BAB I lanjutan revisi

2

Berdasarkan data Riskesdas 2007 diperkirakan 7% anak balita Indonesia
(sekitar 300.000 jiwa) meninggal setiap tahun dan 170.000 anak (60%)
diantaranya akibat gizi buruk (Marliyati, 2012).
Di zaman globalisasi sekarang ini, harga protein hewani yang berasal dari
daging, ikan, telur, susu semakin meningkat dan semakin tidak terjangkau oleh
masyarakat luas terutama masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah
kebawah. Harga kedelai yang juga semakin mahal membuat masyarakat sulit
untuk mendapatkan sumber gizi yang cukup.
Untuk mencegah meluasnya masalah

kekurangan

gizi

terutama

kekurangan protein di masyarakat, perlu disosialisasikan pemakaian sumbersumber lain atau sumber protein nabati sebagai langkah alternatif pemenuhan
protein bagi masyarakat, salah satunya yaitu jamur.
Sejak dahulu, jamur dikenal sebagai bahan makanan nabati yang memiliki

nilai gizi tinggi. Beberapa jenis jamur juga memiliki khasiat obat. Hal ini sudah
dikenal di daratan Cina sejak 300 tahun yang lalu, meluas ke beberapa negara lain
di benua Asia, Eropa, dan bahkan Amerika. Komposisi zat - zat kimia yang
terkandung di dalam jamur tergantung pada jenis dan tempat tumbuh jamur
tersebut. Di samping mengandung protein, lemak, mineral, dan vitamin, jamur
juga mengandung beberapa jenis senyawa yang berkhasiat obat (Suriawiria,
2002).

Berbagai jenis jamur telah banyak dibudidayakan di Indonesia, salah
satunya yaitu jamur merang (Volvariella volvaceae). Jamur merang (Volvariella
volvaceae) merupakan jamur yang paling dikenal, terutama untuk masyarakat

3

Asia Tenggara, dan telah lama dibudidayakan sebagai bahan pangan karena
termasuk golongan jamur yang enak rasanya. Jamur merang biasanya dikonsumsi
dalam bentuk olahan masakan (Jamur,.. 2009. http://www.himatansi.org/news119all-about-jamur-merang.html).
Kandungan protein di dalam jamur berkisar antara 19% - 35%, lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan protein pada beras dan gandum, namun relatif
rendah dibandingkan protein pada kedelai dan susu. Dalam protein jamur terdapat

9 asam amino esensial dari 20 macam asam amino yang dikenal. Jamur merang
kaya akan protein kasar dan karbohidrat bebas nitrogen, dengan kandungan lemak
rendah. Selain itu, jamur merang juga merupakan sumber mineral yang baik
dengan kandungan kalium (K) dan Fosfor (P) tinggi, dan mengandung mineral
penting lain seperti Na, Ca, Mg, Cu, Zn, dan Fe. Pb dan Cd tidak terkandung
dalam jamur merang sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan makanan
sehari-hari (Sinaga, 2000).
Tingginya kandungan protein dan zat gizi lain pada jamur merang,
mendorong minat masyarakat untuk mengonsumsi jamur merang sebagai bahan
pangan yang dapat memenuhi kebutuhan protein. Harga yang terjangkau juga
menjadi alasan meningkatnya minat masyarakat pada jamur merang (Anggraini,
2013).

Meningkatnya minat masyarakat tersebut, menyebabkan kebutuhan
masyarakat akan jamur merang meningkat sehingga produksi jamur merang juga
meningkat. Menurut Parjimo (2007) kebutuhan jamur di beberapa kota besar di

4

Indonesia mencapai 3000 kg/hari. Menurut Direktorat Jendral Departemen

Pertanian (2009) pada tahun 2008 Indonesia memproduksi hingga 61,34 ton jamur
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Anggraini, 2013).
Jamur merang biasanya diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Cara
pengolahan yang dilakukan beragam seperti digoreng, direbus, ditumis dan lain
sebagainya.

Rendahnya

tingkat

ketidaktahuan

masyarakat

tentang

cara

pengolahan yang baik menyebabkan tingkat serapan zat gizi protein menjadi
semakin menurun akibat dari cara pengolahan makanan yang salah, terutama pada

saat proses pemanasan.
Dengan demikian perlakuan pemanasan dalam bahan makanan memang
perlu dilakukan untuk mempersiapkan bahan sehingga sesuai dengan selera
konsumen. Namun pemanasan yang berlebihan atau perlakuan lain mungkin akan
merusak protein apabila dipandang dari sudut gizinya (Sudarmadji, 2010).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ambarwati (2009) yang
meneliti pemeriksaan kadar protein jamur tiram (Pleurotus floridae) sebelum dan
sesudah pengolahan (digoreng, direbus, dikukus), mendapatkan hasil rata-rata
kadar protein jamur sebelum diolah sebesar 3,4035% dan rata-rata kadar protein
setelah digoreng sebesar 0,3464%.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis ingin melakukan
penelitian pada jamur merang dengan judul :

5

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR PROTEIN JAMUR
MERANG (Volvariella volvaceae).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah sebagai

berikut:
1.
2.

Berapa kadar protein pada jamur merang (Volvariella volvaceae)
sebelum dan setelah proses pengolahan (ditumis, direbus, dikukus) ?
Berapa persen penurunan kadar protein pada jamur merang (Volvariella

3.

volvaceae) setelah proses pengolahan (ditumis, direbus, dikukus)?
Apakah ada pengaruh pengolahan terhadap kadar protein jamur merang ?

C. Tujuan Penelitian
1.

Mengetahui kadar protein pada jamur merang (Volvariella volvaceae)

2.


sebelum dan setelah pengolahan (ditumis, direbus, dikukus).
Mengetahui persen penurunan kadar protein pada jamur merang
(Volvariella volvaceae)

3.

setelah proses pengolahan (ditumis, direbus,

dikukus).
Mengetahui pengaruh pengolahan terhadap kadar protein jamur merang.

D. Manfaat Penelitian
1.

Penelitian ini dapat memberi beberapa manfaat :
Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai

2.

mengaplikasikan kompetensi yang dimiliki sebagai analis kesehatan.

Bagi institusi tempat penulis menempuh pendidikan yaitu Poltekkes

sarana

untuk

Kemenkes Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan, penelitian ini

6

diharapkan dapat memberi kontribusi dibidang ilmu pengetahuan dan
3.

teknologi kesehatan.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi
tentang sumber protein nabati yaitu jamur (Volvariella volvaceae) dan
menginformasikan kepada masyarakat tentang bahan pangan alternatif

4.


yang mengandung protein selain protein hewani.
Menginformasikan kepada masyarakat tentang proses pengolahan yang
baik pada pengolahan jamur merang agar

mendapat asupan zat gizi

protein secara maksimal.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Bidang kajian yang akan diteliti adalah Kimia Makanan dan Minuman
(Kimia Amami). Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui kadar protein
pada jamur merang pada berbagai proses pengolahan. Sampel pemeriksaan adalah
jamur merang segar serta jamur merang yang sudah diolah (direbus, ditumis,
dikukus) kemudian ditentukan kadar proteinnya secara kuantitatif dengan
menggunakan metode Gunning.