Perancangan model pengukuran kinerja komprehensif pada sistem klaster agroindustri hasil laut

(1)

PERANCANGAN MODEL

PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF

PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI

HASIL LAUT

SRI GUNANI PARTIWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”Perancangan Model Pengukuran Kinerja pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2007

Sri Gunani Partiwi NIM F361030041


(3)

ABSTRAK

SRI GUNANI PARTIWI. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut. Dibimbing oleh ERIYATNO, ANAS MIFTAH FAUZI, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, PATDONO SUWIGNJO.

Peningkatan daya saing klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh bagaimana upaya peningkatan kinerja komprehensif dilakukan. Kinerja komprehensif dapat dikelola secara efektif dan efisien jika didukung adanya model pengukuran kinerja yang optimal. Model pengukuran kinerja dibangun berbasis sistem pakar, di mana elisitasi pendapat pakar dilakukan melalui

brainstorming dan pengisian kuesioner pakar. Metode yang digunakan diantaranya adalah fuzzy, Proses Hirarki Analitik (PHA), dan Electre II. Pengembangan model pengukuran kinerja didasarkan pada beberapa model yaitu SMART-2 (Strategic Monitoring and Reporting Technique), Objective Matrix

(OMAX), IPMS (Integrated Performance Measurement System) dan Balanced Scorecard.

Pengolahan hasil penilaian pakar untuk mendapatkan nilai bobot kriteria dan prioritas Indikator Kinerja Kunci (IKK) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice 2000 dan Electre II. Penentuan IKK dalam model pengukuran kinerja komprehensif didasarkan pada kepentingannya terhadap aspek dan pelaku klaster agroindustri hasil laut. IKK terpilih merupakan tolok ukur kinerja komprehensif yang didisain dalam bangunan sistem penunjang keputusan (SPK) C-PROMEAS dengan bahasa pemrograman berbasis web PHP dan database MySQL yang dapat memberikan informasi kinerja komprehensif dalam bentuk scoring board. Terdapat tiga sub model dalam bangunan SPK yaitu Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS) dan Knowledge Based Management System

(KBMS) serta Dialog Management System (DMS).

Dari hasil elisitasi pendapat pakar dan setelah melalui pertimbangan logis maka diperoleh sejumlah 23 Indikator Kinerja Kunci (IKK) yang merepresentasikan kinerja klaster komprehensif, dan untuk efisiensi operasional dilakukan ekstraksi jumlah menjadi 11 IKK yang terdistribusi pada kinerja sosial, kinerja lingkungan, kinerja ekonomi dan kinerja proses bisnis internal. Verifikasi model dilakukan melalui implementasi model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada klaster industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur. Hasil implementasi menunjukkan bahwa capaian kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada industri teri nasi dan rumput laut secara numerik cukup baik (62.45% ; 58%) yang merupakan agregat dari kinerja sosial (67.4% ; 46.2%), kinerja lingkungan (25% ; 25%), kinerja ekonomi (76.7% ; 82%) dan kinerja proses bisnis internal (66% ; 57.9%). Namun demikian berdasaran aturan tambahan yang ditentukan maka secara kategori nilai capaian kinerja kedua klaster termasuk dalam kategori kurang dikarenakan ada salah satu kinerja parsial yang memiliki nilai 25% yaitu pada aspek lingkungan.

Model dialog yang dibangun dalam SPK memberikan fasilitas bagi pengguna sesuai otoritasnya untuk berkomunikasi dengan beberapa alternatif perubahan. Perubahan bisa dilakukan dari sisi prioritas maupun beberapa skenario analisis what-if yang didisain untuk tujuan tertentu diantaranya untuk mengetahui penilaian finansial atas kebijakan tertentu dan juga dampaknya terhadap kinerja komprehensif klaster, sehingga model pengukuran kinerja dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien.


(4)

ABSTRACT

SRI GUNANI PARTIWI. The Design of a Comprehensive Performance Measurement Model of Marine Agroindustry Clusters. Under supervision of ERIYATNO, ANAS MIFTAH FAUZI, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, PATDONO SUWIGNJO.

The competitiveness of marine agroindustry clusters depends on how the comprehensive performance improvement programs are conducted. Comprehensive performance could be managed effectively and efficiently if it was supported by an optimal performance measurement model. This study was focused on the development of a comprehehsive performance measurement model of marine agroindustry clusters. The performance measurement model was developed based on the expert system method. Fuzzy and Analytical Hierarchy Process (AHP) were used to evaluate criteria of industrial cluster performance and Electre II was used to determine weight of Performance Indicators. The model was formulated formulated with respect to SMART-2 (Strategic Monitoring and Reporting Technique), Objective Matrix (OMAX), IPMS (Integrated Performance Measurement System) and Balanced Scorecard.

Expert choice 2000 and Electre II softwares ware used to process the expert judgment in order to obtain the weight of the criteria and the priority of the key performance indicators (KPI’s). In the comprehensive performance measurement model, the key performance indicator was determined based on its importance to some aspects and actors of marine agroindustry. The selected KPI act as a comprehensive performance standard which is designed on Decision Support System (DSS) structure, C-PROMEAS, to give information on the comprehensive performance in the form of scoring board. The sub models consist of the Data Based Management System (DBMS), Model Based Management System (MBMS) and Knowledge Based Management System (KBMS), and Dialog Management System (DMS).

Expert elicitation and judgment analysis provides 23 key performance indicators, which represent a comprehensive cluster performance. These number are reduced in order to operationalise the measures. Eleven key performance indicators are drawn. These indicators are used to measure social, envrionment, economics and internal business process performance.

The model was verified by implementing the comprehensive performance measurement model in marine industry, especially in East Java baby anchovy and sea weed industries . The results was presented by a scoring board indicates that numerically the performance of these clusters were fair. The baby anchovy and sea weeds agroindustrial clusters can only reach the social, environment, economics and internal business process for the both clusters perform 67.4%, 46.2% ; 25%, 25% ; 76.7%, 82% and 66%, 57.9% respectively towards the targetted performances. However, based on the rules that it isn’t allowed for any single value of aspect peformance was equal or less than 25%, the comprehensive performance achievement was stated in poor category.

Through dialog boxes in this DSS, users can operate easily. Either a priority or a scenario can be tested. This system provides a what-if analysis for policy makers to obtain the predictive implications of a policy. The prediction includes the comprehensive performance of a cluster and its financial situation. Expectedly, using this system, the performance measurement system can be implemented effectively and efficiently.


(5)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya


(6)

PERANCANGAN MODEL

PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF

PADA SISTEM KLASTER AGROINDUSTRI

HASIL LAUT

SRI GUNANI PARTIWI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Victor P.H. Nikijuluw, M.Sc. 2. Dr. Ir. Dedi Mulyadi, M.Si.


(8)

Judul Disertasi : Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut

Nama : Sri Gunani Partiwi

NIM : F361030041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Ketua

Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng

Anggota Dr. Ir. Machfud, MS Anggota

Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng Anggota

Dr. Ir. Krisnani Setyowati Anggota

Diketahui

a.n. Ketua Program Studi Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya maka disertasi ini dapat terselesaikan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa Penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang tulus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi serta atas dorongan moral sehingga penulis bisa menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng, Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, Ibu Dr.Ir. Krisnani Setyowati dan Bapak Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta keikhlasannya dalam berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan dorongan semangat sehingga dapat terselesaikannya disertasi ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran, selaku Koordinator Program Studi S3 TIP atas dorongan semangat, arahan dan kemudahan yang diberikan selama studi dan kepada Ibu Dr. Ir. Ani Suryani DEA sebagai sekretaris program atas semua fasilitasinya serta kepada segenap Civitas Jurusan TIP IPB yang telah memberikan suasana kondusif selama penulis melaksanakan studi S3.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, MEng, Dirjen Pengembangan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktur Investasi, Direktur Pengolahan Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktur Industri Logam dan Direktur Industri Mesin dan Peralatan Pabrik Departemen Perindustrian, atas segala masukan serta kesediaannya dalam berbagi pengetahuan dan kepakaran dalam hal kebijakan klaster industri sehingga memperkuat hasil disertasi ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Hanafi Wirabrata dan tim peneliti di lingkungan Departemen Perindustrian atas kesediaan waktu untuk mendiskusikan hasil sementara penelitian ini. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada


(10)

para praktisi Industri dan kolega akademisi yang telah bersedia untuk menjadi responden pakar pada penelitian ini.

Rasa terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Ibunda, kakak dan adik di keluarga besar Soemadi Tjiptoyuwono (Alm), keluarga besar Soedomo (Alm) yang senantiasa memberikan doa dan semangat. Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Sudiartono MM, anak-anak Andri, Indra, Dimas dan Indri, atas pengertian, pengorbanan dan doa yang tidak pernah berhenti diberikan selama proses studi dari awal hingga saat ini.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan kolega staf pengajar di Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya serta mahasiswa S3 TIP atas kebersamaan dan semangat yang diberikan selama masa studi. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Mei 2007


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 31 Mei 1966 sebagai anak keenam dari pasangan Soemadi Tjiptoyuwono dan Sri Hariyati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1992, penulis diterima di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri pada Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan beasiswa dari pemerintah (BPPS) dan menamatkannya pada tahun 1995. Selanjutnya pada tahun 2003, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor. Beasiswa studi program Doktor diperoleh dari pemerintah melalui program DUE-Like pada tahun pertama dan dilanjutkan BPPS pada tahun kedua dan ketiga.

Setelah menyelesaikan program S1, pada tahun 1988-1989 penulis bekerja di PT. Interdelta, Jakarta. Terhitung mulai bulan Agustus 1989 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Pada tahun 1991, penulis menikah dengan Ir. Sudiartono, MM. putra dari Bapak Soedomo (Alm) dan Ibu Soehastuti Soedomo. Penulis telah dikaruniai empat orang anak yang bernama Mohammad Andriya Gunartono, Mohammad Indrawan Gunartono, Mohammad Adimas Gunartono dan Sri Indriyani Diartiwi.

Selama mengikuti program S3, penulis ikut bergabung dalam Tim Pengembangan Klaster Industri Baja, Direktorat Industri Logam, Departemen Perindustrian (tahun 2006-sekarang). Penulis telah menulis tiga buah artikel ilmiah yang telah dipublikasikan. Karya ilmiah yang berjudul Implementasi Metode Fuzzy dan Analitycal Hierarchy Process (AHP) dalam Pengembangan Klaster Agroindustri Di Jawa Timur telah dipublikasikan dalam jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik dan Manajemen Industri, OPTIMA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), makalah yang berjudul Integrasi Metode

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Metode Electre II dalam Pengambilan Keputusan pada Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja telah disajikan pada

The 4th Indonesian Symposium On Analytic Hierarchy Process, Jakarta pada bulan Desember 2006 serta makalah dengan judul Decision Support System


(12)

Design For Comprehensive Performance Management (A Case For Marine Agroindustry Clusters) yang telah dimuat di dalam jurnal terakreditasi, EKSEKUTIF. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(13)

RINGKASAN

SRI GUNANI PARTIWI. Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut. Dibimbing oleh ERIYATNO, ANAS MIFTAH FAUZI, MACHFUD, KRISNANI SETYOWATI, PATDONO SUWIGNJO.

Peningkatan daya saing klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh bagaimana upaya peningkatan kinerja komprehensif dilakukan. Kinerja komprehensif dapat dikelola secara efektif dan efisien jika didukung adanya model pengukuran kinerja yang optimal. Model pengukuran kinerja dibangun berbasis sistem pakar, di mana elisitasi pendapat pakar dilakukan melalui brainstorming dan pengisian kuesioner. Hasil dari penilaian pakar selanjutnya diolah dengan beberapa metode diantaranya adalah fuzzy, Analytical Hierarchy Process (AHP), dan Electre

II. Pengembangan model pengukuran kinerja didasarkan pada beberapa model yaitu SMART-2 (Strategic Monitoring and Reporting Technique), Objective Matrix

(OMAX), IPMS (Integrated Performance Measurement System) dan Balanced Scorecard.

Pengolahan pendapat pakar untuk mendapatkan nilai bobot kriteria dan prioritas Indikator Kinerja Kunci (IKK) dilakukan dengan bantuan perangkat lunak

Expert Choice 2000 dan Electre II. Penentuan IKK dalam model pengukuran kinerja komprehensif didasarkan pada kepentingannya terhadap aspek dan pelaku klaster agroindustri hasil laut. IKK terpilih merupakan tolok ukur kinerja komprehensif yang didisain dalam bangunan sistem penunjang keputusan (SPK) C-PROMEAS dengan bahasa pemrograman berbasis web PHP dan database MySQL yang dapat memberikan informasi kinerja komprehensif dalam bentuk scoring board. Terdapat tiga sub model dalam bangunan SPK yaitu Data Based Management System

(DBMS), Model Based Management System (MBMS) dan Knowledge Based Management System (KBMS) serta Dialog Management System (DMS).

Kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ditentukan oleh empat aspek yaitu aspek sosial, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek proses bisnis internal dengan nilai bobot kepentingan berturut-turut sebesar 17%, 16%, 34% dan 32%. Kinerja sebuah klaster industri hasil laut akan dapat diukur berdasarkan beberapa tolok ukur yang memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Agreed, Realistic dan Timebound). Dari setiap aspek dapat diturunkan sejumlah kriteria keberhasilan dan sub kriteria yang selanjutnya dapat dijadikan basis dalam penentuan ukuran kinerja klaster. Pada tahap awal mampu di eksplorasi 64 indikator kinerja yang selanjutnya dinilai oleh sejumlah pakar untuk mendapatkan tingkat kepentingannya terhadap keberhasilan sebuah klaster agroindustri hasil laut. Untuk efisiensi operasional, maka dilakukan ekstraksi jumlah Indikator Kinerja melalui beberapa tahapan.

Pada tahap final diperoleh sebanyak 10 (sepuluh) indikator kinerja kunci (IKK). Pada aspek sosial adalah indeks CSR, keanggotaan klaster, aspek lingkungan adalah indeks CER, pada aspek ekonomi adalah keuntungan klaster, indeks RCA,

market performance dan pada aspek proses bisnis internal diwakili oleh output standar, nilai rendemen, indeks kepuasan pelanggan dan produktivitas nelayan. Indikator Kinerja Kunci pada setiap aspek klaster dipadatkan dari 23 indikator kinerja (IK) yang terdistribusi pada aspek sosial (20%), aspek lingkungan (12%), aspek ekonomi (28%) dan aspek proses bisnis internal (32%). Keduapuluh dua indikator kinerja tersebut merepresentasikan kinerja beberapa pelaku klaster yang terdiri dari pemerintah diwakili sebanyak 12 IK, industri sebanyak 13 IK, pemasok bahan baku sebanyak 11 IK dan nelayan sebanyak 13 IK. Nilai bobot seluruh


(14)

indikator kinerja tersebut adalah 62% yang berarti dapat mewakili 62% dari kinerja klaster keseluruhan. IKK tersebut kemudian diintegrasikan dalam sebuah model pengukuran kinerja komprehensif yang ditampilkan dalam bentuk scoring board.

Model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dalam bentuk scoring board menampilkan capaian nilai sejumlah indikator kinerja kunci yang telah dipilih. Nilai capaian kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut merupakan fungsi dari kinerja aspek sosial, aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek proses bisnis internal yang dinyatakan dengan kategori Baik, Cukup dan Kurang berdasarkan skor absolut dan status/kategori setiap IKK.

Penetapan status berdasarkan nilai numerik telah dikemukakan sebelumnya melalui batasan-batasan nilai capaian dari masing-masing indikator kinerja kunci, kinerja parsial (aspek) maupun kinerja komprehensif. Penentuan status secara mutlak didasarkan pada batasan nilai numerik dapat diberlakukan untuk indikator kinerja kunci maupun kinerja parsial (aspek), namun hal ini tidak relevan jika diterapkan untuk penentuan status kinerja komprehensif. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan dijumpai satu kondisi, di mana nilai capaian kinerja komprehensif secara numerik masuk kategori Baik, namun jika di disagregasi ke kinerja per aspeknya terdapat aspek yang memiliki kinerja sangat kecil atau bahkan bisa bernilai nol. Kondisi ini tentu saja tidak menunjukkan suatu kinerja yang baik, karena dalam sebuah sistem klaster industri ada tuntutan untuk baik pada semua aspek baik untuk aspek sosial, lingkungan, ekonomi maupun proses bisnis internal.

Verifikasi model dilakukan melalui uji coba model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada klaster industri teri nasi dan rumput laut di Jawa Timur. Validasi model dilakukan melalui expert judgment pada dua Diskusi Kelompok Terarah (DKT) di dua kelompok terpisah yaitu di kelompok praktisi industri hasil laut (teri nasi) dan kelompok di lingkungan pemerintahan. Hasil rancangan model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dipresentasikan pada dua kelompok tersebut dalam waktu dan tempat terpisah. Secara umum kedua kelompok pakar menyatakan bahwa model sudah merepresentasikan sistem klaster agroindustri hasil laut. Di samping itu Validasi model secara kuantitatif dilakukan pada penentuan model peramalan untuk indikator total penjualan klaster industri teri nasi. Model ini diperlukan untuk meramalkan omset klaster industri teri nasi beberapa periode mendatang. Hal ini diperlukan untuk merencanakan strategi klaster industri teri nasi agar terus dapat bertahan dan bahkan meningkatkan kinerjanya. Di samping itu berdasarkan hasil identifikasi indikator kinerja kunci yang telah dilakukan indikator total penjualan klaster merupakan salah satu indikator penting yang harus selalu dimonitor dan dievaluasi, hal ini untuk melihat apakah di masa mendatang secara eksternal kondisi sistem cukup kondusif untuk terjadinya peningkatan kinerja.

Tabel scoring board hasil pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada industri teri nasi di atas, terdiri atas beberapa komponen parameter ukuran yang mencerminkan karakteristik dari setiap indikator kinerja yaitu nilai bobot, nilai yang ditargetkan, nilai capaian indikator, scoring system, nilai skor serta status kinerja. Pengukuran setiap indikator kinerja yang sudah ditentukan melalui penilaian pakar dilakukan secara langsung dengan bantuan alat berupa lembar periksa (check sheet) yang telah disiapkan terlebih dahulu. Idealnya sebuah klaster, pengukuran dilakukan pada semua anggota klaster tergantung pada pelaku mana indikator kinerja yang diukur.

Hasil implementasi menunjukkan bahwa capaian kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut pada industri teri nasi dan rumput laut secara numerik cukup baik (62.45% ; 58%) yang merupakan agregat dari kinerja sosial (67.4% ; 46.2%), kinerja lingkungan (25% ; 25%), kinerja ekonomi (76.7% ; 82%) dan kinerja proses


(15)

bisnis internal (66% ; 57.9%). Namun demikian berdasaran aturan tambahan yang ditentukan maka secara kategori nilai capaian kinerja kedua klaster termasuk dalam kategori kurang dikarenakan ada salah satu kinerja parsial yang memiliki nilai 25% yaitu pada aspek lingkungan.

Upaya perbaikan kinerja komprehensif dapat dilakukan melalui dua sisi yaitu sisi eksternal dan internal. Indikator yang dominan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal klaster namun sangat berarti dalam menentukan kinerja komprehensif adalah total penjualan klaster dan harga jual produk di pasar. Prediksi kecenderungan total penjualan teri nasi pada beberapa periode ke depan dilakukan dengan menggunakan metode peramalan kuantitatif, di mana metode dekomposisi terpilih sebagai model yang paling representatif. Sementara itu prediksi harga jual produk teri nasi di pasar ekspor dilakukan dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST). Metode JST ini digunakan dengan alasan karena adanya beberapa faktor yang dianggap berpengaruh tapi tidak memiliki keteraturan pola/distribusi sehingga tidak valid jika digunakan model-model deret waktu (time series) maupun model regresi yang pada umumnya digunakan untuk peramalan. Berdasarkan hasil peramalan dengan kedua metode di atas, ternyata kedua indikator tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan untuk beberapa periode mendatang, oleh karena itu upaya peningkatan kinerja komprehensif harus dilakukan melalui efisiensi proses internal klaster agroindustri hasil laut. Untuk itu disediakan fasilitas analisis

what-if untuk membantu melihat perubahan beberapa skenario kebijakan dan lingkungan bisnis pada kinerja komprehensif, sehingga mempermudah dalan menentukan langkah upaya perbaikan.

Berdasarkan hasil what if analisis, maka jika diasumsikan dengan upaya efektivitas penangkapan pada industri teri nasi dan budidaya serta panen pada industri rumput laut dapat meningkatkan jumlah bahan baku dua kalinya maka dengan menggunakan fasilitas dalam bangunan SPK dapat dilihat adanya peningkatan kinerja proses bisnis internal dari 66% menjadi 69.52% atau delta sebesar 3.52% dan untuk klaster industri rumput laut dari 57.9% menjadi 68.98% atau peningkatan sebesar 11.08%. Sementara itu secara komprehensif dapat meningkatkan kinerja untuk klaster industri teri nasi dan rumput laut berturut-turut sebesar 1.5% dan 2.62%. Dan seterusnya secara interaktif dapat dilakukan trade off

perubahan pada kondisi-kondisi yang lain. Hal ini akan sangat membantu proses pengelolaan kinerja baik dari sisi waktu, dana maupun ketepatan perkiraan. Tersedianya bangunan SPK juga akan meningkatkan efektivitas umpan balik dari sistem sehingga antisipasi tindakan dalam bentuk inisiasi maupun program perbaikan kinerja dapat dilakukan dengan lebih cepat dan hasil yang lebih baik.

Model dialog yang dibangun dalam SPK memberikan fasilitas bagi pengguna sesuai otoritasnya untuk berkomunikasi dengan beberapa alternatif perubahan. Perubahan bisa dilakukan dari sisi prioritas maupun beberapa skenario analisis

what-if yang didisain untuk tujuan tertentu diantaranya untuk mengetahui penilaian finansial atas kebijakan tertentu dan juga dampaknya terhadap kinerja komprehensif klaster, sehingga model pengukuran kinerja dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien. Bangunan SPK dilengkapi dengan fasilitas traffic light system yang berfungsi sebagai umpan balik dari sebuah kondisi kinerja yang dicapai. Sistem umpan balik ini didisain dengan berbasis pengetahuan pakar. Tersedia tiga warna yang memvisualkan suatu kondisi di antaranya adalah warna merah untuk kondisi Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kinerja Sedang dan warna hijau untuk kondisi kinerja Baik. Penentuan status ini mengacu pada batasan-batasan numerik yang sudah dikemukakan di bagian sebelumnya. Mekanisme ini dibuat untuk mempermudah pengguna dalam mengambil keputusan tindak lanjut atas kondisi kinerja klaster agroindustri yang dicapai.


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………...………..……… xiv

DAFTAR TABEL ………..……… xvi

DAFTAR GAMBAR ………..……… xviii

DAFTAR LAMPIRAN ………..……… xxiii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 4

Batasan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian... 4

KAJIAN PUSTAKA ...

6

Agroindustri ... 6

Potensi Agroindustri Hasil Laut ……….. 6

Konsep Klaster Industri ... 14

Studi Sistem ... 23

Perkembangan Model Pengukuran Kinerja ... 28

Metode-metode dalam Penilaian Kriteria ... 33

Alternatif Metode Prediksi Kinerja ... 39

METODOLOGI ... 46

Kerangka Dasar Pemikiran ... 46

Pemodelan Sistem ... 47

Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif ... 48

Tata Laksana Penelitian ... 49

Pembangunan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif dalam Bentuk Scoring Board ………... 52

Verifikasi dan Validasi Model ... 54

Analisis Perbaikan Model ………... 57

PENDEKATAN SISTEM ... 59

Deskripsi Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 60

Model Stakeholder Klaster Agroindustri Hasil Laut ……….. 64

Model Berlian Porter Agroindustri Hasil Laut ... 65

Deskripsi Industri Teri Nasi dan Rumput Laut sebagai Contoh Klaster Industri Hasil Laut di Jawa Timur ... 66 Karakterisasi Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 71

Diagram Lingkar Sebab Akibat ... ... ... 74

Diagram Input Output Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 75

PENGEMBANGAN MODEL... 76

Identifikasi kebutuhan Stakeholder Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 76

Eksplorasi Kriteria Keberhasilan Klaster ... 79

Eksplorasi Indikator Kinerja Kunci (IKK) ... 88 Pembobotan Kriteria, Sub kriteria dan Alternatif Indikator Kinerja Kunci

(IKK) ...


(17)

xv

Pemodelan Scoring Board Pengukuran Kinerja Klaster... 113

Perancangan Sistem Penunjang Keputusan... 115

IMPLEMENTASI MODEL PENGUKURAN KINERJA KOMPREHENSIF 118 Verifikasi Model pada Klaster Industri... 118

Validasi Model Pengukuran Kinerja Komprehensif ………….. ... 119

Implementasi Model ... 123

Perbaikan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif ... 130

Implementasi SPK dalam Pengukuran Kinerja Klaster ... 135

Peramalan Indikator Kinerja ... 138

PEMBAHASAN 144 Efisiensi Pengolahan Data melalui Integrasi Metode Electre II dengan Proses Hirarki Analitik (PHA) ……… ……….. 144 Analisis Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Klaster ... 146

Evaluasi Capaian Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri Hasil Laut di Jawa Timur ……… 150 Tingkat Kepentingan Ketersediaan Infrastruktur dan Persepsi Daya Dukungnya ………. 157 Working Group (Kelompok Kerja) sebagai Pengelola Klaster ... 166

Kontribusi Sistem Penunjang Keputusan (SPK) dalam Memberikan Umpan Balik Perbaikan Kinerja Komprehensif Klaster ... 167 Kontribusi Hasil Penelitian dalam Pembangunan Industri Hasil Laut di Indonesia ... 173 SIMPULAN DAN SARAN ... 174

Simpulan ... 174

Saran ... 175

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Hasil yang diharapkan dari setiap langkah pada tahap pembangunan model...

55

Tabel 2 Distribusi Jumlah Perusahaan Agroindustri Hasil Laut di Indonesia ...

61

Tabel 3 Distribusi jumlah perusahaan teri nasi di Indonesia ... 63 Tabel 4 Perbandingan antara Klaster Industri dengan Sentra Industri

(Taufik, 2001) ...

73

Tabel 5 Rekapitulasi hasil eksplorasi kriteria keberhasilan klaster industri ………

80

Tabel 6 Daftar Alternatif Indikator Kinerja Kunci klaster agroindustri hasil laut ………..

88

Tabel 7 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian keunggulan komparatif dan kompetetif klaster ………

96

Tabel 8 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian

pertumbuhan industri hasil laut ...

98

Tabel 9 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada pencapaian

kemampuan inovasi yang lebih baik ...

99

Tabel 10 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria terjadinya peningkatan kesejahteraan pelaku klaster agroindustri hasil laut …………..

101

Tabel 11 Nilai bobot kriteria dan sub kriteria pada terbentuknya rantai nilai yang kokoh ………

102

Tabel 12 Rekapitulasi nilai bobot Indikator Kinerja Kunci klaster

agroindustri hasil laut ... 106

Tabel 13 Alternatif IKK berdasarkan bobot absolut ... 110 Tabel 14 IKK terpilih berdasarkan keterwakilan terhadap aspek klaster.. 111 Tabel 15 Matriks IKK terpilih berdasarkan keterwakilan terhadap aspek

klaster dan pelaku klaster agroindustri hasil laut ...

112

Tabel 16 Model scoring board pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ...

114

Tabel 17 Nilai akurasi tiga alternatif model peramalan total penjualan teri nasi ...

124

Tabel 18 Hasil pengukuran kinerja klaster industri teri nasi di Jawa Timur ...


(19)

xvii

Tabel 19 Hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut di Jawa Timur ...

128

Tabel 20 Model final scoring board pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut (hasil perbaikan) ...

131

Tabel 21 Hasil pengukuran kinerja klaster industri teri nasi di Jawa Timur dengan model scoring board hasil perbaikan ………

133

Tabel 22 Hasil pengukuran kinerja klaster industri rumput laut di Jawa Timur dengan model scoring board hasil perbaikan ………

134

Tabel 23 Hasil peramalan penjualan teri nasi di jawa timur dengan model dekomposisi untuk periode tahun 2007 ...

136

Tabel 24 Harga ekspor teri nasi berdasarkan faktor musiman ... 137 Tabel 25 Dukungan dari pelaku klaster dalam pengembangan klaster

agroindustri hasil laut ... 147

Tabel 26 Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri teri nasi ...

150

Tabel 27 Kontribusi setiap aspek pada kinerja komprehensif klaster industri rumput laut...

151

Tabel 28 Aturan dalam penentuan status kinerja komprehensif ... 152 Tabel 29 Status kinerja komprehensif klaster agroindustri teri nasi ..…… 154 Tabel 30 Status kinerja komprehensif klaster agroindustri rumput laut … 154 Tabel 31 Rekapitulasi hasil penilaian pakar terhadap kepentingan

infrastruktur dalam mendukung operasional pelaku klaster industri………...

158

Tabel 32 Rekapitulasi hasil penilaian pakar terhadap daya dukung infrastruktur dalam mendukung operasional pelaku klaster industri hasil laut ...

159

Tabel 33 Rekapitulasi hasil penilaian pakar praktisi industri terhadap kepentingan dan daya dukung infrastruktur dengan metode fuzzy...

163

Tabel 34 Rekomendasi aksi untuk kondisi kinerja lingkungan Kurang Baik ……….

173


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) ikan segar, dingin atau beku SITC 034 periode 1996-2002...

8

Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor impor olahan hasil laut

Indonesia ...

9

Gambar 3 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) ikan kering, garami atau diasapi SITC 035 periode 1996-2002...

9

Gambar 4 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin SITC 036 periode 1996-2002 ...

10

Gambar 5 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) olahan ikan, udang dan kerang SITC 037 periode 1996-2002 ...

10

Gambar 6 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 034 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002 …...

11

Gambar 7 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 035 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002……

11

Gambar 8 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 036 (udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin) periode 1996-2002 ...

12

Gambar 9 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 037 (olahan ikan, udang dan kerang) periode 1996-2002

12

Gambar 10 Model berlian Porter (Porter,1990)... 15 Gambar 11 Organisasi, sumberdaya dan lingkungannya (Schoderbek,

1985)………

25

Gambar 12 Kerangka kerja dari Sistem SMART (Dixon, et al,1990) .... 29 Gambar 13 Kerangka kerja Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton,

1996) ...

31

Gambar 14 Pembagian Level Bisnis berdasarkan Pendekatan IPMS (Bittici dalam Suwignjo, 1999)……….

32

Gambar 15 Triangular Fuzzy Number (TFN) A = (a1, a2, a3)

(Bojadziev,1997) ...

34

Gambar 16 Model dari saraf (neuron) ... 41 Gambar 17 Model non linier dari sebuah saraf dengan parameter

batas ………

42


(21)

xix

Gambar 19 Jaringan feedforward dengan saraf layer tunggal ………… 43

Gambar 20 Jaringan feedforward yang terhubung penuh dengan satu hidden layer dan output layer ……… 43 Gambar 21 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 48

Gambar 22 Bangunan Sistem Penunjang Keputusan pada Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut ... 51 Gambar 23 Kerangka analisis sistem klaster agroindustri hasil laut .... 53

Gambar 24 Kerangka perancangan dan analisis SPK pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut ... 54 Gambar 25 Kerangka Sistem (Eriyatno, 2000) ... 59

Gambar 26 Distribusi pelaku agroindustri hasil laut di Indonesia ... 61

Gambar 27 Model stakeholder agroindustri hasil laut nasional ... 64

Gambar 28 Model berlian Porter klaster agroindustri hasil laut ... 66

Gambar 29 Rantai produksi dan pelaku industri hulu ke hilir produk teri nasi di Jawa Timur ... 67 Gambar 30 Interaksi antara pelaku industri teri nasi dalam satu kelompok ... 68 Gambar 31 Produk dried baby anchovy (teri nasi) ……….. 69

Gambar 32 Diagram alir proses pengolahan dried baby anchovy (teri nasi) ………. 69 Gambar 33 Rantai produksi dan pelaku industri rumput laut ... 70

Gambar 34 Proses pembuatan agar-agar bubuk ... 71 Gambar 35 Diagram sebab akibat sistem klaster agroindustri hasil laut 74 Gambar 36 Diagram input-output sistem klaster agroindustri hasil laut 75 Gambar 37 Kerangka kerja perancangan model pengukuran kinerja

komprehensif klaster agroindustri hasil laut…...………

77

Gambar 38 Aspek dan kriteria penentu kinerja klaster agroindustri hasil laut ...

82

Gambar 39 Kriteria dan sub kriteria kinerja sosial klaster agroindustri hasil laut ...

83

Gambar 40 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja lingkungan klaster agroindustri hasil laut ...

84


(22)

xx

Gambar 41 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja ekonomi klaster agroindustri hasil laut ...

84

Gambar 42 Kriteria dan sub kriteria penentu kinerja ekonomi klaster agroindustri hasil laut ...

85

Gambar 43 Struktur hirarki kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut ………..

86

Gambar 44 Prioritas tujuan di dalam sistem klaster agroindustri hasil laut ………..

91

Gambar 45 Kontribusi empat aspek didalam pencapaian tujuan

peningkatan kesejahteraan pelaku klaster ...

92

Gambar 46 Distribusi bobot sub kriteria didalam kriteria kelembagaan klaster ...

93

Gambar 47 Distribusi bobot sub kriteria didalam kriteria finansial ... 94 Gambar 48 Distribusi bobot sub kriteria didalam kriteria pertumbuhan

ekonomi ………..

94

Gambar 49 Nilai bobot relatif aspek terhadap tujuan klaster industri .... 96 Gambar 50 Contoh tampilan sensitifitas perubahan prioritas tujuan

terhadap kritera dan sub kriteria ……….

104

Gambar 51 Nilai awal prioritas tujuan dan kriteria pembentuk kinerja ... 105 Gambar 52 Perubahan nilai prioritas terhadap nilai bobot dari

sejumlah kriteria dan sub kriteria ………

106

Gambar 53 Tampilan menu utama Sistem Penunjang Keputusan Kinerja Komprehensif Klaster ………..

116

Gambar 54 Prediksi total penjualan dengan model pemulusan

eksponensial tunggal…….………..

121

Gambar 55 Prediksi total penjualan dengan model dekomposisi…….. 122 Gambar 56 Prediksi total penjualan dengan model pemulusan

eksponensial ganda...

122

Gambar 57 Struktur pelaku klaster industri teri nasi di Jawa Timur ... 124 Gambar 58 Struktur pelaku klaster industri rumput laut di Jawa Timur.. 128 Gambar 59 Proses login pada SPK C-Promeas ... 136 Gambar 60 Tampilan sub menu database interaktif dalam SPK ... 136 Gambar 61 Tampilan data nilai bobot sesuai dengan struktur hirarki.... 137


(23)

xxi

Gambar 62 Grafik peramalan harga ekspor teri nasi untuk 12 periode ke depan dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) (Tahun 2007) ……….

141

Gambar 63 Hasil peramalan harga teri nasi dengan menggunakan JST ………...

142

Gambar 64 Tingkat pengaruh beberapa parameter pada hasil

peramalan harga teri nasi ...

143

Gambar 65 Contoh grafik monitoring kinerja klaster industri ... 156 Gambar 66 Daftar keanggotaan fuzzydalam penilaian kepentingan

dan daya dukung infrastruktur ...

159

Gambar 67 Diagram lingkar sebab akibat penentuan kapal tangkap (Gunarta, 2006)...

169

Gambar 68 Total Penjualan teri nasi periode 2003-2005 ………... 170 Gambar 69 Tampilan interaktif analisis what-if untuk finansial nelayan 171


(24)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar pelaku industri hasil laut di Jawa Timur ... L-1 Lampiran 2 Panduan operasional (Manual) Sistem Penunjang Keputusan

Pengelolaan Kinerja Komprehensif Klaster Agroindustri Hasil Laut ...

L-2

Lampiran 3 Kumpulan pengetahuan pakar (knowledge base) dalam bentuk rekomendasi aksi untuk setiap kondisi/status capaian kinerja aspek klaster agroindustri dan peningkatan fungsi dan peran stakeholder klaster ...

L-3

Lampiran 4 Level agroindustri pada klaster industri teri nasi dan rumput laut menurut Austin (1981) ...


(25)

PENDAHULUAN

Penelitian perancangan model pengukuran kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut dilakukan dengan berbagai dasar dan harapan dapat dijadikan sebagai perangkat bantuan untuk pengelolaan kinerja sebuah sistem klaster agroindustri hasil laut di Indonesia pada umumnya. Beberapa argumentasi dan aspek penting yang menjadi dasar dalam penelitian akan diuraikan dalam bagian ini secara sistematis.

Latar Belakang

Pengembangan agroindustri senantiasa diarahkan untuk menyempurnakan sukses pada generasi pertanian sebelumnya, sehingga beberapa aspek pada generasi sebelumnya harus tetap menjadi fokus pertimbangan. Aspek-aspek yang tetap harus dipertimbangkan tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan kesejahteraan petani dan kontribusi pendapatan nasional baik dari sisi Gross Domestic Product (GDP) maupun Gross National Product (GNP). Agroindustri muncul sebagai upaya peningkatan nilai tambah dari sektor pertanian melalui serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk itu. Agroindustri diharapkan juga akan memberikan nilai tambah pada pendapatan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Menurut Brown (1994), agroindustri merupakan industri yang berbasis pada pengolahan bahan baku pertanian yang sangat utama dalam menunjang ekonomi negara berkembang. Salah satu sub sektor pertanian yang perlu diperhatikan karena potensinya adalah sub sektor kelautan.

Kelautan merupakan sub sektor Pertanian yang potensial untuk dikembangkan, di samping karena peluang peningkatan devisa negara dari sektor non migas juga tingkat keterlibatan masyarakat dan potensi agroindustrinya. Hal ini diperkuat dengan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan mengacu pada Rencana Strategis (RENSTRA) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 2002-2004 yang menekankan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada bidang kelautan dan perikanan dengan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dengan sekaligus memelihara daya dukungnya. Pengembangan sub sektor kelautan dan perikanan melalui pembangunan agroindustri diharapkan dapat menjamin terjadinya peningkatan nilai tambah. Oleh karena itu diperlukan adanya pengembangan struktur agroindustri hasil laut yang mendukung arah kebijakan tersebut dan sistem pengukuran kinerja


(26)

2

yang dijadikan acuan dalam monitoring dan evaluasi sekaligus perbaikan menjadi sebuah sistem industri yang optimal.

Klaster industri merupakan salah satu alternatif pedekatan dalam memperkuat struktur Agroindustri Hasil Laut sehingga diharapkan mampu meningkatkan kontribusi riil sektor agroindustri terhadap pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pemasukan devisa negara melalui komoditas non migas khususnya melalui komoditas pertanian perlu disertai dengan tindakan nyata. Salah satu komoditas sektor pertanian yang memiliki potensi kuat untuk dikembangkan dan dijaga keberlanjutannya adalah komoditas hasil laut. Hasil laut di Indonesia merupakan salah satu komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang perlu diimbangi dengan keunggulan kompetetif. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) pada sub sektor kelautan ini. Meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 1999, namun pada tiga tahun terakhir (1999-2002) meningkat cukup signifikan, berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh informasi bahwa pada periode tahun 1996 -2002 nilai ISP sub sektor ini memiliki rata-rata 0.95 (www.deprin.go.id).

Dalam rangka mengoptimalkan nilai tambah pada sektor Agroindustri hasil laut maka diperlukan optimasi berupa penataan kembali struktur kelompok industri. Melalui penataan struktur kelompok industri ini diharapkan produktivitas sektor riil dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat terjadi peningkatan kesejahteraan petani/nelayan dan pengusaha serta mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada devisa negara.

Pengembangan struktur industri harus disertai dengan tujuan adanya peningkatan nilai tambah dan terjadinya pemerataan ekonomi di Indonesia. Beberapa kebijakan perekonomian diindikasikan masih kurang berpihak pada kelompok menengah ke bawah, oleh karena itu perlu diupayakan adanya perubahan yang mampu mengakomodasi kebutuhan tersebut. Pembangunan sistem industri yang terintegrasi dengan model Klaster merupakan salah satu alternatif yang bisa dipelajari sehingga memberikan suatu rekomendasi baru bagi perkembangan sistem perindustrian di Indonesia dengan memunculkan kekuatan baru untuk mampu bersaing di era global.

Persaingan industri yang terjadi pada era global ini sudah bergeser dari kompetensi industri secara individu menjadi kompetensi supply chain (rantai pasok) dan pada masa mendatang akan menjadi persaingan yang berbasis pada kompetensi klaster. Industri atau klaster yang dikelola secara efisien yang akan mampu memenangkan persaingan, di samping itu juga harus cukup kuat untuk


(27)

3

menghadapi persoalan-persoalan eksternal di masa yang akan datang. Pembangunan industri yang kokoh dapat dilakukan dengan menyatukan segala kekuatan yang ada sehingga struktur industri mampu tumbuh kembang dan mengurangi sebanyak mungkin pengaruh kondisi eksternal.

Perubahan persaingan di pasar dunia yang terjadi di era globalisasi memberikan pengaruh terhadap lingkungan internal maupun eksternal dari sebuah sistem industri. Konsumen menjadi lebih kritis terhadap kualitas dan pelayanan. Perusahaan yang tidak sadar terhadap perubahan tersebut tidak akan mampu bersaing, demikian halnya dengan sebuah Klaster Agroindustri. Sebuah Klaster Agroindustri harus mampu bersaing, sehingga perlu untuk senantiasa ditingkatkan kinerjanya. Pengukuran kinerja klaster sangat diperlukan untuk mengetahui status kinerja klaster berdasarkan indikator-indikator kinerja yang diturunkan dari sejumlah kriteria keberhasilan klaster agroindustri hasil laut, sehingga bisa menjadi acuan dalam menyusun aktivitas perbaikan klaster. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional pengukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut maka diperlukan sebuah model sistem pengukuran kinerja klaster komprehensif yang tepat dan mudah untuk dioperasikan.

Kinerja sebuah klaster yang baik menuntut dipenuhinya beberapa kriteria dasar yang akan menentukan keberhasilan sebuah pengembangan klaster. Banyak penelitian yang sudah dilakukan baik terhadap pengembangan klaster maupun perancangan sistem pengukuran kinerja, namun belum didapatkan adanya penelitian yang secara spesifik merancang sebuah model pengukuran kinerja yang memperhatikan semua aspek baik secara parsial maupun komprehensif sebuah klaster agroindustri hasil laut. Pengukuran kinerja secara parsial pada sebuah klaster agroindustri belum cukup menampilkan secara keseluruhan kinerja klaster tersebut, di samping itu juga sulit diketahui interaksi masing-masing ukuran kinerja sehingga strategi peningkatan kinerja sebuah klaster yang efektif masih sulit untuk dirumuskan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka untuk meningkatkan kinerja sebuah klaster agroindustri hasil laut perlu dilakukan upaya-upaya konkrit yang diperoleh dari hasil monitoring dan evaluasi terhadap beberapa indikator kinerja yang telah ditetapkan sebagai ukuran kinerja klaster agroindustri hasil laut. Untuk bisa mengetahui capaian-capaian indikator kinerja klaster agroindustri hasil laut dan memberikan respon sebagai umpan balik untuk perbaikan kinerja sistem pada masa yang akan datang maka terlebih dahulu harus dirancang sebuah model pengukuran


(28)

4

kinerja komprehensif yang memperhatikan semua ukuran kinerja baik secara parsial maupun integral dalam modelnya.

Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang ingin diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan adalah :

(1) Mendapatkan ukuran kinerjapada sebuah klaster agroindustri hasil laut

(2) Membangun model scoring board pengukuran kinerja komprehensif dengan memperhatikan klaster agroindustri hasil laut sebagai sebuah sistem.

(3) Merancang model pengukuran kinerja komprehensif klaster agroindustri hasil laut dalam bentuk Sistem Penunjang Keputusan (SPK) untuk manajemen kinerja pada sistem klaster agroindustri hasil laut.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk keperluan pengembangan sektor industri khususnya agroindustri hasil laut di Indonesia. Sistem agroindustri hasil laut berdasarkan rantai produksi terdiri dari usaha penangkapan ikan atau budidaya, usaha lepas pantai atau usaha pasca panen serta industri pengolahan hasil laut. Selanjutnya agroindustri hasil pertanian secara kategori berdasarkan tingkatan proses transformasi yang terjadi dapat dibedakan menjadi agroindustri level I, agroindustri level II, agroindustri level III dan agroindustri level IV. Perancangan model pengukuran kinerja komprehensif dilakukan berdasarkan karakteristik agroindustri hasil laut yang diperoleh melalui pendekatan sistem.

Verifikasi model dilakukan pada klaster agroindustri hasil laut teri nasi dan rumput laut di Propinsi Jawa Timur. Mengingat belum adanya pernyataan formal sebuah klaster agroindustri hasil laut di Indonesia, maka dalam penelitian ini diasumsikan bahwa sistem agroindustri teri nasi dan rumput laut yang ada pada saat ini sebagai klaster industri untuk keperluan uji coba model. Berdasarkan tingkatan agroindustri, maka pada kedua klaster industri terpilih tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan yaitu agroindustri level I, level II dan level III, sementara untuk level IV (pada industri pangan) tidak terdapat pada klaster yang diamati. Pertimbangan lain adalah dimilikinya beberapa karakteristik perilaku klaster pada kedua jenis industri tersebut, diantaranya adalah adanya komunikasi dan kerjasama meskipun masih dalam batas rantai produksi. Untuk selanjutnya, hasil implementasi model pada kedua klaster tersebut akan dijadikan acuan dalam pengembangan ke


(29)

5

arah klaster agroindustri hasil laut yang lebih matang melalui sebuah sistem pengelola kinerja yang berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk pengembangan ilmu maupun aplikasinya, sehingga mampu memberikan kontribusi riil di masyarakat industri khususnya di Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain :

1. Menjadi alat bantu dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi klaster industri khususnya agroindustri yang sekarang sedang diinisiasi oleh Pemerintah dalam 32 sektor industri, di mana industri hasil laut adalah menjadi prioritas kedua. 2. Membantu pengambilan keputusan bagi seluruh pemangku kepentingan

(stakeholder, stakeholder) klaster agroindustri hasil laut dalam meningkatkan kinerjanya baik secara individu maupun secara sistem (klaster).

3. Menyediakan infrastruktur lunak yang mudah digunakan (user friendly) sehingga memudahkan pemerintah dalam melakukan perencanaan pengembangan klaster industri khususnya klaster agroindustri.

4. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu di bidang Teknik dan Manajemen Industri khususnya di bidang Ilmu Sistem dan Pengukuran Kinerja serta Klaster Industri.


(30)

KAJIAN PUSTAKA

Peningkatan kinerja klaster agroindustri hasil laut akan lebih efektif dan efisien jika telah tersedia sebuah sistem pengukuran kinerja komprehensif yang dapat diterapkan untuk sebuah klaster agroindustri hasil laut. Pemahaman beberapa aspek substansial diperlukan dalam rangka merancang sebuah sistem pengukuran kinerja yang komprehensif pada model klaster agroindustri hasil laut di Indonesia yang akan diuraikan lebih detail pada bagian ini.

Agroindustri

Beberapa pakar mendefinisikan agroindustri dari beberapa sudut pandang. Austin (1981) mengatakan bahwa agroindustri adalah sebuah usaha yang mengolah bahan baku hasil pertanian, termasuk di dalamnya tanaman dan peternakan. Berdasarkan proses transformasi yang terjadi, agroindustri dikategorikan dalam 4 tingkatan yaitu (1) agroindustri level I dengan aktivitas proses secara minimal misalnya pembersihan, pengelompokan dan penyimpanan, (2) agroindustri level II ditandai dengan adanya aktivitas proses peningkatan nilai tambah lagi yaitu pemisahan, penggilingan, pemotongan dan pencampuran, (3) agroindustri level III meliputi pemasakan/perebusan, pasteurisasi, pengalengan, dehidrasi, pembekuan dan ekstraksi serta (4) agroindustri level IV yang dicirikan dengan adanya proses perubahan kimia dan perubahan tekstur (teksturisasi). Sementara itu pada Simposium Pengembangan Agroindustri (1983) di Bogor menyepakati bahwa agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Selanjutnya Simposium Nasional Agroindustri II (1987) mendefinisikan lebih jelas bahwa agroindustri adalah suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumber daya alam (pertanian) untuk industri. Lebih lanjut lagi penelitian difokuskan pada sub sektor perikanan dan hasil laut, khususnya agroindustri hasil laut.

Potensi Agroindustri Hasil Laut

Kelautan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan sehingga dapat berkontribusi lebih baik kepada negara di dalam meningkatkan devisa. Karena sub sektor ini juga melibatkan banyak nelayan di sektor hulu, maka peningkatan kinerja sub sektor kelautan diharapkan juga akan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Agroindustri hasil laut merupakan industri hilir yang perlu dioptimalkan sistem pengelolaannya sehingga secara integral


(31)

7

mampu meningkatkan kinerja keseluruhan dari sub sektor kelautan khususnya dan sektor pertanian pada umumnya.

Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai atau mengukur kinerja sebuah sektor secara kuantitatif di antaranya adalah indeks Indikator Spesialisasi Perdagangan (ISP), Pangsa Pasar dan indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk melihat pangsa relatif ekspor sebuah produk atau komoditas. Ketiga alat ukur tersebut dikenal dengan alat ukur spesialisasi. ISP merupakan alat ukur yang penting bagi perkembangan ekonomi suatu negara. Perekonomian suatu negara dapat mengalami penurunan, jika spesialisasi industrinya mengarah pada tujuan yang salah (Brasili, Epifani & Helg, 1999).

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk melihat apakah Indonesia sebagai pengimpor atau pengekspor komoditas tertentu. Rumusan ISP adalah sebagai berikut:

ISP = (Xi-Mi)/(Xi + Mi) ……..(1)

keterangan :

X = nilai ekspor

M = nilai impor

i = komoditas sesuai SITC

Terdapat 3 (tiga) kondisi yang dapat dicirikan dalam perhitungan ISP, yaitu:

Jika nilai ISP = -1, artinya negara tersebut hanya pengimpor komoditas tertentu Jika nilai ISP = 0, artinya negara tersebut memiliki jumlah ekspor dan impor

SITC yang seimbang

Jika nilai ISP = +1, artinya negara tersebut hanya mengekspor komoditas tertentu

Dari nilai ISP dapat pula diketahui tahapan pertumbuhan perdagangan suatu komoditas, di mana :

Jika -1<ISP<-0,5 : komoditas dalam taraf pengenalan Jika -0,5 <ISP<0 : komoditas merupakan substitusi impor Jika 0 < ISP < 0,5: komoditas dalam tahap pertumbuhan


(32)

8

Komoditas yang memiliki nilai di bawah 0.5 potensial untuk dikembangkan, sedangkan yang memiliki nilai di atas 0.5 merupakan komoditas yang perlu dijaga daya saingnya.

Komoditas hasil laut merupakan komoditas unggulan yang potensial untuk terus dijaga dan ditingkatkan kinerjanya. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari www.deprin.co.id Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) komoditas hasil laut di Indonesia memiliki nilai yang sangat baik yaitu dengan nilai rata-rata ISP sebesar 0.95. dengan distribusi nilai ISP komoditas hasil laut pada periode 1996– 1997 sebagai berikut :

0.96 0.96

0.98

0.96

0.91

0.94 0.94

0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98

N

ila

i

IS

P

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Tahun

Gambar 1 Indeks spesialisasi perdagangan (ISP) ikan segar, dingin atau beku ISTC 034 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)

Berdasarkan distribusi nilai ISP komoditas hasil laut seperti grafik di atas dapat dilihat meskipun sempat terjadi penurunan pada tahun 2000, namun secara keseluruhan kinerja perdagangan komoditas hasil laut berada pada tahap menuju kematangan karena setiap tahun dalam periode di atas mempunyai nilai 0.5≤ISP≤ 1. Nilai indikator kinerja ISP menunjukkan bahwa komoditas hasil di Indonesia merupakan komoditas yang pantas diunggulkan dan perlu dijaga bahkan ditingkatkan kinerjanya melalui sebuah pengelolaan komprehensif yang lebih baik.

Agroindustri hasil laut merupakan satu upaya peningkatan nilai tambah pada sub sektor kelautan dengan mengolah komoditas hasil laut menjadi produk olahan. Peningkatan nilai tambah bisa senantiasa dilakukan dengan perbaikan sistem dan manajemen secara berkelanjutan. Kondisi perkembangan ekspor impor untuk produk olahan hasil laut sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan gambaran kecenderungan


(33)

9

nilai ekspor yang relatif stabil dan meningkat dari tahun ke tahun pada periode 1996-2003 meskipun kenaikannya tidak signifikan seperti dapat ditampilkan pada Gambar 2 berikut :

Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor impor olahan hasil laut Indonesia (www.deprin.co.id)

Sementara itu, nilai indeks spesialisasi perdagangan untuk beberapa komoditas hasil laut lainnya dapat dilihat pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 9 yang akan ditampilkan secara berurutan di bawah ini :

Gambar 3 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) ikan kering, digarami atau diasapi SITC 035 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)


(34)

10

Gambar 4 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin SITC 036 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)

Gambar 5 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) olahan ikan, udang dan kerang SITC 037 periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)

Indikator kinerja perdagangan lain yang juga sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja perdagangan komoditas bahan baku maupun olahan adalah indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) Indonesia di pasar dunia pada tahun 1996-2002 seperti ditampilkan pada Gambar 6 sampai dengan Gambar 9 berikut ini :


(35)

11

Gambar 6 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 034 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)

Gambar 7 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 035 (ikan segar, dingin atau beku) periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)

Gambar 8 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 036 (udang, kerang dan sejenisnya, segar/dingin) periode 1996-2002


(36)

12

Gambar 9 Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) SITC 037 (olahan ikan, udang dan kerang) periode 1996-2002 (www.deprin.co.id)

Jika dikaitkan dengan nilai ISP komoditas hasil laut, maka hal ini sangat positif karena tingginya nilai RCA pada komoditas hasil laut juga dibarengi dengan meningkatnya nilai ekspor produk olahan hasil laut (agroindustri hasil laut). Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan bahan baku cukup bisa diandalkan sehingga peningkatan nilai tambah hasil laut melalui sistem produksi yang efisien dan upaya peningkatan kapasitas produksi diharapkan di masa depan akan lebih bisa meningkatkan kinerja sektor pertanian sub sektor kelautan khususnya agroindustri hasil laut di Jawa Timur maupun di Indonesia.

Pangsa Pasar

Dari sisi negara pengekspor, kontribusi ekonomi suatu komoditas juga bisa dilihat dari pangsanya, yang dapat diukur dengan rumusan sebagai berikut:

P = Xi /∑ X ………(2)

keterangan :

P = pangsa (share) X = nilai ekspor

i = komoditas berdasarkan SITC

Semakin besar nilai pangsa pasar suatu komoditas, semakin penting peranan komoditas tersebut di negara pengekspor. Idealnya, komoditas yang berkontribusi besar merupakan komoditas yang berkembang. Jika ISP menunjukkan nilai negatif, artinya Indonesia merupakan pengimpor komoditas tertentu, perlu dilihat apakah nilai


(37)

13

pangsa eskpor komoditas ini juga signifikan. Pembandingan ini dilakukan untuk mengevaluasi tingkat pemasukan / devisa negara.

Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA)

Dilihat dari sisi pasar dunia, produk unggulan dapat dilihat jika produk tersebut memiliki daya saing global, yang direpresentasikan dengan Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA dapat dihitung dengan rumus:

RCA ij =( Xij/ ∑ Xij) / ∑ Xij/∑∑Xij ………..(3)

keterangan :

X = Nilai ekspor

i = SITC tertentu

j = wilayah/negara tertentu

Rasio nilai pembilang menggambarkan pangsa sektor i di suatu negara terhadap total ekspornya sedangkan rasio penyebut menggambarkan pangsa pasar yang sama terhadap ekonomi dunia (Brasili, Epifani & Helg, 1999).

Indeks ini memiliki nilai antara 0 dan + ∞. Nilai RCA < 1 menunjukkan bahwa suatu sektor di suatu negara relatif mengalami penurunan spesialisasi terhadap perekonomian dunia. Nilai RCA ≥1 menunjukkan suatu sektor di suatu negara relatif terspesialisasi. Index ini banyak digunakan karena memungkinkan untuk membandingkan struktur ekspor suatu negara dengan ekonomi dunia maupun kelompok negara tertentu. Idealnya, suatu negara memiliki nilai RCA positif.

Dinamika pola perdagangan dapat dilihat dari hasil perhitungan RCA melibatkan data historis. Penentuan jangka waktu analisis dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan-kebijakan perdagangan yang lalu dan yang masih berlaku. Sementara itu untuk mengidentifikasi keunggulan propinsi/wilayah penelitian, maka dilakukan analisis korelasi yang membandingkan ekonomi daerah terhadap ekonomi Indonesia. RCA propinsi/wilayah Indonesia dan RCA propinsi/wilayah dunia. Arah yang diharapkan adalah terdapat hubungan korelasi positif antara keunggulan domestik (RCA prop/wil-Indonesia) dan keunggulan di pasar dunia (RCA prop/wilayah–dunia). Nilai skala korelasi adalah -1 hingga +1, nilai korelasi negatif berarti kondisi saat ini, produk unggulan SITC tidak sejalan dengan perkembangan pasar dunia. Sedangkan nilai korelasi 0 berarti tidak ada hubungan antara keunggulan kompetisi domestik dan global.


(38)

14

Salah satu pendekatan pembangunan struktur industri yang diyakini mampu memperkuat struktur agroindustri hasil laut di Indonesia adalah pendekatan klaster. Pendekatan ini berupaya untuk melihat sistem industri hasil laut sebagai sebuah sistem yang bersifat holistik sehingga perlu kajian dengan sebuah pendekatan sistem. Selanjutnya akan diuraikan konsep klaster industri dan beberapa aspek yang relevan.

Konsep Klaster Industri

Klaster Industri yang seharusnya dikembangkan di Indonesia adalah sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa industri terkait, institusi pendukung yang saling berinteraksi secara horisontal dan vertikal untuk menciptakan suatu nilai tambah baik untuk individu anggota kelompok maupun untuk bersama-sama. Konsep klaster banyak diperkenalkan oleh Porter (1998) yang melihat klaster industri sebagai sekumpulan perusahaan dan institusi yang terkait pada bidang tertentu yang secara geografis berdekatan, bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan. Konsep tersebut didukung oleh beberapa pernyataan dari peneliti terdahulu di antaranya Roelandt dan den Hertog (1999) menekankan klaster industri pada jaringan produsen yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang independen dan kokoh bebas (termasuk pemasok khusus) yang terhubung satu sama lain dalam rantai nilai tambah produksi. OECD (2000) mendefinisikan klaster industri sebagai kumpulan/kelompok bisnis dan industri yang terkait melalui suatu rantai produk umum, ketergantungan atas ketrampilan tenaga kerja yang serupa atau penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer.

Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan oleh konsorsium Trends Business Research dari Inggris (United Kingdom) terhadap klaster industri bisnis di Inggris diungkapkan adanya 6 (enam) jenis tipologi dari klaster industri yaitu: (1) Rantai produksi vertikal, yaitu suatu suatu rantai produksi vertikal dimana tahap-tahapan yang beriringan dalam rantai produksi membentuk inti klaster industri, (2) Agregasi sektor-sektor yang berhubungan yakni suatu agregasi dari sektor-sektor yang berhubungan, (3) Klaster industri regional, yaitu klaster mengacu pada suatu agregasi dari sektor-sektor yang berhubungan yang berpusat dalam daerah tertentu dan kompetitif dalam pasar dunia, (4) Daerah (distrik) industri, sebagai pengkonsentrasian lokal dari industri kecil dan menengah yang ahli dalam tahap proses produksi, (5) Jaringan, didefinisikan sebagai bentuk spesifik dari hubungan antara para pelaku ekonomi baik pasar maupun hirarki akan tetapi berbasis pada ketergantungan yang timbal balik, kepercayaan, dan kooperatif. Klaster


(39)

15

industri ini tidak harus terpusat secara geografis, akan tetapi akan lebih baik jika terlokalisasi dan (6) Lingkungan yang inovatif (the innovative milieu), yaitu klaster yang mengacu pada pengkonsentrasian lokal dari industri berteknologi tinggi.

Konsep klaster industri dari Michael E. Porter didasari dari hasil penelitiannya di dalam membandingkan daya saing internasional di beberapa negara. Negara yang memiliki daerah dengan kandungan mineral yang melimpah, tanah yang subur, tenaga kerja yang murah dan iklim yang baik sebenarnya memiliki keunggulan bersaing dibanding negara dengan daerah yang “berat”. Akan tetapi ditemui bahwa keunggulan karena keadaan daerah tidak mampu bertahan lama. Keunggulan daya saing suatu negara/daerah dapat bertahan lama di dalam ekonomi yang semakin mengglobal bukanlah karena kandungan mineral dan tanahnya tetapi karena negara tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadap peningkatan keahlian dan keilmuan, pembentukan institusi, menjalin kerja sama, melakukan relasi bisnis dan memenuhi keinginan konsumen yang semakin banyak dan sulit untuk dipenuhi (Porter, 1998).

Porter (1998) berargumentasi bahwa industri di suatu daerah/negara unggul bukanlah dari kesuksesan sendiri tetapi merupakan kesuksesan kelompok dengan adanya keterkaitan antar perusahaan dan institusi yang mendukung. Sekelompok perusahaan dan institusi pada suatu industri di suatu daerah tersebutlah yang disebut dengan istilah klaster industri. Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak hanya perusahaan besar dan menengah, tetapi juga perusahaan kecil. Adanya klaster industri akan menstimulasi terjadinya bisnis baru, lapangan kerja baru, para pengusaha baru yang mampu memutar pinjaman baru. Porter (1990) memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang digambarkan dalam model berlian seperti dapat dilihat pada Gambar 10.

Strategi Perusahaan, struktur dan persaingan

Perubah-an

Kondisi Faktor

Kondisi Permintaan

Industri Terkait dan Pendukung

Pemerintah


(40)

16

Terdapat 4 (empat) faktor kunci yang menentukan daya saing suatu negara yaitu : kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan, struktur dan persaingan serta keterkaitan dan industri pendukung. Konsep ini dikenal dengan model Diamond Porter (Berlian Porter) seperti terlihat pada Gambar 10. Negara tertentu memiliki bentuk berlian (keterkaitan antar empat faktor) berbeda dengan negara lain, yang membuat suatu negara mampu mengungguli negara lainnya. Yang dimaksud dengan kondisi faktor meliputi lima kategori kunci, yaitu: ketersediaan dan kemampuan sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya pengetahuan, sumber daya modal dan infrastruktur. Kondisi permintaan meliputi permintaan domestik dan internasional. Model ini menggabungkan analisis di tingkat industri maupun tingkat perusahaan. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan mengaju pada kondisi tingkat perusahaan. Sedang keterkaitan dan industri pendukung menunjukkan bagaimana suatu industri saling bergantung dan mengisi industri lainnya. Dengan melihat keempat faktor ini, model berlian menunjukkan mengapa suatu industri bisa saja daya saingnya tidak dapat bertahan lama (Porter, 1990).

Pada awalnya konsep ini mengedepankan kedekatan geografis (Porter, 1990). Dengan adanya kedekatan geografis, suatu industri dapat melakukan pemesanan produk secara bersamaan, pengembangan produk bersamaan dan terjadi alih pengetahuan yang dapat membuat industri sebagai suatu sistem mampu meningkatkan produktivitasnya. Pendekatan klaster mengetengahkan pentingnya produktivitas dalam suatu sistem sebagai kunci kemampuan kompetisi suatu negara (Porter, 1990). Produktivitas yang terbangun dengan adanya kedekatan geografis, menunjukkan bagaimana sumber daya manusia dan modal suatu negara digunakan. Produktivitas tergantung pada kemampuan secara efisien suatu produk dihasilkan. Lebih jauh lagi, produktivitas seringkali terkonsetrasi di segmen industri tertentu. Artinya, suatu industri mampu menghasilkan luaran lebih baik daripada industri lainnya. Adanya keterhubungan yang teratur antara keempat faktor tersebut akan menimbulkan terbentuknya klaster industri tanpa rekayasa. Kedekatan lokasi secara geografis menjadi daya tarik dan semakin iteratif terjadinya interaksi antara keempat faktor tersebut.

Terdapat tiga cara meningkatkan pertumbuhan produktivitas, pertama, peningkatan produktivitas pada klaster industri disebabkan karena adanya spesialiasi bahan baku dan tenaga kerja, adanya peningkatan akses informasi dari institusi dan lembaga/asosiasi publik dengan menggunakan fasilitas dan program bersama. Kedua, peningkatan kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi dengan mendifusikan kemampuan ilmu teknologi sehingga inovasi akan terjadi lebih cepat. Ketiga, tekanan persaingan pada klaster industri perlu dibarengi dengan kebijakan


(41)

17

memberikan insentif kepada karyawan yang melakukan inovasi. Kondisi ini memperlihatkan terjadinya pembelajaran di daerah klaster industri, adanya peningkatan terapan teknologi dan kemampuan melakukan inovasi. Kondisi di atas akan menyebabkan klaster industri mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan bisnis.

Tujuan dan Manfaat Klaster Industri

Pengembangan klaster industri yang mulai marak diperbincangkan saat ini pada dasarnya muncul bukan karena alasan kecenderungan atau sedang populer tetapi sudah mengarah pada kebutuhan akan adanya pengembangan klaster industri di tanah air. Secara umum sudah diyakini bahwa pendekatan klaster industri sangat bermanfaat bagi pembangunan ekonomi, khususnya bagi peningkatan daya saing industri yang berkelanjutan. Bappenas (2003) menyatakan bahwa peningkatan daya saing ini dapat terjadi karena strategi klaster dapat mempengaruhi kompetisi dalam tiga cara berikut :

1) Meningkatkan produktivitas perusahaan

2) Mengendalikan arah dan langkah inovasi yang berfungsi sebagai fondasi pertumbuhan produktivitas di masa depan

3) Menstimulasikan tumbuhnya usaha-usaha baru yang dapat memperkuat dan memperluas klaster

Beberapa manfaat dari adanya pengembangan klaster industri pada suatu daerah antara lain (1) memungkinkan suatu kerangka bagi kolaborasi, (2) membantu pengembangan agenda bersama, (3) memperoleh manfaat skala ekonomi, (4) memfasilitasi pengembangan tingkat kompetensi yang lebih tinggi, (5) kerjasama bisnis untuk memperkuat industrinya, (6) membantu mengurangi kekhawatiran persaingan antar-industri dengan membangun rasa saling percaya dan kerjasama antar pelaku bisnis dalam klaster industri, (7) meningkatkan produktivitas, (8) meningkatkan pertambahan nilai, (9) menghimpun sumber daya kolektif, (10) pemasaran bersama, (11) mempengaruhi hubungan pemasok dan pembeli, (12) berbagi informasi, (13) analisis strategis nasional maupun internasional, (14) memperbaiki infrastruktur keras dan lunak daerah, dan (15) rekognisi/pengakuan nasional dan internasional.

Klaster industri merupakan mekanisme yang ampuh untuk mengatasi keterbatasan Industri Kecil dan Menengah (IKM) utamanya dalam hal ukuran usaha dan untuk mencapai sukses dalam lingkungan pasar dengan persaingan yang senantiasa meningkat. Langkah kolaboratif yang melibatkan IKM dan perusahaan


(42)

18

besar, lembaga pendukung publik dan swasta serta pemerintah lokal dan regional, semuanya akan memberikan peluang untuk mengembangkan keunggulan lokal yang spesifik dan daya saing perusahaan yang tergabung dalam klaster industri.

Banyak negara mengimplementasikan klaster industri untuk mengembangkan ekonomi dan meningkatkan daya saing daerah/negaranya, seperti negara Amerika (Arizona, Texas, dan lain-lain), Brazil, Italia, Australia, Spanyol, dan lain-lain. Negara tersebut meyakini adanya keuntungan di dalam mengimplementasikan klaster industri. Berikut ini keuntungan dari klaster industri yaitu (1) mereduksi biaya transaksi, (2) memudahkan terjadinya spesialisasi pemasok, jasa dan sumber tenaga kerja, (3) meningkatkan rata-rata inovasi, (4) menyelesaikan masalah bersama dengan bekerjasama menghasilkan solusi, (5) membuat lembaga pelatihan, teknologi dan infrastuktur bersama, dan (6) melakukan pembelajaran bersama untuk merumuskan strategi peningkatan daya saing.

Faktor-Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Klaster Industri

Beberapa faktor dapat diidentifikasikan sebagai kunci keberhasilan suatu pengembangan klaster industri. Eurada (2003) mendefinisikan beberapa faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan klaster industri adalah (1) jumlah pelaku bisnis (perusahaan) yang mencapai critical mass dalam suatu lokasi geografis, (2) bidang aktivitas bisnis terdefinisikan dengan baik, (3) hubungan kemitraan yang kuat antar stakeholder industri, (4) ketersediaan sistem pendukung bagi perusahaan, dan (5) budaya kewirausahaan.

Dalam banyak hal, pengembangan klaster industri terkadang tidak berhasil dengan baik. Pada dasarnya, kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan oleh tidak adanya faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan klaster industri atau tidak ditangani sebagaimana mestinya. Terdapat beberapa hal yang disarankan untuk dihindari di mana faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pengembangan klaster industri dapat diidentifikasi yaitu (1) Pengembangan klaster industri sebaiknya bukan semata karena “keinginan pemerintah” melainkan karena kebutuhan pasar dan dilakukan oleh pelaku bisnis yang bersangkutan, (2) kebijakan pemerintah tidak berorientasi kuat pada pensubsidian langsung terhadap industri dan perusahaan atau pembatasan persaingan dalam pasar, (3) kebijakan pemerintah sebaiknya berubah dari intervensi langsung ke bentuk tak langsung, (4) pemerintah sebaiknya tidak mengendalikan atau memiliki prakarsa klaster industri melainkan berperan sebagai katalis dan pihak yang membawa bersama seluruh para pelaku dalam klaster industri (termasuk pemasok) serta insentif untuk memfasilitasi proses


(43)

19

inovasi dan klasterisasi, (5) kebijakan klaster industri sebaiknya tidak mengabaikan klaster industri kecil dan yang sedang muncul ataupun memfokuskan hanya pada klaster industri yang sudah ada dan “klasik”, (6) kebijakan klaster industri tak hanya cukup dengan analisis atau studi, tetapi juga tindakan nyata. Kebijakan klaster industri yang efektif memiliki arti interaksi antara peneliti, para pimpinan dunia usaha, pembuat kebijakan dan pakar, serta meciptakan suatu forum untuk dialog yang konstruktif, dan (7) klaster industri sebaiknya tidak dimulai dari “nol” ataupun pasar dan industri yang menurun (Hertog, 1998).

Asian Development Bank (ADB) dalam penelitiannya mengenai

pengembangan klaster industri industri di Indonesia juga telah berhasil mengidentifikasikan beberapa hal yang menghambat kesuksesan sebuah klaster industri adalah

1) Mengabaikan hubungan klaster industri ke pasar

Pra-syarat pengembangan klaster industri yang baik adalah potensi klaster industri untuk akses ke pasar yang berkembang. Apabila hal ini tidak terlaksana, setiap aktivitas peningkatan teknologi tidak akan berhasil karena para anggota klaster industri tidak memperoleh hasil finansial atas investasinya.

2) Mengabaikan atau bahkan memperlemah potensi UKM untuk berorganisasi sendiri

3) Ketidakmandirian organisasi klaster yang terbentuk, karena organisasi mandiri dari para anggota klaster industri yang kuat dan aktif akan mempermudah proses belajar secara kolektif dan berpikir secara aktif mengenai masa depan. Organisasi mandiri, penting juga untuk mengembangkan pasar dan jaringan distribusi baru. Organisasi mandiri juga penting jika klaster industri ingin meningkatkan keseragaman produk, standarisasi dan mempermudah distribusi. Organisasi mandiri juga penting apabila para produsen ingin menghadapi seorang pembeli yang kuat bersama-sama.

4) Keterbatasan kemungkinan Pemerintah Daerah untuk mendorong perkembangan klaster industri

Kebanyakan pemerintah daerah sadar akan masalah yang dihadapi oleh klaster-klasternya. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa staf pemerintah daerah mampu dan bersedia menyediakan bantuan, jika diberi kesempatan dan fleksibilitas. Akan tetapi, peranan pemerintah daerah terbatas karena memiliki otonomi anggaran terbatas.

Proses berkembangnya sebuah klaster mulai pembentukan hingga pengelolaannya menuju sebuah klaster ideal akan bervariasi menurut model


(44)

20

pengembangan yang digunakan. Hansen (2003) mengemukakan bahwa ada tiga tipe atau model pengembangan klaster yaitu :

(1) Spontaneous Clusters, merupakan model pengembangan klaster di mana pelaku usaha mengetahui persis akan kebutuhan dan bagaimana membangun klaster. Pada model ini bisa dikatakan klaster berdiri tanpa dukungan yang signifikan dari pemerintah.

(2) Private Sector Driven, pada penerapan model ini pelaku usaha menyadari kebutuhannya akan perlunya klaster, namun mereka tidak atau belum tahu bagaimana melakukannya, sehingga di sini pelaku usaha bertindak sebagai inisiator yang dalam proses pengembangannya didukung oleh pemerintah. (3) Donor or Government-Driven, merupakan sebuah model pengembangan

klaster di mana pelaku usaha tidak mengetahui apa itu klaster dan bagaimana cara mengembangkannya. Di sini pemerintah merupakan tokoh kunci berkembangnya sebuah klaster, baik pada pemilihan basis industri yang akan dikembangkan menjadi sebuah klaster maupun dalam menentukan strategi pengembangannya.

Berdasarkan karakteristik sistem pemerintahan di Indonesia dan perilaku industri yang ada, maka masih diperlukan inisiator yang kuat untuk terbentuknya sebuah klaster industri baik itu dari industri besar maupun dari pemerintah. Kemauan yang kuat dari beberapa industri mapan menjadi inisiator belum cukup jika tidak dilengkapi dengan pemahaman konsep klaster yang baik. Pemahaman konsep sudah dimiliki oleh beberapa industri, namun masih belum semuanya memahami dengan baik. Model yang direkomendasikan untuk diimplementasikan adalah

Spontaneous Clusters dan Private Donor Driven, hal ini diperkuat dengan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan (Partiwi dan Marimin, 2005).

Peranan Pemerintah pada Klaster Industri

Kebijakan pemerintah adalah kebijakan intervensi yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi suatu daerah seperti pemberian subsidi, peraturan (regulasi atau deregulasi), pembangunan infrastuktur, dan kebijakan bea impor dan ekspor. Keberhasilan suatu klaster industri pada suatu daerah, sangat didukung oleh kebijakan dari pemerintah yang efektif terhadap pengembangan klaster industri di daerahnya. Pengembangan klaster industri yang ada perlu didasari oleh strategi pengembangan ekonomi dari pemerintah. Adanya peranan pemerintah menyebabkan klaster industri yang ada mampu lebih efisien, mengefektifkan aliran informasi, terpenuhinya skala ekonomi dan terjadinya inovasi yang kontinyu.


(45)

21

Kebijakan yang tidak berarti memanjakan klaster industri yang ada. Tidak semua keinginan klaster industri dipenuhi langsung dan dilakukan secara serentak. Pemerintah akan membatasi intervensinya hanya pada bidang kebijakan moneter, subsidi dan pemberian keringan bea masuk dan pajak. Klaster industri yang didorong agar lebih proaktif sedangkan pemerintah akan menjadi mediatornya. Adanya stimulus kebijakan diharapkan akan mendorong terjadi penguatan jaringan antar perusahaan dan institusi yang terlibat. Adanya penguatan jaringan dari klaster industri mampu mengefisienkan produksi sehingga meningkatnya kemampuan bersaing dan terbentuknya peningkatan pasar yang signifikan.

Berikut ini, beberapa hal yang kebijakan pemerintah di dalam mendukung pembentukan dan pengembangan klaster industri yaitu: (1) mengidentifikasi dari klaster industri yang ada atau berpotensi pada suatu daerah, (2) menyediakan informasi yang dibutuhkan klaster industri dengan strategi informasi, (3) melakukan investasi teknologi dan kemampuan yang bermanfaat bagi klaster industri, (4) menghubungkan klaster industri dengan universitas setempat atau lembaga pelatihan, (5) membantu pengembangan jaringan, (6) memfungsikan diri sebagai pusat layanan, (7) membentuk dan memediasi adanya asosiasi, (8) melakukan kebijakan subsidi, dan (9) membuat peraturan perundang-undangan, serta (10) membangun infrastruktur.

Adanya klaster industri tidak hanya menguntungkan perusahaan dan institusi yang terlibat di suatu klaster industri, akan tetapi juga menguntungkan pemerintah untuk lebih memahami ekonomi daerahnya dengan baik. Berikut ini keuntungan yang diperoleh pemerintah yaitu (1) lebih mengerti kebutuhan dari industri dan secara langsung mendialogkan dengan perusahaan dan institusi yang terlibat di suatu klaster industri, (2) dapat memberikan penghargaan dari program penunjang yang ada kepada perusahaan, institusi dan asosiasi, dan (3) dapat mendesain produk pendukung buatan sendiri untuk industri, membantu sektor swasta dalam hal finansial dan manajemennya.

Contoh Sukses Klaster Agroindustri Anggur Di Australia

Industri anggur Australia mengalami suatu kebangkitan dalam kurun waktu duapuluh tahun terakhir, para petani anggur dan industri anggur di Australia dapat dijadikan sebagai salah satu contoh sukses dalam agroindustri. Banyak petani anggur di negara lain yang telah mengadopsi teknologi penanaman dan pengolahan anggur di Australia seperti sistem irigasi tetes dan yang otomatisasi proses


(46)

22

memanen anggur sehingga banyak pesaing Internasional yang mampu menyaingi kualitas anggur Australia.

Kesuksesan pertumbuhan industri anggur di Australia salah satunya adalah keberhasilan petani dalam menerapkan prinsip nilai tambah pada proses dan produk yang dihasilkan. Pada tahun 1985 petani Australia melakukan ekspor anggur masih dalam bentuk anggur curah dan sekarang anggur Australia di ekspor sudah dalam bentuk botol-botol anggur yang siap di konsumsi. Nilai tambah yang didapat dari peningkatan nilai produk ini mampu memberikan penambahan keuntungan penjualan lebih dari 90 % dari kondisi sebelumnya. Dengan menerapkan peningkatan nilai tambah dan peningkatan keterampilan kerja dari tiap industri anggur menghasilkan perubahan yang sangat berarti bagi industri ini. Industri anggur Australia mampu menciptakan anggur dengan mutu produk dengan kualitas ekspor yang setara dengan kemampuan untuk meningkatkan 5 kali harga buah anggur menjadi anggur ekspor.

Klaster industri Anggur Victoria dalam lima tahun terakhir ini mampu menyumbangkan kontribusi besar pada perekonomian nasional yaitu sebesar 1,6 milliar dollar Australia di akhir bulan Juni 2000. Pertumbuhan kilang pengolah anggur di Australia juga bertambah sangat pesat.

Pada tahun 1995, pemerintah Australia melakukan suatu analisis menyeluruh terhadap industri anggur yang dilakukan oleh the Australian Wine Foundation (suatu yayasan perkumpulan petani anggur), dalam usaha agar mendorong arah pengembangan yang lebih maju untuk 30 tahun kedepan dalam bentuk rencana strategi industri anggur sampai tahun 2025. Strategi industri tersebut disajikan dalam suatu rencana nasional dengan target penjualan tahunan $ 4.5 milyar Australia sampai tahun 2025. Dan rencana tersebut dicapai dengan misi untuk menjadi penyalur anggur terbaik di dunia dan menciptakan anggur dengan merk pilihan utama penggemar anggur dunia. Selain itu keunggulan utama yang dimiliki klaster industri anggur Victoria adalah adanya dukungan pemerintah dalam merumuskan perencanaan strategis industri anggur, adanya peraturan pemerintah yang sangat menyokong pertumbuhan industri anggur, adanya pemakaian bersama suatu teknologi antar industri serta dukungan pemerintah dari segi promosi internasional secara bersama-sama.

Sejak tahun 1998, produksi anggur curah meningkat sekitar 12 kali lipat dan pada periode yang sama telah tumbuh lebih dari 350 industri pengolahan anggur (kebanyakan tumbuh sebagai industri kecil menengah). Terdapat 5 industri besar pengolah pengolah anggur yaitu Southcorp Wines, BRL Hardy, Orlando Wyndham dan Beringer Blass, yang menguasai hampir 70% dari total produksi anggur. Dan


(47)

23

kelima industri besar ini mampu menghasilkan anggur yang termasuk dalam 20 merk anggur terbaik.

Klaster industri anggur Australia mampu menghasilkan kurang lebih 1000 ton anggur curah per tahun. Dibandingkan terhadap beberapa negara bagian penghasil anggur di Australia, klaster industri Victoria merupakan kumpulan industri anggur terbesar di Australia dengan jumlah industri 336 buah, yang kebanyakan diklasifikasikan sebagai Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan jumlah pemasok mencapai 708 buah, organisasi anggur sebanyak 167 organisasi dan distributor yang terlibat dalam klaster industri sebanyak 154 buah.

Studi Sistem

Perkembangan yang terjadi di dunia nyata memberikan konsekuensi logis terhadap peningkatan kompleksitas persoalan. Semakin kompleks sebuah persoalan di dunia nyata maka semakin dituntut suatu pola pikir yang integratif dalam penyelesaiannya sehingga diperoleh suatu solusi yang optimal. Persoalan dunia nyata dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang di dalamnya bisa terdiri dari beberapa sub sistem, sehingga persoalan dapat diselesaikan secara bertahap dengan sebuah metodologi yang sistematis yang dikenal dengan metodologi sistem.

Eriyatno (2003) menyatakan bahwa metodologi sistem mempunyai tujuan untuk mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Analisis dengan metodologi ini akan menghasilkan satu set alternatif dari kebutuhan yang telah diidentifikasi. Selanjutnya dikatakan bahwa metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa) yang meliputi ; (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial. Langkah ke-1 sampai ke-6 tersebut selanjutnya disebut dengan Analisis Sistem.

Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan obyek yang berkaitan di antara satu obyek dengan obyek yang lainnya dan antar atribut-atributnya serta keterkaitannya dengan lingkungan dengan membentuk suatu sinergi (Schoderbek,1985). Manetch and Park (1985) mendefinisikan sistem sebagai suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Perbedaan definisi di atas terletak pada pernyataan bahwa di dalam sistem yang berinteraksi tidak murni obyeknya melainkan ada komponen intrinsik yang berinteraksi yaitu atribut yang relevan yang terdapat pada obyek tersebut.


(1)

4. MEMBUKA MENU ‘SCORING BOARD’

Buka Menu ‘SCORING BOARD’’ pada menu utama Keluar tampilan sebagai berikut:


(2)

Tekan ‘UPDATE’ untuk melihat kondisi terakhir dari Status IKK

Masing-masing Status IKK dapat ditekan untuk melihat rekomendasi tindakan yang akan dilakukan

Range Nilai dapat diubah. Setiap pengubahan range nilai, diikuti penekanan tombol ‘UPDATE’.

5. MEMBUKA MENU ‘SIMULATION’

Buka Menu ‘SIMULATION’’ pada menu utama Keluar tampilan sebagai berikut:


(3)

Perubahan angka pada setiap parameter pada lokasi di atas, dapat dilakukan dengan menggerakkan krusor untuk menentukan angka yang diinginkan. Perubahan ini akan otomatis merubah tampilan financial assessment untuk nelayan, seperti terlihat pada tampilan berikut :


(4)

(5)

(6)

Lampiran 4.2 agroindustri pada klaster industri rumput laut menurut Austin (1981)