putusan dalam pra peradilan yang dapat diajukan banding dalam hal penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
C. Tujuan Diformulasikannya Hakim Komisaris Dalam RUU KUHAP Tahun 2009
Keberadaan Hakim Komisaris yang diformulasikan dalam RUU KUHAP Tahun 2009 tetap diperlukan dan tidak akan menjadi masalah apabila konsep maupun
keberadaannya dibedakan dengan Hakim Komisaris jaman penjajahan belanda dahulu, dengan alasan sebagai berikut:
1. Lembaga praperadilan yang ada sekarang keberadaannya dibawah pengadilan negeri, yang mana hakim yang memeriksa dan memutuskannya adalah hakim
yang tidak khusus menangani masalah upaya paksa oleh kepolisian maupun kejaksaan dimaksud, melainkan hakim umum yang ditugaskan untuk sekedar
menegakan sedikit HAM dan tidak perlu mendalami lebih jauh makna asas praduga tak bersalah karena hal tersebut dapat di periksa kembali ketika
perkara di ajukan kepengadilan oleh kejaksaan ataupun dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan diskresi kepolisian dan kejaksaan;
2. Penyebutan istilah hakim komisaris hakim pengawas dalam RUU KUHAP Tahun 2009 memberikan makna khusus dalam menjalankan tugasnya sebagai
pengawas upaya paksa instansi-instansi penegak hukum tersebut, sehingga pemeriksaannya lebih serius dan khusus menekankan pada pertanggung
jawaban wewenang diskresi yang harus dipertanggung jawabkan di muka hukum;
3. Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP Tahun 2009 haruslah hakim khusus yang tugas dan kewenangannya hanya untuk memeriksa perkara pengajuan
keberatan atas upaya paksa atau pertanggungjawaban atas kewenangan diskresi tersebut Pasif, akan tetapi tidak perlu bertugas secara aktif seperti
tugas komisi khusus seperti KPK maupun KOMNAS HAM, melainkan aktif dalam mencari dan menemukan bukti-bukti hukum untuk memutuskan
perkara pengajuan keberatan dimaksud; 4. Istilah Hakim Komisaris tidak harus ditafsirkan menurut penafsiran historis
yang telah ada pada jaman penjajahan belanda dahulu, yang mana istilah hakim komisaris dalam RUU KUHAP Tahun 2009 ini pengertiannya
hendaknya hanya untuk memberikan makna khusus dalam hal pengawasan yang dilakukan lembaga yudikatif dalam kewenangan diskresi yang dimiliki
oleh kepolisian dan kejaksaan, dan yang mungkin dapat di salah gunakan oleh oknum para penegak hukum yang tidak bertanggung jawab maupun pihak
berkepentingan lainnya.
Menurut Andi Hamzah 2009: 4 selaku ketua tim penyusun RUU KUHAP Tahun 2009 menyebutkan alasan utama digantinya lembaga pra peradilan dengan Hakim
Komisaris adalah untuk lebih melindungi jaminan hak asasi manusia khususnya bagi terdakwa atau tersangka dalam proses pemidanaan terhadap tindakan
kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dan menghindari terjadinya kemacetan oleh timbulnya selisih antara petugas penyidik dari instansi yang
berbeda, sedangkan alasan khusus dimunculkannya kebijakan formulasi Hakim Komisaris didasarkan pada:
a. Sidang pra peradilan dilakukan apabila ada tuntutan dari pihak-pihak yang berhak. Jadi, tidak ada sidang pra peradilan tanpa adanya tuntutan dari pihak-
pihak yang berhak memohon pemeriksaan pra peradilan;
b. Wewenang Hakim Komisaris yang tercantum di dalam BAB IX Pasal 111 RUU KUHAP Tahun 2009 jelas lebih luas dari pada wewenang hakim pra
peradilan. Bukan saja tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, penyadapan, tetapi juga pembatalan atau
penangguhan penahanan, begitu pula tentang penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak berdasarkan asas oportunitas;
c. Hakim Komisaris juga memutus atau menetapkan tentang ganti kerugian dan rehabilitasi;
d. Diatur tentang pembatasan waktu pemeriksaan oleh hakim komisaris sesuai dengan asas peradilan cepat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 112 RUU
KUHAP Tahun 2009 bahwa Hakim Komisaris memberikan keputusan dalam waktu paling lambat 2 dua hari terhitung sejak menerima permohonan;
e. Ditegaskan pula dalam Pasal 122 RUU KUHAP Tahun 2009, terhadap putusan atau penetapan Hakim Komisaris tidak dapat diajukan upaya hukum banding
maupun kasasi. Berbeda dengan praktek sekarang yang ada putusan pra peradilan yang sebenarnya tidak dapat dimintakan kasasi, namun Mahkamah
Agung MA menerima;
f. Hakim Komisaris berkantor di atau dekat Rumah Tahanan Negara RUTAN pada Pasal 121 RUU KUHAP Tahun 2009, berbeda dengan hakim pra
peradilan yang berkantor di Pengadila Negeri PN, Hal ini berarti bahwa setiap Rumah Tahanan Negara RUTAN terdapat atau ada Hakim Komisaris
yang memutus seorang diri dan;
g. Hakim Komisaris dapat memberikan penetapan atau putusan mengenai pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama
tahap penyidikan. Hal ini menunjukkan bahwa Hakim Komisaris memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia khususnya
bagi terdakwa atau tersangka. www.legalitas.org, 03 Desember 2009, 20:30.
Munculnya kebijakan formulasi Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP Tahun 2009 sebagaimana dalam sistem Eropa Kontinental seperti Belanda ini bertujuan
untuk mengawasi jalannya proses hukum acara pidana khususnya pelaksanaan wewenang pihak eksekutif, dalam hal ini pihak penyidik dan penuntut umum yang
dalam rangka mencari bukti pada pemeriksaan pendahuluan melakukan tindakan- tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan
dan pembukaan surat-surat. Dengan demikian pengawasan Hakim Komisaris ini pada dasarnya merupakan hak kontrol dari pihak yudikatif control van
rechterlijkemacht terhadap eksekutif. Oleh karena itulah Hakim Komisaris
diberikan wewenang yang demikian luas mencampuri bidang tugas penyidik maupun penuntut umum dalam hal pemeriksaan pendahuluan M. Yahya
Harahap, 2002: 78.
Tujuan pemerintah memunculkan Hakim Komisaris di dalam RUU KUHAP Tahun 2009 tersebut juga telah dipublikasikan sebagaimana diberitakan dalam
Suara Karya Online Kamis, 3 Desember 2009 yang berjudul Hakim Komisaris Menggantikan Pra Peradilan sebagai berikut:
Perubahan penting yang terdapat di dalam Rancangan Undang-Undang RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP adalah
diperkenalkannya lembaga baru, yaitu hakim komisaris untuk
menggantikan praperadilan. Lembaga praperadilan ternyata kurang efektif karena bersifat pasif menunggu gugatan para pihak. Andi Hamzah
mengatakan, pra peradilan bukan lembaga yang berdiri sendiri tetapi melekat pada pengadilan negeri. Sebab, ketua pengadilan negerilah yang
menunjuk seorang hakim menjadi hakim praperadilan jika suatu permohonan masuk ke pengadilan. Ide hakim komisaris berbeda dengan
praperadilan akan tetapi tidak sama dengan rechtercommissaris di Belanda dan juge dinstruction di Perancis karena hakim komisaris versi RUU
KUHAP sama sekali tidak memimpin penyidikan. Jadi merupakan revitalisasi praperadilan yang sudah ada di dalam KUHAP, katanya. Andi
Hamzah mengatakan, hakim komisaris versi RUU KUHAP mirip dengan lembaga baru di Italia, Giudice per le indagini preliminary hakim
pemeriksa pendahuluan yang tugasnya mengawasi jalannya penyidikan dan penuntutan. Ada sebagian wewenang hakim pengadilan negeri seperti
izin penggeledahan, penyitaan, penyadapan dan perpanjangan penahanan berpindah ke hakim komisaris agar proses menjadi cepat, tidak
mengganggu hakim pengadilan negeri yang sibuk menyidangkan perkara pidana, perdata dan sebagainya. Selain itu, lanjutnya, ada wewenang jaksa
yang berpindah ke hakim komisaris, seperti perpanjangan penahanan 40 hari berpindah ke hakim komisaris menjadi 25 hari. Sementara itu
pengajar program pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji mengatakan, berdasarkan Pasal 111 RUU KUHAP
Tahun 2009, hakim komisaris memiliki kewenangan yang cukup luas. Antara lain dapat menilai perlu atau tidaknya penahanan atau sah tidaknya
penahanan berdasarkan pendekatan obyektif maupun subyektif.
Lembaga Hakim Komisaris yang diformulasikan dalam RUU KUHAP Tahun 2009 ini kedudukannya terletak di antara penyidik dan penuntut umum di satu sisi
dan hakim di pihak lain. Diformulasikannya Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP Tahun 2009 adalah untuk lebih melindungi jaminan hak asasi manusia
khususnya bagi terdakwa atau tersangka. Penangkapan dan penahanan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi kemerdekaan dan kebebasan
orang. Penyitaan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap hak milik orang, dan penggeledahan yang tidak sah merupakan pelanggaran terhadap
ketentraman rumah tempat kediaman orang.
D. Kebijakan Formulasi Hakim Komisaris dalam Sistem Peradilan Pidana