Klasifikasi Anak Tunagrahita

E. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Berdasarkan tinggi rendahnya kecerdasan intelegensi yang dapat diukur dengan menggunakan tes Stanford Binet dan skala Wescheler (WISC), anak berkebutuhan khusus tunagrahita dapat diklasifikasikan dengan digolongkan menjadi golongan 73 :

1. Kategori Ringan (Moron atau Debil) Pada kategori ringan, memiliki IQ 50-55 sampai 70. Berdasarkan tes

Binet kemampuan IQ-nya menunjukan angka 68-52, sedangkan dengan tes WISC, kemampuan IQ-nya 69-55. Anak dengan tingkat kategori ringan masih mampu menguasai pendidikan dasar seperti membaca, menulis, dan

berhitung sederhana.

2. Kategori Sedang (Imbesil) Biasanya, pada kategori ini memiliki IQ 35-40 sampai 50-55. Menurut

hasil tes Binet IQ-nya 51-36, sedangkan tes WISC 54-40. Pada anak dengan ringkat kategori sedang, biasanya tujuan pendidikan lebih diarahkan pada sosialisasi, kegiatan bantu diri, dan aktivitas pekerjaan sedang. Sehingga diharapkan mereka masih mampu mengurus dirinya sendiri dan melakukan pekerjaan sederhana yang dapat memberi penghasilan sehingga tidak bergantung kepada orang lain.

3. Kategori Berat (Severe) Pada kategori ini, penderita memiliki IQ yang sangat rendah. Menurut

hasil skala binet IQ penderita dibawah 19, sedangkan menurut tes WISC IQ- nya dibawah 24. Untuk anak dengan tingkat kategori berat, biasanya mereka mengalami perkembangan motorik dan komunikasi yang buruk. Sehingga pelatihan bantu diri yang diberikan harus disertai dengan pengawasan diri orang lain.

73 Aqila Smart, (2010), Anak Cacat Bukan Kiamat Metode Pembelajaran & Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta : Aruzz Media, hal. 49-51.

4. Kategori Sangat Berat (Profound) Pada tingkat ini, penderita memiliki IQ yang sangat rendah. Menurut

hasil skala Binet IQ penderita dibawah 19, sedangkan menurut tes WISC IQ- nya dibawah 24. Menurut Nur’aeni berdasarkan tinggi rendahnya kecerdasan intelegensi bagi

seorang pedagogik, klasifikaksi anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak. Yaitu anak tunagrahita mampu didik (debil), anak tunagrahita mampu latih (imbecil), dan anak tunagrahita mampu rawat (idiot) 74 .

1. Anak tunagrahita mampu didik (debil) Debil adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program

sekolah biasa, teteapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun tidak maksimal 75 . Kemampuan

yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain:

a. Membaca, menulis, berhitung

b. Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan pada orang lain.

c. Ketrampilan yag sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari 76 .

Jadi, debil tergolong anak tunagrahita yang dapat di didik dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan tetapi hasil yang didapatkan tidak maksimal.

2. Anak tunagrahita mampu latih (imbecile). Imbecile adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian

rendah sehingga tidak dapat mengikuti pembelajaran yang diperuntukkan bagi anak debil 77 .

74Nur’aeni, (1997), Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 107. 75 Ibid. 76 Ibid. 77 Ibid.

Kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang dapat diberdayakan antara lain:

a. Belajar mengurusi diri sendiri

b. Belajar menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan sekitarnya.

c. Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di lingkungan

pekerjaan, atau lembaga khusus. Anak imbecile disebut juga anak tunagrahita sedang, mereka adalah penyandang Down Syndrome yang disebut Mongoloid. Ciri-cirinya adalah kepala kecil, mata sipit seperti orang Mongolia, gendut, pendek, hidung pesek. Penyebabnya dikarenakan keturunan, kerusakan otak, infeksi. Infeksi dapat tejadi pada ibu hamil, seperti rubela, herpes, sipilis. Infeksi akan menimbulkan kerusakan otak kanan dapat juga timbul akibat bayi yang baru lahir itu adalah meningitis, hydrocephalus, acephalitis dan microcephalus 78 .

3. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) Idiot adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah

sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Dari segi fisik lemah pada umumnya disertai keumpuhan. Intelegeni sangat rendah serta dorongan emosi mereka tidak tidak dapat mengendalikan emosinya. Segi kepribadian tidak berfungsi secara normal maupun dari segi motorik

tidak bisa melakukan secara baik 79 . Jadi dapat disimpulkan bahwa mengklasifikasikan anak tunagrahita

mengarah kepada aspek indeks mental unteligensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 dikategorikan debil atau moron. Seorang pedagogik dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita

78 Ibid. 79 Ibid.

mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.

Kemudian Nunung Apriyanti menjelaskan bahwa penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran adalah sebagai berikut 80 :

a. Educable, Anak pada kelompok educable masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan regular pada kelas 5 Sekolah Dasar.

b. Tunable, Anak pada kelompok tunable mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahan diri, dan penyesuaian sosial sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik.

c. Custodia, Anak pada kelompok ini diatasi dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus. Dapat melatih anak dasar- dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - PERSPEKTIF MINORITAS KRISTEN DI DAERAH MAYORITAS MUSLIM TERHADAP KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi Kasus Desa Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang). - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 14

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak geografis - PERSPEKTIF MINORITAS KRISTEN DI DAERAH MAYORITAS MUSLIM TERHADAP KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi Kasus Desa Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang). - Repository UIN Sumat

0 0 11

BAB III PARADIGMA MAYORITAS DAN MINORITAS TERHADAP KERUKUNAN A. Batasan Mayoritas dan Minoritas - PERSPEKTIF MINORITAS KRISTEN DI DAERAH MAYORITAS MUSLIM TERHADAP KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi Kasus Desa Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten

0 0 14

BAB IV INTEGRASI DAN DISINTEGRASI ANTAR UMATBERAGAMA DI DESA BANDAR SETIA A. Kehidupan Beragama Masyarakat - PERSPEKTIF MINORITAS KRISTEN DI DAERAH MAYORITAS MUSLIM TERHADAP KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi Kasus Desa Bandar Setia, Kecamatan Percut Sei Tuan

0 1 16

KEPEMIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA MEDAN DALAMPEMBINAAN UMAT ISLAM TAHUN 2016-2018 - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 9

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Kepemimpinan - KEPEMIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA MEDAN DALAMPEMBINAAN UMAT ISLAM TAHUN 2016-2018 - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Umum A. Setruktur Kepenguusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan SUSUNAN PENGURUS MAJELIS ULAM INDONESIA KOTA MEDAN - KEPEMIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA MEDAN DALAMPEMBINAAN UMAT ISLAM TAHUN 2016-2018 -

0 0 13

PENERAPAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA KELAS IX-9 DI MTS N 2 DELI SERDANG SKRIPSI

0 2 116

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI IPS PESERTA DIDIK KELAS IV MIS MADINATUSSALAM DESA SEI ROTAN KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG T.A 20172018 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

0 0 142

LAYANAN BIMBINGAN KARIR DALAM MENINGKATKAN PERENCANAAN KARIR SISWA KELAS XI MIA 3 DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 MEDAN

4 12 150