Koordinasi dan Supervisi dalam Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi

Berdasarkan Pasal 103 KUHP ini dimungkinkan dibentuk undang-undang pidana di luar KUHP. Dengan ketentuan cara berlakunya mengacu pada pasal 103 KUHP, yaitu: pada dasarnya ketentuan-ketentuan tentang pidana dalam Undang-Undang Pidana di luar KUHP tunduk pada yang dicantumkan dalam Buku I Ketentuan Umum KUHP, kecualiUU Pidana di luar KUHP itu menentukan atau mengatur sendiri ketentuan-ketentuan mengenai pidananya. 2 Selanjutnya kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah: a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi; b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya; c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan; d. menegakkan sumpah jabatan; e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

C. Koordinasi dan Supervisi dalam Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi

1. Koordinasi Koordinasi adalah perihal mengatur suatu organisasi dan cabang-cabangnya sehingga peraturan- peraturan dan tindakan-tindakan yang dilaksanakan tidak saling bertentangan. 2 Tri Andrisman. Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung: 2008. Hlm.5 Berdasarkan pengertian yang dipaparkan tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengatur atau bekerja sama dengan suatu organisasi atau instansi lembaga yang berwenang menangani tindak pidana korupsi agar peraturan- peraturan mengenai penanganan perkara korupsi dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai apa saja kewenangan yang diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal melaksanakan tugas koordinasi pada Pasal 7, yaitu sebagai berikut: Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang : a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. 2. Supervisi Supervisi adalah pengawas utama, pengontrol utama atau penyelia. Berdasarkan pengertian yang dipaparkan tersebut bahwa dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebagai pengawas utama atau pengontrol yang diutamakan terhadap lembaga atau instansi yang berwenang menangani perkara tindak pidana korupsi. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai apa saja kewenangan yang diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal melaksanakan tugas supervisi pada Pasal 8, yaitu sebagai berikut: a. Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. b. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. c. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 empat belas hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. d. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum