2. Di antara ketiga faktor di atas, manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia KANINDO Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
C. Batasan Penelitian
Penelitian diharapkan tetap dalam lingkup pembahasan dan analisis yang dilakukan jelas, oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan pembahasan dalam
penelitian. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang dianalisis dibatasi pada data laporan keuangan tahun 2005
sampai 2007. 2. Aspek yang dianalisis meliputi Cost of Fund, Overhead Cost, dan Risk Cost.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan profit margin
produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia KANINDO Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
b. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia
KANINDO Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang 2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
mengambil keputusan terkait dengan produk pembiayaan murabahah di masa yang akan datang.
b. Bagi nasabah dan calon nasabah Bagi nasabah berguna untuk mengetahui lebih jauh bagaimana operasional
lembga keuangan syariah dalam menetapkan profit margin pada produk pembiayaan murabahah-nya.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan referensi, tambahan wawasan serta pengetahuan dalam penelitian
selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu diambil dari thesis yang berjudul “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Margin Pembiayaan Murabahah Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia “ oleh Adi Nugroho. Berdasarkan dari analisis hasil penelitian dan
pembahasan yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor biaya overhead, dan bagi hasil Dana Pihak Ketiga DPK secara signifikan mempengaruhi
margin murabahah, sedangkan volume pembiayaan murabahah dan profit target tidak berpengaruh terhadap margin pembiayaan murabahah walaupun terdapat korelasi.
Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama mengangkat topik tentang penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah. Perbedaan penelitian yang
sekarang dengan penelitian yang terdahulu terletak pada objek penelitian, jika peneliti terdahulu pada Bank Muamalat Indonesia, objek peneliti sekarang adalah Koperasi Agro
Niaga Indonesia KANINDO Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil BMT Ahmad Yani, serta faktor yang diteliti pada penelitian sekarang yaitu cost of fund,biaya overhead, dan
risk cost sedangkan penelitian terdahulu faktor yang diteliti adalah biaya overhead, volume pembiayaan murabahah, profit target dan bagi hasil dana pihak ketiga.
2. Landasan Teori a. Baitul Maal wat Tamwil
Baitul Mal wat Tamwil BMT adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi simpan pinjam. Di Indonesia lembaga ini belakangan populer seiring
dengan semangat umat Islam untuk mencari model ekonomi alternatif pasca krisis ekonomi tahun 1997. Kemunculan BMT merupakan usaha sadar untuk
memberdayakan ekonomi masyarakat. Konsep ini mengacu pada definisi baitul maal pada masa kejayaan Islam, terutama pada masa Khulafaur Rasyidin 632-661 M.
Dalam bahasa Arab “bait” berarti rumah, dan maal yang berarti harta: rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Waktu itu dikenal istilah “diwan” yakni
tempat atau kantor yang digunakan oleh para penulis katakanlah sekretaris baitul mal untuk bekerja dan menyimpan arsip-arsip keuangan.
Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan
harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak dan
shodaqoh, juga tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan
oleh negara. Beberapa organisasi, intansi atau perorangan yang menaruh perhatian pada sejarah Islam kemudian mengambil konsep baitul mal ini dan memperluasnya
dengan menambah ”baitut tamwil” yang berarti rumah untuk menguangkan uang. Menjadilah baitul mal wat tamwil BMT.
b. Bank Syariah Bank Islam atau dikenal sebagai bank syariah mulai lahir dan dikenal dikalangan
masyarakat Indonesia sekitar tahun 1990-an, yaitu setelah adanya Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1992, yang kemudian dipertegas dengan Undang-Undang
No.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 1 ayat 3, disebutkan bahwa, “Bank Umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.” Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan
pokok antara perbankan Syariah dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan ribabunga bagi perbankan syariah. Dengan kata lain, perbedaan pokoknya
menyangkut kontraprestasi yang diberikan oleh kedua belah pihak pihak bank dan nasabah.
c. Prinsip Operasional Bank Syariah Secara garis besar, menurut Muhammad 2002:84 hubungan ekonomi berdasarkan
syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad.
1 Prinsip Simpanan Murni al-Wadi’ah Merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi
guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-Wadia’ah identik dengan giro.
2 Bagi Hasil Syirkah Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh lagi, prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar untuk produk pendanaan
tabungan dan deposito maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
3 Prinsip Jual-Beli at-Tijarah Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana
bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank yang melakukan pembelian barang atas nama bank,
kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan margin.
4 Prinsip Sewa al-Ijarah
Prinsip ini secara garis besar terbagi menjadi dua jenis: 1 Ijarah, sewa murni, seperti halnya pennyewaan traktor dan alat-alat produksi lainnya operating
lease. Dalam teknis perbankan, Bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati
kepada nasabah. 2 Baiat takjiri atau Ijarah at muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk
mmemiliki barang pada akhir masa sewa financial lease. 5 Prinsip Jasa al-Ajr walumullah
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring,
Inkaso, Jasa Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr walumullah.
d. Penghimpunan Dana Bank Syariah 1 Titipan
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan Syafi’i, 2001:148. Adapun akad yang
sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Al-wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah
yad adh-dhamanah. a Wadi’ah Yad al-Amanah Trustee Depository
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut: i Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan
digunakan oleh penerima titipan. ii Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas
dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
iii Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.
iv Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan unuk jenis
ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box. b Wadi’ah Yad adh-Dhamanah Guarantee Depository
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik berikut ini : i Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh
yang menerima titipan. ii Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu
dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si
penitip. iii Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
iv Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung
berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, pemberian bonus semacam jasa giro tidak boleh disebutkan dalam
kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank.
v Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah
titipan. vi Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada
prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau
alat lain yang dipersamakan. 2 Investasi
Menurut Syafi’i 2001:150 prinsip lain yang digunakan dalam penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah adalah prinsip investasi. Akad yang sesuai
dengan prinsip ini adalah akad mudharabah. Tujuan dari mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana shahibul maal dan pengelola dana mudharib
dalam hal ini adalah pihak bank. Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a Mudharabah Muthlaqah General Investment yang memiliki karakteristik:
i Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan restriction atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk
mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanannya.
ii Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa b Mudharabah Muqayyadah, memiliki karakteristik:
i Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang
diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha tertentu saja, waktu tertentu, dan lain-lain.
ii Aplikasi perbankan yangg sesuai dengan akad ini ialah special investment.
e. Pembiayaan Bank Syariah Menurut Dahlan 2005:423 bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan
Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu:
1 Prisinp Jual Beli Bai’ Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli bai’ yang
banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
a Bai’ al Murabahah Bai’ al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi
barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin
keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan. Umumnya, nasabah
memilih metode pembayaran secara cicilan. b Bai’ as-Salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya delivery dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka
secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada
pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis,
macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
c Bai’ al-Istishna Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’
as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara
tunai. 2 Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari al-
Mudharabah dan al-Musyarakah. a Al-Mudharabah
Al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak di mana pihak pertama pemilik modal atau shahibul maal menyediakan seluruh
kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola mudharib. Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu al-
mudharabah muthlaqah dan al-mudharabah muqayyadah. i
Al-Mudharabah Muthlaqah Al-mudharabah muthlaqah merupakan bentuk mudharabah antara
shahibul maal pemilik modal dan mudharib, di mana shahibul maal memberikan hak atau kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib untuk
melakukan bisnis. ii Al-Mudharabah Muqayyadah
Jenis al-mudharabah muqayyadah ini sangat berbeda dengan al- mudharabah muthlaqah. Sifat kontrak kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib memberikan batasan kepada mudharib dalam melaksanakan
bisnisnya misalnya pembatasan mengenai segmen usaha atau lokasi usaha yang boleh dilaksanakan dan lain sebagainya, yang diatur dalam akad
perjanjian kerja sama. iii Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
3 Prinsip Sewa Menyewa a Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa
diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa suatu baranag dalam
kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa. b Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang
Antara bank dengan nasabah di mana nasabah penyewa diberi hak untuk
membeli obyek sewa pada akhir akad. 4 Prisip Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai
penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan
dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
f. Penyaluran Jasa Bank Syariah Menurut Syafi’i 2003:120 penyaluran jasa bank syariah dibagi menjadi:
1 Al-Wakalah Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat. Al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang
lain dalam hal-hal yang diwakilkan. 2 Al-Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kafil kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai penjamin. 3 Al-Hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepad orang lain yang wajib menanggungnya.
4 Ar-Rahn Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
5 Al-Qardh Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali, dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. g. Pembiayaan Murabahah
1 Pengertian Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual beli yang
pada dasarnya merupakan penjualan dengan keuntungan margin tertentu yang ditambahkan diatas biaya perolehan, di mana pelunasannya dapat dilakukan
secara tunai maupun angsuran Yumanita, 2005:27. Murabahah adalah suatu pembiayaan dengan akad jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dimana penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya Antonio, 2004:101. Bank-bank Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka
pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan
3c. Kirim Barang 2
.
Beli Barang Tunai Negosiasi dan
Persyaratan 3a.
Akad Murabahah
BANK
3b. Serah Terima Barang
NASABAH 4. Bayar
Kewajiban
SUPLIER PENJUAL
dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur, yaitu yang pertama adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah
kesepakatan berdasarkan mark-up keuntungan Saeed, 2003:138. Adapun kelebihan kontrak murabahah pembayaran yang ditunda menurut
Saeed 2003:139 adalah sebagai berikut : a Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga
pokok barang dan keuntungan mark-up yang diartikan sebagai prosentase harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
b Subyek penjualan adalah barang atau komoditas. c Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnyadan ia
hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli d Pembayaran yang ditunda
Bank-bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya.
Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi perbankan Islam di antaranya :
a Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek jika dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah
b Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin bahwa bank mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi
dengan system bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif. c Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan usaha
berdasarkan system profit and loss sharing. d Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam manajemen
bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan mereka adalah hubungan keditur dengan debitur.
Gambar 2 Proses Pembiayaan Murabahah
Sumber : Yumanita 2005:28 Pembiayaan murabahah merupakan salah satu jenis pembiayaan yang terdapat
pada perbankan syariah yang mempunyai beberapa syarat, antara lain: a Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c Kontrak harus bebas dari riba.
d Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam a, d, dan e tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :
a Melanjutkan pembelian seperti apa adanya. b Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang
dijual. c Membatalkan kontrak.
Sedangkan ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59: a Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam
murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
a Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan
mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank sebagai penjual dalam murabahah pesanan
mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual bank dan penjual bank akan
mengurangi nilai akad. a Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu,
dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda.
a Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah: i
mempercepat pembayaran cicilan; atau ii melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
b Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka
potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang
dimuat dalam akad. c Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah,
antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. d Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada
saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian
pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi
dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
e Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan
bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir
yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari
denda diperuntukkan sebagai dana sosial qardhul hasan. Transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat dan resiko yang harus
diantisipasi sesuai dengan sifat bisnisnya tijarah. Salah satu manfaatnya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan
harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem pembiayaan murabahah sangatlah sederhana, di mana hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di
bank syariah. h. Penetapan Harga dan Profit Margin
Harga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam menetapkan profit margin pembiayaan murabahah pada perbankan
syari’ah. Karena Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan margin yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang ditawarkan kepada
nasabah.
1 Metode-metode Penentuan Harga Jual dan Profit Margin Menurut Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat
diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya: a Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted
Investment Account RIA atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad mudharabah muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya
kepastian hasil dari modal yang diinvestasikan. Oleh karena itu, pola yang diterapkan dengan memperhatikan:
i Historical Average Cost jika dana mudharabah muqayyadah dilakukan
dengan on balance sheet ii Marginal Cost of Fund jika dana mudharabah muqayyadah dilakukan
dengan off balance sheet. iii Pooled Marginal Cost of Fund jika dana mudharabah muqayyadah dilakukan
dengan on balance sheet. iv Weighted Average Projected Cost jika dana mudharabah muqayyadah
dilakukan dengan on balance sheet b Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan
klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak
pasti, disebut natural uncertainty contract.
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode yang digunakan adalah required profit rate rpr:
r p r = n.v di mana n: tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
v: jumlah transaksi dalam satu periode Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka
metode yang digunakan adalah expected profit rate epr epr diperoleh berdasarkan:
i Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis ii Pertumbuhan ekonomi
iii Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan Perhitungannya:
Nisbah bank = e p r expected return bisnis yang dibiayai100 Actual return bank = nisbah bank + actual return bisnis
2 Penetapan Margin Keuntungan Bank Syariah Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan
yang berbasis Natural Certainty Contracts NCC, yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah amount, maupun waktu
timing, seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan istishna’. Referensi margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin keuntungan yang ditetapkan
dalam rapat ALCO Bank Syari’ah. Asset Liability Management Committee ALCO. Organisasi dari fungsi ALCO di
bank yang kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang
lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer
Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum
mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk
pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset liabilitas, jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan Pasar Uang, me-review
variasi anggaran, dan yang paling penting adalah menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi. Secara umum, tanggung jawab ALCO adalah
mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas dan meminimalkan resiko. Penetapan margin
keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a Direct Competitor’s Market Rate DCMR Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate DCMR adalah
tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO
sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor langsung
terdekat.
b Indirect Competitor’s Market Rate ICMR Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate ICMR adalah tingkat
suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok
competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung
yang terdekat. c Expected Competitive Return for Investors ECRI
Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors ECRI adalah target bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
d Acquiring Cost Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang
langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga. e Overhead Cost
Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost = Total biaya di luar biaya dana x 100 . Total earningassets total aktiva produktif
Karim, 2004:254.
DCMR
ICMR
ECRI Acquiring
Cost
Overhead Cost
Referensi Margin
Keuntunga n
Penetapan Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah Setelah memperoleh referensi margin keuntungan, bank melakukan penetapan harga
jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli harga pokok harga perolehan bank dan margin keuntungan.
+ = Harga Jual
Perlu diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan murabahah ini tidak fixed, tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan melihat kemampuan dari
debitur itu sendiri. 3 Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank syariah pada umumnya pada telah menggunakan murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah Indonesia, portofolio
pembiayaan murabahah mencapai 70-80. Kondisi demikian ini tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia dan
Pakistan. Dengan penetapan margin keuntungan murabahah yang tinggi, secara tidak langsung
akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari format atau formula yang tepat, agar nilai
penjualan dengan murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin
keuntungan murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Referensi Margin Keuntungan
Harga Beli Bank
Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan
menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diingankan. Cara yang dilakukan oleh
Rasulullah ini dapat dipakai sebagi salah satu metode bank syariah dalam menetukan harga jual produk murabahah. Dengan demikian, secara matematis harga jual barang
oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan Cost Recovery = Proyeksi Biaya Operasi : Target Volume Pembiayaan
Margin dalam persentase = Cost Recovery + Keuntungan X 100
Harga Beli Bank Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini dibandingkan
dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan murabahah kompetitif, margin murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga
pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan memperkecil cost recovery dan keuntungan yang diharapkan.
F. Kerangka Pikir