Kualitas Kompos Sampah Kota Dan Aplikasinya Pada Media Tanah Lahan Kritis Untuk Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria)

(1)

KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DAN APLIKASINYA

PADA MEDIA TANAH LAHAN KRITIS UNTUK

BIBIT SENGON ( Paraserianthes falcataria)

SKRIPSI

OLEH :

NOVITA HASIBUAN

051202038

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

KUALITAS KOMPOS SAMPAH KOTA DAN APLIKASINYA

PADA MEDIA TANAH LAHAN KRITIS UNTUK

BIBIT SENGON ( Paraserianthes falcataria)

SKRIPSI

Oleh :

NOVITA HASIBUAN

051202038/ BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan

Sidang di Fakultas Pertanian ,Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(3)

LEMBAR

PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kualitas Kompos Sampah Kota Dan Aplikasinya Pada Media Tanah Lahan Kritis Untuk Bibit Sengon

(Paraserianthes falcataria)

Nama : Novita Hasibuan

NIM : 051202038

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Dr. Deni Elfiati, SP, MP Dr.Ir. Hamidah Hanum SP. MP

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.Si Ketua Departemen Kehutanan


(4)

ABSTRACT

NOVITA HASIBUAN: Waste Compost Quality City And Its Application In the Media Area of Critical For Sengon Seeds (Paraserianthes falcataria), led by Dr. DENI ELFIATI SP.MP and Dr.Ir. HAMIDAH HANUM SP.MP

. Critical land in Indonesia reached 28 million hectares are located in forest area and nonhutan. So it is required afforestation by planting crops and added sengon biowaste compost town. This study aimed to compare the quality of municipal solid waste compost and the compost bin without EM4, EM4 and cities with the effect of municipal solid waste compost and the compost bin with EM4 EM4 city without the seeds sengon applied to the soil media critical land. This research was conducted in November 2009 - April 2010 in the House of gauze, Faculty of Agriculture, USU, using completely randomized factorial design. The results showed that the quality of municipal solid waste compost with better EM4 compared with urban waste compost without EM4 (traditional). Height growth, stem diameter and number of leaves on seedlings sengon children (Paraserianthes falcataria) is better contained in the G treatment (NPK +10 g compost with EM4), and treatment of H (g compost with NPK +15 EM4) compared with treatments without compost EM4 (traditional). Treatment G (NPK +10 g compost with EM4), H (g compost with NPK +15 EM4), D (NPK +15 gr traditional compost) and E (NPK +20 gr traditional composting) is better than the control treatment.

Keywords: Critical Area, seeds sengon (Paraserianthes falcataria), EM4 compost, and compost without EM4 (traditional).


(5)

ABSTRAK

NOVITA HASIBUAN : Kualitas Kompos Sampah Kota Dan Aplikasinya Pada Media Lahan Kritis Untuk Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria), dibimbing oleh Dr. DENI ELFIATI SP.MP dan Dr.Ir. HAMIDAH HANUM SP.MP.

Lahan kritis di Indonesia mencapai 28 juta hektar yang terdapat pada kawasan hutan dan nonhutan. Sehingga diperlukan usaha penghijauan dengan menanam tanaman sengon dan ditambah pupuk kompos sampah organik kota. Penelitian ini bertujuan membandingkan kualitas kompos sampah kota tanpa EM4 dan kompos sampah kota dengan EM4 dan pengaruh pemberian kompos sampah kota dengan EM4 dan kompos sampah kota tanpa EM4 pada bibit sengon yang diaplikasikan ke media tanah lahan kritis. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2009 - April 2010 di Rumah kasa, Fakultas Pertanian USU, menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kompos sampah kota dengan EM4 lebih baik dibandingkan dengan kompos sampah kota tanpa EM4 (tradisional). Pertumbuhan tinggi, diameter batang dan jumlah anak daun pada bibit sengon (Paraserianthes falcataria) yang lebih baik terdapat pada perlakuan G (NPK+10 gr kompos dengan EM4) dan perlakuan H (NPK+15 gr kompos dengan EM4) dibandingkan dengan perlakuan pemberian kompos tanpa EM4 (tradisional). Perlakuan G (NPK+10 gr kompos dengan EM4), H (NPK+15 gr kompos dengan EM4), D (NPK+15 gr kompos tradisional) dan E (NPK+20 gr kompos tradisional) lebih baik daripada perlakuan kontrol.

Kata kunci : Lahan kritis, bibit sengon (Paraserianthes falcataria), kompos EM4, dan kompos tanpa EM4 (tradisional).


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Duri – Riau pada tanggal 25 Mei 1985 dari ayah R. Hasibuan dan Ibu R. Sihombing. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh selama ini :

1. Pendidikan Dasar di SD N 002 Duri – Riau, Lulus tahun 1998

2. Pendidikan Lanjutan di SLTP Santo Yosef Duri – Riau, Lulus tahun 2001 3. Pendidikan Menengah di SMA N 2 Mandau Duri – Riau, Lulus tahun 2004 4. Tahun 2005 diterima pada Program Studi Budidaya Hutan Departemen

Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Kehutanan dan pernah menjadi anggota KMK USU tahun 2005/2006.

Penulis pernah melakukan Praktik Pengenalan Pengelolahan Hutan (P3H) pada 2 lokasi berbeda yaitu di hutan mangrove Batubara dan hutan pegunungan Lau Kawar. Selain itu penulis juga pernah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di IUPHHK PT. Andalas Merapi Timber, Kabupaten Solok Selatan – Sumatera Barat dan akhir kuliah penulis melaksanakan penelitian dengan judul Kualitas Kompos

Sampah Kota Dan Aplikasinya Pada Media Tanah Lahan Kritis Untuk Bibit Sengon (Paraserinthes falcataria) untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Judul ini penelitian ini adalah Kualitas Kompos Sampah Kota Dan Aplikasinya Pada Media Tanah Lahan Kritis Untuk Bibit Sengon (Paraserinthes falcataria).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Dr. Deni Elfiati SP.MP dan Dr.Ir. Hamidah Hanum SP.MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bapak Paris Sembiring di Pembibitan Sembiring Pasar V, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai Di Program Studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa stambuk ’04 dan ’05 yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2010


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK... i

ABSTRAT... ... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian... 4

Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Lahan Kritis... 5

Ciri – Ciri Lahan Kritis... 5

Tujuan Rehabilitas Lahan Kritis... 6

Kompos sampah kota... 7

Botani Sengon... 13

Habitat sengon... 14

METODOLOGI PENELITIAN A. Perbedaan Kualitas Kompos Lokasi dan Waktu Penelitian... 15

Alat dan Bahan... 15


(9)

Prosedur penelitian... 15

B. Pengaplikasian kompos pada bibit sengon Lokasi dan Waktu Penelitian... 18

Alat dan Bahan... 18

Metode Penelitian... 18

Prosedur pelaksanaan penelitian... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kualitas kompos... 23

Pertambahan tinggi... 23

Pertambahan diameter batang... 25

Pertambahan jumlah anak daun...26

Bobot kering tajuk dan akar... 28

Rasio tajuk akar... 28

Pembahasan Pembahasan... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 33

Saran... 33 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No.

Hal.

1. Kandungan unsur hara dalam kompos...12

2. Data analisis kompos...23

3. Rataan pertambahan tinggi tanaman sengon ...24

3. Rataan diameter batang tanaman sengon...25

4. Rataan pertambahan jumlah anak daun...27


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Proses pengomposan... 8

2. Diagram perbedaan tinggi sengon...25

3. Diagram perbedaan diameter batang sengon...26

4. Diagram peebedaan jumlah anak daun sengon...27


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Skema penanaman di rumah kasa...36

2. Prosedur menghitung kadar air kering udara...37

3. Data tinggi tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu...38

4. Data analisis sidik ragam tinggi sengon umur 13 minggu...38

5. Data diameter tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu...39

6. Data analisis sidik ragam diameter tanaman sengon umur 13 minggu...39

7. Data jumlah anak daun tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu...40

8. Data analisis sidik ragam jumlah anak daun sengon umur 13 minggu...40

9. Hasil analisis tanah...41

10.Data komposisi Effective Microorganisms 4 (EM4)...41


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tahun 1991, lahan tidak produktif atau juga diistilahkan sebagai lahan kritis menempati areal seluas 28 juta hektar. Dari luasan itu 13 juta hektar terdapat di areal lahan kering non hutan. Dari luasan ini yang berhasil dihijaukan dan dikonservasi baru sekitar 500.000 hektar tiap tahunnya. Hal ini terutama disebabkan rendahnya kemampuan masyarakat untuk melakukan usaha konservasi dan penghijauan sendiri (BPDAS-Pemalijratun, 2007).

Lahan kritis di Indonesia telah mencapai 28 juta hektar yang terdapat di kawasan hutan dan nonhutan. Namun pendekatan berdasarkan Daerah Aliran Sungai mempunyai potensi baik untuk dijadikan basis pengelolaan lahan kritis itu. Hal ini beranjak dari kenyataan bahwa terjadinya erosi umumnya bisa diketahui dengan pendekatan perubahan pola aliran sungai. Hampir semua sungai besar di tanah air dapat digolongkan ke dalam DAS – DAS kritis. Bukti dari hal ini adalah terjadinya banjir yang melanda banyak Daerah Aliran Sungai di seluruh tanah air yang merusak tidak hanya daerah permukaan penduduk tetapi areal pertanian (Setiadi, 2001).

Tanah menjadi kritis karena tidak adanya tanaman yang tumbuh di Permukaan tanah sehingga terkikisnya lapisan atas tanah yang merupakan media tumbuhnya tanaman. Dengan hilangnya lapisan tanah atas itu maka terjadi pula kehilangan unsur hara yang merupakan nutrisi tanaman yang tumbuh di tanah itu.

Atas dasar itu semakin nyata bahwa masalah lahan kritis sebetulnya tidak bisa dipisahkan dengan kualitas pengelolaan lahan atau tanaman. Dan memang telah banyak bukti menunjukkan bahwa lahan yang tidak dikelola sebagaimana mestinya pasti mengalami pemunduran kesuburannya. Pemunduran itu selain melalui pengurasan unsur hara melalui pembakaran pada waktu pembukaan lahan, juga sering terjadi melalui erosi tanah oleh air hujan, angin, dan atau dibeberapa negara oleh salju. Kehilangan unsur hara tersebut dapat menurunkan produktivitas lahan. Bila suatu lahan produktivitasnya telah rendah maka lahan itu akan ditinggalkan dan selanjutnya secara perlahan – lahan berubah menjadi semak belukar. Lahan seperti ini


(14)

tergolong tidak produktif. Lahan yang tidak produktif dan telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, atau biologi untuk selanjutnya merupakan istilah yang digunakan untuk lahan kritis.

Pada lahan kritis di Indonesia, seiring dengan perjalanan waktu kadar bahan organik tanah cenderung menurun yang akan menurunkan kesuburan tanah. Untuk itu perlu penggunaan bahan organik dalam pengelolaan lahan, salah satu sumber bahan organik yang potensial adalah sampah kota. Melalui pengomposan dengan memanfatkan bantuan mikroba dekomposer diharapkan terjadi percepatan waktu pengomposan sampah kota dan diperoleh kompos dengan kwalitas yang lebih baik. Kompos diketahui mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kompos mengandung hara makro dan mikro namun secara umum kadarnya rendah bergantung dari jenis bahan organiknya, Oleh karena itu diperlukan sumber hara lain yang berkadar hara tinggi yang dapat meningkatkan kadar hara kompos.

Tanaman sengon mampu memperbaiki struktur tanah dari lahan kritis karena akar sengon relatif menguntungkan dibandingkan akar pohon lainnya. Akar tunggangnya cukup kuat menembus ke dalam tanah. Semakin besar pohonnnya semakin dalam akar tunggangnya menembus ke dalam tanah. Sementara itu, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol ke permukaan tanah. Akar rambut tersebut justru dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah di sekitar pohon sengon akan menjadi subur. Dengan melihat sifat – sifat kelebihan akar sengon maka sungguh tepat jika sengon ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi. Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan penyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur (Hieronymus, 1992).

Pengomposan adalah proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik diubah menyerupai tanah seperti halnya humus atau mulsa. Kompos telah dipergunakan secara meluas selama ratusan tahun dalam menangani limbah pertanian sekaligus sebagai pupuk alami tanaman (Hadiwiyoto,1983).


(15)

Sampah adalah bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi (bahan bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya dan ditinjau dari segi sosial ekonomi tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. Jumlah dan komposisi sampah yang dihasilkan dalam suatu kota ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: (1) jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya; (2) tingkat pendapatan dan pola konsumsi masyarakat; (3) pola penyediaan kebutuhan hidup penduduknya; (4) iklim dan musim (Setiadi, 2001).

Oleh karena itu, penelitian Kualitas Kompos Sampah Kota Dan Aplikasinya Pada Media Tanah Lahan Kritis Untuk Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria) perlu dilakukan.


(16)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membandingkan kualitas kompos sampah kota tanpa EM4 dan kompos sampah kota dengan EM4.

2. Membandingkan pengaruh pemberian kompos sampah kota tanpa EM4 dan kompos sampah kota dengan EM4 pada bibit sengon yang diaplikasikan ke media tanah dari lahan kritis.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Kualitas kompos sampah kota tanpa EM4 berbeda dengan kompos sampah kota dengan EM4.

2. Pemberian kompos sampah kota berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit sengon.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memanfaatkan sisa – sisa sampah organik di kota medan sebagai kompos.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Lahan Kritis

Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan (BPDAS-Pemalijratun, 2007).

Lahan yang kritis memiliki potensi erosi yang sangat tinggi yang mengakibatkan lapisan – lapisan tanah tersebut terbawa hilang, sehingga dalam pelaksanaan konservasinya secara generatif harus menggunakan tanaman yang mampu menahan pengikisan tanah, meresapkan air dan mengembalikan totalitas daripada lahan kritis tersebut (Setiawan, 2003).

Lahan kritis mempunyai keterbatasan seperti sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang tidak baik serta topografi lahan yang kurang mendukung dalam berusahatani. Untuk meningkatkan produktivitas lahan kering ada beberapa cara yang perlu dilakukan seperti pemakaian varietas tanaman unggul, penerapan pola tanam yang sesuai dengan curah hujan, perbaikan teknik budidaya tanaman, serta usaha konservasi lahan sehingga kelestarian lahan dapat dijaga (Suprapto, 2000).

Ciri – Ciri Tanah Kritis

Ciri-ciri tanah kritis untuk budidaya tanaman yaitu tidak Subur dan miskin humus. Dimana tanah tidak subur adalah tanah yang sedikit mengandung mineral/hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Sedangkan tanah yang miskin humus umumnya kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian karena tanahnya kurang subur. Tanah Humus adalah tanah yang telah bercampur dengan daun dan ranting pohon yang telah membusuk (Setiadi, 2001).


(18)

Tujuan Rehabilitas Lahan Kritis

Menurut Setiadi (2001) langkah awal yang penting di dalam melaksanakan rehabilitas lahan kritis adalahan mengidentifikasi kendala – kendala utama yang akan berpengaruh dalam menetapkan tujuan dari penggunaan lahan tersebut mencakup : (a). Protektif yakni meningkatkan stabilitas lahan, mempercepat penutupan tanah dan

mengurangi surface run off dan erosi tanah.

(b). Produktif yakni mengarah pada peningkatan kesuburan tanah ( soil fertility) yang lebih produktif sehingga bisa diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu tetapi juga menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan dan buah-buahan) yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya.

(c). Konservatif yakni kegiatan untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami kearah peningkatan biodiversity spesies lokal serta penyelamatan dan pemanfaatan jenis – jenis tanaman potensial lokal yang telah langka.

Menurut Setiadi (2001) kendala utama dalam melakukan aktivitas rehabilitasi pada lahan kritis adalah kondisi lahanya yang kritis bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman dan tingkat keberhasilannya dalam melaksanakan rehabilitasi. Untuk dapat mengatasi masalah ini maka karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah perlu diketahui sehingga bisa diupayakan cara-cara perbaikannya yaitu :

a.Sifat Fisika Tanah

Sifat fisik tanah adalah sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, panas, air dan zat terlarut melalui tanah. Beberapa sifat fisika dapat mengalami penggarapan tanah. Sifat fisika tanah yan penting adalah tekstur tanah, struktur tanah, komposisi mineral, porositas, stabilitas, konsistensi, warna maupun suhu tanah. Sifat tanah berperan dalam aktivitas perakaran tanaman, baik dalam hal absorbsi unsur hara, air maupun oksigen juga sebagai pembatas gerakan akar tanaman (Hakim et

al.1986).

b. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah adalah semua peristiwa yang bersifat kimia yang terjadi pada tanah, baik pada permukaan maupun didalamnya. Rentetan peristiwa kimia


(19)

inilah yang menentukan ciri dan sifat tanag yang akan terbentuk dan berkembang (Hakim et al.1986).

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pH tanah melalui dua cara yaitu : pengaruh langsung ion hidrogen dan pengaruh tidak langsung yakni tidak tersedianya unsur hara tertentu dan adanya unsur – unsur yang beracun. Dari hasil penelitian di Amerika latin diketahui bahwa batas maksimum dari pH tanah untuk berbagai jenis tanaman yang masih perlu diberi kapur adalah pada pH 6. Batas pH yang dimaksud menunjukan bahwa diatas pH ini tanaman yang bersangkutan tidak lagi memerlukan kapur dan sebaliknya bila pH tanah dibawah nilai tersebut pertumbuhanya akan terganggu.

c. Sifat Biologi Tanah

Hilangnya lapisan tanah dan serasah sebagai sumber Carbon (C) untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktivitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur – unsur hara (Setiadi, 2001).

Kompos sampah kota

Kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan atau dekomposisi akibat adanya interaksi mikroorganisme yang bekerja didalamnya. Bahan – bahan organik yang biasa dipakai bisa berupa dedaunan, rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang telah gugur, air kencing hewan, dan sampah dapur (Redaksi Agromedia, 2007).

Sampah pasar sebagai bagian dari sampah kota diharapkan memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi daripada penggunaan kompos sampah kota yang selama ini digunakan. Namun untuk dapat bermanfaat bagi perbaikan tanah dan produksi tanaman maka sampah pasar harus mengalami proses pengomposan. Lamanya waktu pengomposan berpengaruh terhadap kualitas kompos yang dihasilkan. Sehubungan dengan upaya mendapatkan bahan baku kompos yang baik untuk produksi sayur organik, perlu dilakukan penelitian mengenai lama waktu pengomposan sampah pasar dan dibandingkan dengan penggunaan bahan organik lain yang bersumber dari


(20)

hewan yang banyak digunakan dewasa ini (Redaksi Agromedia, 2007).

Pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah. Pada tanah pasiran, pemberian kompos dapat meningkatkan daya ikat partikel tanah. Sedangkan pada tanah yang berat dapat mengurangi ikatan partikel tanah sehingga strukturnya menjadi remah. Kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Tetapi penggunaan kompos yang mutunya rendah misalnya belum cukup matang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karena C/N yang terlalu tinggi atau amonia yang dihasilkannya. Jika C/N kompos yang diberikan ke dalam tanah terlalu tinggi mengakibatkan tanaman kekurangan nitrogen (Sutejo, 2004).

Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas kation (KTK), ketersedian unsur hara, dan ketersedian asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos yang tidak lain bahan organik ini merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Dengan adanya kompos, fungi, bakteri serta mikroorganisme menguntungkan lainnya akan berkembang lebih cepat. Banyaknya mikroorganisme tanah yang menguntungkan dapat menambah kesuburan tanah (Razali, 2008).

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali dengan hasil akhir humus atau kompos. Hal ini bisa dilihat pada gambar dibawah :

Sumber :Nurhayati (2010)


(21)

Ada dua mekanisme proses pengomposan yakni pengomposan secara aerobik dan pengomposan secara anerobik. Dimana pengomposan secara aerobik membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik

Mikroba aerob

Bahan organik CO2 + H2O + unsur hara + humus + energi

Pengomposan secara anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen, yang melibatkan mikroorganisme anaerob. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi (Suhut dan Salundik, 2006). Faktor yang memepengaruhi proses pengomposan yaitu :

● Rasio C/N

Proses pengomposan akan berjalan baik jika rasio C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25 -35. Rasio C/N yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses pengomposan berlangsung lambat. Dimana keadaan ini disebabkan mikroorganisme yang terlibat dalam proses kekurangan nitrogen. Sedangkan jika terlalu rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia yang selanjutnya akan teroksidasi.

● Suhu pengomposan

Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40 – 60oC dengan suhu maksimum 75 oC. Jika suhu pengomposan mencapai 40 oC, aktivitas mikroorganisme mesofil akan digantikan oleh mikroorganisme termifil. Jika suhu mencapai 60 oC, fungi akan berhenti bekerja dan proses pengomposan dilanjutkan oleh aktinomisetes serta strain bakteri pembentuk spora (spore forming bacteria).

Suhu yang tinggi ini merupakan keadaan yang baik untuk menghasilkan kompos yang steril karena selama suhu pengomposan lebih dari 60 oC (dipertahankan selama tiga hari) mikroorganisme pathogen, parasit, dan benih gulma akan mati.

● Tingkat keasaman (pH)

Pengaturan pH selama proses pengomposan perlu dilakukan. Pada awal pengomposan, reaksi cenderung agak asam karena bahan organik yang dirombak menghasilkan asam – asam organik sederhana. Namun akan mulai naik sejalan dengan waktu pengomposan dan akhirnya akan stabil pada pH sekitar netral. Jika


(22)

bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan.

● Jenis mikroorganisme yang terlibat

Mikroorganisme diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu psikrofil, mesofil, dan termofil. Mikroorganisme mesofil dapat hidup pada suhu 25 - 40 oC, Mikroorganisme psikrofil dapat hidup pada suhu kurang dari 20 oC, Mikroorganisme termofil dapat hidup pada suhu 65 oC. Namun yang terlibat dalam proses pengomposan yaitu miroorganisme termofil dan mesofil.

Proses pengomposan bisa dipercepat dengan menambahkan aktivator yang kandungan bahannya berupa mikroorganisme (kultur bakteri), enzim, dan asam humat. Mikroorganisme yang ada dalam aktivator ini akan merangsang aktivitas mikrooraganisme yang ada dalam bahan kompos sehingga cepat berkembang. Akibatnya, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan semakin banyak dan proses dekomposisi akan semakin cepat.

● Aerasi

Aerasi (pengaturan udara) yang baik ke semua bagian tumpukan bahan kompos sangat penting untuk menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang dihasilkan. Karbondioksida yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat aktivitasnya.

Dimana pengaturan aerasi dilakukan dengan cara membalikkan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga dengan pergerakan udara secara alami kedalam tumpukan kompos melalui saluran aerasi yang dibuat dari batang bambu.

● Kelembaban (RH)

kelembaban opotimum untuk proses pengomposan aerobik sekitar 50 – 60 % setelah bahan organic dicampur. Kelembapan campuran baha kompos yang rendah (kekurangan air) akan menghambat proses pengomposan dan akan menguapkan nitrogen ke udara. Namun jika kelembapannya tinggi (kelebihan air) proses pertukaran udara dalam campuran bahan kompos akan terganggu. Pori – pori udara


(23)

dalam tumpukan bahan kompos akan terganggu. Pori – pori udara yang ada dalam tumpukan bahan kompos akan diisi air dan cenderung menimbulkan kondisi anaerobik.

● Struktur bahan baku

Sifat bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut antara lain jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman, proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogen tinggi, imbangan C/N yang sempit, serta kandungan lignin yang rendah.

● Ukuran bahan baku

Semakin kecil ukuran bahan (5-10 cm), proses pengomposan berlangsung semakin cepat. Hal ini karena adanya peningkatan luas permukaan bahan untuk ”diserang” mikroorganisme. Ukuran bahan yang kurang dari 5 cm akan mengurangi pergerakan udara yang masuk ke dalam timbunan dan pergerakan CO2 yang keluar. Sebaliknya, ukuran bahan yang terlalu besar meyebabkan luas permukaan yang ”diserang” akan menurun sehingga proses dekomposisi berlangsung lambat bahkan bisa berhenti sama sekali.

● Pengadukan (Homogenisasi)

Bahan baku kompos terdiri dari campuran berbagai bahan organik yang memiliki sifat terdekomposisi berbeda (ada yang mudah dan ada yang sukar terdekomposisi). Apabila campuran bahan ini tidak diaduk maka proses dekomposisi tidak berjalan secara merata. Akibatnya, kompos yang dihasilkan kurang bagus (Suhut dan Salundik, 2006).

Standar kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya, kadarnya sangat tergantung dari bahan baku atau proses pengomposan. Kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat kematanganya sempurna. Kompos yang matang biasa dikenali dengan memperhatikan keadaan bentuk fisiknya sebagai berikut :

1. Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin, mendekati suhu ruang.


(24)

2. Tidak mengeluarkan bau busuk lagi.

3. Bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna kehitaman. 4. Jika dilarutkan kedalam air, kompos yang sudah matang tidak akan larut. 5. Struktur remah, tidak menggumpal

Jika dianalisi di Laboratorium, kompos yang sudah matang akan memiliki ciri sebagai berikut :

1. Tingkat kemasaman (pH) kompos agak asam sampai netral (6,5 -7,5). 2. Memiliki C/N sebesar 10-20.

3. Kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, mencapai 110 me / 100gram. 4. Daya absorbsi (penyerapan) air tinggi

5. Mengandung unsure hara seperti yang tertera pada tabel 1. Tabel 1. Kandungan unsur hara dalam kompos yaitu :

Unsur hara Jumlah

Nitrogen (N) 1,33%

Fosfor (P2O5) 0,85%

Kalium (K2O) 0,36%

Kalsium (Ca) 5,61%

Zat besi (Fe) 2,1%

Seng (Zn) 285 ppm

Timah (Sn) 575 ppm

Tembaga (Cu) 65 ppm

Kadmium (Cd) 5 ppm

Humus 53,7%

Ph 7,2

Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan Budi ( 2005) dalam Suhut dan Salundik,2006.

Kesuburan dan kegemburan tanah akan terjaga jika kita selalu menambahkan bahan organik, salah satunya. Pemakaian kompos sangat dianjurkan karena dapat memperbaiki produktivitas tanah, baik secara fisik, kimia ataupun biologi tanah. Secara fisik, kompos bisa menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi dan drainase, meningkatkan pengikatan antar partikel dan kapasitas mengikat air sehingga dapat


(25)

mencegah erosi dan longsor, mengurangi tercucinya nitrogen terlarut, serta memperbaki daya olah tanah (Suhut dan Salundik, 2006).

Botani Sengon

Sengon yang dalam bahasa Latin disebut Albizia falcataria, termasuk famili

Mimosaceae, keluarga petai – petaian. Kadang – kadang sengon disebut pula ” albisia” yang sesungguhnya berasal dari bahasa Latin tersebut. Di Indonesia, sengon

memiliki beberapa nama daerah seperti berikut ini :

● Jawa : jeunjing, jeunjing laut (sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut atau sengon sabrang (jawa)

● Maluku: seia (ambon), sikat (banda), tawa (Ternate) dan gosui (tidore)

Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung yang tidak rimbun daunnya. Kita ketahui daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda sedangkan anak daunnya kecil – kecil dan mudah rontok ; daunnya yang rontok itu justru cepat meningkatkan kesuburan tanah. , Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen (N2) dan karbon dioksida (CO2) dari udara bebas.

Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga. Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin (Hieronymus, 1992).


(26)

Habitat Sengon

Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah Regosol, Aluvial, dan Latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 – 800 m dpl. Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ° – 27 °C. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000 mm. Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75% (Hieronymus, 1992).


(27)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu penelitian tentang perbedaan kualitas kompos dan pengaplikasian kompos sampah kota pada bibit sengon.

A. PERBEDAAN KUALITAS KOMPOS Lokasi dan Waktu penelitian

Pengomposan sampah kota dilaksanakan di Tempat Pengeringan Tanah, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan bulan September sampai November 2009.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, sekop, ember, terpal atau plastik besar, tali plastik, kamera dan alat tulis lainnya yang mendukung penelitian.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Bahan organik (rumput, sayuran, buah – buahan), Kotoran ternak (kotoran sapi), tanah dari lahan kritis di Simalingkar B , pupuk dolomit dari pasar 7 Padang Bulan, air, dan EM4.

Metode penelitian

Faktor perlakuan yang diuji terdiri dari 2 faktor yaitu Kompos sampah kota tanpa EM4 dan Kompos sampah kota dengan EM4. Dan dilanjutkan dengan uji T.

Pelaksanaan penelitian

1. Pengomposan Sampah kota berupa sampah organik secara tradisional

Bahan :

● Bahan organik (rumput, sayuran, buah – buahan, ampas makanan) masing – masing 30 kg

● Kotoran ternak (kotoran sapi) 10 kg

● Tanah dari lahan kritis di Simalingkar B sebanyak 20 kg

● Pupuk dolomit sebanyak 250 gram


(28)

Teknik pembuatan :

1. Semua bahan disiapkan

2. Bahan organik dicacah hingga ukurannya lebih kecil (sekitar 2 cm)

3. Cacahan bahan organik dicampurkan dengan kotoran ternak, tanah topsoil, dan pupuk dolomit lalu disiram dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk – aduk menggunakan sekop hingga semua bahan tercampur rata. Penambahan air dilakukan sampai kadar air campuran bahan 40 – 60%. Tandanya, jika campuran bahan tadi digenggam lalu dilepaskan lagi akan tetap menggumpal tetapi jika disentuh jari akan pecah.

4. Campuran bahan ditumpukan di atas lantai semen, lalu ditancapkan bambu yang sudah diberi lubang pada tumpukan bahan untuk memberikan sirkulasi udara. Tumpukan tersebut harus dibalik setiap minggu. Jika pada dua minggu pertama, tumpukan bahan terlalu kering harus disiram kembali. Pada minggu selanjutnya, tumpukan bahan kompos tidak perlu disiram lagi.

5. Diperiksa kematangan kompos dengan cara mengamati warnanya akan hitam dan masih basah atau lembab maka kompos yang dihasilkan bagus.

6. Kompos yang sudah jadi dikering anginkan dengan cara menebar tipis ditempat yang ternaungi (jangan terkena sinar matahari langsung).

7. Kompos yang sudah kering digiling atau diayak hingga ukurannya seragam dan halus.

2. Pengomposan Sampah kota berupa sampah organik dengan aktivator EM4 (Bokashi)

Bahan :

● Bahan organik (rumput, sayuran, buah – buahan, ampas makanan) masing-masing 30 kg

● Kotoran ternak (kotoran sapi) sebanyak 10 kg

● EM4 50 ml


(29)

Teknik pembuatan :

1. Semua bahan cair dicampurkan (EM4 dan air) dan diaduk rata

2. Bahan organik dicacah hingga ukurannya lebih kecil dan dicampur dengan kotoran ternak.

3. Campuran bahan padat disiram dengan larutan EM4, diaduk – aduk hingga larutan bercampur merata. Kadar air campuran bahan sekitar 30-40% yang ditandai dengan tidak adanya tetesan air jika bahan digenggam dan akan mekar jika genggaman bahan dilepas.

4. Campuran bahan ditumpukan diatas tempat kering dengan ketinggian 40 – 50 cm lalu ditutup dengan plastik atau terpal. Campuran bahan kompos juga bisa difermentasi dalam ember atau kantong plastik.

5. Suhu tumpukan bahan kompos dipertahankan 40 – 500C. Suhu bahan kompos harus dikontrol setiap hari dengan cara mengaduk – aduk bahan tersebut agar suhunya tidak tinggi.

6. Proses pengomposan dengan bantuan aktivator EM4 berlangsung selama 30 hari. Setelah 30 hari kompos matang dan siap digunakan.

Parameter yang diamati dari pengomposan ini yaitu kualitas kompos dengan menganalisis kandungan hara seperti C-organik, Ntotal, pH, C/N, P tersedia, K-dd, Al-dd, dan KTK.


(30)

B. APLIKASI KOMPOS PADA BIBIT SENGON Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2009 sampai Maret 2010.

Alat dan Bahan

Alat – alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah label nama, polibag, bak kecambah, ajir, handspray, kamera dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih sengon, air, pasir steril, pupuk majemuk NPK, dan contoh tanah dari lahan kritis di Simalingkar B.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu RAK (Rancangan Acak Kelompok) non faktorial. Dimana terdapat 9 kombinasi yang digunakan yaitu :

A = NPK

B = A + 5 gram kompos sampah kota secara tradisional C = A + 10 gram kompos sampah kota secara tradisional D = A + 15 gram kompos sampah kota secara tradisional E = A + 20 gram kompos sampah kota secara tradisional F = A + 5 gram kompos sampah kota dengan EM4 G = A + 10 gram kompos sampah kota dengan EM4 H = A + 15 gram kompos sampah kota dengan EM4 I = A + 20 gram kompos sampah kota dengan EM4

Dimana 9 kombinasi diulang sebanyak 3 kali sehingga didapat 27 sampel contoh untuk penelitian.

Menurut Sastrosupadi (2000) model Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang digunakan percobaan.di dalam percobaan ini adalah :

Y

ij =

µ + Bi + Kj +

ε

ij


(31)

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan kompos ke-i dan blok ke-j µ = rataan umum

Bi = pengaruh blok ke-i Kj = pengaruh kompos ke-j

εij = galat blok ke-i , kompos ke-j

selanjutnya dilakukan Analisis data dengan uji F hipotesis dengan kriteria adalah :

● jika F hitung > F tabel 5%, maka perlakuan berpengaruh nyata

artinya hipotesis penelitian (H1) diterima pada taraf uji 5%.

● jika F hitung < F tabel 5%, maka perlakuan berpengaruh tidak nyata Artinya (H0) diterima atau hipotesis penelitian salah (ditolak).

apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda Duncan pada taraf 5 %.


(32)

Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan analisis tanah dan kompos dilakukan di Labotarorium Central, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa kegiatan yaitu :

1. Penyediaan tanah

Tanah yang digunakan pada penelitian merupakan tanah bagian atas yang diambil dengan kedalaman 0 – 20cm. Jenis tanah yang digunakan adalah jenis Ultisol yang diambil dari daerah Simalingkar secara komposit. Tanah terlebih dahulu dikering anginkan selama 1 – 3 hari, lalu diayak dengan ayakan 20 mesh kemudian dianalisis. Analisis tanah meliputi pH, C-organik, N-total, C/N, P tesedia, K-dd, KTK dan Al-dd. Tanah dimasukkan ke polibag 1 kg/polibag dan disusun. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1.

2. Pengomposan sampah kota

Kompos sampah kota didapat dari sampah pasar tepatnya di pajak pagi pasar V yang terdiri dari sampah jenis sayur-sayuran dan buah-buahan.Dimana bahan- bahan ini dipotong kecil- kecil seperti dadu. Kemudian diberi perlakuan yaitu memakai EM4 dan tanpa EM4. Kemudian kompos dengan EM4 ditutup selama 1 bulan sedangkan kompos tanpa EM4 ditutup selama 1 bulan 20 hari. Setelah itu kompos dikering anginkan selama 1 hari lalu diayak memakai ayakan 20 mesh. Setelah diayak kompos dianalisis. Analisis kompos meliputi pH, C-organik, N-total, C/N, P tesedia, K-dd, KTK dan Al-dd. 3. Pengukuran kadar air kering udara dan kadar air kapasitas lapang

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui jumlah air penyiraman setiap perlakuan. Prosedur pengukuran kadar kering udara dan kapasitas lapang dapat dilihat pada lampiran 2.

4. Penyedian bibit

Bibit didapat dari tempat Pembibitan Sembiring di pasar 7 Padang Bulan. Dimana bibit berumur 1 bulan 10 hari dengan tinggi rata- rata hampir sama dengan tinggi 3,5 cm – 4 cm dan diameter 0,1 cm.


(33)

5. Pencampuran media tumbuh

Media tanam yang digunakan adalah kompos sampah kota dan tanah dari Simalingkar B dengan perbandingan yang telah ditentukan lalu dilakukan pencampuran sesuai dengan perbandingan tersebut. Kemudian komposisi media dimasukkan dalam polibag dengan 9 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan. Selanjutnya dilakukan masa inkubasi selama 3 hari untuk menyatunya tanah dengan kompos.

6. Pemindahan bibit ke media tanam dan pemberian pupuk

Bibit yang telah disediakan dipindahkan ke dalam polibag yang telah diisi dengan tanah dicampur dengan kompos sesuai perbandingan. Kemudian diberi pupuk NPK dengan dosis 12 butir setiap polibag. Hal ini disesuaikan dari rekomendasi pembibitan sengon.

7. Penyiraman dan Pemeliharaan

Setelah bibit dipindahkan ke polibag tanaman kemudian disiram sesuai dengan takaran air yang didapat dari analisis data pengukuran kadar air. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan aqua cup tetapi disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Jika media masih lembab maka tidak perlu disiram karena akan menyebabkan busuk akar. Kemudian dilakukan penyiangan pada tanaman ketika rumput atau gulma mulai muncul agar tidak mengganggu perakaran tanaman.

8. Parameter pengamatan a. Pertambahan tinggi

Tinggi tanaman diukur seminggu sekali dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi tanaman ini dimulai dari bagian batang tanaman diatas permukaan tanah sampai pucuk daun yang tertinggi.

b. Pertambahan diameter

Pengukuran diameter dilakukan seminggu sekali dengan menggunakan jangka sorong. Setiap melakukan pengukuran diameter tanaman dilakukan dua kali agar data yang diperoleh lebih akurat.


(34)

c. Jumlah daun

Jumlah daun juga diukur seminggu sekali dengan menghitung jumlah daun yang ada pada tanaman.

d. Bobot kering tajuk dan bobot kering akar

Pada saat tanaman berumur 13 minggu setelah tanam maka dilakukan pemotongan bagian atas tanaman (batang dan daun). Untuk mendapatkan rasio tajuk akar, bagian atas tanaman (batang dan daun) dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan selama 24 jam dengan suhu 600C – 800C. Hal diatas juga dilakukan pada bagian bawah tanaman (akar) dimana bagian akar dipisahkan, dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan ke dalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuaan. Kemudian diovenkan selama 24 jam dengan suhu 600C -800C.Lalu ditimbang berat kering dari bagian atas tanaman (batang dan daun) dan bagian bawah tanaman(akar) tersebut. Setelah itu dicatat data yang didapat dan dihitung dengan menggunakan rumus rasio tajuk akar

e. Rasio tajuk akar


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kualitas kompos

Hasil penelitian didapat bahwa kualitas kompos yang baik yaitu kompos sampah kota dengan EM4. Dimana pH kompos dengan EM4 adalah 7,41 sedangkan pH kompos tradisional 7,82. Dan nilai C/N nya lebih tinggi dari nilai C/N pada kompos tradisional yaitu 7,81 sedangkan kompos tradisional 6,65. Hal ini sesuai dengan Suhut dan Salundik (2006) yang menyatakan bahwa kompos yang baik dan sudah matang tingkat keasamannya (pH) berkisar antara 6,5 – 7,5 dan memiliki C/N sebesar 10-20. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data analisis kompos dengan EM4 dan kompos tanpa EM4 Karakteristik

kompos

Satuan Nilai

Komp.trad komp.EM4

pH H2O - 7,82 7,41

C-Organik % 3,19 3,36

N-Total % 0,48 0,43

C/N - 6,65 7,81

P tersedia ppm 12,34 7,04

K-dd me/100gr 1,26 1,01

KTK me/100gr 14,51 13,98

Al-dd me/100gr Tt Tt

Keterangan:

Komp.trad : kompos sampah kota secara tradisional Komp.EM4: kompos sampah kota dengan EM4 tt : tidak terdeteksi

Pertambahan Tinggi

Hasil pengukuran dan analisis sidik ragam tinggi tanaman sengon terdapat pada lampiran 3 dan 4 didapat tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman sengon. Dimana rataan tinggi tanaman sengon umur 4 minggu sampai 13 minggu dapat dilihat pada tabel 3.


(36)

Tabel 3. Data rataan tinggi tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu

Perlakuan

Pengamatan pada minggu ke-

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 ……….cm………

A 3.67 4.5 5.33 5.67 6.83 8.83 12.67 14.67 18.33 22.00

B 3.83 5.33 5.67 6.33 7.50 8.33 10.00 11.67 15.00 16.33

C 4.00 5.00 5.50 6.33 7.50 9.00 10.67 11.50 14.50 18.50

D 3.83 4.33 5.33 6.33 8.00 10.83 14.84 17.00 21.00 22.83

E 4.00 4.67 5.50 6.50 7.67 9.83 12.83 14.83 18.67 22.83

F 3.67 4.00 4.83 6.00 7.67 9.50 12.00 14.00 17.50 21.00

G 3.67 4.17 5.00 6.33 8.33 10.67 13.67 15.83 20.67 24.83

H 4.17 4.83 5.50 6.67 8.17 10.67 12.50 13.00 18.67 22.67

I 3.83 4.33 5.50 5.50 7.17 9.00 11.17 12.17 16.50 19.33

Keterangan :

A : NPK

B : A + 5gr kompos tradisional

C : A + 10gr kompos tradisional

D : A + 15gr kompos tradisional

E : A + 20gr kompos tradisional

F : A + 5gr kompos dengan EM4

G : A + 10gr kompos dengan EM4

H : A + 15gr kompos dengan EM4

I : A + 20gr kompos dengan EM4

Dengan memberikan beberapa dosis kompos sampah kota terhadap bibit sengon dapat dilihat bahwa rataan tinggi yang lebih tinggi terdapat pada dosis perlakuan G (NPK + 10 gr kompos sampah kota dengan EM4) yaitu 24,83 cm yang didapat pada waktu 13 minggu dimana pada saat awal penanaman tinggi bibit sengon yaitu 3,67cm. Dan dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan maka tinggi tanaman semakin berkurang. Jadi tanaman sengon akan tumbuh baik apabila diberikan dosis yaitu 10 gr kompos sampah kota dengan EM4. Dari tabel diatas dapat juga diambil kesimpulan bahwa dosis yang baik untuk pertumbuhan tanaman sengon terdapat pada perlakuan D (NPK+15 gr kompos tradisional), E (NPK + 20gr kompos tradisional), G (NPK+ 10gr kompos dengan EM4) dan perlakuan H (NPK+ 15 gr kompos EM4) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan Kontrol. Jadi tinggi tanaman sengon lebih baik dengan menggunakan kompos dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.


(37)

0 5 10 15 20 25 Tinggi tanam an (cm )

A B C D E F G H I

Perlakuan

4 minggu 13 minggu

Gambar 2.Diagram perbedaan tinggi tanaman sengon umur 4 minggu dan 13 minggu pada perlakuan kompos sampah kota

Pertambahan diameter batang

Hasil pengukuran dan analisis sidik ragam diameter tanaman terdapat pada lampiran 5 dan 6 didapat bahwa aplikasi kompos tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tanaman sengon. Dimana rataan diameter tanaman sengon umur 4 minggu sampai 13 minggu dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan diameter batang tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu

Keterangan :

A : NPK

B : A + 5gr kompos tradisional

C : A + 10gr kompos tradisional

D : A + 15gr kompos tradisional

E : A + 20gr kompos tradisional

F : A + 5gr kompos dengan EM4

G : A + 10gr kompos dengan EM4

H : A + 15gr kompos dengan EM4

I : A +20gr kompos dengan EM4

Perlakuan Pengamatan pada minggu ke –

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 ………..mm………...

A 1,0 1,0 1,0 1,0 1,4 1,8 2,6 2,6 3,6 3,6

B 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,7 1,9 1,9 2,3 2,2

C 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,4 1,9 1,9 2,2 3,0

D 1,0 1,0 1,0 1,0 1,8 2,2 2,2 2,3 3,3 3,9

E 1,0 1,0 1,0 1,0 2,2 1,7 2,5 2,6 3,2 3,7

F 1,0 1,0 1,0 1,0 1,4 1,7 2,5 2,5 2,6 3,3

G 1,0 1,0 1,0 1,0 1,8 2,1 2,9 2,9 3,3 3,6

H 1,0 1,0 1,0 1,0 2,2 2,1 2,5 2,6 3,6 3,3


(38)

36

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian beberapa dosis kompos sampah kota terhadap bibit sengon yang baik terdapat pada perlakuan D (NPK+15 gr kompos tradisional) dan perlakuan E (NPK+ 20 gr kompos tradisional) dibandingkan dengan perlakuan pada kontrol dan perlakuan pemberian kompos dengan EM4. Hal ini dapat dilihat pada gambar 3.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

diameter tanaman (mm)

A B C D E F G H I

Perlakuan

4 minggu 13 minggu

Gambar 3. Diagram perbedaan diameter batang tanaman sengon umur 4 minggu dan 13 minggu pada perlakuan kompos sampah kota

Pertambahan jumlah anak daun

Hasil pengukuran dan analisis sidik ragam jumlah anak daun terdapat pada lampiran 7 dan 8 didapat bahwa aplikasi kompos tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun tanaman sengon. Dimana rataan jumlah anak daun tanaman sengon umur 4 minggu sampai 13 minggu dapat dilihat pada tabel 5.


(39)

37

Perlakuan 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 ………..helai………..

A 11 8 10 16 21 27 39 46 57 59

B 10 9 11 15 20 25 35 40 45 47

C 11 11 12 14 18 24 30 38 47 51

D 10 12 11 18 23 28 33 36 53 59

E 11 9 11 17 21 28 38 47 53 37

F 11 8 11 16 22 28 37 39 49 61

G 11 8 11 18 23 35 45 51 61 76

H 10 7 10 17 23 30 38 40 52 65

I 10 11 10 16 22 29 34 44 53 63 Dari tabel 5. diatas dapat disimpulkan bahwa pada umur 4 minggu dan 5 minggu jumlah anak daun berkurang. Hal ini terjadi dikarenakan terjadinya keguguran daun. Dan pemberian beberapa dosis kompos sampah kota dengan EM4 menghasilkan jumlah anak daun pada perlakuan G (NPK + 10 gr kompos dengan EM4), perlakuan H(NPK+15 gr kompos dengan EM4), perlakuan I (NPK +20gr kompos dengan EM4) dan perlakuan F (NPK+5gr kompos dengan EM4) lebih banyak dari pada perlakuan kontrol dan pemberian kompos tanpa EM4 terhadap bibit sengon. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Jumlah anak daun (helai)

A B C D E F G H I

Perlakuan

4 minggu 13 minggu

Gambar 4. Diagram perbedaan jumlah anak daun tanaman sengon umur 4 minggu dan 13minggu pada perlakuan kompos sampah kota

Bobot kering tajuk dan Bobot kering akar

Hasil penelitian didapat bobot kering tajuk yang tinggi terdapat pada perlakuan G (NPK + 10 gr kompos dengan EM4) yaitu 23,8 dan D (NPK + 15 gr kompos tradisional)


(40)

38

yaitu 22,7. Untuk bobot kering akar yang tinggi terdapat pada perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan jumlah akar tunggang pada perlakuan kontrol lebih banyak daripada jumlah akar tunggang pada perlakuan dosis. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data bobot kering tajuk, bobot kering akar tanaman sengon dan rasio tajuk akar tanaman sengon umur 4 minggu sampai 13 minggu

Perlakuan Bobot kering tajuk Bobot kering akar Rasio tajuk akar 1 2 3 1 2 3

...gram...

A 5,4 9,2 5,5 2,5 3,1 1,8 2,7 B 5,0 5,0 *5,0 0,8 0,8 *0,8 6,2 C 6,4 5,4 4,0 1,9 1,3 0,4 4,4 D 5,2 9,2 8,3 1,1 1,0 1,8 5,8 E 8,5 4,5 8,0 2,1 0,7 0,7 6,0 F 4,8 3,8 7,3 0,8 2,0 1,0 4,2 G 7,3 10,1 6,4 1,0 2,1 0,9 5,9 H 6,6 7,7 7,8 2,1 1,9 2,1 3,6 I 3,5 6,3 5,4 0,8 0,8 1,4 5,1

Keterangan:

*

= data diprediksi

Rasio tajuk akar

Berdasarkan hasil analisis data didapat bahwa rasio tajuk akar yang paling besar yaitu terdapat pada dosis perlakuan B (NPK + 5gr kompos sampah kota secara tradisional) yaitu sebesar 6,25 dan rasio tajuk akar yang paling sedikit terdapat pada dosis perlakuan A (NPK). Data ini didapat dari hasil pembagian antara rataan berat tajuk dan rataan berat akar. Hal ini dapat dilihat dari gambar 5.


(41)

39

0 1 2 3 4 5 6 7

rasio tajuk akar

A B C D E F G H I

Perlakuan

Rasio tajuk akar

Gambar 5. Diagram perbedaan rasio tajuk akar bibit sengon umur 4 minggu sampai 13 minggu pada perlakuan kompos sampah kota

Pembahasan

Hasil proses pengomposan didapat bahwa kualitas kompos yang baik yaitu kompos sampah kota dengan EM4. Dimana pH kompos dengan EM4 adalah 7,41 sedangkan pH kompos tradisional 7,82. Dan nilai C/N nya lebih tinggi dari nilai C/N pada kompos tradisional yaitu 7,81 sedangkan kompos tradisional 6,65. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhut dan Salundik (2006) yang mengatakan bahwa kompos yang baik dan sudah matang tingkat keasamannya (pH) berkisar antara 6,5 – 7,5 dan memiliki C/N sebesar 10-20 dan untuk KTK sebesar 110me/100g. Sedangkan untuk hasil analisis kompos nilai C/N yang didapat pada kompos tanpa EM4 yaitu 6,65 dan kompos dengan EM4 yaitu 7,81.Untuk KTK nya sebesar 14,51 (me/100g). Padahal nisbah C/N dari bahan organik merupakan faktor yang sangat penting dalam pengomposan. Transformasi organik menjadi pupuk didominasi oleh proses mikrobiologi dan dipengaruhi nisbah C/N bahan yang ada dalam residu kompos. Selama proses pengomposan mikroorganisme, diperlukan sumber karbon untuk menyediakan energi dan bahan untuk membentuk sel-sel baru serta memerlukan nitrogen (N) untuk mensintesis protein. Agar optimal, keperluan karbon dan nitrogen untuk pengomposan adalah 30-40. Dan untukkandungan C-Organik pada kompos turun karena bahan organik mengalami dekomposisi yang dibantu mikroorganisme yang diberikan yaitu EM-4. Dimana komposisi dari EM4 dapat dilihat pada lampiran 10. Pada proses dekomposisi secara aerobik, mikroorganisme yang menggunakan oksigen untuk menguraikan bahan organik dan mengasimilasi karbon,


(42)

40

nitrogen, fosfor, sulfur dan unsur lainnya, untuk mensintesa protoplasma sel mereka. Karbon berguna sebagai sumber energi dan pembangun protoplasma selnya, jumlah karbon yang diasimilasi lebih besar dibandingkan nitrogen. Umumnya sekitar 2/3 dari karbon dibebaskan sebagai CO2 dan 1/3 bagian bersenyawa dengan nitrogen dalam sel hidup mikroorganisme.

Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas kation (KTK), ketersedian unsur hara, dan ketersedian asam humat. Asam humat akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. Secara biologi, kompos yang tidak lain bahan organic ini merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Dengan adanya kompos, fungi, bakteri serta mikroorganisme menguntungkan lainnya akan berkembang lebih cepat. Banyaknya mikroorganisme tanah yang menguntungkan dapat menambah kesuburan tanah.

Pada hasil pengomposan, kandungan unsur hara yang ada dalam kompos yang diteliti rendah . Hal ini disebabkan saat proses pengomposan kandungan N pada sayur yang masih segar 1,29 % namun setelah pengomposan 30 hari menjadi 1,11%. Kandungan C-Organik pada sayur yang masih segar 14,42 %, setelah mengalami pengomposan selama 45 hari menjadi 13,65 %, Kandungan K pada sayur yang masih segar 0,00058%, setelah mengalami pengomposan selama 30 hari menjadi 1,22 persen. Padahal kita ketahui bahwa kandungan unsur hara Nitrogen (N) yang baik dalam kompos yaitu 1,33%. Sehingga saat proses pengomposan berlangsung kompos yang dihasilkan tidak terlalu baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutedjo (2004) yang menyatakan bahwa jika kadar N cukup tinggi, maka kompos cukup baik sebagai sumber hara, tetapi kadar unsur mikro (Fe, Mn, Cu dan Za) tidak boleh terlalu tinggi.

Pada saat proses pengomposan, kompos sampah kota dengan EM4 berlangsung dengan cepat dibandingkan dengan proses pengomposan sampah kota tanpa EM4. Hal ini diakibatkan faktor penggunaan EM4, dimana EM4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme bermanfaat dan hidup secara alami serta digunakan sebagai inokulan sehingga terdapat keragaman mikroorganisme tanah. Hal ini dapat meningkatkan kualitas tanah, kesehatan tanah, pertumbuhan serta kualitas tanaman. EM4 sangat efektif untuk menginokulasi sampah seperti sampah organik, untuk mempercepat penguraian sampah organik. Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 adalah bakteri asam laktat, ragi,


(43)

41

Actinomycetes dan bakteri fotosintesis, mampu bersimbiosis satu dengan yang lain sehingga efektif dalam menguraikan sampah. Manfaat EM-4 Pertanian yaitu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen dan meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi. Sehingga tanaman pada perlakuan pemberian kompos EM4 lebih tahan terhadap serangan hama dibandingkan dengan tanaman pada kontrol dan perlakuan pemberian kompos tradisional. Hal ini dapat dibuktikan dengan pada minggu ketiga, tanaman sengon pada perlakuan kontrol terkena serangan hama dan kemudian disusul minggu keempat tanaman sengon dengan perlakuan pemberian kompos tradisional.

Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 4, 6 dan 8 didapat bahwa pemberian kompos sampah kota terhadap sengon tidak berpengaruh nyata, baik dilihat dari tinggi, diameter batang dan jumlah anak daun. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor kompos berupa kualitas kompos, kandungan hara, sifat kompos dan pemberian dosis dan faktor dari tanaman sengon, dimana sengon merupakan tanaman yang fast growing dan tanaman toleran.

Dari beberapa perlakuan didapat bahwa tinggi tanaman dan jumlah anak daun yang baik terdapat pada perlakuan G (NPK+ 10gr kompos dengan EM4) dan H (NPK+15 gr kompos dengan EM4). Sedangkan dari pengamatan diameter didapat bahwa diameter tanaman sengon yang baik terdapat pada perlakuan D(NPK +15 gr kompos tradisional) dan E (NPK+20 gr kompos tradisional). Hal ini menunjukan bahwa tanaman sengon akan tumbuh dengan baik pada dosis perlakuan D, E, G, dan perlakuan H . Sedangkan menurut Hieronymus (1992) menyatakan bahwa tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah Regosol, Aluvial, dan Latosol dengan pH 6-7. Sementara dari hasil analisis tanah pada lampiran 9 didapat bahwa pH contoh tanah dari Simalingkar B sebesar 4,65. Oleh karena itu kompos ini dapat diaplikasikan ke tanah lahan kritis untuk memperbaiki struktur tanah dengan baik.


(44)

42

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan


(45)

43

1. Kualitas kompos sampah kota dengan EM4 lebih baik dari kompos sampah kota tanpa EM4

2. Pertumbuhan bibit sengon pada perlakuan G (NPK+ 10 gr kompos dengan EM4), H (NPK+15 gr kompos dengan EM4), D (NPK+ 15 gr kompos tradisional) dan E (NPK+20 gr kompos tradisional) lebih baik dibandingkan dengan bibit yang hanya diberi NPK saja.

Saran

Untuk menghasilkan bibit sengon yang baik pada media tanah lahan kritis perlu diaplikasikan kompos sampah kota sesuai dengan dosis pada perlakuan G (NPK+ 10 gr kompos dengan EM4) dan H (NPK+15 gr kompos dengan EM4), atau pada D (NPK+ 15 gr kompos tradisional) dan E (NPK+20 gr kompos tradisional).

DAFTAR PUSTAKA

BPDAS-Pemalijratun. 2007. Lahan Kritis

pemalijratun.net/index.php.article lahan-kritis:wilayah-kerja. [13 Maret 2009] Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu.Jakarta


(46)

44

Hakim , N.M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.E. Nugroho, M.A.Diha, Go, Ban Hong, H.H. Bailey.1986. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.

.

Hasibuan, B.E. 2006. Pengolalaan Tanah dan Air, Lahan marginal. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Hieronymus, B. 1992.Budidaya Sengon. Kanisius. Yogyakarta.

Isroi. 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor.

Mawar, D. 2008. Pengaruh Pembalikan, OrgadeK Dan Nitrogen Terhadap Laju Pengomposan Sampah Organik Serta Kualitas Kompos Yang Terbentuk Dalam Rangka Perbaikan Kebersihan Lingkungan Hidup. http://library.usu.ac.id. [26 Februari 2009]

Nurhayati. 2010. Pemanfaatan Kompos Sampah Pasar untuk Budidaya Sawi Organik.UISU. Medan. http://www.bitra.or.id. [ 7 Juni 2010]

Razali. 2008. Pengomposan Dan Pengaruh Pemberian Kompos, Pupuk Biologi Serta Amandemen Terhadap Pertumbuhan, Ketersediaan Dan Serapan Hara Tanaman Kedelai Pada Tanah Ultisol Langkat.

Redaksi Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Agromedia. Jakarta

Sastrosupadi, A.2000. Rancangan percobaan praktis di bidang pertanian edisi revisi. Kanisius. Yogyakarta.

Setiadi,Y. 2001. Peran Mikoriza Arbuskula Untuk Merehabilitas Lahan Kritis Pasca Tambang. Makalah Disamapaikan Pada Workshop Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Tanaman Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan. Tanggal 5 -10 Oktober 1998. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Setiawan. A.I. 2003. Penghijauan Lahan Kritis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhut, S dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia. Jakarta. Suprapto. 2000. Berbagai Masukan Teknologi Untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan

Marginal.http://:www.pustaka.deptan.go.id.[13 Maret 2009]


(47)

45

Lampiran 1. Skema penanaman di rumah kasa

A2

A1 A3


(48)

46

C1

C2 C3

D1 D2 D3

E1 E2 E3

F1 F2 F3

G1 G3

H3 H1

G2

H2


(49)

47

Lampiran 2. Prosedur menghitung kadar air kering udara

Adapun langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut :

b. Ditimbang 10 gr tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam cawan.

c. Dimasukkan cawan ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 1050C.

d. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator pendingin lalu ditimbang dan akhirnya

diperoleh data berat kering konstan.

e. Kemudian dihitung persentase kadar air kering udara dengan rumus

BTKU – BTKO

% KA = X 100% BTKO

Ket :

% KA : persentase kadar air

BTKU : Berat tanah kering udara BTKO : Berat tanah kering diovenkan Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air kapasitas lapang tanah unttuk menentukkan jumlah air yang akan diberikan pada tanaman. Prosedur pengukuran kadar air kapasitas lapang adalah sebagai berikut :

a. Disiapkan gelas ukur dengan ukuran 300 ml

b. Pasir dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 1/3 dari gelas ukur. c. Pipet plastik diletakkan ditengah – tengah gelas ukur diatas pasir.

d. Tanah kering udara dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 2/3 dari gelas ukur.

e. Dimasukkan air sedikit demi sedikit sampai batas permukaan pasir. f. Gelas ukur ditutup dengan plastik dan diberi lubang pada pipet.

g. Dibiarkan selama 24 jam.

h. Diambil tanah pada bagian tengah sebanyak 10 gr kemudian diletakkan pada cawan

timbang yang bersih dan kering.

i. Cawan timbang yang berisi 10 gram kemudian dimasukkan kedalam oven selama 24

jam pada suhu 1050C.

j. Dikeluarkan dari oven kemudian cawan beserta tanahnya diletakkan ke dalam

desikator pendingin lalu ditimbang.

k. Dihitung kadar air tanah berdasarkan bobot kering oven dengan suhu 1050C dengan

rumus sebagai berikut:

BTKL – BTKO

% KL = X 100% BTKO

Keterangan :

KL : Kapasitas lapang

BTKL : Berat tanah awal


(50)

Lampiran 3. Data tinggi tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu

Perlakuan Ulangan Pengamatan pada minggu ke-

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

A (NPK)

...cm...

1 4.0 4.5 5.0 6.0 7.0 9.5 13.0 15.0 19.0 24..5

2 3.5 5.0 6.5 6.0 7.5 9.5 15.0 17.0 21.0 25.0

3 3.5 4.0 4.5 5.0 6.0 7.5 10.0 12.0 15.0 16..5

B

(A + 5 gr komp. trad)

1 4.0 6.0 6.5 7.0 8.0 9.0 11.0 13.0 16.0 21.0

2 4.0 5.5 5.0 6.0 7.5 9.0 12.0 14.0 21.0 28.0

3 3.5 4.5 5.5 6.0 7.0 7.0 7.0 8.0 8.0 0

C

(A + 10 gr komp. trad)

1 4.0 5.0 5.5 6.0 7.0 9.0 12..5 13.0 17.0 21.0

2 3.5 4.5 5.5 7.0 8.0 9.5 11.0 13.0 16..5 21..5

3 4.5 5.5 5.5 6.0 7.5 8.5 8.5 8.5 10.0 13.0

D

(A + 15 gr komp. trad)

1 4.0 4.0 4.5 6.0 7.0 10.0 11.0 12.0 14..5 17.0

2 3.5 4.0 5.0 6.0 8.0 11.5 18.0 20..5 24..5 34..5

3 4.0 5.0 6.5 7.0 9.0 11.0 15..5 18..5 24.0 29..5

E

(A + 20 gr komp. trad)

1 4.5 5.0 6.5 7.0 9.0 11.5 16.0 18.0 22.0 26.0

2 3.0 3.5 4.5 5.5 6.0 9.0 12..5 14.0 18.0 22..5

3 4.5 5.5 5.5 7.0 8.0 9.0 10.0 12..5 16.0 20.0

F

(A + 5 gr komp.EM4)

1 3.5 3.5 4.5 5.5 6.0 8.0 11.0 12..5 17.0 22.0

2 4.0 4.5 5.5 6.5 8.0 10.0 12.0 14.0 15.0 18.0

3 3.5 4.0 4.5 6.0 9.0 10.5 13.0 15..5 20..5 23.0

G

(A + 10 gr komp.EM4)

1 3.5 3.5 4.5 5.5 7.0 9.0 11.0 13.0 17..5 22.0

2 3.5 4.0 5.5 6.5 9.0 11.5 16.0 18.0 24.0 29.0

3 4.0 5.0 5.0 7.0 9.0 11.5 14.0 16..5 20.5 23..5

H

(A + 15 gr komp.EM4)

1 4.5 5.0 6.0 7.0 9.0 11.5 12..5 12..5 16..5 21.0

2 4.0 4.5 6.0 7.0 8.0 10.5 13.0 13..5 17..5 21.0

3 4.0 5.0 4.5 6.0 7.5 10.0 12.0 13.0 22.0 26.0

I

(A + 20 gr komp.EM4)

1 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 8.0 9.0 12.0 15.0

2 3.5 4.0 4.5 5.0 7.0 11.0 13.0 13..5 20.0 23.0

3 4.5 5.0 6.0 6.5 9.0 10.0 12..5 14.0 17..5 20.0

Lampiran 4. Data analisis sidik ragam tinggi tanaman sengon umur 13 minggu Sidik keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah

F.Hitung F.Tabel

5% 1%

Ulangan 2 130.6667 65.33335 1.693762 3,63 6,23

Perlakuan 8 226.1667 28.27084 0.732919 2.59 3,89

Galat 16 617.1667 38.57292

Total 26 974

38,57292 Koefisien keragaman (KK) =

21,5 = 0,28


(51)

49

Lampiran 5. Data diameter tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu

Perlakuan Ulangan Pengamatan pada minggu ke-

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

A (NPK)

………mm………..

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,3 2,3 3,3 3,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2. 2,2 3,3 3,3 4,2 4,2

3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 3,3 3,3

B

(A + 5 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,2 2,3 3,3 3,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,1 2,3 3,3

3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1,4 1,4 1,4 0

C

(A + 10 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1,1 2,1 2,1 2,3 3,3

3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1,4 1,4 2,1 2,3

D

(A + 15 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,2 2,1 2,3 3,3 3,4

2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,2 2,3 2,3 3,3 4,2

3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,3 3,3 4,2

E

(A + 20 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 3,3 3,3 4,1 4,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,4

3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 1.0 2,1 2,1 2,3 3,4

F

(A + 5 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,3 3,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2.0 2,1 2,1 2,3 3,3

3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,2 3,3 3,3 3,3 3,2

G

(A + 10 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2.0 2,1 2,1 2,3 3,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,3 3,3 3,3 4,2 4,4

3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 3,3 3,3 3,3 3,2

H

(A + 15 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 3,3 3,3 4,1 3,3

3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,4

I

(A + 20 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,1 2,3

2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,1 3,3 3,3

3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,3

Lampiran 6. Data analisis sidik ragam diameter tanaman sengon umur 13 minggu

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah

F.Hitung F.tabel 5% 1% Ulangan 2 0.022822 0.011411 2.09429 3.63 3,23 Perlakuan 8 0.065867 0.008233 1.511092 2.59 3,89

Galat 16 0.087178 0.005449

Total 26 0.175867

Koefisien keragaman (KK) = 0,07382 0,328 = 0,22


(52)

50

Lampiran 7. Data jumlah anak daun tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu

Perlakuan Ulangan Pengamatan pada minggu ke-

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

A (NPK)

………..helai………..

1 10 9 10 16 20 26 32 38 51 64

2 10 8 8 16 22 34 48 60 70 64

3 12 8 12 16 22 22 38 39 50 48

B

(A + 5 gr komp. trad)

1 10 10 12 16 23 28 38 48 56 65

2 10 8 8 12 16 22 40 40 56 76

3 10 10 12 16 22 26 26 32 24 0

C

(A + 10 gr komp. trad)

1 10 12 14 16 22 24 32 36 38 52

2 12 12 16 18 23 32 36 44 60 55

3 10 9 6 7 10 16 22 34 42 46

D

(A + 15 gr komp. trad)

1 10 12 10 14 20 26 34 32 38 48

2 10 11 12 20 24 28 24 32 60 66

3 10 12 12 20 24 30 40 44 60 64

E

(A + 20 gr komp. trad)

1 10 12 12 20 24 34 44 54 56 74

2 12 8 10 14 22 28 38 48 64 56

3 12 8 12 16 16 22 32 40 40 56

F

(A + 5 gr komp.EM4)

1 10 8 12 16 22 28 36 44 44 56

2 12 8 12 16 22 28 34 34 46 58

3 10 8 8 16 22 28 40 38 58 70

G

(A + 10 gr komp.EM4)

1 10 8 8 12 16 22 40 38 52 66

2 12 8 12 22 28 36 50 62 66 80

3 12 9 12 20 26 46 46 52 64 82

H

(A + 15 gr komp.EM4)

1 10 8 8 18 24 30 32 38 54 58

2 10 8 12 20 26 34 46 48 54 72

3 10 6 10 14 18 26 35 34 48 64

I

(A + 20 gr komp.EM4)

1 10 10 10 8 14 20 26 36 36 48

2 10 10 10 18 22 38 36 47 62 80

3 10 12 11 21 29 30 40 48 62 60

Lampiran 8. Data analisis jumlah anak daun tanaman sengon umur 13 minggu

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F.hitung F.tabel 5% 1% Ulangan 2 783,1852 391,5926 1,527366 3,63 6,23 Perlakuan 8 1626,296 203,287 0,7929 2,59 3,89

Galat 16 4102,148 256,3843

Total 26 6511,63

Koefisien keragaman (KK) = 16,01200 60,296 = 0,26


(53)

51

Lampiran 9. Hasil analisis tanah

Lampiran 10. Data komposisi Effective Microorganisms 4 (EM4)

Lab. Fak.MIPA IPB Bogor,2006

Lab. EMRO INC,Japan 2007

Karakteristik tanah Satuan nilai kriteria

pH H2O - 4,65 Rendah

C-Organik % 0,30

N-Total % 0,07 Rendah

C/N - 4,29 Rendah

P tersedia Ppm 8,55

K-dd Me/100gr 0,11

KTK Me/100gr 10,16 Rendah

Al-dd Me/100gr 0,78

Komposisi Nilai

Lactobacillus 8,7 X 105

Bakteri pelarut Fospat 7,5 X 106

Yeast / ragi 8,5 X 106

Actinomycetes +

Bakteri fotosintetik +

Calsium (Ca) 1.675 ppm

Magnesium (Mg) 597 ppm

Besi (Fe) 5.54ppm

Aluminium (Al) 0.1 ppm

Zinc (Zn) 1.90ppm

Cooper (Cu) 0,01ppm

Mangan (Mn) 3.29ppm

Sodium (Na) 363 ppm

Boron (B) 20 ppm

Nitrogen (N) 0.07ppm

Nickel (Ni) 0.92ppm

Kalium (K) 7.675 ppm

Phosphor (P) 3.22ppm

Clorida (Cl) 444.35ppm

C organik (C) 27.05ppm


(54)

52

Lampiran 11. Data analisis bobot kering akar dan bobot kering tajuk Bobot kering tajuk

Sumber keragaman

Derajat bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat

tengah F.hitung

F.tabel

1% 5%

Ulangan 2 4.055556 2.027778 0.713727 3.63 6.23

Perlakuan 8 33.93333 4.241666 1.49296 2.59 3.89

Galat 16 45.45778 2.841111

Total 26

Koefisien keragaman (KK) =

Sumber Keragaman

1,685 6,35 = 0,26

Bobot kering akar Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F.hitung

F.tabel

1% 5%

Ulangan 2 0.482963 0.241482 0.747278 3.63 6.23

Perlakuan 8 6.556296 0.819537 2.536103 2.59 3.89

Galat 16 5.17037 0.323148

Total 26

Koefisen Keragaman (KK) = 0,5685 1,396 = 0,40


(1)

47

Lampiran 2. Prosedur menghitung kadar air kering udara

Adapun langkah – langkah yang dilakukan sebagai berikut :

b. Ditimbang 10 gr tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam cawan. c. Dimasukkan cawan ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 1050C.

d. Kemudian dimasukkan ke dalam desikator pendingin lalu ditimbang dan akhirnya diperoleh data berat kering konstan.

e. Kemudian dihitung persentase kadar air kering udara dengan rumus BTKU – BTKO

% KA = X 100% BTKO

Ket :

% KA : persentase kadar air

BTKU : Berat tanah kering udara BTKO : Berat tanah kering diovenkan Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air kapasitas lapang tanah unttuk menentukkan jumlah air yang akan diberikan pada tanaman. Prosedur pengukuran kadar air kapasitas lapang adalah sebagai berikut :

a. Disiapkan gelas ukur dengan ukuran 300 ml

b. Pasir dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 1/3 dari gelas ukur. c. Pipet plastik diletakkan ditengah – tengah gelas ukur diatas pasir.

d. Tanah kering udara dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 2/3 dari gelas ukur. e. Dimasukkan air sedikit demi sedikit sampai batas permukaan pasir.

f. Gelas ukur ditutup dengan plastik dan diberi lubang pada pipet. g. Dibiarkan selama 24 jam.

h. Diambil tanah pada bagian tengah sebanyak 10 gr kemudian diletakkan pada cawan timbang yang bersih dan kering.

i. Cawan timbang yang berisi 10 gram kemudian dimasukkan kedalam oven selama 24 jam pada suhu 1050C.

j. Dikeluarkan dari oven kemudian cawan beserta tanahnya diletakkan ke dalam desikator pendingin lalu ditimbang.

k. Dihitung kadar air tanah berdasarkan bobot kering oven dengan suhu 1050C dengan rumus sebagai berikut:

BTKL – BTKO

% KL = X 100% BTKO


(2)

A (NPK)

...cm... 1 4.0 4.5 5.0 6.0 7.0 9.5 13.0 15.0 19.0 24..5 2 3.5 5.0 6.5 6.0 7.5 9.5 15.0 17.0 21.0 25.0 3 3.5 4.0 4.5 5.0 6.0 7.5 10.0 12.0 15.0 16..5 B

(A + 5 gr komp. trad)

1 4.0 6.0 6.5 7.0 8.0 9.0 11.0 13.0 16.0 21.0 2 4.0 5.5 5.0 6.0 7.5 9.0 12.0 14.0 21.0 28.0 3 3.5 4.5 5.5 6.0 7.0 7.0 7.0 8.0 8.0 0 C

(A + 10 gr komp. trad)

1 4.0 5.0 5.5 6.0 7.0 9.0 12..5 13.0 17.0 21.0 2 3.5 4.5 5.5 7.0 8.0 9.5 11.0 13.0 16..5 21..5 3 4.5 5.5 5.5 6.0 7.5 8.5 8.5 8.5 10.0 13.0 D

(A + 15 gr komp. trad)

1 4.0 4.0 4.5 6.0 7.0 10.0 11.0 12.0 14..5 17.0 2 3.5 4.0 5.0 6.0 8.0 11.5 18.0 20..5 24..5 34..5 3 4.0 5.0 6.5 7.0 9.0 11.0 15..5 18..5 24.0 29..5 E

(A + 20 gr komp. trad)

1 4.5 5.0 6.5 7.0 9.0 11.5 16.0 18.0 22.0 26.0 2 3.0 3.5 4.5 5.5 6.0 9.0 12..5 14.0 18.0 22..5 3 4.5 5.5 5.5 7.0 8.0 9.0 10.0 12..5 16.0 20.0 F

(A + 5 gr komp.EM4)

1 3.5 3.5 4.5 5.5 6.0 8.0 11.0 12..5 17.0 22.0 2 4.0 4.5 5.5 6.5 8.0 10.0 12.0 14.0 15.0 18.0 3 3.5 4.0 4.5 6.0 9.0 10.5 13.0 15..5 20..5 23.0 G

(A + 10 gr komp.EM4)

1 3.5 3.5 4.5 5.5 7.0 9.0 11.0 13.0 17..5 22.0 2 3.5 4.0 5.5 6.5 9.0 11.5 16.0 18.0 24.0 29.0 3 4.0 5.0 5.0 7.0 9.0 11.5 14.0 16..5 20.5 23..5 H

(A + 15 gr komp.EM4)

1 4.5 5.0 6.0 7.0 9.0 11.5 12..5 12..5 16..5 21.0 2 4.0 4.5 6.0 7.0 8.0 10.5 13.0 13..5 17..5 21.0 3 4.0 5.0 4.5 6.0 7.5 10.0 12.0 13.0 22.0 26.0 I

(A + 20 gr komp.EM4)

1 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 8.0 9.0 12.0 15.0 2 3.5 4.0 4.5 5.0 7.0 11.0 13.0 13..5 20.0 23.0 3 4.5 5.0 6.0 6.5 9.0 10.0 12..5 14.0 17..5 20.0

Lampiran 4. Data analisis sidik ragam tinggi tanaman sengon umur 13 minggu Sidik

keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat Tengah

F.Hitung F.Tabel 5% 1% Ulangan 2 130.6667 65.33335 1.693762 3,63 6,23 Perlakuan 8 226.1667 28.27084 0.732919 2.59 3,89

Galat 16 617.1667 38.57292

Total 26 974

38,57292

Koefisien keragaman (KK) =

21,5

= 0,28


(3)

49

Lampiran 5. Data diameter tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu

Perlakuan Ulangan Pengamatan pada minggu ke-

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

A (NPK)

………mm……….. 1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,3 2,3 3,3 3,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2. 2,2 3,3 3,3 4,2 4,2 3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 3,3 3,3 B

(A + 5 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,2 2,3 3,3 3,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,1 2,3 3,3 3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1,4 1,4 1,4 0 C

(A + 10 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1,1 2,1 2,1 2,3 3,3 3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1,4 1,4 2,1 2,3 D

(A + 15 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,2 2,1 2,3 3,3 3,4 2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,2 2,3 2,3 3,3 4,2 3 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,3 3,3 4,2 E

(A + 20 gr komp. trad)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 3,3 3,3 4,1 4,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,4 3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 1.0 2,1 2,1 2,3 3,4 F

(A + 5 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,3 3,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2.0 2,1 2,1 2,3 3,3 3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,2 3,3 3,3 3,3 3,2 G

(A + 10 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2.0 2,1 2,1 2,3 3,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,3 3,3 3,3 4,2 4,4 3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 3,3 3,3 3,3 3,2 H

(A + 15 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 3,3 3,3 4,1 3,3 3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,4 I

(A + 20 gr komp.EM4)

1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 2,1 2,1 2,1 2,3 2 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,1 3,3 3,3 3 1.0 1.0 1.0 1.0 2,2 2,1 2,1 2,3 3,3 3,3

Lampiran 6. Data analisis sidik ragam diameter tanaman sengon umur 13 minggu

Sumber

Keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

tengah

F.Hitung

F.tabel

5% 1%

Ulangan

2 0.022822 0.011411

2.09429 3.63 3,23

Perlakuan

8 0.065867 0.008233 1.511092 2.59 3,89

Galat

16 0.087178 0.005449

Total

26 0.175867

Koefisien keragaman (KK) = 0,07382 0,328 = 0,22


(4)

Lampiran 7. Data jumlah anak daun tanaman sengon umur 4 minggu – 13 minggu Perlakuan Ulangan Pengamatan pada minggu ke-

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

A (NPK)

………..helai……….. 1 10 9 10 16 20 26 32 38 51 64

2 10 8 8 16 22 34 48 60 70 64

3 12 8 12 16 22 22 38 39 50 48 B

(A + 5 gr komp. trad)

1 10 10 12 16 23 28 38 48 56 65

2 10 8 8 12 16 22 40 40 56 76

3 10 10 12 16 22 26 26 32 24 0 C

(A + 10 gr komp. trad)

1 10 12 14 16 22 24 32 36 38 52 2 12 12 16 18 23 32 36 44 60 55

3 10 9 6 7 10 16 22 34 42 46

D

(A + 15 gr komp. trad)

1 10 12 10 14 20 26 34 32 38 48 2 10 11 12 20 24 28 24 32 60 66 3 10 12 12 20 24 30 40 44 60 64 E

(A + 20 gr komp. trad)

1 10 12 12 20 24 34 44 54 56 74 2 12 8 10 14 22 28 38 48 64 56 3 12 8 12 16 16 22 32 40 40 56 F

(A + 5 gr komp.EM4)

1 10 8 12 16 22 28 36 44 44 56 2 12 8 12 16 22 28 34 34 46 58

3 10 8 8 16 22 28 40 38 58 70

G

(A + 10 gr komp.EM4)

1 10 8 8 12 16 22 40 38 52 66

2 12 8 12 22 28 36 50 62 66 80 3 12 9 12 20 26 46 46 52 64 82 H

(A + 15 gr komp.EM4)

1 10 8 8 18 24 30 32 38 54 58

2 10 8 12 20 26 34 46 48 54 72 3 10 6 10 14 18 26 35 34 48 64 I

(A + 20 gr komp.EM4)

1 10 10 10 8 14 20 26 36 36 48 2 10 10 10 18 22 38 36 47 62 80 3 10 12 11 21 29 30 40 48 62 60

Lampiran 8. Data analisis jumlah anak daun tanaman sengon umur 13 minggu

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F.hitung

F.tabel

5% 1%

Ulangan

2 783,1852 391,5926 1,527366 3,63 6,23

Perlakuan

8 1626,296

203,287

0,7929 2,59 3,89

Galat

16 4102,148 256,3843

Total

26

6511,63

Koefisien keragaman (KK) = 16,01200 60,296 = 0,26


(5)

51

Lampiran 9. Hasil analisis tanah

Lampiran 10. Data komposisi Effective Microorganisms 4 (EM4)

Lab. Fak.MIPA IPB Bogor,2006

Lab. EMRO INC,Japan 2007

Karakteristik tanah Satuan nilai kriteria

pH H2O - 4,65 Rendah

C-Organik % 0,30

N-Total % 0,07 Rendah

C/N - 4,29 Rendah

P tersedia Ppm 8,55

K-dd Me/100gr 0,11

KTK Me/100gr 10,16 Rendah

Al-dd Me/100gr 0,78

Komposisi Nilai

Lactobacillus 8,7 X 105

Bakteri pelarut Fospat 7,5 X 106

Yeast / ragi 8,5 X 106

Actinomycetes +

Bakteri fotosintetik +

Calsium (Ca) 1.675 ppm

Magnesium (Mg) 597 ppm

Besi (Fe) 5.54ppm

Aluminium (Al) 0.1 ppm

Zinc (Zn) 1.90ppm

Cooper (Cu) 0,01ppm

Mangan (Mn) 3.29ppm

Sodium (Na) 363 ppm

Boron (B) 20 ppm

Nitrogen (N) 0.07ppm

Nickel (Ni) 0.92ppm

Kalium (K) 7.675 ppm

Phosphor (P) 3.22ppm

Clorida (Cl) 444.35ppm

C organik (C) 27.05ppm


(6)

Lampiran 11. Data analisis bobot kering akar dan bobot kering tajuk Bobot kering tajuk

Sumber keragaman

Derajat bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat

tengah F.hitung

F.tabel

1% 5%

Ulangan 2 4.055556 2.027778 0.713727 3.63 6.23 Perlakuan 8 33.93333 4.241666 1.49296 2.59 3.89 Galat 16 45.45778 2.841111

Total 26

Koefisien keragaman (KK) =

Sumber Keragaman

1,685 6,35 = 0,26

Bobot kering akar Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F.hitung

F.tabel

1% 5%

Ulangan 2 0.482963 0.241482 0.747278 3.63 6.23 Perlakuan 8 6.556296 0.819537 2.536103 2.59 3.89 Galat 16 5.17037 0.323148

Total 26

Koefisen Keragaman (KK) = 0,5685 1,396 = 0,40