arang sekam. Alat-alat yang yang digunakan dalam
penelitian ini ialah polibag ukuran 15x20, gunting, kamera, penggaris, kaliper
digital dengan ketelitian 0.01 mm, dan alat tulis.
Tahapan Penelitian
Persiapan Bahan
Persiapan Media Tanam. Media tanam yang digunakan merupakan
campuran dari tanah, dan kompos dengan perbandingan 1:1; arang sekam dengan
konsentrasi 10% dan ditambahkan cocopeat konsentrasi 0%, 10%, 20%, dan 30%.
Konsentrasi cocopeat 0% berarti dalam media tanam tidak ditambahkan cocopeat
(sebagai kontrol). Media yang sudah tercampur secara merata, kemudian
dimasukkan ke dalam polibag.
Persiapan Bahan Tanaman. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
ialah bibit S. selanica dan melinjo yang berumur 2 bulan. Benih S. selanica
berasal dari Hutan Penelitian Haurbentes, Jasinga, Bogor. Benih disemaikan di
rumah kaca departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB; sedangkan bibit
melinjo diperoleh dari penjual bibit di Ciapus, Bogor.
Inokulum Fungi Ektomikoriza. Jenis fungi ektomikoriza yang digunakan
ialah S. sinnamariense. Inokulum yang digunakan berupa inokulum tanah yang
mengandung miselum fungi ektomikoriza. Banyaknya inokulum yang diberikan
ialah 8 g/bibit.
Penanaman dan Inokulasi. Media tanam yang telah disiapkan
dimasukkan ke dalam polibag, kemudian disiram dengan air sampai jenuh. Bibit

3
S. selanica dan melinjo dipindahkan ke dalam polibag tersebut. Inokulasi
dilakukan cara meletakkan inokulum fungi ektomikoriza di dekat perakaran bibit
melinjo. Pemeliharaan meliputi penyiraman yang dilakukan 1 hari sekali serta
penyiangan dan pembasmian hama.
Pengamatan dan Pengambilan Data
Pengamatan yang dilakukan meliputi: pengukuran tinggi bibit (cm),
diameter batang (mm), biomassa akar, pucuk dan total serta pertumbuhan akar.
Tinggi Bibit (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan
menggunakan penggaris. Bibit diukur mulai dari leher akar (batas antara batang
dengan akar di atas permukaan tanah) hingga pucuknya. Untuk menghindari
kesalahan pengukuran, di samping bagian batang terukur ditancapkan penanda
yang ditandai dengan selotip. Pengukurannya dilakukan 2 minggu sekali, mulai
dari awal penanaman hingga akhir pengamatan, selama 5 bulan pengamatan.
Diameter Batang (mm). Pengukuran diameter batang dilakukan dengan
menggunakan kaliper dengan jarak 1–2 cm di atas leher akar. Pengukuran
dilakukan 6 minggu sekali, selama 5 bulan pengamatan. Untuk menghindari
kesalahan pengukuran, bagian batang terukur ditandai dengan selotip.
Biomassa Akar, Pucuk, Total (g). Perhitungan biomassa dilakukan
dengan menimbang berat basah dan berat kering akar, pucuk, dan total bibit
S. selanica dan melinjo. Pengambilan data ini dilakukan pada akhir pengamatan.
Pengukuran berat basah dan kering akar dan pucuk dilakukan dengan cara
memisahkan bibit dari media tanam, kemudian akar dicuci dari kotoran yang
menempel. Setelah bersih bagian akar dan pucuk dipisahkan. Pucuk dan akar
ditimbang berat basahnya. Berat basah total diperoleh dengan cara menjumlahkan
berat basah pucuk dan akar. Untuk mendapatkan data berat kering, pucuk dan akar
dikeringkan dalam oven pada suhu 700C selama 5 hari, kemudian ditimbang
beratnya. Berat kering total diperoleh dengan cara menjumlahkan berat kering
pucuk dan akar.
Pengamatan Akar. Akar bibit S. selanica dan melinjo dibersihkan dari
media tanam, kemudian dicuci sampai bersih. Pemeriksaan akar dilakukan dengan
mengukur panjang akar primer dan akar sekunder terpanjang. Untuk mengetahui
bentuk dari sistem perakaran, maka pada akhir pengamatan dilakukan pemotretan
akar tanaman.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pola tanam yang terdiri dari 2 taraf
yaitu pola tanam 1 dan pola tanam 2. Pola tanam 1 adalah dalam 1 polibag hanya
ditanam 1 bibit (S. selanica atau melinjo), sedangkan pola tanam 2 adalah dalam 1
polibag ditanam 2 bibit (S. selanica dan melinjo). Faktor kedua adalah konsentrasi
cocopeat (0%, 10%, 20%, 30%). Kombinasinya ialah :
1. S. selanica menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 0 %
2. S. selanica menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 10 %
3. S. selanica menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 20 %
4. S. selanica menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 30 %
5. Melinjo menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 0 %
6. Melinjo menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 10 %

4
7. Melinjo menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 20 %
8. Melinjo menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat 30 %
9. S. selanica + melinjo menggunakan media dengan konsentrasi cocopeat
0%
10. S. selanica + melinjo menggunakan media dengan konstrasi cocopeat
10 %
11. S. selanica + melinjo menggunakan media dengan konstrasi cocopeat
20 %
12. S. selanica + melinjo menggunakan media dengan konstrasi cocopeat
30 %
Penelitian ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan, masing-masing diulang
sebanyak 3 kali. Masing-masing ulangan terdiri dari 4 unit polibag sehingga
terdapat 144 satuan percobaan (Gambar 1).

Gambar 1 Tata letak bibit S. Selanica dan melinjo di dalam rumah kaca
berdasarkan rancangan acak lengkap
Model umum rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut:

Yijk
µ
αi
βj
(αβ)ij
ɛijk

= Nilai pengamatan untuk pengaruh perlakuan pola tanam taraf ke-i,
pengaruh perlakuan konsentrasi cocopeat taraf ke-j, dan ulangan ke-k
= Nilai tengah (rataan) umum
= Pengaruh perlakuan pola tanam taraf ke-i
= Pengaruh perlakuan konsentrasi cocopeat taraf ke-j
= Pengaruh interaksi antara perlakuan pola tanam taraf ke-i
dan perlakuan konsentarsi cocopeat pada taraf ke-j dan ulangan ke-k.
= Galat acak percobaan pada perlakuan pola tanam ke-i, perlakuan
konsentrasi cocopeat ke-j dan ulangan ke-k

5
Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA, apabila hasil sidik
ragam memberikan hasil berpengaruh nyata atau sangat nyata maka selanjutnya
dilakukan uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui beda antar perlakuan.
Data diolah menggunakan komputer dengan progam software SAS versi 9.1.3
portable.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam dan konsentrasi
cocopeat memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan
bibit S. selanica dan melinjo, dan tidak ada interaksi antara perlakuan pola tanam
dan konsentrasi cocopeat. Pertumbuhan tinggi dan diameter S. selanica dan
melinjo yang ditanam pada pola tanam 1 tidak berbeda nyata dengan yang
ditanam pada pola tanam 2 (Gambar 2). Pemberian cocopeat pada media tanam
tidak menimbulkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan
diameter S. selanica dan melinjo.

a

b

c
Gambar 2 Pertumbuhan tinggi dan diameter bibit S. selanica pola tanam 1 (a),
S. selanica dan melinjo pola tanam 2 (b), dan melinjo pola tanam 2 (c)

6
Tabel 1 Pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter bibit S.
selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
Perlakuan

Pertambahan tinggi
(cm)*

Pertambahan diameter
(mm)*

2.368b
8.993a

0.785a
0.647a

2.530b
6.879a

0.775a
0.542a

Pola tanam
Pola tanam 1
S. selanica
Melinjo
Pola tanam 2
S. selanica
Melinjo

*: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 2

Pengaruh konsentrasi cocopeat terhadap pertumbuhan tinggi dan
diameter bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan

Perlakuan
% cocopeat
0 (kontrol)
10
20
30

Pertambahan tinggi (cm)*
S. selanica
melinjo
2.403a
3.203a
1.503a
2.360a

6.003a
6.957a
11.667a
11.347a

Pertambahan diameter (mm)*
S. selanica
melinjo
0.843a
1.003a
0.587a
0.707a

0.790a
0.407a
0.947a
0.443a

*: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam tidak berpengaruh
nyata terhadap berat kering pucuk dan berat total tetapi berpengaruh nyata pada
berat kering akar S. selanica dan melinjo, dan tidak ada interaksi antara perlakuan
pola tanam dan konsentrasi cocopeat. Berat kering S. selanica yang ditanam pada
pola tanam 2 lebih besar dibandingkan dengan yang ditanam pada pola tanam 1,
sedangkan berat kering melinjo lebih besar yang ditanam pada pola tanam 1
dibandingkan dengan pola tanam 2. Pemberian cocopeat pada media tanam tidak
menimbulkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan berat kering S. selanica
dan melinjo.
Tabel 3 Pengaruh pola tanam terhadap berat basah dan berat kering pucuk dan
akar tanaman bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
Berat kering (g)*
Berat kering total
Perlakuan
Akar
Pucuk
(g)*
Pola tanam
Pola tanam 1
S. selanica
Melinjo
Pola tanam 2
S. selanica
Melinjo

0.131c
0.298a

0.352b
0.662a

0.436b
0.936a

0.193bc
0.271ab

0.338b
0.692a

0.532b
0.987a

*: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
1% (uji selang berganda Duncan).

7
Tabel 4 Pengaruh konsentrasi cocopeat terhadap berat basah dan berat kering
pucuk dan akar tanaman bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan
pengamatan
Perlakuan
% cocopeat
0 (kontrol)
10
20
30

Berat kering akar (g)*
S. selanica
melinjo
0.147a
0.170a
0.083a
0.123a

0.257a
0.277a
0.263a
0.397a

Berat kering pucuk (g)*
S. selanica
melinjo
0.437a
0.333a
0.323a
0.313a

0.587a
0.687a
0.837a
0.540a

*: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
1% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 5 Pengaruh pola tanam terhadap perkembangan akar primer dan sekunder
bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
Panjang akar (cm)*
Akar primer
Akar sekunder

Perlakuan
Pola tanam
Pola tanam 1
S. selanica
Melinjo
Pola tanam 2
S. selanica
Melinjo

13.555a
12.037a

6.920a
7.773a

12.241a
15.682a

6.738a
5.000a

*: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
1% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 6 Pengaruh konsentrasi cocopeat terhadap perkembangan akar primer dan
sekunder bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan
Perlakuan
% cocopeat
0 (kontrol)
10
20
30

Panjang akar primer (cm)*
S. selanica
melinjo
14.077a
14.443a
10.733a
14.967a

7.867a
13.877a
12.243a
14.160a

Panjang akar sekunder (cm)*
S. selanica
melinjo
5.467a
5.503a
9.183a
7.527a

3.817a
9.093a
7.357a
10.827a

*: angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji
1% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa pola tanam dan konsentrasi cocopeat
tidak berpengaruh nyata terhadap perkembangan akar primer maupun akar
sekunder, dan tidak ada interaksi antara perlakuan pola tanam dan konsentrasi
cocopeat. Panjang akar primer dan sekunder bibit S. selanica dan melinjo yang
ditanam pada pola tanam 1 tidak berbeda nyata dengan yang ditanam pada pola
tanam 2. Pemberian cocopeat pada media tanam belum dapat meningkatkan
panjang akar primer dan sekunder bibit S. selanica dan melinjo yang ditanam pada
pola tanam 1 dan 2. Contoh perakaran pada pola tanam 1 dan 2 dapat dilihat pada
Gambar 3.

8

a
b
c
Gambar 3 Perakaran bibit S. selanica dan melinjo selama 5 bulan pengamatan:
a. perakaran bibit S. selanica pola tanam 1; b. perakaran bibit melinjo
pola tanam 1; c. perakaran bibit Melinjo dan S. selanica pola tanam 2
Pembahasan
Kombinasi antara dua tanaman dapat menyebabkan adanya interaksi baik
bersifat positif ataupun negatif. Interaksi yang positif akan menghasilkan
peningkatan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut,
akan tetapi apabila bentuk interaksi yang terjadi adalah negatif maka peningkatan
produksi salah satu jenis tanaman akan menyebabkan penurunan produksi
tanaman yang lain. Interaksi antara tanaman S. selanica dan melinjo dapat dilihat
dengan membandingkan parameter pertumbuhan baik yang ditanam secara
terpisah (pola tanam 1) maupun yang ditanam dalam satu polibag (pola tanam 2),
yaitu tinggi, diameter, panjang akar primer dan akar sekunder serta berat basah
dan berat kering bibit. Pola tanam 1 merupakan simulasi dari pola tanam
monokultur, sedangkan pola tanam 2 merupakan simulasi dari pola tanam
agroforestri.
Tanaman agroforestri yang ditanam berdampingan pada satu lahan akan
berinteraksi bila ketersediaaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah
terbatas sehingga terjadi kompetisi. Pertumbuhan tinggi, diameter dan berat kering
pucuk S. selanica dan melinjo yang ditanam pada pola tanam 1 dan pola tanam 2
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terjadi kompetisi nutrisi antara S. selanica dan melinjo. S. selanica dan melinjo
mempunyai strategi pengambilan hara yang berbeda karena memiliki strata akar
yang berbeda. Akar primer melinjo pada pola tanam 2 memiliki pertumbuhan
yang paling panjang. Akar primer yang panjang tidak menjadi penghalang untuk
pertumbuhan akar S. selanica karena pada umur yang sama akar S. selanica lebih
pendek dibandingkan akar melinjo. Ukuran akar S. selanica yang lebih pendek
memungkinkan akar S. selanica dan melinjo tidak saling tumpang tindih.
Perakaran S. selanica yang pendek memberikan ruang tumbuh bagi perakaran
melinjo dan pertumbuhan S. selanica tidak menghambat melinjo sehingga tidak
terjadi kompetisi antara kedua jenis tersebut. Ilustrasi perakaran pada pola tanam
2 dapat dilihat pada Gambar 4. Pertumbuhan bibit S. selanica dan melinjo yang
ditanam bersama dalam 1 polibag tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan S.
selanica dan melinjo yang ditanam sendiri dalam 1 polibag. Dalam aplikasinya di
lapangan, S. selanica dan melinjo dapat ditanam dengan pola tanam agroforestri.

9

(a)
(b)
Gambar 4 Sketsa distribusi perakaran bibit melinjo (a) dan S. selanica (b)
yang ditanam pada pola tanam 2.
Menurut Winarto (2006), agroforestri merupakan manajemen pemanfaatan
lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan kegiatan
kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan
memperhatikan kondisi lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat yang
berperan serta. Kombinasi antara S. selanica dan melinjo dapat dikategorikan
jenis agoforestri multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dengan
berbagai jenis kayu yang ditanam dan dikelola, untuk menghasilkan kayu,
dedaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
manusia maupun dijadikan makanan ternak. Penanaman dengan pola agroforestri
lebih menguntungkan karena (1) meningkatkan produktivitas, (2) meningkatkan
kesuburan tanah, (3) konservasi tanah, (4) meningkatkan efesiensi penggunaan air,
(5) memperbaiki lingkungan mikro, (6) konservasi biodiversitas, (7) biodrainase,
dan (8) meningkatkan penyerapan karbon (Fanish dan Priya 2013). Contoh
penggunaan jenis agroforestry ini adalah pada KHDTK (Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus) Carita yang mengkombinasikan antara tanaman Shorea spp.
dengan tanaman melinjo dan durian dalam progam PHBM (Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat).
Pada pola tanam agroforestri, jarak tanam menjadi hal yang sangat penting,
karena jarak tanam berkaitan dengan ketersediaan cahaya matahari yang dapat
menembus kanopi tanaman utama dan ketersediaan ruang untuk perakaran (Sukandi
et al. 2002). Ketersediaan cahaya matahari dapat diatasi karena S. selanica
merupakan jenis yang toleran. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) jenisjenis Shorea spp. adalah jenis toleran yang sangat peka terhadap intensitas cahaya
tinggi. Penerimaan intensitas cahaya tinggi akan mengubah warna daun,
peningkatan suhu tanah dan tidak aktifnya mikoriza. Perubahan warna daun
menjadi kekuningan akibat zat hijau daun beroksidasi dengan intensitas cahaya
tinggi (Salisbury dan Ross 1995). Dengan penerapan pola tanam agroforestri yang
menggunakan melinjo sebagai tanaman kombinasi tentu sangat menguntungkan
bagi S. selanica karena tajuk melinjo dapat digunakan sebagai naungan alami.
Penyediaan ruang tumbuh untuk perakaran juga tidak menjadi masalah karena

10
akar S. selanica dan melinjo berada dalam strata yang berbeda sehingga tidak
saling tumpang tindih.
Perakaran terkait dengan seberapa besar unsur hara yang diserap oleh
tanaman. Mahendra (2009) menjelaskan bahwa akar bagi tanaman adalah salah
satu faktor penting bagi pertumbuhan, tanpa akar proses fotosintesis untuk
memproduksi karbohidrat dan energi tidak akan bisa berjalan. Fungsi akar bagi
tanaman yaitu membantu tumbuhan agar dapat berdiri kokoh di dalam tanah,
menyerap air dari tanah serta menyerap unsur hara dari tanah. Akar primer
berguna untuk perluasan jangkauan dalam penyerapan unsur hara. Semakin
panjang akar primer maka akan berpengaruh pada kedalaman akar. Kedalaman
perakaran sangat berpengaruh pada porsi air yang dapat diserap. Makin panjang
dan dalam akar menembus tanah makin banyak air yang dapat diserap bila
dibandingkan dengan perakaran yang pendek dan dangkal dalam waktu yang
sama (Jumin 1989).
Perakaran melinjo yang ditanam pada pola tanam 1 lebih baik dibandingkan
pola tanam 2. Hal ini karena pada pola tanam 2 terjadi kompetisi ruang tumbuh
akar antara S. selanica dan melinjo. Sebaliknya perakaran S. selanica tumbuh
dengan baik jika ditanam pada pola tanam 2 dibandingkan dengan pola tanam 1.
Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini ditambahkan dengan inokulum
fungi ektomikoriza S. sinnamariense. Secara alami fungi ektomikoriza
S. sinnamariense lebih menyukai melinjo sebagai tanaman inang dibandingkan
dengan S. selanica. S. sinnamariense dapat menginfeksi S. selanica tetapi
infeksinya tidak langsung melalui inokulum fungi yang diinokulasikan (Riniarti
2010), tetapi melalui akar melinjo yang sudah terinfeksi oleh fungi ektomikoriza.
Pada pola tanam 1 tidak ada S. selanica yang terinfeksi S. sinnamariense,
sedangkan pada pola tanam 2 bibit S. selanica yang terinfeksi ada 2.08 %. Adanya
infeksi mikoriza pada bibit akan memperbaiki struktur tanah sehingga
pertumbuhan akar menjadi lebih baik. Adanya ektomikoriza juga memberikan
manfaat bagi pertumbuhan bibit. Eksplorasi hifa pada media tumbuh lebih luas
dibandingkan dengan akar tanaman, sehingga meningkatkan penyerapan unsur
hara tanaman dalam tanah (Santoso et al. 2007).
Melinjo memiliki sistem perakaran dalam sehingga dalam agroforestri lebih
sesuai bila dikombinasikan dengan jenis tanaman yang memiliki perakaran
dangkal seperti S. selanica. Semakin dalam akar tanaman melinjo, maka semakin
baik untuk pola tanam agroforestri karena semakin dalam suatu akar pohon, maka
persaingan unsur hara dan air dengan tanaman yang lain akan semakin sedikit.
Panjang akar sekunder melinjo pola tanam 2 lebih kecil daripada panjang akar
sekunder melinjo pola tanam 1. Semakin kecil nilai panjang horisontal akar (akar
sekunder), maka sistem perakaran melinjo semakin bagus untuk sistem
agroforestri, karena persaingan unsur hara dengan S. selanica tidak terlalu besar.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah media
tanam yang digunakan. Media tanam yang baik adalah media yang mampu
menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah cukup bagi pertumbuhan tanaman.
Hal ini dapat ditemukan pada tanah dengan tata udara yang baik, mempunyai
agregat mantap, kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk perakaran
yang cukup. Proses penanaman dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
jenis media tanam seperti pasir, serbuk gergaji, arang sekam, cocopeat, zeolit,
vermikulit dan perlit (Fahmi 2013). Cocopeat merupakan media tanam alternatif

11
yang dapat digunakan untuk menggantikan pasir. Serbuk sabut kelapa (cocopeat)
adalah hasil sampingan dari proses pengambilan serat sabut kelapa. Ihsan (2013)
menyatakan bahwa kandungan hara yang terkandung dalam cocopeat yaitu unsur
hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman diantaranya adalah kalium,
fosfor, kalsium, magnesium dan natrium. Cocopeat dapat menahan kandungan air
dan unsur kimia pupuk serta menetralkan kemasaman tanah. Sifat tersebut
menyebabkan cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan
tanaman dan media tanam bibit di rumah kaca dan persemaian.
Penambahan cocopeat pada media tanam belum dapat mempengaruhi
pertumbuhan S. selanica dan melinjo baik yang ditanam pada pola tanam 1
maupun pola tanam 2. Walaupun demikian terdapat kecenderungan penambahan
cocopeat pada media tanam dapat meningkatkan pertumbuhan bibit S. selanica
dan melinjo dibandingkan dengan control. Konsentrasi cocopeat 10% dapat
meningkatkan pertumbuhan pucuk S. selanica, konsentrasi cocopeat 20% dapat
meningkatkan pertumbuhan pucuk melinjo dan Konsentrasi cocopeat 30% dapat
meningkatkan perkembangan akar melinjo. Konsentrasi cocopeat menunjukkan
hasil yag bervariasi terhadap perkembangan akar S. selanica. Cocopeat
berpengaruh terhadap penyimpanan air pada media tanam. Hal ini dikarenakan
cocopeat bersifat hydrofilik dimana kelembaban akan tersebar merata pada
permukaan serbuk (Prasetyawan 2009). Kondisi seperti ini menyebabkan
cocopeat mudah untuk menyerap air meskipun berada di udara kering sehingga
cocok untuk digunakan pada daerah dengan curah hujan rendah. Semakin besar
konsentrasi cocopeat maka akan menyimpan air lebih banyak. Hal itu dapat
menjadi keuntungan ataupun kerugian bagi tanaman karena media yang terlalu
banyak menyimpan air dapat menghambat pertumbuhan beberapa tanaman.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pertumbuhan bibit S. selanica dan melinjo yang ditanam sendiri maupun
bersama dalam 1 polibag menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. Dengan
demikian, S. selanica dan melinjo dapat ditanam secara agroforestri. Terdapat
kecenderungan penambahan cocopeat pada media tanam dapat meningkatkan
pertumbuhan bibit S. selanica dan melinjo dibandingkan dengan control.
Konsentrasi cocopeat 10% dapat meningkatkan pertumbuhan pucuk S. selanica,
konsentrasi cocopeat 20% dapat meningkatkan pertumbuhan pucuk melinjo dan
Konsentrasi cocopeat 30% dapat meningkatkan perkembangan akar melinjo.
Konsentrasi cocopeat menunjukkan hasil yag bervariasi terhadap perkembangan
akar S. selanica.
Saran
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya ketidak
konsistenan konsentrasi cocopeat yang dapat meningkatkan pertumbuhan
S. selanica, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari
konsentrasi cocopeat yang tepat bagi pertumbuhan akar S. selanica

12

DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H, Hendrawan D. 1991. Vademikum
Dipterocarpaceae. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan.
Bidartondo MI, Bruns TD, Weiß M, Sérgio C, Read DJ. 2003. Specialized
cheating of the ectomycorrhizal symbiosis by an epiparasitic liverwort. Proc
R Soc Lond B. 270:835-842.
Brundrett MC. 2002. Coevolution of roots and mycorrhizas of land plants. New
Phytol. 154:275-304.
Dickie IA, Guza RC, Krazewski E, Reich PB. 2004. Shared ectomycorrhizal fungi
between a herbaceous perennial (Helianthemum bicknellii) and oak (Quercus)
seedlings. New Phytol. 164:375-382
Fahmi ZI. 2013. Media Tanam Sebagai Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Tanaman [Internet]. [Diunduh 2014 Jan 20]. Tersedia pada:
http://ditjenbun.deptan.go.id.
Fanish SA, Priya RS. 2013. Review of benefits of agroforestry system.
International J of Edu and Res. 1(1):1-12.
Ihsan M. 2013. Manfaat Serbuk Cocopeat/Serbuk Sabut Kelapa [Internet].
[Diunduh 2014 Jan 23]. Tersedia pada: http://ceritanurmanadi.wordpress.com.
Jumin HB. 1989. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta (ID):
CV. Rajawali.
Lunt PH, Hedger JN. 2003. Effect of organic enrichment of mine spoil on growth
and nutrient uptake in oak seedlings inoculated with selected ectomychorrizal
fungi. Restoration Ecology 11(2):125-130.
Mahendra F. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Yogyakarta (ID): Graha
Ilmu.
Nara K, Hogetsu T. 2004. Ectomycorrhizal fungi on established shrubs facilitate
subsequent seedling establishment of successional plant species. Ecology
85:1700-1707.
Prasetyawan D. 2009. Sifat fisis dan mekanis papan komposit dari serbuk sabut
kelapa (cocopeat) dengan plastik polyethylene [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Raharjo JT, Sadono R. 2008. Model tajuk jati (Tectona grandis) dari berbagai
famili pada uji keturunan umur 9 tahun. J Ilmu Kehutanan 2(2):89-95.
Riniarti M. 2010. Dinamika Kolonisasi Tiga Fungi Ektomikoriza Scleroderma spp.
dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Tanaman Inang [disertasi]. Bogor
(ID):Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Riyanto D. 2003. Respon pertumbuhan stek Shorea selanica BL. terhadap
pemberian asam humat dan inokulasi cendawan ektomikoriza [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Jurusan Manajemen Hutan.Institut
Pertanian Bogor.
Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Lukman D,
Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Plant
Physiology 4th Edition.
Santoso E, Turjaman M, Irianto RSB. 2007. Aplikasi mikoriza untuk
meningkatkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi. Di dalam:

13
Siran AS, Bismark M, Samsoedin I, Suhaendi H, Pratiwi, Haryono, Mardiah,
editor. Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Prosiding Ekspose
Hasil-Hasil Penelitian; 2006 Sep 20; Padang, Indonesia. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. hlm 71-80.
Sukandi T, Sumarhani, Murniati. 2002. Informasi Teknis Pola Wanatani
(Agroforestri). Bogor (ID): Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor.
Soerianegara I, Lemmens RHMJ. 1993. Plant Resources of South-East Asia No.
5(1) Timber Trees: Major Commercial Timber. Wageningen (DE): Pudoc
Scientific Publishers.
Warren JM, Brooks JR, Meinze FC, Eberhart JL. 2008. Hydraulic redistribution
of water from Pinus ponderosa trees to seedling: evience for an
ectomycorrhizal
pathway.
New
Phytol.
178:382-394.
doi:
10.1111/j.1469.8137.2008.02377.x.
Winarto B. 2006. Kamus Rimbawan. Jakarta (ID): Yayasan Bumi Indonesia Hijau.
Wulandari AS. 2002. Beberapa gatra biologi ektomikoriza Scleroderma pada
melinjo [disertasi]. Bogor (ID): Program Pasca sarjana, Institut Pertanian
Bogor.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 1 Juli 1991 dari ayah
Sudarman dan ibu Rini Susilowati. Penulis adalah putra pertama dari dua
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purworejo dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa yakni Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM
FAHUTAN) pada tahun 2010/2011 sebagai staf KOMINFO, dan Tree Grower
Community (TGC) pada tahun 2011/2012 sebagai staf KOMINFO. Kepanitiaan
yang diikuti yaitu Piknas PC SYLVA IPB tahun 2010, Seminar Jabon tahun 2011,
TGC in Action pada tahun 2011 dan Seminar Nasional Gambut tahun 2012. Pada
tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH)
di lokasi Pangandaran-Gunung Sawal, pada bulan Juni sampai dengan Juli. Tahun
2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di lokasi Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Bandung dan Cianjur pada bulan
Juni sampai dengan Juli. Tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi
(PKP) di PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat pada bulan Februari sampai
dengan April.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Interaksi Pertumbuhan antara Shorea selanica dan
Gnetum gnemon dalam Media Tanam dengan Konsentrasi Cocopeat yang
Berbeda, di bawah bimbingan Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS.

Dokumen yang terkait

APLIKASI KONSENTRASI PAKLOBUTRAZOL PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM BERBAHAN COCOPEAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

11 74 56

Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume, dan Shorea selanica (Dc) Blume terhadap Tingkat Intensitas Cahaya Matahari

0 2 90

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda

0 5 37

PERTUMBUHAN BAYAM MERAH (Alternanthera amoena voss) SECARA Pertumbuhan bayam merah (Alternanthera amoena voss) Secara Hidroponik Dengan Konsentrasi Nutrisi Dan Media Tanam Yang Berbeda.

0 2 9

PERTUMBUHAN BAYAM MERAH (Alternanthera amoena voss) SECARA HIDROPONIK DENGAN KONSENTRASI NUTRISI DAN MEDIA Pertumbuhan bayam merah (Alternanthera amoena voss) Secara Hidroponik Dengan Konsentrasi Nutrisi Dan Media Tanam Yang Berbeda.

0 3 15

PENDAHULUAN Pertumbuhan bayam merah (Alternanthera amoena voss) Secara Hidroponik Dengan Konsentrasi Nutrisi Dan Media Tanam Yang Berbeda.

0 2 5

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KONSENTRASI EM YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium Gelombang Cinta (Anthurium plowmanii var Giant) PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN COCOPEAT.

0 0 7

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS PUCUK MELINJO (Gnetum gnemon.L) SECARA IN-VITRO PADA BERBAGAI KONSENTRASI NAA DAN BAP DALAM MEDIA MS.

0 0 1

Pengaruh Media Tanam dan Pemupukan Npkterhadap Pertumbuhan Bibit Damar Mata Kucing (Shorea javanica)

1 1 10

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans P.) PADA MEDIA TANAM ARANG SEKAM DAN COCOPEAT SERTA KONSENTRASI POH CAIR

0 0 16