LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI Farmasi Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
Di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Disusun Oleh:
Sri Dewi Handayani, S. Farm. NIM 113202061
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan praktik kerja profesi di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tujuan dilaksanakannya praktik
kerja profesi di rumah sakit adalah untuk memahami peran apoteker di rumah
sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah sakit.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda
Muhammad Isa, Ibunda Eni Sulastri dan Adik penulis Julianda Syahputra dan
Ilham Maulana serta semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
yang telah banyak memberikan doa dan dorongan serta bantuan moril dan materil
kepada penulis selama menempuh program pendidikan profesi apoteker.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., dan Ibu Dra. Elly Zahara, MARS.,
Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung
jawab selama praktik kerja profesi hingga selesainya penulisan laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Dr. Azwan Hakmi Lubis, Sp.A., M.Kes., selaku Direktur Utama RSUP
H. Adam Malik Medan.
2.
Bapak Dr. Lukmanul Hakim Nasution, Sp.KK., selaku Direktur Medik dan
Keperawatan RSUP H. Adam Malik Medan.
3.
Bapak Dr. M. Nur Rasyid Lubis, Sp.B.FINA.CS., selaku Direktur SDM dan
Pendidikan RSUP H. Adam Malik Medan.
(3)
4.
Bapak Drs. H. Bastian, M.M., selaku Direktur Keuangan RSUP H. Adam
Malik Medan.
5.
Ibu Drg. Tinon Resphati, M.Kes., selaku Direktur Umum dan Operasional
RSUP H. Adam Malik Medan.
6.
Ibu Dra. Hj. Isma Sani Pane, M.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi
RSUP H. Adam Malik Medan.
7.
Ibu Dra. Ratna Panggabean, Apt., selaku Kepala Instalasi Gas Medis RSUP
H. Adam Malik Medan.
8.
Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt., selaku Kepala Pokja Farmasi Klinis
RSUP H. Adam Malik Medan.
9.
Bapak Drs. Zulikhfan selaku Pelaksana Tekhnis pada instalasi CSSD.
10.
Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU Medan.
11.
Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU.
12.
Seluruh apoteker, asisten apoteker, dokter dan perawat yang bekerja di RSUP
H. Adam Malik serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
kita semua dan khususnya demi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
Farmasi.
Medan, Juli 2012
(4)
Sri Dewi Handayani, S.Farm.
DAFTAR ISIHalaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RINGKASAN ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN RUMAH SAKIT ... 1
1.1.
...
Latar
Belakang ...
1
1.2.
...
Tujuan
2
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ...
3
2.1
...
Rumah
Sakit ...
3
2.1.1
Definisi ...
3
2.1.2
Tugas dan fungsi ...
3
2.1.2.1
...
Tugas
rumah sakit ...
3
2.1.2.2
...
Fungsi
rumah sakit ...
3
2.1.3
Klasifikasi Rumah Sakit ...
4
2.1.3.1
...
Klasifikas
i Rumah Sakit secara Umum ...
4
(5)
2.1.3.2
...
Klasifikas
i Rumah Sakit Umum ...
2.1.4
Struktur Organisasi Rumah Sakit ...
5
2.2
Panitia Farmasi dan Terapi ...
5
2.3
Formularium Rumah Sakit ...
6
2.4
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ...
7
2.4.1
Struktur Organisasi IFRS ...
7
2.4.2
Tugas dan Fungsi ...
8
2.4.3
Pengelolaan Perbekalan Farmasi ………...
8
2.4.4
Pelayanan Farmasi Klinis ………..
11
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK ... 15
3.1
...
Rumah
Sakit Umum Pusat H. Adam Malik ...
15
3.1.1
...
Klasifikas
i RSUP H. Adam Malik ...
15
3.1.2
...
Tugas
15
3.1.3
...
Fungsi
16
3.1.4
...
Visi
16
3.1.5
...
Misi
16
3.1.6
...
Falsafah
17
3.1.7
...
Motto
17
3.1.8
...
Struktur
organisasi ...
17
(6)
3.2.1
...
Tugas
dan Fungsi Instalasi Farmasi ...
18
3.2.2
...
Struktur
Organisasi Instalasi Farmasi ...
19
3.2.2.1
...
Pokja
Farmasi Klinis ...
20
3.3 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 24
3.4 Instalasi Gas Medis ...
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
28
4.1
Instalasi Farmasi ...
28
4.1.1
Struktur Organisasi ...
28
4.1.2
Pokja Farmasi Klinis ...
29
4.1.3
Pokja P2E ...
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1
Kesimpulan ...
31
5.2
Saran ...
32
(7)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam
Malik ... 20
Gambar 3.2 Struktur organisasi central sterile supply departement
(CSSD) RSUP H. Adam Malik ... 26
Gambar 3.3 Struktur organisasi instalasi gas medis RSUP H. Adam
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan... 35
Lampiran 2. Format Lembar Pelayanan Informasi Obat ... 36
Lampiran 3. Format Kartu Konseling Pasien Rawat Jalan RSUP H.
Adam Malik Medan... 37
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 Bab I pasal 1 tentang rumah sakit,
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
.
Tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian adalah instalasi farmasi (Siregar dan
Amalia, 2004). Sebagaimana yang tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1197/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (
drug oriented
)
ke paradigma baru (
patient oriented
) dengan filosofi
Pharmaceutical Care
.
Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Untuk mewujudkan peran tersebut maka dilakukan pendidikan dan
pelatihan bagi calon apoteker melalui Praktik Kerja Profesi (PKP). Dimana
sebagai tenaga kesehatan profesional, seorang calon apoteker harus mampu
mengelola farmasi rumah sakit sesuai dengan etik dan ketentuan yang berlaku di
(10)
dalam sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini penting sebagai bekal
bagi lulusan program pendidikan profesi apoteker. Berdasarkan pertimbangan ini,
Fakultas Farmasi USU Medan bekerjasama dengn Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik mengadakan praktik kerja profesi bagi mahasiswa calon apoteker.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktik kerja profesi di rumah sakit adalah agar
mampu mengelola farmasi rumah sakit sesuai dengan etik dan ketentuan yang
berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
(11)
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 Bab I pasal 1 tentang rumah sakit,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
2.1.2 Tugas dan Fungsi 2.1.2.1 Tugas Rumah Sakit
Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 Bab III pasal 4 tentang rumah sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
2.1.2.2 Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 Bab III pasal 5, rumah sakit mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan
bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit secara Umum
Menurut UU RI nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi
(12)
1 Berdasarkan kepemilikan, terdiri atas rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta
yang terdiri dari rumah sakit hak milik dan nirlaba
2 Berdasarkan jenis pelayanan, terdiri atas rumah sakit umum dan khusus
3 Berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri atas rumah sakit pendidikan dan non pendidikan
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 pasal 24 tentang rumah sakit, dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit:
1 Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis
penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) subspesialis.
2 Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis
penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.
3 Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat)
spesialis penunjang medik.
4 Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
2.1.4
Struktur Organisasi Rumah Sakit
Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 pasal 33 tentang rumah sakit, setiap rumah sakit
harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling
sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
2.2 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia farmasi dan terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
(13)
spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004, fungsi dan
ruang lingkup PFT adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya.
b. Panitia farmasi dan terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat
baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam
kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan
peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku
secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record
dibandingkan dengan standar diagnosis dan terapi.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.
2.3 Formularium Rumah Sakit
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Komite
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu
yang ditentukan.
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti
kata bahwa sementara formularium digunakan oleh staf medis, di lain pihak panitia farmasi dan
terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran
dengan lebih mempertimbangkan kesehatan pasien.
(14)
IFRS adalah instalasi di rumah sakit yang dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).
2.4.1 Struktur Organisasi IFRS
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu
seperti yang terlihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1. Struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit
2.4.2
Tugas dan Fungsi
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi rumah sakit adalah
sebagai berikut:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Administrasi IFRS
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Manajemen Mutu Pelayanan Farmasi
(15)
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk
meningkatkan mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit
Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
2.4.3 Pengelolaan Perbekalan FarmasiMenurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004,
pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
1. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan mulai dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah
sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan
memprioritaskan obat essensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan transaksi pembelian.
(16)
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi.
Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah
sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan
prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana
pengembangan.
3. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui,
melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung dari
pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi
(produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.
4. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai
dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinasi atau sumbangan.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa,
barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet
(MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan
expire date minimal 2 tahun.
5. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan
menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar,
dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
6. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan
individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
(17)
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. Sistem distribusi meliputi
metode sentralisasi atau desentralisasi, sistem floor stock, resep individu, dan unit dose dispensing.
2.4.4 Pelayanan Farmasi Klinis
Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004,
pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Pelayanan
farmasi klinis meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian dan pelayanan resep untuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dilakukan oleh
farmasi klinik. pada jam kerja pagi hingga sore hari dilakukan oleh depo farmasi. Pengkajian dan
pelayanan resep dilakukan dengan pemeriksaan ulang (double check) oleh apoteker sebelum obat
diserahkan kepada pasien.
b.
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan pada saat visite oleh farmasi klinis.
Kriteria pasien yang ditelusuri riwayat penggunaan obatnya sesuai dengan kebijakan farmasi
klinis.
c.
Pelayanan lnformasi Obat (PIO)
Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004, PIO
merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi,
(18)
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin,
leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi
sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit, bersama dengan PKMRS melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan
bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, dan melakukan penelitian.
d. Konseling
Tujuan umum konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek
terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati
pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Tujuan khusus dari konseling adalah meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan, mencegah atau meminimalkan masalah terkait
obat, dan meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling yaitu mengidentifikasi tingkat pemahaman
pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions, melakukan verifikasi akhir dalam
rangka mengecek pemahaman pasien dan dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan adalah berupa kriteria pasien dan sarana/prasarana. Kriteria
pasien meliputi pasien polifarmasi, terapi jangka panjang, pediatrik, geriatrik, pasien yang dirujuk
dokter dan pasien dengan penggunaan obat indeks terapi sempit. Sarana dan prasarana yaitu
ruangan atau tempat konseling dan alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
e.
Monitoring Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan MESO adalah
menemukan ESO (efek samping obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang; menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang
sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan; engenal semua faktor yang
mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat.
(19)
PKOD dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang
sempit. Tujuan PKOD adalah untuk mengetahui kadar obat dalam darah dan
memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat.
g. Visite Pasien
Visite
merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite
juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas
permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah
(
home pharmacy care
). Sebelum melakukan kegiatan
visite
apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
h. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan EPO adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu, membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain, penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada EPO meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas (Depkes RI, 2004).
(20)
Berbagai hal yang dipantau apoteker dalam pemantauan terapi obat antara lain
penyalahgunaan obat, salah penggunaan obat, pola penulisan resep yang abnormal, duplikasi
resep, interaksi obat-obat, interaksi obat-makanan, interaksi obat-uji laboratorium, reaksi obat
merugikan, inkompatibilitas pencampuran intravena, kondisi patologis penderita yang dapat
mempengaruhi efek merugikan dari terapi obat yang ditulis dan data laboratorium farmakokinetik
klinik untuk mengevaluasi kemanfaatan terapi obat dan mengantisipasi efek samping, toksisitas
(Siregar dan Amalia, 2004).
j.
Dispensing Sediaan Khusus
Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik,
penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik. Tujuan dilakukan
dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk,
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat.
2.5 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central sterile supply department (CSSD) atau instalasi pusat pelayanan sterilisasi
merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses sterilisasi
terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril (Depkes RIa, 2009).
Tujuan adanya CSSD di rumah sakit adalah membantu unit lain di rumah sakit yang
membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi, menurunkan angka kejadian
infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial, efisiensi tenaga
medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien, menyediakan
dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.
Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat,
ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan barang steril.
2.6 Instalasi Gas Medis
Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan kepmenkes
(21)
spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Jenis gas
medis yang dapat digunakan pada sarana pelayanan meliputi oksigen (O2), dinitrogen monoksida
(N2O), nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), udara tekan (compressed air) dan mixture gas
(1)
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi.
Pedoman perencanaan berdasarkan DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan,data pemakaian periode yang lalu, dan rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara tender (oleh panitia pembelian barang farmasi) dan secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan, melalui produksi/pembuatan sediaan farmasi (produksi steril dan produksi non steril), dan melalui sumbangan/droping/hibah.
4. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinasi atau sumbangan.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi yaitu pabrik harus mempunyai sertifikat analisa, barang harus bersumber dari distributor utama, harus mempunyai material safety data sheet
(MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin, dan
expire date minimal 2 tahun.
5. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
6. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
(2)
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. Sistem distribusi meliputi metode sentralisasi atau desentralisasi, sistem floor stock, resep individu, dan unit dose dispensing. 2.4.4 Pelayanan Farmasi Klinis
Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004,
pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Pelayanan farmasi klinis meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian dan pelayanan resep untuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dilakukan oleh farmasi klinik. pada jam kerja pagi hingga sore hari dilakukan oleh depo farmasi. Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan dengan pemeriksaan ulang (double check) oleh apoteker sebelum obat diserahkan kepada pasien.
b.
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan pada saat visite oleh farmasi klinis. Kriteria pasien yang ditelusuri riwayat penggunaan obatnya sesuai dengan kebijakan farmasi klinis.
c.
Pelayanan lnformasi Obat (PIO)
Menurut kepmenkes nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tanggal 19 Oktober 2004, PIO
merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit, membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/perbekalan farmasi terutama bagi komite/sub komite farmasi dan terapi, dan menunjang penggunaan obat yang rasional.
(3)
Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter, menyediakan informasi bagi komite/sub komite farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit, bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya, dan melakukan penelitian.
d. Konseling
Tujuan umum konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. Tujuan khusus dari konseling adalah meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan, mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat, dan meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling yaitu mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions, melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien dan dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan adalah berupa kriteria pasien dan sarana/prasarana. Kriteria pasien meliputi pasien polifarmasi, terapi jangka panjang, pediatrik, geriatrik, pasien yang dirujuk dokter dan pasien dengan penggunaan obat indeks terapi sempit. Sarana dan prasarana yaitu ruangan atau tempat konseling dan alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
e.
Monitoring
Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan MESO adalah
menemukan ESO (efek samping obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang; menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang
sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan; engenal semua faktor yang
mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat.
(4)
PKOD dilakukan untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang
sempit. Tujuan PKOD adalah untuk mengetahui kadar obat dalam darah dan
memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat.
g. Visite Pasien
Visite
merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite
juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas
permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah
(
home pharmacy care
). Sebelum melakukan kegiatan
visite
apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
h. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan EPO adalah untuk mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu, membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain, penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik, menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada EPO meliputi indikator peresepan, indikator pelayanan dan indikator fasilitas (Depkes RI, 2004).
(5)
Berbagai hal yang dipantau apoteker dalam pemantauan terapi obat antara lain penyalahgunaan obat, salah penggunaan obat, pola penulisan resep yang abnormal, duplikasi resep, interaksi obat-obat, interaksi obat-makanan, interaksi obat-uji laboratorium, reaksi obat merugikan, inkompatibilitas pencampuran intravena, kondisi patologis penderita yang dapat mempengaruhi efek merugikan dari terapi obat yang ditulis dan data laboratorium farmakokinetik klinik untuk mengevaluasi kemanfaatan terapi obat dan mengantisipasi efek samping, toksisitas (Siregar dan Amalia, 2004).
j.
Dispensing Sediaan Khusus
Dispensing sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik,
penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitotoksik. Tujuan dilakukan
dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk,
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat.
2.5 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central sterile supply department (CSSD) atau instalasi pusat pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril (Depkes RIa, 2009).
Tujuan adanya CSSD di rumah sakit adalah membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi, menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial, efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien, menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.
Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan barang steril.
2.6 Instalasi Gas Medis
Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan kepmenkes nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002 tanggal 22 Nopember 2002. Gas medis adalah gas dengan
(6)
spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan. Jenis gas medis yang dapat digunakan pada sarana pelayanan meliputi oksigen (O2), dinitrogen monoksida (N2O), nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), udara tekan (compressed air) dan mixture gas (Depkes RI, 2002).