Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM
YANG BERBEDA

DENTI DEWI GATARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media
Tanam yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Denti Dewi Gatari
NIM A24090068

ABSTRAK
DENTI DEWI GATARI. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung
(Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda. Dibimbing
oleh MAYA MELATI.
Tempuyung merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh liar. Budi
daya tempuyung dapat dilakukan di dalam pot, polybag, atau lahan dengan
menggunakan bahan organik yang dicampur dengan puing bangunan atau pasir
serta batu yang diberi banyak kapur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
tempuyung (Sonchus arvensis L.). Percobaan ini menggunakan rancangan
kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal, tiga taraf dan tiga perlakuan
yaitu 8 kg tanah, 7.5 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi, 7 kg tanah + 0.5 kg
pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam. Ketiga perlakuan menggunakan dosis
kapur 10 g/polybag. Komposisi media tanam sebagai pembanding adalah 7 kg

tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam tanpa kapur. Setiap
perlakuan terdiri atas 10 tanaman dan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa komposisi media tanam tidak mempengaruhi peubah
vegetatif dan komponen hasil tanaman tempuyung. Bobot basah akar pada umur 5
MST dengan penambahan pupuk kandang sapi nyata lebih kecil dibandingkan
dengan perlakuan tanpa kapur.
Kata kunci: arang sekam, kapur, pupuk kandang sapi

ABSTRACT
DENTI DEWI GATARI. Growth and Production of Tempuyung (Sonchus
arvensis L.) with Different Media Compositions. Supervised by MAYA
MELATI.
Tempuyung is one of wild medicinal plants. Tempuyung can be planted in
the pot, polybag or land with mix of organic material debris or sand with a lot of
lime. The objective of this research was to determine the effect of media
composition on the growth and production of tempuyung. The experiment was
arranged in a randomized complete block design with one factor, three treatments
and three replications. The treatments were 8 kg soil, 7.5 kg soil + 0.5 kg cow
manure, 7 kg soil + 0.5 kg cow manure + 0.5 kg rice hull charchoal. The three
treatments used lime with the rate of 10 g/polybag. Media composition as control

was 7 kg soil + 0.5 kg cow manure + 0.5 kg rice hull without lime. Every
treatment consisted of 10 plants. The results of experiment showed that media
composition didn’t affect the growth and yield component of tempuyung
significantly. Compared to treatment without lime, fresh weight of root at 5 MST
with the application of cow manure was significantly smaller.
Keywords: cow manure, lime, rice hull

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM
YANG BERBEDA

DENTI DEWI GATARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus
arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda
Nama
: Denti Dewi Gatari
NIM
: A24090068

Disetujui oleh

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

---- -----

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus
arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda
: Denti Dewi Gatari
Nama
NIM
: A24090068

Disetujui oleh

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc
Pembimbing

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Mei 2013 ini ialah
komposisi media tanam, dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Media Komposisi Media Tanam yang
Berbeda.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Maya Melati, MS, MSc
yang telah membimbing penulis dan memberikan saran selama menyusun usulan
penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan masukan serta motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman AGH 46
(Socrates) atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Denti Dewi Gatari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani

2

Ekologi dan Penyebaran


2

Budi Daya Tanaman

3

Kandungan dan Khasiat

3

Media Tanam

3

Tanah

4

Pupuk Kandang


4

Arang Sekam

5

Kapur

5

METODE

5

Bahan

5

Alat


6

Prosedur Penelitian

6

Rancangan Percobaan

8

Prosedur Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum
Analisis Tanah Awal

8
8
8
10

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Diameter Tajuk, Panjang Daun,
Jumlah Daun dan Jumlah Anakan
10

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Bobot Basah dan Kering Daun dan
Akar
13
Rasio Tajuk dan Akar

14

Laju Tumbuh Relatif

15

Kadar Air Daun dan Akar

15

Indeks Luas Daun

16

Laju Asimilasi Bersih

17

Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

17
19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1

Data iklim wilayah Dramaga Bogor

9

2

Analisis tanah awal

10

3

Rata-rata diameter tajuk tempuyung

11

4

Rata-rata panjang daun terpanjang tempuyung

12

5

Rata-rata jumlah daun tempuyung

12

6

Rata-rata jumlah anakan tempuyung

13

7

Rata-rata bobot basah dan kering daun tempuyung

14

8

Rata-rata bobot basah dan kering akar tempuyung

14

9

Rasio tajuk dan akar tempuyung

15

10 Laju tumbuh relatif tempuyung

15

11 Rata-rata kadar air daun dan akar tempuyung

16

12 Rata-rata indeks luas daun tempuyung

16

13 Laju asimilasi bersih daun tempuyung

17

DAFTAR GAMBAR
1

Keragaan tanaman yang terserang serangga

9

2

Kondisi tanaman saat terserang cendawan

9

3

Cendawan Rhizoctonia solani pada mikroskop

10

4

Keragaan tanaman pada umur 3 MST dan 6 MST

13

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan
dalam semua aspek kehidupan manusia. Tanaman obat digunakan oleh
masyarakat sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
serta peningkatan kesehatan (promotif) (Hernani dan Nudjanah 2009).
Tempuyung sebagai salah satu jenis tanaman obat potensial yang menggunakan
bagian daunnya untuk pengobatan (Siswanto et al. 2004). Permintaan simplisia
rata-rata sebesar 4 789 kg pada tahun 1993. Dugaan permintaan simplisia rata-rata
pada tahun 2000 sebesar 24 404 kg (Muhammad et al. 1993). Permintaan daun
pada tanaman ini cukup tinggi namun usaha budi daya tempuyung belum intensif
untuk memenuhi permintaan tersebut.
Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari
atau sedikit terlindung dan pada tanah yang agak lembab, seperti pinggir parit,
pinggir jalan, sela-sela batu, tebing dan tembok miring (Djauhariya dan Hernani
2004; Dalimartha 2005). Tanaman ini dapat tumbuh di media tanah. Penelitian
Wahyuningsih (2005) menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan dalam
budi daya tempuyung adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1 dan pupuk anorganik. Komposisi media tanam yang lain perlu
dicari dengan mempertimbangkan lingkungan tumbuh tempuyung pada
umumnya. Campuran media yang dapat digunakan adalah pupuk kandang atau
arang sekam yang merupakan limbah pertanian.
Pupuk merupakan masukan yang penting dalam produksi tanaman
(Harahap 2005). Pupuk kandang adalah salah satu bahan untuk memperbaiki sifat
kimia tanah terutama meningkatkan ketersediaan unsur hara makro (N, P, K, Ca,
Mg, dan S) dan mikro (Fe, Zn, Mn, B, Cu, dan Mo) (Chairani 2006). Kualitas
pupuk kandang sangat tergantung pada jenis ternak dan kualitas pakan (Hadid dan
Laude 2007). Arang sekam yang diberikan pada media tanam dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman, menambah hara tanah dan memperbaiki sifat-sifat tanah
terutama sifat fisik. Hasil penelitian Saleh (2010) menunjukkan bahwa
penggunaan arang sekam sebagai media tanam dapat meningkatkan ketersediaan
N dan K2O.
Budi daya tempuyung dapat dilakukan di dalam pot, polybag, atau lahan
dengan menggunakan bahan organik yang dicampur dengan puing bangunan atau
pasir. Kajian tentang komposisi media tanam untuk tempuyung masih terbatas.
Penelitian ini mempelajari kesesuaian berbagai jenis komposisi media tanam
untuk pertumbuhan tempuyung. Menurut Foragri (2011), media tanam tempuyung
harus material yang basa. Lahan bekas reruntuhan bangunan yang memiliki
banyak zat kapur sangat cocok untuk media tanam tempuyung. Oleh karena itu,
sebagai tambahan kajian juga akan mempelajari pengaruh kapur dalam media.

2
Perumusan Masalah
1. Adakah pengaruh nyata komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan
produksi tempuyung?
2. Adakah perbedaan respon tanaman terhadap pemberian kapur pada media
tanam?
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh komposisi media tanam dan pemberian kapur
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.).
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat komposisi media tanam terbaik untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman tempuyung.
2. Terdapat perbedaan respon tanaman terhadap pemberian kapur pada media
tanam.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Tempuyung memiliki nama latin Sonchus arvensis L. dan tergolong ke
dalam famili compositae. Tanaman ini merupakan terna tahunan yang tingginya
dapat mencapai 2 m. Daun tunggal, daun bagian bawah terpusat membentuk roset,
bentuk lonjong atau lanset, tepi berlekuk menjari atau berlekuk tak teratur,
pangkal berentuk panah atau jantung, ujung bercuatan pendek, panjang 6 – 48 cm,
dan lebar 10 cm. Mahkota bunga berwarna kuning terang yang akan berwarna
merah kecoklatan (Syukur dan Hernani 2002). Tempuyung memiliki panjang
daun 8 – 42 cm dan lebar 4 – 12 cm. Kelopak berbentuk lonceng dan berbulu.
Mahkota berwarna putih sampai kuning keputihan (Djauhariya dan Hernani
2004). Pendapat mengenai panjang dan lebar daun memiliki perbedaan yang dapat
disebabkan oleh perbedaan dalam teknik budi daya.
Menurut Dalimartha (2005) tempuyung yang berdaun kecil disebut
lempung dan yang berdaun besar dengan tinggi mencapai 2 m disebut rayana.
Menurut Erine (2011) tempuyung berdaun hijau licin dan sedikit ungu dan tepinya
berombak tak beraturan.
Ekologi dan Penyebaran
Husnan (2000) mengemukakan bahwa tempuyung berasal dari Eurasia. Di
Amerika Utara, tanaman ini tumbuh sebagai gulma dan dikenal dengan nama
perennial sowthistle. Syukur dan Hernani (2002) menyatakan bahwa tempuyung
dapat tumbuh di daerah yang banyak turun hujan. Curah hujan yang dibutuhkan
oleh tempuyung adalah 2000 – 3000 mm/tahun. Tanaman ini relatif mudah
tumbuh di berbagai tempat, seperti tempat bertebing, pinggir saluran air, atau

3
pematang. Jenis tanah yang cocok ditanami tempuyung adalah tanah latosol dan
alluvial. Menurut Dalimartha (2005) tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka
yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, seperti tebing-tebing, tepi
saluran air, atau tanah terlantar.
Budi Daya Tanaman
Menurut Waluya (2001) tempuyung dapat dibudidayakan secara vegetatif
dan generatif. Husnan (2000) menyatakan bahwa tempuyung diperbanyak secara
generatif, yaitu dengan biji. Biji tempuyung sangat halus dan bobot 1000 butir biji
berserat memiliki berat 0.4 g. Biji ini dapat tersebar dengan cepat melalui
perantara angin dan air. Syukur dan Hernani (2002) mengemukakan bahwa bobot
1 g biji terdapat 2500 – 3600 butir. Biji tempuyung dapat disemai terlebih dahulu
sebelum dipindahkan ke lapang. Persemaian diberi atap perlindungan agar
terlindung dari terik matahari. Menurut Husnan (2000) pemberian naungan pada
tanaman tempuyung mampu meningkatkan produksi daun.
Kandungan dan Khasiat
Menurut Syukur dan Hernani (2002) tempuyung memiliki kandungan
silika, kalium, flavonoid, dan inositol. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
(2006) menyatakan bahwa tempuyung mengandung flavonoid (kaemferol,
luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin, taraksasterol serta
asam fenolat bebas. Kandungan flavonoid total dalam daun tempuyung 0.1044 %,
dalam akar tanaman sebesar 0.5 % dengan jenis terbesar adalah apigenin-7-Oglikosida (3,4,5). Flavonoid juga terdapat di bagian kayu, kuli, serbuk sari, bunga
dan biji tempuyung.
Menurut Syukur dan Hernani (2002) daun tempuyung berfungsi sebagai
penggembur batu ginjal, menghilangkan tekanan darah tinggi, obat bengkak,
menghilangkan rasa lesu dan pegal, obat penenang, asma, bronchitis, serta dapat
menyembuhkan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Menurut Dalimartha
(2005) tempuyung memiliki rasa pahit. Tanaman ini dapat digunakan untuk
mengatasi batu saluran kencing dan batu empedu, radang usus buntu, disentri,
wasir, beser mani, darah tinggi, saluran pendengaran, rematik, memar, bisul, dan
luka bakar.
Media Tanam
Flegmann dan George (1975) mengemukakan bahwa media tanam adalah
media tumbuh bagi tanaman yang dapat memasok sebagian unsur-unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Baudendistel (1982) menyatakan bahwa syarat media
tanam yang baik adalah memiliki sifat fisik remah agar akar tanaman mudah
berkembang dan menembus tanah, tidak mengandung toksik yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman, tingkat kemasaman baik, tidak mengandung
hama dan penyakit dan memiliki kapasitas memegang air yang cukup.
Penelitian Saleh (2005) menunjukkan bahwa perlakuan media tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap vegetatif tanaman cabe jawa perdu. Komposisi media
tanam yang digunakan berupa tanah × pupuk kandang × arang sekam dengan
perbandingan 1:1:1, tanah × pupuk kandang × pasir dengan perbandingan 1:1:1

4
dan tanah x pupuk kandang × pasir dengan perbandingan 1:1:2. Kapur yang
diberikan pada media tanam menggunakan dosis 10 g/polybag.
Penelitian Wahyuningsih (2005) menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi
pupuk N secara split, yaitu 50 % pada umur 0 MST dan 50 % pada umur 4 MST
dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap vegetatif tanaman, bobot
basah dan kering daun dan akar tanaman tempuyung. Komposisi media tanam
yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
2:1 dengan pemberian pupuk anorganik.
Tanah
Menurut Harjadi (1979) tanah merupakan komponen hidup dari
lingkungan yang penting yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi
penampilan tanaman. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah merupakan suatu
sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah dapat menerima tambahan bahan dari
luar atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimilikinya, sehingga tanah memiliki
input dan output. Jenis-jenis input antara lain hasil pelapukan bahan induk,
endapan baru, air hujan, pengairan, sisa-sisa tanaman dan sinar matahari. Jenisjenis output antara lain erosi tanah, penguapan air, penyerapan unsur hara oleh
tanaman, pencucian dan pancaran panas atau emisi.
Pupuk Kandang
Hartatik dan Widowati (2006) mengemukakan bahwa pupuk kandang
didefinisikan sebagai semua produk buangan dari hewan yang dapat digunakan
untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk
kandang dibagi menjadi dua, yaitu pupuk kandang padat dan pupuk kandang cair.
Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik belum
dikomposkan maupun sudah dikomposkan. Pupuk kandang cair adalah pupuk
yang berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang tercampur dengan urin
hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air. Yusuf (2009) menyatakan
bahwa kandungan hara yang dikeluarkan oleh ternak berbeda-beda tergantung dari
jenis makanannya. Usia ternak pun menjadi faktor penentu kadar hara dalam
kotorannya. Ternak muda akan menghasilkan feses dan urin dengan kadar hara N
rendah.
Husnan (2000) mengemukakan bahwa pemberian pupuk organik (pupuk
kandang sapi) dengan dosis 0.5 kg per tanaman berpengaruh nyata terhadap
peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, diameter batang, bobot
basah (akar, batang dan daun), bobot kering, panjang akar dan total panen
tanaman tempuyung. Sugito (2005) menjelaskan bahwa pupuk kotoran ayam
memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi
terhadap pertumbuhan tanaman karena pupuk kotoran ayam mengandung kadar
air yang rendah, sehingga kemampuan menahan air lebih tinggi.
Rosani (2006) mengemukakan bahwa banyaknya pupuk kandang yang
diperlukan tergantung pada jenis tanah, tanah yang diusahakan, bentuk usaha tani,
dan banyaknya pupuk yang tersedia. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk
kandang tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Unsur NPK dapat
hilang oleh pencucian dan penguapan saat terjadi dekomposisi aerob dan anaerob.

5
Arang Sekam
Nugraha dan Setiawati (2009) menyatakan bahwa sekam padi merupakan
lapisan keras membungkus kariopsis butir gabah yang terdiri dari dua belahan,
yaitu lema dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah,
sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah
penggilingan. Proses ini akan menghasilkan 16.3 % - 28 % sekam yang dapat
digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan energi. Balai Penelitian
Tanah (2005) menyatakan bahwa sekam padi dan jerami mengandung silika yang
sangat tinggi. Balai Penelitian Tanah (2011) menyatakan bahwa sekam
mengandung 20 % SiO2.
Supriyanto dan Fiona (2010) menyatakan bahwa arang sekam dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman dan menambah hara tanah walaupun dalam
jumlah yang sedikit. Penggunaan arang sekam dapat membantu memperbaiki
sifat-sifat tanah subsoil sehingga cocok untuk tempat tumbuh tanaman dan
pertumbuhan tanaman menjadi baik. Arang sekam juga dapat mengefektifkan
pemupukan dan sebagai pengikat hara yang dapat digunakan bagi tanaman saat
kekurangan hara. Hara yang terkandung di dalam arang sekam akan dikeluarkan
secara perlahan (slow release).
Kapur
Hardjowigeno (2007) mengemukakan bahwa kapur mengandung unsur Ca.
Pemberian kapur ke dalam tanah umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur
Ca melainkan karena tanah terlalu masam sehingga unsur P sulit diserap oleh
tanaman dan keracunan dari unsur Al dapat dihindarkan. Pengapuran berfungsi
untuk menaikkan pH tanah, menambah unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan
unsur P dan Mo, mengurangi keracunan Fe, Mn dan Al, memperbaiki kehidupan
mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil-bintil akar.
Hasil penelitian Azis dan Langi (2010) menunjukkan bahwa penggunaan
kapur dan pupuk kandang sapi dengan dosis masing-masing 10 ton ha-1 dapat
meningkatkan tinggi tanaman serta penggunaan kapur dan pupuk kandang ayam
dengan dosis masing-masing 10 ton ha-1 dapat meningkatkan jumlah cabang
tanaman kacang tanah. Kedua perlakuan ini ditambah dengan pupuk NPK sebesar
60 kg ha-1. Tanah yang digunakan untuk menanam kacang tanah ini memiliki pH
< 5.5.
Penelitian Sugiarso et al. (1993) menunjukkan bahwa media tanam terbaik
untuk tempuyung pada media tanah andosol dan kapur dengan perbandingan 4 : 1.
Pada media tersebut tinggi tanaman, tajuk tanaman lebih lebar, jumlah daun dan
bobot basah per tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanah andosol dan
kapur dengan perbandingan 4 : 3 dan 4 : 2.

METODE
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan untuk percobaan adalah anakan tempuyung
yang berumur ± 4 minggu atau yang memiliki 1 - 2 daun. Bahan tanam diperoleh

6
dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), Bogor. Bahan lainnya
adalah tanah, pupuk kandang sapi, arang sekam, kapur, paranet dengan intensitas
cahaya matahari 40 %, amplop coklat, koran dan polybag berukuran 40 × 50 cm.
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat budi daya pertanian, timbangan
analitik, meteran, alat tulis, gunting, cutter dan oven dengan suhu 80 oC selama 2
hari.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2013 di Kebun
Percobaan Cikarawang IPB, Dramaga Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di
Laboratorium Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penimbangan dan pengeringan dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Prosedur Penelitian
Percobaan diawali dengan persiapan lahan dan media tanam. Media tanam
dipersiapkan 1 minggu sebelum tanam. Tanah diayak terlebih dahulu agar akar
tanaman mudah menembus tanah dan aerasi tanah baik. Setiap polybag berisi
media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Bobot media per polybag
sebesar 8 kg. Anakan tempuyung yang digunakan telah berumur 4 minggu atau
sudah memiliki 2 daun dipindahkan ke dalam poybag yang sudah dipersiapkan
terlebih dahulu. Kapur diberikan secara melingkar dengan dosis 10 g/polybag.
Jarak tanam antar polybag adalah 50 cm × 50 cm. Lahan diberi naungan berupa
paranet dengan intensitas cahaya matahari 40 % selama 4 minggu agar tanaman
yang baru dipindahkan tidak mati.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman, penyiraman,
penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyulaman
dilakukan pada umur 1 MST dengan cara mengganti tanaman yang mati dengan
tanaman baru yang umurnya relatif sama dan seragam. Penyiraman dilakukan
untuk menjaga kelembaban tanah. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara
manual yaitu dengan mencabut gulma yang ada di dalam dan di sekitar polybag
agar tidak terjadi persaingan hara dengan gulma. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman agar tidak menyebar ke
tanaman lainnya.
Tanaman yang dipanen secara destruktif, yaitu mengambil seluruh bagian
tanaman. Tanaman yang telah dipanen, dicuci kemudian dikeringanginkan
terlebih dahulu selama beberapa menit agar kadar airnya berkurang. Bagian daun
dan akar dipisah kemudian masing-masing ditimbang untuk memperoleh data
bobot basah, bobot kering dan indeks luas daun (ILD). Daun-daun dicetak ke
kertas koran. Cetakan gambar daun digunting kemudian ditimbang menggunakan
timbangan analitik untuk mengetahui bobot kertas yang digunting. Cara ini
dilakukan untuk menghitung indeks luas daun. Setiap tanaman dimasukkan ke

7
dalam amplop coklat. Amplop coklat diberi label agar tidak terjadi kerancuan data
dan dimasukkan ke dalam oven selama dua hari dengan suhu 80 oC. Tanaman
ditimbang untuk mendapatkan data bobot kering tanaman.
Peubah vegetatif yang diamati setiap minggu antara lain diameter tajuk
terlebar, panjang daun terpanjang, jumlah daun dihitung pada daun tempuyung
yang sudah membuka secara penuh dan jumlah anakan. Bobot basah dan kering
daun dan akar dilakukan pada umur 5, 8 dan 11 MST.
Laju tumbuh relatif (LTR) tanaman tempuyung dapat diketahui dari data
bobot kering dan waktu. Laju tumbuh relatif ini menunjukkan peningkatan bobot
kering dalam interval waktu. Cara menghitung laju tumbuh relatif (LTR) yaitu:
ln W2 – ln W1
Laju tumbuh relatif =

T2 – T1

Keterangan:
W1
= Bobot kering pada waktu T1 (g)
W2
= Bobot kering pada waktu T2 (g)
T1
= Waktu pengamatan awal (minggu)
T2
= Waktu pengamatan akhir (minggu)
Data bobot basah dan kering dapat digunakan untuk mengetahui kadar air.
Cara menghitung kadar air yaitu:
Bobot basah – bobot kering
Kadar air (%) =
× 100 %
Bobot basah
Perhitungan Indeks Luas Daun dilakukan pada setiap tanaman panen. Cara
menghitung Indeks Luas Daun (ILD) yaitu:
bobot kertas replika × luas kertas 20 cm × 20 cm
ILD =

× luas lahan
bobot kertas 20 cm × 20 cm

Data luas daun dapat digunakan untuk menghitung LAB (Laju asimilasi
bersih). Laju asimilasi bersih menunjukkan hasil bersih dari hasil asimilasi per
satuan luas daun dan waktu. Cara menghitung laju asimilasi bersih (LAB) yaitu:
W2 – W1
LAB =

A2 – A1

ln A2 – ln A1

×

T2 – T1

Keterangan:
W1
= Bobot kering pada waktu T1 (g)
W2
= Bobot kering pada waktu T2 (g)
T1
= Waktu pengamatan awal (minggu)
T2
= Waktu pengamatan akhir (minggu)
A1
= Luas daun total pada waktu T1 (cm2)
A2
= Luas daun total pada waktu T2 (cm2)

8
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktor tunggal yang terdiri atas tiga taraf, yaitu:
M1
= 8 kg tanah + kapur.
M2
= 7.5 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + kapur.
M3
= 7 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam + kapur.
Pembanding = 7 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam.
Perlakuan M1, M2 dan M3 menggunakan dosis kapur 10 g/polybag
sedangkan perlakuan M4 tanpa kapur yang digunakan sebagai pembanding.
Setiap perlakuan terdiri atas 10 tanaman dengan 3 ulangan, sehingga total
tanaman ada 120 tanaman. Model rancangan yang digunakan adalah:
Yij = µ + αi + βj + εij
dimana:
Yij
= Nilai pengamatan pengaruh faktor α ke-i, faktor β ke-j
µ
= Nilat tengah umum
αi
= Pengaruh perlakuan komposisi media tanam ke-i
βj
= Pengaruh pemberian kapur ke-j
εij
= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.
Prosedur Analisis Data
Data pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (uji
F) taraf 5 %. Hasil pengamatan yang berbeda nyata diuji lanjut menggunakan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% sedangkan untuk membandingkan
dengan perlakuan tanpa kapur menggunakan uji lanjut t-dunnet. Data diolah
menggunakan software SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum
Suhu rata-rata saat percobaan dimulai yaitu 25.8 oC dan curah hujan ratarata sebesar 406 mm. Intensitas penyinaran matahari yaitu 294 Cal cm-2. Suhu
rata-rata harian tiap bulan berkisar antara 25.8 - 26.4 oC dengan rata-rata suhu
bulanan selama percobaan yaitu 26.2 oC. Curah hujan harian tiap bulan berkisar
antara 216 - 406 mm dengan rata-rata curah hujan bulanan selama percobaan yaitu
307.5 mm. Intensitas penyinaran matahari tiap bulan berkisar 283 – 330 Cal cm-2
dengan rata rata intensitas penyinaran selama percobaan sebesar 305.3 Cal cm-2.
Data iklim dapat dilihat pada Tabel 1.

9
Tabel 1 Data iklim wilayah Dramaga Bogor pada bulan Februari – Mei 2013
Temperatur
Max. (oC)

Min (oC)

Intensitas penyinaran
matahari (Cal cm-2)

Curah hujan (mm)

Februari 2013

29.7

23.8

294

406

Maret 2013

31.0

23.5

330

290

April 2013

30.9

24.0

314

216

283

399

Bulan

Mei 2013
31.1
23.7
Sumber: Stasiun Klimatologi, Dramaga Bogor

Hama yang ditemukan selama percobaan berlangsung adalah kutu daun
(Aphis sp.) dan belalang. Kutu daun mulai menyerang tanaman pada umur 3 MST
dan terdapat di bagian bawah daun. Kutu daun mulai menyerang pada bagian
tangkai tempuyung setelah muncul tangkai bunga sedangkan belalang menyerang
pada daun. Gejala serangan serangga terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Keragaan tanaman yang terserang gigitan serangga
Beberapa tanaman tempuyung mengalami busuk pangkal batang yang
terjadi pada umur 10 MST dengan suhu rata-rata harian tiap bulan 23.7 oC dan
curah hujan rata-rata harian tiap bulan yaitu 399 mm. Busuk pangkal batang
disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani. Cendawan ini menampilkan gejala
busuk basah, mengerut sampai bercak coklat atau hitam (Djafaruddin 2008).
Penyakit ini diawali dengan daun layu dan membusuk kemudian mengering
seperti hangus. Kondisi tanaman terdapat pada Gambar 2 dan cendawan
Rhizoctonia solani terdapat pada Gambar 3.

Gambar 2

Kondisi tanaman tempuyung saat mulai terserang cendawan
Rhizoctonia solani

10

Gambar 3 Cendawan Rhizoctonia solani pada mikroskop
Peubah vegetatif rata-rata memiliki nilai maksimum pada umur 8 MST
dan menurun pada umur 9 MST yang diikuti dengan masuknya fase generatif.
Tanaman tempuyung mulai muncul bunga pada 8 MST setelah transplanting.
Penelitian Wahyuningsih (2005) menunjukkan bahwa tanaman tempuyung mulai
berbunga saat 35 – 60 hari setelah transplanting. Perbedaan munculnya umur
berbunga ini diduga karena karena keragaman tanaman yang tinggi dan respon
tanaman terhadap cekaman lingkungan.
Analisis Tanah Awal
Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan pH asam 4.9.
Menurut Foragri (2011), tanaman tempuyung menyukai tempat yang memiliki pH
basa. Kandungan N-total tanah tergolong rendah hanya 0.13 %. Data analisis
tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis tanah awal
Karakter

Satuan

H2O (pH 1:1)
N-total

%

Nilai

Kriteria

4.90

Asam

0.13

Rendah

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Diameter Tajuk, Panjang Daun,
Jumlah Daun dan Jumlah Anakan
Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah
diameter tajuk, panjang daun, jumlah daun dan jumlah anakan. Pengaruh ketiga
perlakuan (dengan kapur) juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan pembanding
tanpa kapur (Tabel 3, 4, 5 dan 6).
Perlakuan penambahan pupuk kandang maupun arang sekam meskipun
tidak nyata cenderung menyebabkan nilai peubah vegetatif tanaman lebih tinggi
dibandingkan dengan media tanah dan kapur saja. Penelitian Husnan (2000)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 0.5 kg per
tanaman berpengaruh pada peningkatan peubah vegetatif tanaman tempuyung.
Tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam diduga menyebabkan kurang
tersedianya hara tanaman.

11
Tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam menyebabkan
diameter tajuk maksimum tercapai pada umur 7 MST sedangkan dengan
penambahan pupuk kandang dan arang sekam serta pembanding tanpa kapur
diameter tajuk maksimum tercapai pada umur 8 MST (Tabel 3). Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan tempuyung tanpa penambahan pupuk kandang
cenderung lebih terhambat dibandingkan dengan yang lain.
Penambahan pupuk kandang maupun arang sekam menyebabkan ukuran
dan jumlah daun mencapai maksimum pada umur 8 – 9 MST sedangkan tanpa
penambahan pupuk kandang menyebabkan kedua peubah tersebut mencapai nilai
maksimum pada waktu lebih awal (Tabel 4 dan 5). Pupuk kandang dapat
memperbaiki sifat fisik tanah (Hartatik dan Widowati 2009) dan karakteristik
arang sekam yang bersifat poros menyebabkan aerasi dan drainase menjadi baik
(Waryuningsih dan Darliah 1994).
Tabel 3 Rata-rata diameter tajuk tanaman tempuyung
Perlakuan
Diameter
tajuk pada
minggu ke-

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5
kg pukan+0.5
kg arang sekam

KK

Diameter tajuk (cm)tn

tn

1

12.29

12.22

11.56

11.72

7.27

2

14.61

15.36

14.72

14.21

9.85

3

19.32

20.50

20.11

17.61

9.03

4

25.15

28.48

29.22

26.91

10.38

5

27.68

31.07

32.19

29.33

10.55

6

29.06

34.66

35.11

33.13

9.78

7

29.54

35.62

35.39

34.56

9.91

8

29.23

36.20

35.70

37.26

10.91

9

28.77

35.89

35.67

35.43

10.81

10

26.64

33.13

35.17

36.08

17.56

11
27.74
35.08
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

35.38

22.95

21.21

Tanpa penambahan arang sekam, terjadi penurunan panjang daun pada
umur ± 9 MST (Tabel 4). Tanpa penambahan arang sekam penurunan jumlah
daun terjadi pada umur ± 10 MST (Tabel 5).
Beberapa tanaman mengalami peningkatan jumlah daun 1 – 3 daun dan
jumlah daun menurun rata-rata 2 daun pada umur 10 MST. Jumlah daun menurun
dapat disebabkan oleh gugurnya daun tua. Keragaman tanaman jumlah daun
terdapat pada Gambar 4.

12
Tabel 4 Rata-rata panjang daun terpanjang tanaman tempuyung
Perlakuan
Panjang
daun pada
minggu ke-

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg
arang sekam+kapur

7 kg tanah+0.5
kg pukan+0.5 kg
arang sekam

KK

Panjang daun (cm)tn

tn

1

7.61

7.84

7.47

7.55

6.41

2

8.75

9.24

9.13

8.63

5.39

3

11.89

11.98

12.59

11.18

8.37

4

14.72

15.72

16.40

14.92

9.78

5

15.52

16.44

17.15

16.21

10.39

6

15.56

18.07

17.93

17.90

9.54

7

15.55

18.95

18.54

18.05

9.84

8

15.79

19.53

18.98

19.79

9.22

9

15.63

18.98

19.01

18.94

10.43

10

14.88

17.84

18.27

19.07

12.65

11
15.15
17.90
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

17.86

11.74

16.95

Tabel 5 Rata-rata jumlah daun tanaman tempuyung
Jumlah
daun pada
minggu
ke-

Perlakuan
8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg
arang sekam+kapur

7 kg tanah+0.5
kg pukan+0.5 kg
arang sekam

KK

Jumlah dauntn

tn

1

2.3

2.3

2.3

2.1

11.34

2

3.2

2.9

3.1

2.9

9.24

3

4.5

4.8

4.8

4.3

9.63

4

7.2

7.8

7.3

7.1

10.81

5

8.1

9.4

8.7

8.5

12.76

6

9.4

11.6

10.9

11.4

17.11

7

9.8

12.0

15.7

12.6

22.82

8

11.1

15.7

11.1

15.7

20.85

9

11.2

17.4

15.0

16.2

23.14

10

9.5

16.7

16.7

16.7

24.12

11
11.5
15.8
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

17.7

18.6

24.30

13

(a)

(b)

Gambar 4 Keragaan tanaman pada umur 3 MST (a) dan 6 MST (b)
Anakan tempuyung mulai muncul pada umur 3 MST dengan jumlah anakan
yang lebih kecil pada media tanah dan kapur saja. Secara umum terjadi
pembentukan anakan yang lebih intensif pada umur 7 atau 8 MST (Tabel 6). Data
jumlah anakan ini tidak dianalisis secara statistik karena keragaman pada setiap
ulangan sangat tinggi.
Tabel 6 Rata-rata jumlah anakan tanaman tempuyung
Perlakuan
Jumlah
anakan pada
minggu ke-

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

8 kg
tanah+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg
arang sekam

3

0.3

0.7

0.7

0.7

4

0.3

0.7

0.7

0.8

5

0.3

0.8

1.0

0.8

6

0.3

0.9

1.0

1.3

7

1.0

0.9

1.0

1.3

8

1.3

1.4

1.1

1.4

9

0.3

1.4

1.9

1.2

10

1.0

1.5

1.0

1.2

Keempat peubah di atas menunjukkan keterkaitan bahwa pertumbuhan
vegetatif maksimum tercapai pada ± 7 – 8 MST yang diikuti dengan pembentukan
anakan yang lebih intensif. Penurunan pertumbuhan vegetatif dapat disebabkan
oleh masuknya fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga.
Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Bobot Basah dan Kering Daun
dan Akar
Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah
bobot basah dan kering daun dan akar tanaman. Pengaruh ketiga perlakuan
(dengan kapur) juga tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur (Tabel 7
dan 8), tetapi berbeda nyata lebih kecil dengan pembanding tanpa kapur pada

14
peubah bobot basah akar dengan perlakuan penambahan pupuk kandang dan
arang sekam pada umur 5 MST (Tabel 6).
Bobot basah dan kering daun dan akar diukur pada umur 5, 8 dan 11 MST.
Rata-rata bobot basah dan kering daun optimal pada umur 8 MST (Tabel 5)
sedangkan bobot basah dan kering akar meningkat di setiap selang tiga minggu
(Tabel 6). Bobot basah dan kering daun dan akar tanaman dengan penambahan
pupuk kandang maupun arang sekam cenderung lebih baik.
Tabel 7 Rata-rata bobot basah dan kering daun tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5
kg pukan+0.5
kg arang sekam

KK

Bobot basah daun (g)tn
5 MST

5.28

6.02

5.00

6.16

11.33

8 MST

37.59

27.53

38.24

42.82

14.15

11 MST

17.67

48.10

34.53

37.75

11.73

Bobot kering daun (g)

tn

5 MST

0.64

0.76

0.64

0.67

5.65

8 MST

7.25

3.65

4.31

5.01

21.17

11 MST
2.11
4.90
3.76
4.15
13.00
1/2 tn
Analisis statistika ditransformasi (x+1/2) . menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Tabel 8 Rata-rata bobot basah dan kering akar tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg tanah+0.5
kg pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5
kg pukan+0.5
kg arang sekam

KK

Bobot basah akar (g)tn
5 MST

1.79

2.73

1.53

8 MST

27.92

25.09

11 MST

27.46

56.28
Bobot kering akar (g)

**

2.44

6.10

30.20

33.87

19.21

55.74

54.57

10.37

tn

5 MST

0.28

0.42

0.33

0.36

4.69

8 MST

4.32

5.68

6.60

6.80

13.58

11 MST
6.34
13.34
10.82
9.93
11.65
1/2 tn
Analisis statistika ditransformasi (x+1/2) . menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, ***
menunjukkan nilai berbeda nyata pada t-dunnett.

Rasio Tajuk dan Akar
Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah
rasio tajuk dan akar tempuyung. Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga
tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur.

15
Perlakuan tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki
nilai rasio tajuk dan akar tertinggi pada umur 5 dan 8 MST (Tabel 9). Nilai tajuk
yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tajuk menyebabkan rasio tajuk dan
akar tinggi.
Tabel 9 Rasio tajuk dan akar tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg
arang sekam

KK

Rasio tajuk dan akartn
5 MST

2.22

1.79

1.99

1.96

10.15

8 MST

1.48

0.71

0.70

0.88

9.94

11 MST
0.33
0.38
0.38
0.40
4.39
Analisis statistika ditransformasi (x+1/2)1/2. tn menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, ***
menunjukkan nilai berbeda nyata pada t-dunnett.

Laju Tumbuh Relatif
Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah
laju tumbuh relatif. Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga tidak berbeda
nyata dengan pembanding tanpa kapur (Tabel 10).
Laju tumbuh relatif (LTR) daun dan akar tempuyung menurun pada umur
8-11 MST. Hal ini disebabkan oleh gugurnya daun tua. Perlakuan penambahan
pupuk kandang dan arang sekam memiliki LTR daun tertinggi pada umur 5-8
MST sedangkan pembanding tanpa kapur memiliki LTR akar tertinggi pada umur
5-8 MST dan 8-11 MST (Tabel 10). Hal ini diduga karena karakteristik arang
sekam yang poros sehingga memudahkan akar untuk menembus tanah.
Tabel 10 Laju tumbuh relatif tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5
kg pukan+0.5
kg arang sekam

KK

Laju tumbuh relatif daun (g hari-1)tn
5-8 MST

1.34

1.56

8-11 MST

- 0.17

0.09
-2

1.92

1.33

8.25

- 0.06

0.11

30.97

1.01

1.04

3.70

-1 tn

Laju tumbuh relatif akar (g cm hari )
5-8 MST

0.84

0.86

8-11 MST
0.33
0.28
0.17
0.34
1/2 tn
Analisis statistika ditransformasi (x+1/2) . menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

20.65

Kadar Air Daun dan Akar
Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah
kadar air daun dan akar tanaman. Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga

16
tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur tetapi berbeda nyata lebih
kecil dengan pembanding tanpa kapur pada peubah kadar air akar dengan
perlakuan penambahan pupuk kandang pada umur 11 MST (Tabel 11).
Tabel 11 Rata-rata kadar air daun dan akar tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg tanah+0.5
kg pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg
arang sekam

KK

Kadar air daun (%)tn
5 MST

87.70

87.45

87.21

89.02

1.33

8 MST

82.84

86.79

88.66

88.32

2.70

11 MST

88.07

89.47

89.00

89.16

1.95

Kadar air akar (%)

tn

5 MST

83.62

84.52

78.74

85.21

3.37

8 MST

80.73

76.38

78.44

79.92

3.78

11 MST
76.89
76.19 **
81.20
81.98
2.19
tn
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, *** menunjukkan nilai berbeda nyata pada tdunnett.

Indeks Luas Daun
Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah
indeks luas daun (ILD). Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga tidak
berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur.
Pembanding tanpa kapur memiliki nilai ILD tertinggi pada umur 8, 10,
dan 11 MST. Perlakuan penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki
nilai ILD tertinggi pada umur 9 MST (Tabel 12).
Tabel 12 Rata-rata indeks luas daun tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding
7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam

KK

Indeks luas dauntn
8 MST

0.32

0.26

9 MST

0.24

0.08

10 MST

0.22

0.28

1

0.31

0.40

2.74

0.29

0.26

2.16

0.36

0.36

7.52

11 MST
0.16
0.18
0.25
0.34
4.16
1/2 tn
Analisis statistika ditransformasi (x+1/2) . menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, 1
menunjukkan bahwa tidak diuji secara statistik karena hanya 1 ulangan yang diuji dengan
pembanding.

17
Laju Asimilasi Bersih
Laju asimilasi bersih (LAB) diperoleh dari data bobot kering, luas daun
dan waktu. Data laju asimilasi bersih ini tidak dianalisis secara statistik karena
memiliki koefisien keragaman yang tinggi. Laju asimilasi bersih tertinggi terjadi
pada umur 5-8 MST. Tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam
memiliki nilai LAB tertinggi pada umur 5-8 MST tetapi nilai LAB terendah pada
umur 8-11 MST. Penelitian Pujisiswanto dan Pangaribuan (2008) menunjukkan
bahwa nilai LAB tertinggi terjadi pada awal pertumbuhan karena daun tanaman
terkena sinar matahari langsung.
Tabel 13 Laju asimilasi bersih daun tempuyung
Perlakuan
Umur
tanaman
(MST)

8 kg
tanah+kapur

7.5 kg
tanah+0.5 kg
pukan+kapur

Pembanding

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam+kapur

7 kg tanah+0.5 kg
pukan+0.5 kg arang
sekam

Laju asimilasi bersih
5-8 MST

61.67

23.52

30.55

29.47

8-11 MST

- 31.83

- 26.82

- 7.74

7.57

Pembahasan
Peubah vegetatif rata-rata memiliki nilai maksimum pada umur 8 MST dan
menurun pada umur 9 MST yang dapat disebabkan oleh munculnya fase generatif
sehingga fase vegetatif terhenti. Jumlah daun meningkat 1-3 daun dan menurun
pada umur 10 MST yang dapat disebabkan oleh gugurnya daun tua.
Tanaman tempuyung mulai muncul bunga pada umur 8 MST setelah
transplanting yang ditandai dengan munculnya bakal bunga. Bakal bunga yang
baru muncul berwarna hijau dan seperti berbulu kemudian mulai mekar berwarna
kuning. Setelah mekar sempurna, bunga berwarnga kuning dan berubah warna
menjadi putih berbulu. Bulu ini yang diterbangkan oleh angin sebagai cara
penyebaran perkembangbiakan.
Perlakuan penambahan pupuk kandang dan arang sekam menyebabkan
tanaman secara visual memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan dengan
kedua komposisi media tanam lainnya. Perlakuan ini selain menyumbang hara
juga diduga ada perbaikan sifat fisik tanah. Penelitian Husnan (2000)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 0.5 kg per
tanaman berpengaruh pada peningkatan peubah vegetatif tanaman tempuyung.
Menurut Supriyanto (2010), pemberian arang sekam dapat mengefektifkan
pemupukan dan sebagai pengikat hara sehingga dapat digunakan saat tanaman
kekurangan hara. Wuryaningsih dan Darliah (1994) menjelaskan bahwa
karakteristik arang sekam yang ringan, kasar, berwarna hitam, poros dan memiliki
kapasitas memegang air tinggi membuat aerasi dan drainase menjadi baik.
Percobaan mengenai penambahan pupuk kandang dan arang sekam perlu dikaji
lebih lanjut untuk melihat respon tanaman terhadap jenis dan dosis pupuk
kandang serta arang sekam.
Data diameter tajuk dapat menentukan jarak tanam tempuyung. Diameter
tajuk terlebar berkisar antara 56.08 – 37.26 cm (Tabel 3). Oleh karena itu, jarak

18
tanam yang dapat digunakan sebesar 40 cm × 40 cm. Jarak tanam yang
dipersempit dari 50 cm × 50 cm menjadi 40 cm × 40 cm akan meningkatkan
populasi tanaman sehingga diharapkan juga meningkatkan jumlah produksi bobot
basah dan kering daun tempuyung per luasan lahan.
Kriteria panen saat percobaan adalah tanaman tempuyung yang akan
muncul bakal bunga agar kandungan bioaktif pada daun tempuyung masih
tergolong baik dan dua daun tua tempuyung sudah mulai menguning. Percobaan
ini perlu kajian lebih lanjut untuk simplisia dan bioaktifnya agar simplisia tinggi
dan bioaktifnya juga tinggi.
Rata-rata bobot basah daun berkisar 34 – 42 g dan bobot kering daun
berkisar 3 – 5 g pada umur 8 MST dan 11 MST (Tabel 7). Rata-rata bobot basah
akar berkisar 25 – 56 g dan bobot kering akar berkisar 4 – 13 g (Tabel 8). Berbeda
halnya dengan penelitian Wahyuningsih (2005), bobot basah daun berkisar 120 –
125 g, bobot kering daun 14 – 15 g, bobot basah akar berkisar 102 – 109 g dan
bobot kering akar 30 – 32 g. Hal ini diduga karena perbedaan cara panen yaitu
dengan adanya pemangkasan tangkai bunga. Wahyuningsih (2005) melakukan
pemangkasan tangkai bunga yang menyebabkan pembentukan tunas lateral
sehingga jumlah daun yang terbentuk menjadi lebih banyak. Penelitian yang
dilakukan saat ini tidak membiarkan terbentuknya tangkai bunga, namun
memanen daun ketika mulai terbentuk bakal tangkai bunga. Oleh karena itu, bobot
tanaman lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Wahyuningsih (2005).
Laju tumbuh relatif (LTR) dengan penambahan pupuk kandang dan arang
sekam baik menggunakan kapur atau tanpa kapur memiliki nilai tertinggi (Tabel
10). Hal ini diduga karena karakteristik arang sekam yang poros sehingga
memudahkan akar untuk menembus tanah sedangkan untuk penggunaan kapur
tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif tanaman. Pengaruh kapur
juga diteliti oleh Saleh (2005) yang menunjukkan bahwa pengapuran tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa. Peranan pengapuran
perlu dipelajari lebih lanjut karena beberapa pustaka menunjukkan bahwa
tempuyung tumbuh baik di tanah dengan pH tinggi.
Kadar air daun berkisar 87 % - 89 % sedangkan kadar air akar berkisar 76 %
- 81 %. Siemonsa dan Pileuk (1994) menyatakan bahwa kadar air daun sebesar
88%. Persentase kadar air yang tinggi menunjukkan daun tidak dapat disimpan
lama dalam keadaan segar sehingga langsung dikeringkan agar daun tidak busuk
dan rusak. Kadar air daun tertinggi berbeda-beda di selang tiga minggu sedangkan
kadar air akar pembanding tanpa kapur memiliki nilai tertinggi pada umur 5 MST
dan 11 MST (Tabel 11).
Semakin tinggi indeks luas daun (ILD) maka semakin besar fotosintat yang
dihasilkan yang dapat menyebabkan bobot kering semakin berat (Pangestuti et al.
2006). Bobot kering daun tempuyung yang terberat pada penelitian ini tidak
menyebabkan nilai ILD semakin tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh keragaman
tanaman.
Laju asimilasi bersih (LAB) tertinggi terjadi pada umur 5-8 MST. Nilai
LAB dapat dipengaruhi oleh sinar matahari dan banyaknya daun yang terlindungi.
Semakin banyak daun yang terlindungi maka nilai LAB akan semakin kecil. Nilai
LAB yang tinggi pada umur 5-8 MST diduga karena daun-daun tanaman
tempuyung masih terkena cahaya matahari dengan baik dan sedikit daun yang
terlindungi. Tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki nilai

19
LAB tertinggi pada umur 5-8 MST tetapi nilai LAB terendah pada umur 8-11
MST (Tabel 13). Hal ini diduga akibat pertumbuhan tanaman yang kurang baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komposisi media tanam tidak mempengaruhi peubah vegetatif dan
komponen hasil tanaman tempuyung secara nyata namun ada kecenderungan
bahwa penambahan pupuk kandang sapi maupun arang sekam menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Bobot basah akar pada umur 5 MST
dengan penambahan pupuk kandang nyata lebih kecil dibandingkan dengan
perlakuan tanpa kapur.
Saran
Pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang serta arang sekam perlu dikaji
kembali untuk penelitian selanjutnya. Dosis kapur yang digunakan juga perlu
dikaji kembali pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui dosis kapur yang
tepat pada tempuyung.

DAFTAR PUSTAKA
Azis AH, Langi B. 2010. Evaluasi penyuluhan tentang aplikasi kapur pertanian
dan pupuk kandang untuk peningkatan produksi kacang tanah. Jurnal
Agrisistem. 6 (2): 1- 4.
[Balittan] Balai Penelitian Tanah. 2005. Pupuk organik tingkatkan produksi
pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 27
(6): 13-15.
[Balittan]. Balai Penelitian Tanah. 2011. Sumber hara silika untuk pertanian.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 33 (3): 12-13.
Chairani. 2006. Pengaruh fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi terhadap sifat
kimia tanah dan pertumbuhan padi (Oryza sativa) pada lahan sawah tadah
hujan di Langkat, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Pertanian. 25 (1): 814.
Baudendistel RF. 1982. Horticulture: A Basic Awareness Second Edition.
Virginia (US): Reston Publishing Company, Inc.
Dalimartha S. 2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Cet. 1. Jakarta (ID):
Puspa Swara.
Djafaruddin. 2008. Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Cet. 4. Edisi 1.
Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Djauhariya E, Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Cet.1. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Erine M. 2011. Batu ginjal hilang berkat tempuyung [Internet]. Waktu unduh [18
Maret 2012].

20
Flegmann AW, George RAT. 1975. Soils and Other Growth Media. Westport
(US): Avi Publishing Company, Inc.
Foragri. 2011. Budi daya tempuyung [Internet]. Waktu Unduh [9 Maret 2012].
Hadid A, Laude S. 2007. Pengaruh konsentrasi pupuk organik cair lengkap dan
dosis pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah. Jurnal Agroland. 14(4): 260-264.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo.
Harahap KA. 2005. Pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan jagung yang ditanam
di antara tanaman cendana (Santalum album L.). Jurnal Ilmu-ilmu
Pertanian Agroland. 12 (1): 1-6.
Hardjowigeno HS. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia.
Hartatik W, Widowati LR. 2009. Pupuk kandang [Internet]. Waktu unduh [18
Maret 2012].
Hernani R, Nudjanah. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan
kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan
Teknologi TRO. 21 (2): 33-39.
Husnan. 2000. Multiplikasi dan pengakaran in vitro tempuyung (Sonchus arvensis
L.) serta pertumbuhan bib