Analisis Sensitivitas Lingkungan OSCP (Oil Spill Contingency Plan) di Pesisir Selatan Delta Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS SENSITIVITAS LINGKUNGAN OSCP (OIL SPILL
CONTINGENCY PLAN) DI PESISIR SELATAN DELTA
MAHAKAM, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MURSALIN

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Sensitivitas
Lingkungan OSCP (Oil Spill Contingency Plan) di Pesisir Selatan Delta
Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Mursalin
NIM. P052100101

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
Mursalin. Analisis Sensitivitas Lingkungan OSCP (Oil Spill Contingency Plan)
di Pesisir Selatan Delta Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh I
Wayan Nurjaya dan Hefni Effendi.
Pesisir selatan Delta Mahakam merupakan bagian dari wilayah Delta
Mahakam yang dicirikan oleh adanya endapan material sedimen lewat aliran air
dari muara Sungai Mahakam. Selain memiliki keanekaragaman hayati yang cukup
tinggi, pesisir selatan Delta Mahakam juga kaya akan sumber daya alam berupa
minyak dan gas bumi. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta proses produksi
minyak dapat menjadikan peluang terhadap bahaya pada kemungkinan terjadinya

pencemaran minyak. OSCP (Oil Spill Contingency Plan) merupakan sebuah
tindakan yang disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
pencemaran perairan oleh tumpahan minyak di suatu area.
Di dalam OSCP, dua elemen utama harus diidentifikasi sebelum
memasuki tahapan penilaian risiko dan tindakan respon. Analisis sensitivitas
lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta Mahakam hanya dua tahapan awal dari
elemen OSCP, yaitu mengintegrasikan kondisi bahaya dengan kerentanan
sumberdaya pesisir. Analisis sensitivitas lingkungan OSCP akan memetakan
komponen lingkungan dalam bentuk peringkat sensitivitas dari kemungkinan
pencemaran minyak sebagai upaya untuk mendukung pengembangan strategi
respon dan prioritas perlindungan terhadap sumberdaya pesisir. Berdasarkan hal
tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah (1) menetapkan peringkat sensitivitas
lingkungan dan (2) mengidentifikasi faktor utama yang mendukung sensitivitas
lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta Mahakam.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengelaborasi data hasil penelitian
sebelumnya dari berbagai sumber, observasi lapang dan identifikasi foto udara.
Hasil identifikasi dan elaborasi komponen lingkungan selanjutnya diaplikasikan
kedalam metode zonal yang dimodifikasi melalui segmen garis. Analisis data
untuk kondisi lingkungan pesisir seperti kemiringan pantai dan kontur dasar
perairan dianalisis dengan ERDAS Imagine 9.1 dan ArcGis 9.3. Tipe pasang surut

dianalisis dengan formula formzhal. Arah dan kecepatan angin dianalisis dengan
WRPLOT 4.8.5. Arah dan kecepatan arus dari data model simulasi pola arus
dianalisis secara deskriptif. Eksposur tidal flat dianalisis dengan indeks eksposur.
Karakteristik sumberdaya pesisir dianalisis dari grid foto udara dengan ArcView
GIS 3.3 dan ArcGis 9.3/10.1. Kemudian analisis sensitivitas lingkungan OSCP
dianalisis melalui indeks prioritas lingkungan, dan identifikasi faktor utama
penyusun sensitivitas lingkungan OSCP dianalisis dengan analisis komponen
utama.
Kondisi lingkungan pesisir selatan Delta Mahakam berupa substrat dasar
umumnya terdiri dari pasir halus dan lumpur yang tersebar sampai ke mulut delta.
Derajat kemiringan pantai sangat rendah (landai). Sekitar 25% proporsi derajat
kemiringan berkisar dari tinggi sampai sangat tinggi. Kontur dasar perairan
memiliki kisaran kedalaman 1-10 m. Pasang surut memiliki tipe campuran
cenderung semidiurnal dengan bilangan Formzhal sebesar 0.37-0.40. Kecepatan
rata-rata angin bertiup sebesar 9.07 m/s dengan resultan arah angin tenggara. Arus
yang cukup kuat terjadi saat menjelang surut sebesar 0.08-0.32 m/s (musim barat)

dan 0.18-0.31 m/s (musim timur). Kecepatan arus lemah terjadi saat kondisi surut
sebesar 0.007-0.09 m/s (musim barat) dan 0.01-0.19 m/s (musim timur). Eksposur
tidal flat sangat terlindung dengan panjang segmen garis pantai sebesar 431.96

atau sekitar 52.05% dari 829.82 km total garis pantai di area penelitian.
Vegetasi mangrove terdiri dari jenis Nipa (Nypa fruticans), Pedada
(Sonneratia sp), Api-api (Avicennia sp), Bakau (Rhizophora sp), Tancang
(Bruguiera sp) dan Nyirih (Xylocarpus sp). Biota perairan umumnya adalah jenis
crustacea, dan beberapa jenis ikan dari famili Scieanidae, Leiognathidae,
Apogonidae, Engraulidae, Mullidae, dan Polynemidae. Famili burung dijumpai ±
33 famili (± 186 individu). Terdapat 6 famili burung dengan jumlah individu
terbanyak, yaitu Ardeidae sebesar 10.75% (20 individu), Accipitridae sebesar
9.68% (18 individu), Alcedinidae, Columbidae, Scolopacidae masing-masing
sebesar 8.60 % (16 individu) dan Laridae sebesar 8.06% (15 individu). Total
luasan area bervegetasi adalah ± 65,585,045 m². Mangrove non Nipa sebesar ±
16,950,770 m², Nipa sebesar ± 48,225,223 m², semak belukar sebesar ± 188,438
m² dan rumput sebesar ± 220,614 m². Kemudian tambak udang dan ikan sebesar ±
38,805,364 m². Area pemukiman sebesar ± 551,643 m²), platfom migas sebesar ±
287,010 m², lahan terbuka sebesar ± 427,641 m² dan penempatan alat tangkap
pasif sebesar ± 482 m². Berdasarkan area buffer 200 m sekitar 62.05 % area
penelitian masih bervegetasi.
Pesisir selatan Delta Mahakam memiliki kriteria sensitivitas sangat rendah
sebesar 12.64% (105 km), kriteria sensitivitas rendah sebesar 1.78% (15 km),
kriteria sensitivitas sedang sebesar 11.92% (99 km), kriteria sensitivitas tinggi

sebesar 11.31% (94 km) dan kriteria sensitivitas sangat tinggi sebesar 62.37%
(517.52 km). Analisis komponen utama menunjukkan 36.01% keragaman
dijelaskan oleh sumbu faktor 1. Lainnya 18,53% dan 13.93% dijelaskan oleh
sumbu faktor 2 dan sumbu faktor 3. Secara bersamaan, ketiga sumbu faktor
tersebut menjelaskan 68.48% keragaman dari elemen sumberdaya pesisir
penyusun sensitivitas lingkungan OSCP. Sumbu faktor 1 untuk ekposur tidal flat
(EK), oil residence index (ORI/OR), tipe pantai (TP) dan sumberdaya hayati (SH)
memiliki koefisien kombinasi linier yang cukup besar, masing-masing sebesar
0.94 (EK & OR), 0.83 (TP) dan 0.75 (SH). Hal ini menunjukkan adanya
kontribusi yang sangat tinggi terhadap penyusunan tingkat sensitivitas lingkungan
OSCP. Pada sumbu faktor 2, koefisien kombinasi linier sebesar 0.83 dan 0.85
terdapat pada pemanfaatan sumberdaya untuk pelabuhan (PL) dan pemukiman
(PM). Sumbu faktor 3, memiliki kontribusi sebesar 0.75 dan 0.66 terdapat pada
platform migas (PO) dan area tangkapan (AT). Akan tetapi pemanfaatan
sumberdaya pesisir untuk PL, PM, PO dan AT baik pada sumbu faktor 2 dan
sumbu faktor 3 memiliki jarak yang cukup jauh dengan variabel SInya. Hal ini
dimungkinkan oleh persentase penyebaran dari tiap variabel tersebut cukup kecil
(0.001-0.52%) sehingga belum menunjukkan adanya representase keeratan dari
elemen sumberdaya pesisir dengan variabel SI di area penelitian.
Kata kunci : sensitivitas lingkungan, oil spill contingency plan, Delta Mahakam


SUMMARY
Mursalin. Environmental Sensitivity Analysis for OSCP (Oil Spill Contingency
Plan) at Southern Coast of Mahakam Delta, East Kalimantan Province.
Supervised by I Wayan Nurjaya and Hefni Effendi.
The southern part of coastal Mahakam is belonged to Mahakam Delta
characterized by the sedimentary material deposition through the water flow from
the mouth of the Mahakam River. Not only possessing a fairly high biodiversity,
the south coast of Mahakam Delta also has rich natural resources, such as oil and
gas. The exploration and exploitation of oil production cause oil pollution
possibility. Oil Spill Contingency Plan (OSCP) is an action prepared for
anticipating coastal pollution caused by oil spills in specified area.
In OSCP, there are two main elements have to be identified before
entering the stage of risk assessment and response actions. Environmental
sensitivity analysis for OSCP at south coastal Mahakam Delta is only carried out
at two early stages of the OSCP scope, which integrates the dangers with the
coastal vulnerability. This analysis mapped environmental component in the form
of sensitivity rangking of the oil pollution as an effort to support response
development strategies and priorities for the coastal resources protection. The
aims of this research were (1) to assess environment sensitivity rank and (2) to

identify primary factor supporting the environmental sensitivity for OSCP in
south Delta Mahakam area.
Data was collected by elaborating previous research from various sources,
field survey and aerial photographs identification. The results of environment
components identification and elaboration were applied for zonal method
modified by line segments. Data analysis for coastal environmental condition,
such as coastal slope and contours of the bottom waters were analyzed by ERDAS
Imagine 9.1 and ArcGIS 9.3. Tidal type was analyzed by Formzhal formula. Wind
speed and direction were analyzed by WRPLOT 4.8.5. Current speed and
direction from the data of simulation model flow patterns were analyzed
descriptively. Tidal flat exposure was analyzed by exposure index. The
characteristics of coastal resources from the aerial photograph was analyzed with
ArcView GIS 3.3 and ArcGIS 9.3/10.1. Then, environment sensitivity OSCP was
analyzed through environmental priorities index. Primary factor supporting
environmental sensitivity OSCP identification was analyzed by Principal
Component Analysis.
The environmental conditions of south coastal Mahakam Delta was
formed by substrate consisting of fine sediment and mud that spread to the mouth
of delta. Coastal slope degree tends to be very low (ramps). Approximately 25%
the proportion of coastal slope degree of range was high to very high. The range

of bottom contour waters was 1-10 m. Tidal type was mixed tides prevailing
semidiurnal with the formzhal ranging 0.37-0.40. The average wind speed was
9.07 m/s with dominant wind direction from southeast. Strong current occured
when low tide with velocity 0.08-0.32 m/s (west monsoon) and 0.18-0.31 m/s
(east monsoon). Weak current occured when the low tide with velocity 0.007-0.09
m/s (west monsoon) and 0.01-0.19 m/s (east monsoon). Tidal flat exposure tended

to be very protected with the shoreline length segments of 431.96 km or around
52.05% from the total shoreline in the study area (829.82 km).
The mangrove vegetation was composed of Nipa (Nypa fruticans), Pedada
(Sonneratia sp), Api-api (Avicennia sp), Bakau (Rhizophora sp), Tancang
(Bruguiera sp) dan Nyirih (Xylocarpus sp). Aquatic biota includes crustaceans,
and some species of fish of the family Scieanidae, Leiognathidae, Apogonidae,
Engraulidae, Mullidae, and Polynemidae. Bird families found were ± 33 families
(± 186 individuals). There were six families of birds with the highest number of
individuals, i.e. Ardeidae 10.75% (20 individuals), Accipitridae 9.68% (18
individuals), Alcedinidae, Columbidae, Scolopacidae respectively 8.60% (16
individuals) and Laridae 8.06% (15 individuals). Total vegetation area was ±
65,585,045 m². It consisted of Nipa non mangrove (± 16,950,770 m²), Nipa (±
48,225,223 m²), shrubs (± 188.438 m²) and grasses (± 220.614 m²). Then the

shrimp and fish ponds was ± 38,805,364 m². The width of settlement area was ±
551.643 m², migas platforms (± 287.010 m²), open land (± 427.641 m²) and
placement of passive fishing gear (± 482 m²). Base on buffer area along 200 m to
land, approximately 62.05% of the area study was still vegetated.
South coastal Mahakam Delta had five sensitivity criteria, (1) very low
sensitivity 12.64% (± 105 km), (2) low sensitivity 1.78% (± 15 km), (3) medium
sensitivity 11.92% (± 99 km), (4) high sensitivity 11.31% (± 94 km) and (5) very
high sensitivity 62.37% (± 517.52 km). Principal component analysis showed that
36.01% variability was explained by axis of factor 1. The other variabilities were
18.53% and 13.93% explained by axis of factor 2 and factor 3. The third axis of
factor explained 68.48 % variability of elements coastal resources supporting
environmental sensitivity OSCP. Axis of factor 1 for tidal flat exposure 0.94
(EK), oil residence index 0.94 (OR/ORI), coastal type 0.83 (TP), and biological
resources 0.75 (SH) had a coefficient of linear combinations which is quite large.
This suggests a very high contribution to the drafting level of environmental
sensitivity for OSCP. On axis of factor 2, coefficients of the linear combinations
for the resource utilization of port (PL) and settlement (PM) were 0.83 and 0.85
respectively. Axis of factor 3 had contribution value 0.75 for migas platform (PO)
and 0.66 for placement of passive fishing gear/ catchment area (AT). However,
the utilization of coastal resources for PL, PM, PO and AT was on axis of factor 2

and factor 3 which had a considerable distance with its SI variable. This was
likely caused by each variable of percentage distribution of minor value (0.0010.52%); hence it has not pointed out coastal resources elements closeness with SI
variable in the study area.
Key words : environmental sensitivity, oil spill contingency plan, Mahakam Delta

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS SENSITIVITAS LINGKUNGAN OSCP (OIL SPILL
CONTINGENCY PLAN) DI PESISIR SELATAN DELTA
MAHAKAM, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR


MURSALIN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Etty Riani, MS

Judul Tesis

Nama
NIM
Program Studi

: Analisis Sensitivitas Lingkungan OSCP (Oil Spill
Contingency Plan) di Pesisir Selatan Delta Mahakam,
Provinsi Kalimantan Timur
: Mursalin
: P052100101
: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua

Dr Ir Hefni Effendi, MPhil
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 17 Juli 2014

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur tidak lupa dipanjatkan kehadirat Allah SWT
atas hidayah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
dengan judul Analisis Sensitivitas Lingkungan OSCP (Oil Spill Contingency
Plan) di Pesisir Selatan Delta Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc dan
Dr Ir Hefni Effendi, MPhil atas segala arahan dan bimbingannya kepada penulis,
serta Dr Ir Etty Riani, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah bersedia
menjadi penguji dan atas saran dan masukan yang sangat berharga dalam
pendekatan perbaikan tesis. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof Dr
Ir Cecep Kusmana, MS beserta Staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan atas segala kesempatan dan arahannya selama masa studi.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada instansi terkait dan rekanrekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
pengumpulan dan penggunaan data selama proses penyusunan tesis ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, serta seluruh keluarga atas
segala do’a dan kasih sayangnya.
Penulis berharap, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2014

Mursalin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Halaman
xiv
xiv
xvi
1
1
2
2
3
3

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Pelepasan Minyak ke Laut
Sifat dan Proses Pelapukan Minyak di Laut
Pengaruh Tumpahan Minyak di Laut
Metode Penanganan Tumpahan Minyak
Kasus Tumpahan Minyak di Indonesia
Oil Spill Contingency Plan
Indeks Sensitivitas Lingkungan

4
4
5
8
11
14
15
16

3

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
Kondisi Lingkungan Pesisir Selatan Delta Mahakam
Arus dan Pasang Surut
Arah dan Kecepatan Angin
Kemiringan Pantai dan Kontur Dasar Perairan
Eksposur Tidal Flat
Pemetaan Karakteristik Sumber Daya Pesisir Delta
Mahakam
Indeks Sensitivitas Lingkungan OSCP
Analisis Komponen Utama

20
20
20
21
21
22
22
22
23
23
23
24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan Pesisir Selatan Delta Mahakam
Kemiringan Pantai dan Kontur Dasar Perairan
Pasang Surut
Arah dan Kecepatan Angin
Arus
Eksposur Tidal Flat
Sumberdaya Pesisir dan Pemanfaatannya
Mangrove dan Biota Perairan
Burung (Avifauna)

27
27
28
29
29
30
34
35
35
40

4

24
27

5

Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir
Analisis Sensitivitas Lingkungan OSCP

41
44

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

49
49
49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

49
53
139

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Beberapa kasus tumpahan minyak di dunia
Makna kategori peringkat sensitivitas lingkungan
Konstanta harmonik (amplitudo) pasut di pesisir selatan Delta
Mahakam
Arah dan kecepatan rata-rata arus musim di perairan Selat
Makasar sekitar garis khatulistiwa
Kecepatan arus di pesisir selatan Delta Mahakam

Halaman
5
25
29
32
32

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

9.
10.
11.

Kerangka pemikiran penelitian
Illustrasi proses tingkah laku minyak mentah setelah terjadi
tumpahan di laut
Tipe oil booms; (a) fence boom; (b) curtain boom; dan (c) fire
resistant boom
Tipe skimmers; (a) wier skimmers; (b) oleophilic skimmers;
dan (c) suction simmers
Respon berjenjang (tiered response) tumpahan minyak
Illustrasi klasifikasi pantai dengan peringkat ESI 1(a-b) – 2 (c)
(IPIECA/IMO 1994; IPIECA/IMO/OGP 2011)
Illustrasi klasifikasi pantai dengan peringkat ESI 3 (d-e); ESI 4
(f-g); ESI 5 (h-i); ESI 6 (j-l); ESI 7 (m-n) (IPIECA/IMO 1994;
IPIECA/IMO/OGP 2011)
Illustrasi klasifikasi pantai dengan peringkat ESI 8 (o-p); ESI 9
(q-r); ESI 10 (s-t) (IPIECA/IMO 1994; IPIECA/IMO/OGP
2011)
Peta lokasi penelitian di pesisir selatan Delta Mahakam
Grid area penelitian di pesisir selatan Delta Mahakam
Bagan alir rangkaian analisis pemetaan sumber daya pesisir di
pesisir selatan Delta Mahakam

Halaman
3
7
12
12
16
18
19

19

21
22
24

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20a.
20b.
21a.
21b.
22.

23a.
23b.

24a.
24b.
24c.
25.

26.

27.

28.

Kondisi umum lingkungan pengendapan di pesisir selatan
Delta Mahakam (a. delta front; b. prodelta)
Persentase kemiringan garis pantai/pesisir di pesisir selatan
Delta Mahakam
Wind rose angin di area penelitian (a. arah dan kecepatan
angin; b. distribusi frekuensi kecepatan angin)
Arus lintas Indonesia (ARLINDO)
Simulasi pola arus saat menjelang pasang (i. musim barat; ii.
musim tmur)
Simulasi pola arus saat menjelang surut (i. musim barat; ii.
musim tmur)
Simulasi pola arus saat pasang (i. musim barat; ii. musim tmur)
Simulasi pola arus saat surut (i. musim barat; ii. musim tmur)
Kategori eksposur pantai di pesisir selatan Delta Mahakam
(i.panjang eksposur pantai; ii. proporsi eksposur pantai)
Peta kategori ekposur pantai di pesisir selatan Delta Mahakam
Tipikal dan kondisi umum vegetasi di pesisir selatan Delta
Mahakam
Peta tipikal dan kondisi umum vegetasi di pesisir selatan Delta
Mahakam
Biota perairan tangkapan nelayan di pesisir selatan Delta
Mahakam (a-b. Scieanidae; c-d. Leiognathidae; e-f
Apogonidae; g. Engraulidae; h. Mullidae; i-j. Polynemidae;
k-l. Crustacea)
Persentase dan jumlah individu burung di pesisir selatan Delta
Mahakam
Famili burung yang sering dijumpai di pesisir selatan Delta
Mahakam (i. Accipitridae; ii-iii. Ardeidae; iv. Columbidae; v.
Scolopacidae; vi. Laridae; vii. Alcedinidae)
Persentase pemanfaatan lahan di pesisir selatan Delta
Mahakam
Tipikal pemanfaatan sumberdaya pesisir di pesisir selatan
Delta Mahakam
Peta kondisi umum pemanfaatan sumberdaya pesisir di pesisir
selatan Delta Mahakam
Kriteria sensitivitas lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta
Mahakam (i. panjang sensitivitas garis pantai; ii. proporsi
sensitivitas)
Grafik analisis komponen utama penyusun sensitivitas
lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta Mahakam (i. faktor 1
vs faktor 2; ii. faktor 1 vs faktor 3)
Gambaran umum kriteria sensitivitas lingkungan OSCP di
pesisir selatan Delta Mahakam (i-ii. sangat rendah; iii-iv.
rendah; v-vi. sedang; vii-viii. tinggi; ix-x. sangat tinggi)
Peta sensitivitas lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta
Mahakam

27
28
30
31
32
33
33
34
35
36
37
38
39

40
40

41
42
43
44

45

47

48

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.

3.
4.
5.
6

Elemen sumber daya pesisir penyusun sensitivitas lingkungan
OSCP di pesisir selatan Delta Mahakam
Klasifikasi kerentanan pantai terhadap tumpahan minyak
(Gundlach dan Hayes 1978; dan Bishop 1983, diacu dalam
Mukhtasor 2007)
Kriteria ORI dan estimasi lamanya waktu minyak tinggal
Indeks residensi minyak (ORI) di pesisir selatan Delta Mahakam
Distribusi kelas kemiringan pantai di pesisir selatan Delta
Mahakam
Matrik analisis sensitivitas lingkungan OSCP di pesisir selatan
Delta Mahakam

Halaman
53
53

54
54
55
56

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan industri perminyakan di daerah pantai (coastal
zone) maupun lepas pantai (offshore) dapat memberikan konsekuensi yang positif
bagi manusia dan lingkungannya. Selain itu, kegiatan tersebut juga dapat
memberikan konsekuensi yang negatif jika dalam hal perencanaan, pengoperasian
dan pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik. Konsekuensi negatif yang
sering terjadi adalah kasus pencemaran perairan, seperti terjadinya tumpahan
minyak yang dapat memberikan dampak negatif yang cukup signifikan terhadap
sumberdaya pesisir baik dari laut ke darat ataupun sebaliknya.
Pesisir selatan Delta Mahakam merupakan bagian dari wilayah Delta
Mahakam yang dicirikan oleh adanya endapan material sedimen yang terbawa
lewat aliran air dari muara Sungai Mahakam sepanjang 770 km dan dari Selat
Makassar (Sidik 2008). Selain memiliki keanekaragaman hayati yang cukup
tinggi, pesisir selatan Delta Mahakam juga kaya akan sumber daya alam berupa
minyak dan gas bumi. Adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta proses
produksi minyak (aktifitas pengeboran, penempatan kilang penampungan
minyak/oil storage dan pendistribusian minyak) dapat menjadikan peluang
terhadap bahaya pada kemungkinan terjadinya pencemaran minyak.
Menurut Migas Indonesia (2004) bahwa kecelakaan dalam kegiatan
pertambangan minyak dan gas hampir dipastikan selalu menyertai kegiatan
pengembangan pertambangan di area pesisir maupun di lepas pantai dan menjadi
salah satu sumber pencemar lingkungan dalam setiap tahapan proses produksinya.
Minyak yang tumpah ke perairan biasanya menyebar membentuk lapisan dan
gumpalan. Secara kolektif, penyebaran tersebut akan membentuk lapisan dan
gumpalan kemudian mengalami pelapukan, dan proses tersebut dikenal sebagai
weathering of oil (pelapukan minyak) (Bishop 1983, diacu dalam Mukhtasor
2007). Minyak yang mencemari perairan cenderung mengapung di atas
permukaan air dan dengan mudah mencapai pantai oleh gerakan arus, gelombang
dan pasang surut perairan.
OSCP (Oil Spill Contingency Plan) merupakan sebuah tindakan yang
disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pencemaran perairan
oleh tumpahan minyak di suatu area (IPIECA 2000). Sejak tahun 1979, OSCP
telah terintegrasi dengan indeks sensitivitas lingkungan ketika sehari sebelum
terjadinya tumpahan minyak akibat ledakan sumur IXTOC 1 di Teluk Meksiko
(NOAA 2002). Menurut US EPA (1999), ada dua elemen utama dalam OSCP
harus diidentifikasi sebelum memasuki tahapan penilaian risiko dan tindakan
respon, yaitu identifikasi bahaya dan identifikasi kerentanan komponen
lingkungan. Kajian analisis sensitivitas lingkungan OSCP dalam hal ini hanya dua
tahapan awal dari elemen OSCP, yaitu mengintegrasikan kondisi bahaya dengan
kerentanan sumberdaya pesisir di pesisir selatan Delta Mahakam. Identifikasi
bahaya hanya informasi umum prihal kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak
dan gas di area pesisir.
Pemetaan sensitivitas lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya
pencemaran minyak adalah suatu upaya penting yang harus dilakukan dalam
mendukung pengembangan strategi respon dan kesiapan dalam suatu insiden.

2
Selain itu, berbagai jenis komponen lingkungan dan sumberdaya pesisir yang
berpotensi terkena tumpahan minyak sebagai dasar dalam prioritas perlindungan
dan pembersihan sangat penting untuk diidentifikasi.
Analisis sensitivitas lingkungan OSCP akan memetakan komponen
lingkungan dalam bentuk peringkat sensitivitas dari kemungkinan pencemaran
minyak sebagai upaya dalam mendukung pengembangan strategi respon dan
prioritas perlindungan terhadap sumberdaya pesisir. Berdasarkan hal tersebut
maka tujuan dari penelitian ini adalah menetapkan peringkat sensitivitas
lingkungan dan mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mendukung
sensitivitas lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta Mahakam.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian bahwa analisis sensitivitas
lingkungan OSCP merupakan sebuah persiapan untuk mengantisipasi dan
merespon dengan cepat dalam rangka melindungi sumberdaya pesisir terhadap
kemungkinan tumpahan minyak di pesisir selatan Delta Mahakam. Oleh sebab itu
beberapa rumusan yang akan menjadi dasar permasalahan yang dimunculkan
dalam penelitian ini adalah:
 Bagaimanakah tingkat sensitivitas lingkungan OSCP di pesisir selatan Delta
Mahakam.
 Faktor utama apa yang mendukung tingkat sensitivitas lingkungan OSCP di
pesisir selatan Delta Mahakam.
Kerangka Pemikiran
Pesisir selatan Delta Mahakam merupakan bagian dari area Delta
Mahakam yang memiliki kekayaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir yang
cukup tinggi. Di kawasan ini sejak lama dilakukan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi minyak maupun gas bumi oleh beberapa perusahaan multinasional.
DKP (2007) diacu dalam Sidik (2008) menyatakan bahwa Delta Mahakam telah
diakui sebagai salah satu zona terbesar produksi minyak dan gas bumi di
Indonesia. Salah satu perusahaan mulitinasional di kawasan ini telah
memproduksinya sebesar ± 70.000 barel minyak/hari. Selain dilakukan kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi minyak maupun gas bumi, area ini juga sering dijadikan
sebagai jalur pelayaran. Kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi minyak dan gas
bumi serta kegiatan pendistribusian minyak baik melalui kapal maupun melalui
jalur pemipaan bawah laut merupakan kegiatan yang memiliki tingkat kecelakaan
yang cukup tinggi sehingga dapat memberikan peluang bahaya terhadap
kemungkinan terjadinya tumpahan minyak.
Tumpahan minyak di daerah pantai dan lepas pantai merupakan sebuah
masalah yang tidak pernah kita ketahui kapan dan di mana kejadian tersebut
terjadi, sehingga perlu dilakukannya sebuah upaya perlindungan terhadap
sumberdaya pesisir. Dalam hal ini, upaya tersebut di awali dengan melakukan
identifikasi komponen sumberdaya pesisir terhadap kemungkinan terjadinya
tumpahan minyak di pesisir selatan Delta Mahakam dan memberikannya
peringkat sensitivitas sebagai upaya prioritas dalam perlindungan lingkungan.
Adapun bagan alir dari kerangka penelitian ini selengkapnya disajikan dalam
Gambar 1.

3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dan rumusan masalah yang dimunculkan, serta untuk
mengantipasi permasalahan yang akan mucul maka penelitian yang dilakukan
bertujuan untuk :
 Menetapkan peringkat sensitivitas lingkungan OSCP sebagai gambaran
sensitivitas relatif.
 Mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mendukung sensitivitas lingkungan
OSCP di pesisir selatan Delta Mahakam.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
tersedianya peta sensitivitas lingkungan OSCP yang menggambarkan sensitivitas
relatif di pesisir selatan Delta Mahakam. Selain itu, dapat dijadikan sebagai alat
informasi untuk menentukan strategi penanggulangan sumberdaya pesisir
terhadap pencemaran minyak.

Oil Spill

Illustrasi tumpahan
minyak akibat
kecelakaan dalam
aktivitas pemboranyak

Foto Udara

Pesisir Selatan Delta Mahakam

Illustrasi tumpahan
minyak akibat
kecelakaan kapal dalam
pendistribusian

Fitur Pantai
Sumberdaya Hayati
Pemanfatan Sumberdaya Pesisir

Kemiringan, Eksposur
& Tipe Pantai,
Sumberdaya Pesisir
dan Pemanfaatannya

Identifikasi & Klasifikasi Sumberdaya Pesisir

Analisis Sensitivitas Lingkungan OSCP

Peringkat Sensitivitas Lingkungan OSCP
Peta Sensitivitas Lingkungan OSCP

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Pelepasan Minyak ke Laut
Tumpahan minyak dapat terjadi karena berbagai alasan seperti kegagalan
peralatan, bencana, tindakan yang disengaja, atau kesalahan manusia (Anderson
dan LaBelle 2000, diacu dalam Adelana et al. 2011). Menurut Prince dan Lessard
(2004) bahwa minyak mentah masuk ke lingkungan dapat melalui rembesan alam
(natural seeps), limpasan (runoff), tumpahan dari kapal tanker (tanker spills) dan
bocornya pipa (pipeline spills). Kemudian Mukthasor (2007) menyatakan bahwa
selain melalui rembesan dari alam, kecelakaan kapal tanker dan limpasan,
petroleum hydrocarbons masuk ke lingkungan laut melalui kecelakaan akibat
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak di lepas pantai.
Eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak di lepas pantai memiliki
kontribusi yang relatif kecil dibandingkan dengan jumlah total minyak bumi yang
masuk ke perairan laut, terkecuali pada kasus tertentu, yaitu kecelakaan yang
sangat besar seperti semburan sumur minyak (well blowout), kerusakan struktur
platform, dan kerusakan peralatan (Mukthasor 2007).
Rembesan alam
Rembesan alam yang ditemukan di seluruh dunia, dan skala pelepasannya
cukup besar. Dewan Riset Nasional memperkirakan bahwa input total tahunan
minyak ke laut dari semua sumber adalah sekitar 1,3 juta ton, dengan hampir 50%
berasal dari rembesan alami. Misalnya, rembesan alam di Teluk Meksiko merilis
sekitar 140.000 ton minyak per tahun ke laut, lepas pantai Southern California
merilis 20.000 ton per tahun, dan lepas pantai Alaska melepaskan 40.000 ton
(Prince dan Lessard, 2004). Rembesan muncul melalui patahan tulang pada
puncak-puncak lipatan di formasi batuan di bawah dasar laut yang mengandung
deposit. Minyak dan gas cenderung naik dan terjebak dalam lipatan anticlinal
pada strata sub batuan laut (Clark et al. 2000 diacu dalam Adelana et al. 2011).
Limpasan
Menurut Dewan Riset Nasional yang diacu dalam Prince dan Lessard
(2004) bahwa konsumsi minyak mentah yang dirilis ke laut bersumber dari
daratan, dan penggunaan kapal-kapal non tanker. Menurut Nasa (2002) diacu
dalam Mukthasor (2007) bahwa sumber kontaminasi minyak ke laut akibat
limpasan dari darat sekitar 51.4% dan operasional kapal sekitar 13%. Di pesisir
pantai Amerika Serikat sekitar 5300 ton/tahun skala penggunaan minyak
diperkirakan dari penggunaan pelumas mesin.
Tumpahan minyak oleh kapal tanker
Perkembangan industri perminyakan di lepas pantai berkembang begitu
pesat dan separuh dari seluruh produksi minyak diangkut melalui laut dengan
kapal tanker. Hal tersebut dapat memberikan kontribusi kerawanan terhadap
kemungkinan terjadinya pencemaran perairan yang dilintasi oleh kapal tanker.
Dalam perjalanannya, kecelakaan oleh kapal tanker dapat disebabkan oleh
kesalahan dalam navigasi sehingga terjadinya tabrakan, kapal kandas dan
terjadinya kebocoran pada kapal. Beberapa kasus tumpahan minyak di dunia
disajikan pada Tabel 1.

5

Tabel 1. Beberapa kasus tumpahan minyak di dunia
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama Tumpahan
Torrey Canyon
Sea Star
Show Maru
Urquiola
Amoco Cadiz
Independenia
Nowruz Oil field
Arabian Gulf/Kuwait

Lokasi
Lands End, Inggris
Gulf of Oman
Selat Malaka, Indonesia
La Coruna, Spanyol
Brittany, Prancis
Istambul, Turki
Persian Gulf, Iran
Persian Gulf, Iran

Tanggal
18-03-67
19-12-72
06-01-75
12-05-76
16-03-78
15-11-79
04-02-83
19-01-91

Jumlah (Barrel)
860,000
937,000
1,000,000
733,000
1,619,048
687,785
1,904,762
9,000,000

Sumber : Oil Spill case histories (1967-1991); NOAA (1992) diacu dalam Mukthasor (2007)

Tumpahan minyak oleh kebocoran pipa
Di Amerika Serikat, dua pertiga dari semua minyak di alirkan melalui
pipa. Sekitar 114,000 mil pipa mengangkut produk minyak mentah dan 86,500
mil pipa mengangkut produk olahan. Kebocoran pipa sering disebabkan oleh
kesalahan dalam proses penggalian dan penempatannya sehingga minyak sering
terjadi tumpahan dan dapat menghilangkan sekitar 19,500 ton minyak
pertahunnya. Tumpahan terbesar terjadi pada tahun 1979 diteluk Meksiko, ketika
terjadi ledakan pada sumur IXTOC 1 yang menumpahkan minyak mentah sebesar
476,000 ton. Pada tahun 1997, telah terjadi kasus tumpahan minyak pada pipa
bawah laut yang menyalurkan minyak mentah sebesar 940 ton dari selatan
Louisiana ke Danau Barre. Minyak menyebar seluar 1,750 ha, akan tetapi hanya
0.1 ha terjadi kematian pada rawa. Minyak yang menggenang di beberapa tepi
rawa cukup sedikit, sebagain besar minyak menguap dan pada daerah yang ringan
tersebut minyak dibersihkan dalam kurun waktu sekitar 2 bulan (Prince dan
Lessard 2004).
Sifat dan Proses Pelapukan Minyak di Laut
Minyak yang tumpah ke laut akan mengalami perubahan baik secara fisik
maupun kimianya. Perubahan tersebut dapat menyebabkan hilangnya sebagian
minyak yang tumpah dari permukaan laut dan sebagian dapat juga bertahan.
Secara alami minyak yang tumpah ke laut dapat mengalami asimilasi, akan tetapi
proses tersebut sangat bergantung pada volume minyak yang tumpah,
karakteristik fisik dan kimia minyak, serta kondisi oseanografi lokasi tumpahan.
Pemahaman tentang interaksi minyak dengan lingkungan yang dapat mengubah
sifat, komposisi dan perilaku minyak di laut merupakan hal yang mendasar untuk
diketahui agar dalam respon terhadap tumpahan minyak dapat dapat dilakukan
penanganan secara efektif dan efisien. Berikut beberapa aspek yang dapat
diketahui dalam hal sifat dan proses pelapukan minyak di laut (ITOPF 2002),
yaitu:
Sifat minyak
Minyak memiliki karakteristik tertentu baik secara fisik maupun kimia.
Minyak mentah sangat bervariasi dalam karakteristiknya. Berikut beberapa sifat
fisik utama yang mempengaruhi perilaku dan ketahanan minyak di laut:
 Densitas.
Xueqing et al. (2001) diacu dalam Mangkoedihardjo (2005) menyatakan
bahwa densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum
Institute (API) gravity. Specific gravity merupakan rasio dari berat massa minyak

6
dan berat massa air pada temperatur tertentu. API gravity (o) dinyatakan dalam
angka 10o pada air murni 10oC. API gravity dapat dihitung dengan formula
berikut (Xueqing et al. 2001, diacu dalam Mangkoedihardjo 2005; dan ITOPF
2002):
141 5
I
131 5
Minyak mentah memiliki specific gravity dalam rentang 0.79 – 1.00 (atau
setara dengan API 10-48). Densitas minyak minyak sangat penting untuk
memprediksi kelakuan minyak di air. ITOPF (2002) menyaakan bahwa selain
dapat menentukan apakah minyak akan mengapung atau tidak, densitas juga dapat
digunakan untuk mengindikasikan sifat-sifat umum lainnya seperti dengan
densitas rendah minyak cenderung mengandung proporsi komponen penguapan
yang tinggi sehingga viskositasnya menjadi rendah.
 Karakteristik distilasi.
Karakteristik distilasi minyak dapat menggambarkan sifat volatilitasnya.
Jika suhu pada minyak dinaikkan maka komponen tertentu satu demi satu akan
mencapai titik didih dan menguap, seperti penyulingan. Karakteristik distilasi
merupakan proporsi minyak yang tersaring dalam rentang suhu tertentu. Ada
beberapa minyak yang tidak mudah tersaring bahkan pada suhu tinggi sekalipun.
Ini memungkinkan minyak-minyak tersebut akan bertahan dalam waktu yang
cukup lama di lingkungan.
 Viskositas
Viskositas merupakan sifat yang menunjukkan ketahanan dalam
perubahan bentuk dan pergerakan (Mangkoedihardjo 2005). Viskositas minyak
sangat resisten terhadap adanya aliran. Minyak dengan viskositas tinggi tidak
mudah mengalir seperti halnya minyak dengan viskositas rendah. Umumnya
minyak menjadi lebih kental pada suhu rendah, akan tetapi beberapa minyak
tertentu sangat tergantung pada komposisi penyusunnya. Suhu air laut seringkali
lebih rendah dari suhu di atas kapal. Hal ini dapat menyebabkan minyak yang
tumpah ke laut akan memiliki perubahan viskositas (akibat perubahan suhu).
Dalam operasi pembersihan, seperti penggunaan metode oil skimmer dan
pemompaan, sangat sulit untuk diterapkan pada minyak dengan viskositas tinggi
(ITOPF 2002).
 Titik ubah (pour point)
Titik ubah merupakan tingkat dimana temperatur dapat mengubah minyak
menjadi memadat atau berhenti mengalir. Titik ubah minyak sangat penting untuk
memprediksi tingkah laku minyak di air dan dapat dijadikan sebagai salah satu
penetapan strategi pembersihan minyak dari lingkungan. Titik ubah minyak
mentah dapat bervariasi antara -57oC sampai 32oC (Mangkoedihardjo 2005).
Proses pelapukan
Minyak yang tumpah ke perairan akan mengalami serangkaian perubahan
yang secara kolektif dikenal sebagai pelapukan minyak (weathering of oil) (US
EPA 1999). Proses ini terjadi pada semua minyak yang tumpah ke laut, namun
tingkat dan tahapan proses perubahannya sangat bergantung pada jenis minyak,
waktu dan kondisi perairan (ITOPF 2002). Aksi gelombang di laut dapat
menyebabkan dispersi alami yang memecah lapisan minyak di perairan menjadi
tetesan atau butiran-butiran yang kemudian terdistribusikan diseluruh kolom

7

perairan. Selengkapnya illustrasi dari proses tingkah laku minyak yang tumpah di
laut disajikan dalam Gambar 2.

Sumber: ITOPF (2002)

Gambar 2. Illustrasi proses tingkah laku minyak mentah setelah
Terjadi tumpahan di laut
Berdasarkan illustrasi Gambar 2 di atas, US EPA (1999) dan ITOPF
(2002) menjelaskan uraian tentang proses perilaku minyak mentah setelah terjadi
tumpahan di laut:
 Penyebaran (spreading); minyak yang tumpah di laut akan segera menyebar di
atas permukaan laut. Kemampuan minyak menyebar di laut tergantung pada
tegangan permukaan, berat jenis dan viskositas (Dave dan Ghaly 2011).
Minyak dengan tegangan permukaan yang lebih rendah memiliki kemampuan
untuk menyebar dengan sangat cepat bahkan tanpa adanya angin atau arus.
Tegangan permukaan minyak sangat terkait dengan temperatur, dan
peningkatan penyebaran minyak lebih cepat di perairan hangat daripada di
perairan dingin. Selain itu, minyak dengan viskositas rendah juga akan
menyebar lebih cepat dibandingkan dengan minyak yang memiliki viskositas
tinggi.
 Penguapan (evaporation); tingkat penguapan akan tergantung pada suhu dan
kecepatan angin. Secara umum minyak dengan titik didih di bawah 200°C akan
menguap dalam waktu 24 jam. Selain itu, kecepatan angin yang tinggi dan
suhu yang hangat juga akan meningkatkan laju penguapan.
 Dispersi (dispersion); gelombang dan pengaruh turbulensi di permukaan laut
dapat menyebabkan semua atau sebagian dari lapisan minyak terpecah menjadi
droplet (butiran) dari berbagai ukuran yang tercampur ke dalam kolom air.
Dispersi sebagian besar tergantung pada sifat minyak dan kondisi perairan.
Minyak dengan viskositas rendah dan berada pada pecahan ombak sangat cepat
terjadinya proses dispersi.
 Pelarutan (dissolution); merupakan hilangnya senyawa penyusun minyak ke
dalam perairan. Proses pelarutan minyak sangat tergantung pada komposisi,
penyebaran, suhu air, turbulensi dan tingkat dispersi. Senyawa dari minyak
mentah hampir tidak larut dalam air laut, akan tetapi senyawa minyak yang
lebih ringan terutama hidrokarbon aromatik (benzena dan toluene) sedikit larut
dalam air. Senyawa ini juga yang paling mudah menguap dan hilang dengan

8









sangat cepat oleh proses penguapan, biasanya 10-1.000 kali lebih cepat
dibandingkan dengan proses pelarutan. Konsentrasi hidrokarbon terlarut dalam
air laut jarang melebihi 1 ppm sehingga proses pelarutan tidak memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pembersihan minyak dari permukaan laut.
Emulsifikasi (emulsification); merupakan proses perubahan status dari butiran
minyak dalam air menjadi butiran air dalam minyak (disebut juga chocolate
mousse) (Mangkoedihardjo 2005). Dalam kondisi laut yang tidak tenang,
minyak akan mengambil sebagian air membentuk emulsi dalam minyak.
ITOPF (2002) menyatakan bahwa emulsi sangat mudah terbentuk pada minyak
yang memiliki konsentrasi gabungan Nikel/Vanadium lebih besar dari 15 ppm
atau konten asphaltene lebih dari 0,5% ketika minyak baru tumpah. Emulsi
stabil berisi 70% - 80% air dan memiliki warna merah, coklat, oranye atau
warna kuning. Emulsi kurang stabil dapat memisahkan minyak dan air jika
dipanaskan oleh sinar matahari dalam kondisi tenang atau ketika terdampar di
garis pantai.
Oksidasi (oxidation); oksidasi terjadi ketika minyak terjadi kontak dengan air.
Air dan oksigen akan bereaksi dengan hidrokarbon dalam minyak untuk
menghasilkan senyawa yang larut dalam air (EPA 2002). Nicodem et al.
(1997) diacu dalam Mangkoedihardjo (2005) menyatakan bahwa dalam kondisi
aerobic dan terpapar sinar matahari, minyak aromatic dapat ditransformasi
menjadi senyawa lebih sederhana. Senyawa lebih sederhana ini
(hydroperoxides, aldehydes, ketones, phenols, dan carboxylic acids) bersifat
lebih larut air sehingga meningkatkan laju biodegradasi akan tetapi lebih
bersifat toksik.
Interaksi minyak-sedimen; beberapa minyak memiliki densitas lebih besar dari
air laut (lebih dari 1.025) dan menyebabkan minyak tenggelam saat tumpah.
Akan tetapi sebagian besar minyak mentah dan bahan bakar memiliki berat
jenis yang cukup rendah. Minyak yang tumpah akan terdispersi dan
berinteraksi dengan partikel sedimen tersuspensi dalam kolom air, sehingga
minyak menjadi lebih berat dan tenggelam. Wilayah pesisir umumnya
memiliki kedalaman perairan yang dangkal dan sering dicirikan oleh adanya
padatan tersuspensi yang dapat mengikat tetesan minyak yang tersebar. Hal
tersebut dapat mempercepat proses terbentuknya partikel sedimen berminyak
dan tenggelam ke dasar laut.
Biodegradasi (biodegradation); air laut mengandung berbagai mikroorganisme laut yang mampu mendegradasi senyawa minyak, seperti bakteri,
kapang, jamur, alga uniseluler dan protozoa yang dapat memanfaatkan minyak
sebagai sumber karbon dan energi. ITOPF (2002) menyatakan bahwa faktor
utama yang mempengaruhi laju dan tingkat biodegradasi adalah karakteristik
dari minyak, ketersediaan oksigen dan nutrisi (terutama senyawa nitrogen dan
fosfor) serta suhu.
Pengaruh Tumpahan Minyak di Laut

Dalam peristiwa tumpahan minyak di laut, beberapa zat berbahaya yang
terkandung dalam minyak mentah sebagian dapat menguap seiring dengan
perubahan waktu akibat proses penguapan (EPA 2002). Lingkungan pantai/pesisir
memiliki keterkaitan yang cukup kompleks antara spesies tumbuhan, hewan dan

9

lingkungan fisiknya. Terjadinya pencemaran terhadap lingkungan pantai/pesisir
sering menyebabkan bahaya terhadap satu atau lebih spesies dalam rantai
makanannya sehingga menyebabkan kerusakan pada spesies lainnya. Biota
perairan secara umum menghabiskan sebagian besar waktunya di perairan
terbuka, dekat daerah pesisir, atau di pantai. Hal tersebut memberikan pengaruh
yang cukup signifikan pada biota perairan dan lingkungannya jika terjadi
tumpahan minyak.
Komponen minyak yang tidak larut dalam air akan mengapung dan
menyebabkan air laut berwarna hitam. Kemudian beberapa komponen dari
minyak akan tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam
pada pasir dan batu-batuan di pantai. Hal tersebut memberikan pengaruh yang
cukup luas terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan
(Mukhtasor 2007).
Padang lamun
Lamun merupakan salah satu vegetasi bawah air yang tumbuh pada
sebagian besar hamparan terumbu baik di intertidal maupun subtidal di sepanjang
pantai perairan dangkal dan lagun. Vegetasi lamun mimiliki produktivitas yang
tinggi, berperan dalam siklus nutrien, berfungsi sebagai daerah asuhan, tempat
mencari makan, dan tempat berlindungnya berbagai spesies ikan yang memiliki
nilai komersial tinggi.Vegetasi sangat sensitif terhadap kontaminasi minyak.
Tertutupnya akar dan daun lamun dapat langsung menimbulkan kematian,
menghambat sirkulasi udara dalam proses fotosintesis, warna daun menjadi coklat
dan akhirnya membusuk serta mati (Jackson et al.1989).
Mangrove
Hutan mangrove merupakan sumber nutrien dan tempat memijahnya ikan
dan organisme lainnya. Akar mangrove yang tertutupi oleh minyak dapat
mencegah terjadinya difusi garam dan menghambat proses respirasi pada
mangrove. Mukthasor (2007) menyatakan bahwa perakaran hutan mangrove
berfungsi sebagai pertukaran CO2 dan O2, kadarnya akan berkurang jika tertutupi
oleh minyak dan selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kehidupan mangrove
dan organisme lainnya yang berasosiasi.
Terumbu karang
Dampak pencemaran minyak terhadap terumbu karang dapat bersifat
mematikan (lethal) atau sub-lethal, seperti: pengurangan kemampuan reproduksi,
perkembangan larva dan kolonisasi, laju pertumbuhan, kemampuan fotosintesa,
struktur sel dan kemampuan makan. NOAA (2010) menyatakan bahwa dampak
tumpahan minyak terhadap terumbu karang sangat bervariasi tingkat
keparahannya tergantung pada kondisi tertentu seperti jenis dan volume minyak
yang tumpah, komposisi jenis, dan sifat eksposur minyak. Luasan dan tingkat
kerusakan terumbu karang akibat pencemaran minyak berkaitan erat dengan
kepekaan dan kerentanan dari masing-masing spesies, lama keterpaparan, dan
suhu lingkungan. Kemudian terumbu karang dengan bentuk pertumbuhan
bercabang (coral branching) lebih sensitif terhadap minyak dibandingkan dengan
karang dengan bentuk pertumbuhan massive (coral massive) atau berbentuk
piringan (NOAA 2010).
Mamalia laut
Sensitivitas mamalia laut terhadap tumpahan minyak sangat bervariasi (US
EPA 2002). Efek kerusakan umumnya berhubungan terhadap bulu dan lemak

10
pada mamalia laut yang tetap harus terjaga untuk menjaga kestabilan suhu
tubuhnya agar tetap hangat. Minyak dapat dengan mudah lengket pada bagian
tubuh mamalia laut, sulit untuk menghindari predator jika minyak melengketkan
sirip tubuhnya sehingga mudah untuk dimangsa, dapat terjadi infeksi dan
kesulitan makan jika bulu sensor pada mamalia laut terlengketkan oleh minyak.
Secara tidak langsung minyak yang mencemari perairan akan tertelan oleh
mamalia laut saat mencari makan. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan pada
saluran pencernaan dan kerusakan hati serta ginjal. Selain itu, US EPA (2002)
menyatakan bahwa untuk semua jenis mamalia laut yang menghirup uap
hidrokarbon dapat menyebabkan kerusakan syaraf dan kelainan perilaku.
Ikan
Kontak minyak dengan ikan dapat terjadi dengan cara yang berbeda.
Minyak yang tumpah dapat menyebar dan terkontak langsung dengan ikan dan
mencemari insangnya. Perairan yang tercemari oleh minyak dapat mengandung
komponen kimia yang beracun dan dapat dengan mudah menguap. Komponen
kimia yang beracun dari minyak dapat dengan mdah diserap oleh telur, larva, ikan
remaja dan mungkin langsung makan makanan yang sudah terkontaminasi oleh
minyak. Ikan yang tercemar atau terkontaminasi oleh minyak dapat menderita
perubahan jantung, laju pernapasan, pembesaran hati, gangguan pertumbuhan,
erosi sirip, gangguan reproduksi, terjadi perubahan biokimia dan seluler serta
terjadinya pola perilaku/tingkah laku pada ikan (US EPA 2002).
Burung
Burung sangat rentan terhadap tumpahan minyak. Burung laut dapat
menghabiskan waktunya di permukaan laut, menyelam ketika terganggu, dan
memiliki tingkat reproduksi yang rendah terhadap tumpahan minyak. Selain itu,
populasi spesies dengan jumlah individu yang kecil dan beberapa spesies yang
terancam punah akan terpengaruh sangat buruk oleh kontaminasi tumpahan
minyak (US EPA 2002). Bulu burung memiliki fungsi untuk menangkap udara
dan memelihara burung dengan kehangatan dan daya apung. Burung yang
terjebak atau tenggelam oleh tumpahan minyak akan menghilangkan
kemampuannya untuk tetap bertahan di air dan, mereka mungkin menelan minyak
ketika mencoba untuk membersihkan bulu mereka atau ketika mereka mencoba
untuk makan makanan yang terkontaminasi, dan mereka mungkin akan menderita
efek reproduksi jangka panjang.
Plankton
Komponen hidrokarbon dalam minyak dapat bersifat toksik dan sangat
berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, perilaku dan pertumbuhan plankton
(Mukhtasor 2007). Tumpahan minyak dapat juga menguntungkan pada sebagian
jenis bakteri tertentu terhadap proses biodegradasi minyak. Selain itu, minyak
dapat menyebabkan masalah bagi fitoplankton (Abbriano et al. 2011). González et
al. (2009) diacu dalam Abbriano et al. (2011) bahwa untuk plankton,terjadinya
pencemaran perairan oleh tumpahan minyak akan menghambat pertukaran gas,
mengganggu proses fotosintesis dan mengganggu pertumbuhan. Hal serupa juga
dikatakan Harrison et al. (1986) diacu dalam Abbriano et al. (2011) bahwa PAH
dalam minyak mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton mulai dari konsentrasi
rendah (1 mg/l) sampai dengan konsentrasi tinggi (100 mg/l). Seperti halnya
fitoplankton, Suchanek (1993) diacu dalam Abbriano et al. (2011) menyatakan
bahwa banyak spesies dari zooplankton juga sensitif terhadap bahan kimia yang

11

ditemukan dalam minyak. Copepoda yang bersentuhan langsung dengan minyak
telah banyak
mengalami peningkatan mortalitas, penurunan makan dan
reproduksi.
Perikanan dan kegiatan b