Effect of Repeated Dosing of Papaya Latex Against Haemonchus contortus in Experimentally Infected Sheep

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang /!mu Hayat

N GETAH PEPAYA DENGAN DOSIS BERULANG
DAMPAK PEMBE
TEmADAP DOMBA YANG DImFEKSI Haemo~zcle~s
coyttod~s
EFFECT OF REPEATED DOSmG OF PAPAYA LATEX AGAWST
ENTALLY INFECTED SHEEP
NaemomcJ~~s
emtortus IN EXPE
Fadjar Satrija
Laboratorim Biologi Hewan, PAU Illnu Hayat IPB

ABSTRACT
An experiment was carried out to investigate the effect of repeated dosing of papaya latex
against Haentoutchzcs contortus in experimentally infected sheep. Twenty five javanese thin
tail sheep experimentally infe~tedwith 7500 L3 were allocated into five groups of each five
animals. Four groups were dosed orally with the papaya latex powder given as trickle doses
of 0.5, 0.6, 0.7 and 0.8 4' kg BW on days 28, 30 and 32. Four animals receiving papaya
latex at dose level of 0.7 and 0.8 grkgl died on days 32 and 33. Post mortem pathological
examination revealed that the latex may cause hemorrhage as a result of erosion in the

gastrointestinal mucous possibly due to protmlpic activity of enzymes in the latex. Results
of postmortem worm count on day 35 revealed that papaya latex given as trickle doses of
0.5, 0.6, 0.7 and 0.8 g-' kg BW reduced H. cotfforfztsburden in the experimentally infected
animals by 53.6, 80.1, 96.8 and 61.9%, respectively. Considering the high toxicity of the
latex on sheep the use of latex for control of gastrointestinal nematodes in sheep is not
recommended.

Penelitian ini dilahkan untuk mengetahui dampak pemberian getah pepaya yang diberikan
secara berulang kepada dornba yang diinfeksi dengan cacing Nnenror~chzrscorttorfus. Dua
puluh lima ekor domba jawa iokal, umur sekitar 8 bulan dengan berat badan rata-rata I 5 kg,
dibagi dalarn lima kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 ekor dan diinfeksi dengan
7500 larva infeIctif (L3) H. contortfrs. Pada minggu keempat, getah pepaya dengan dosis 0.5,
0.6,0.7 dan 0.8 grkg-' berat badan (BB) yang diberikan secara berulang pada hari 28, 30 dan
32 kepada empat kelompok dornba, sedangkan satu kelompok lainnya menjadi kelompok
kontrol yang tidak diberi getah pepaya. Pada hari kedua dan ketiga pemberian getah pepaya
terjadi kematian dua ekor domba dari masing-masing kelompok yang diberi getah pepaya
dengan dosis 0.7 dan 0.8 grkg-' . Pada domba yang mati terlihat perubahan patologis berupa
hemoragi dan erosi rnukosa abomasum diduga sebagai akibat aktivitas protease papain
dalam getah pepaya. Hasil penghitungan jumlah cacing post mortem pada minggu kedua
setelah pemberian getah pepaya menunjukkan terjadinya penumnan jumlah cacing sebanyak

53.6, 80.1, 96.8 dan 61.9% masing-masing pada kelompok yang diberi getah pepaya dengan
dosis 0.5, 0.6, 0.7 dan 0.8 grkg-' BB. Mengingat toksisitas getah pepaya tersebut rnaka
pemberian getah pepaya sebagai obat cacing pada domba tidak dianjurkan.

-

Pusat Antar Universitas Ilmu Wayat I P B
Bogor, 16 September 1999

Prosiding Seminar Nasil-Hasii Penelitian Bidang //mu Hayat

Infeksi cacing parasit mempakan salah satu masalah serius dalam upaya
pengembangan peternakan mminansia di Indonesia. Tatalaksana peternakan untuk
mengurangi kontaminasi lapangan dan infestasi oleh cacing parasitik yang dikornbinasikan
dengan pengobatan dengan anthelmintika untuk membunuw mengeluarkan cacing dari
dalam tubuh ternak mempakan metode yang paling efektif untuk rnengendalikan infeksi
cacing parasitik.

Oleh


karena itu penyediaan obat-obat murah, mudah diperoleh dan

digunakan dengan dosis, daya kerja dan efisiensinya diketahui dengan baik mempakan
sarana penunjang yang penting dalam pengendalian penyakit sebagai salah satu usaha untuk
meningkatkan produktivitas ternak.
Selama ini sebagian besar obat hewan yang beredar di Indonesia, temasuk
anthelmilltika, berasal dari negara maju, baik berupa obat paten maupun bahan baku yang
kemudian diramu di dalam negeri. hthelmintika tersebut harganya relatif mahal
dibandingkan dengan kemampuan peternak lokal yang sebagian besar adalah petani gurem
yang lemah ekonominya (Knipscheer et al., 1987). Terlebih lagi dalarn kondisi krisis
ekonomi seperti saat ini, harga obat tersebut hampir dapat dipastikan tidak terjangkau lagi
oleh daya beli peternak.
Untuk mengatasi ketergantungan akan bahan baku obat cacing dari luar negeri, maka
tanaman obat yang secara ernpiris telah diketahui fiasiatnya dan dipakai oleh masyarakat
perlu dikernbangka~~.
Getah dari tanaman pepaya (Curica papqa Linn.) telah dlbuktikan
secara ilmiah memiliki khasiat anthelmintika terhadap cacing model Ht./i~~osomozde.s

palygrus pada mencit (Satri_iaei nl., 1995) maupun cacing ascarid pada ayam (Mursof dan
He, 1991) dan babi (Satrija cJt a/., 1994)

Penelitian khasiat getah pepaya terhadap cacing saluran pencernaan domba diawali
dengan uji in vitro yang memperlihatkan kemampuan getah pepaya men~bunuhcacing
penghisap darah domba Haemmlchus conforflrs (Beriajaya et al., 1997). Selanjutnya
pemberian getah pepaya dengan dosis tunggal antara 0,33-0,75 g k g 1 BB yang diberikan
dengan interval 10 hari hanya mampu menurunkan produksi

telur cacing tanpa

menyebabkan penumnan jumlah cacing secara nyata (RIurdiati et al., 1997). Dan penelitian
terdahulu dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai dosis efektif (ED100) diperlukan
pemberian dengan dosis yang lebih tinggi. Di sisi lain untuk menghindarkan kenlungkinan
efek toksik dari getah pepaya dosis tinggi periu diketahui cara pemberia? yang tepat
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB

Bogor, 16 September 1999

194

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Peneltian Bidang //mu
Hayaf


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian getah pepaya dengan dosis
bentlang terhadap Jumlah parasit serta kondisi klinis domba yang diinfeksi Haento~zchus

contortus.
BAHAN DAN METODA
Desaila Penelitian
Sebanyak 25 ekor domba jantan lokal dibagi dalam lima kelompok yang masingmasing terdiri dari 5 ekor dan diinfeksi dengan 7500 Iarva infektif (L3) H.conrforf2cs. Pada
. minggu keempat (hari ke-28 p.i.), serbuk getah pepaya diberikan secara per-oral dengan

dosis 0.5, 0.6,0.7 dan 0.8 gr kg-' berat badan (BB) masing-masing kepada kelompok Pi, P2,
P3 dan P4. Pemberian getah pepaya dilahkan secara bemlang selama 3 hari pada hari ke
28, 30 dan 32 pasca infeksi. Satu kelornpok lainnya (Kelompok PO) menjadi kelompok
kontrol yang tidak diberi getah pepaya. Sampel tinja diambll dari rektum domba setiap
rninggu sekali mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5 saat hewan disembelih untuk
rnenghitung jumlah cacing yang ada di dalam abomasum.
Newan Percobasla
Sebagai hewan percobaan digunakan 25 ekor dornba Jantan urnur sekitar 8 bulan
dengan rataan berat badan saat dimuiainya penelitian 15 kg. Dua minggu sebelum penelltian
dornba dibebascacingkan dengan pemberian obat cacing ivermectin (0.2 mg kg


BB sub

kutan; Ivomec; Merck, Sharp & Dohme). Selama penelitian hewan dikandangkan dalam
kandang berlantai barnbu dan diberi rnakan pelet rumput - konsentrat yang bebas cacing.
Larva irmfektif
Larva infektif (L3) H. corlforfrtsyang digunakan untuk infeksi hewan percobaan
disiapkan dari pupukan tinja dornba donor yang terinfeksi murni dengan cacing tersebut.
Larva hasil pupukan dipanen dengan metoda Baerrnann dan selanjutnya disimpan dalam
aquadest pada suhu 10-15°C sebelum digunakan. Beberapa saat menjelang infeksi dosis
infeksi dihitung dan larva dimasukan dalam kapsul gelatin.
Benyiapan getah pepaya
Getah pepaya diperoleh dengan membuat torehan pada permukaan buah pepaya
n~uda.Getah yang keluar ditampung dalanl plastik sebelum dikumpulkan dalam wadah yang
Pusat Antar Universitas Ilmu Wayat IPB
Bogor, 16 September 1999

195

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitien Bidang //mu Hayat


lebih besar. Setelah dibersihkan dari kotoran dengan cara menyaring, getah pepaya tersebut
dikeringkan dengan inkubator pada suhu 33-35°C selama 2-3 jam sampai kering. Getah
pepaya yang sudah kering digerus di dalam Lurnpang Ialu diayak sampai menjadi serbuk
yang halus. Serbuk getah pepaya disimpan dalam botol yang tertutup rapat sebelum
digunakan.
Pemberian getah pepaya dilakukan dengan melarutkan serbuk getah pepaya dengan
air suling menjadi konsentrasi 15% (wlv). Larutan getah pepaya dicekokkan pada domba
dengan menggunakan drencher.

Teknik Psrasitolsgi
SampeI tinja diambil dari dalarn rektum domba percobaan setiap hari rnulai dari hari
ke-21 sesudah lnfeksi sampai saat hewan dlsembelih (hari ke-42). Penghitungan jumlah telur
cacing dalam tiap gram tinja domba (ttgt) dilakukan dengan menggunakan metoda
McMaster yang dimodifikasi dengan pengenceran 1 : 100 (Thienpont et d.,
1979).
Pengumpulan cacing dari dalam abomasum dilakukan dengan membilas isi
abomasum sampai bersih dengan air dan membaginya dalam botol-botol plastik yang berisi
masing-masing 10 % air bilasannya, dan ditambahkan pengawet formalin 40% sebanyak 510 ml sebelum disimpan sampai saat penghitungan cacing. Selanjutnya mukosa abomasum
dikerok dan dicerna dengan larutan pepsin-HCl pada suhu 37°C selama 2 jam dan disaring

melalui saringan 35 miliron untuk mendapatkan L4 yang ada dalam nlukosa. Penghitungan
jumlah cacing dewasa dan L4 daIam air bilasan abomasum dan hasil kerokan mukosa
dilakukar~ dibawah mikroskop stereo setelah sebelumnya air bilasan itu dicairkan.
Penghitungan dilakukan 3 kali ulangan dari 10 % szn~peldan hasilnya dirata-ratakan.

Anallsa statistik
Efikasi berbagai dosis getah pepaya terhadap acing H. corrior-rrrs diukur dari
penurunan jumlah telur eacing dalam tinj a (Fnecal egg courlf redlrcfrc~illFEeR) serta
persentase reduksi jumlah eacing yang ditemukan pada saat penyernbel ihan hewan ( W r n ?
r.edi~c~ior~fi?TR)
yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Presidente. 1985)

dimana

T adalah rataan geon~etrikttgt hewan yang diberi getah pepaya
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB

Bogor, 16 September 1999

196


Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Nmu Hayat

C adalah rataan geometrik ttgt hewan kontrol

1 adalah sebelum perlakuan dan 2 adalah sesudah perlakuan

WR O/o = [ (C -T/G) x lOO]
dimana
T adalah rataan geornetrik jumlah cacing pada hewan yang diberi getah pepaya

C adalah rataan geometrik jumlah cacing pada hewan kontrol
Sebefum analisa ttgt dan jumlah cacing ditransformasikan dalam bentuk y

=

loglo

Cjumlah cacing +10) untuk menghitung rataan geometrik. Untuk mengetahui perbedaan
pengaruh perbedaan perlakuan dilakukan Sidik Ragam dan dilanjutkan dengan uji rataan

berganda dengan metode Duncan (Steel & Torrie, 1980).

N A S E DAN PEMBAHASAN
Telur H. co~~fwtz~s
mulai ditemukan dalam tinja domba percobaan pada hari ke-21
sesudah infeksi. Rataan jumlah telur eacing dalam tiap gram tinja (ttgt) sebelum pengobatan
pada hari ke-28 adalah 2640, 1382, 1780, 1016 and 1150 masing-masing untuk kelompok PO;
PI, P2, P3 and P4 (Tabel 1). Sampai dengan akhir penelitian pada hari ke-35 domba kelompok
kontrol tetap memperlihatkan peninskatan jumlah telur sanlpai 8072 ttgt. Pernberian getah
pada kelompok P2
pepaya pada hari ke 28,30 dan 32 menurunkan jumlah telur Haemo~i)chzts
menjadi 922 ttgt (83.1%). Sementara pada ketiga kelompok lain penurunan ttgt hhaya sebesar
49.9, 44.3 dan 54.0 persen masing-masing pada kelompok PI, P3 dan P4 (Tabel 2). Nleskipun
demikian penghitungan data secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaa~lyang nyata
pada ttgt diantara kelima kelompok perlakuan.
Semua cacing yang ditemukan pada saat nekropsi telah mencapai stadium dewasa.
Hasil penghitungan cacing memperlihatkan bahwa efikasi tertinggi getah pepaya terhadap H.
cotlforfrrs dicapai pada tingkat dosis 0.7 g kg-' BB, yaitu sebesar 96.8% (P< 0.05). Sementara
~ and 61.9 persen masingitu efikasi getah pepaya pada keiompok Iain tercatat sebesar 5 ~ 3 . 680.1


masing pada tingkat dosis 0.5, 0.6 and 0.8 g kg-'BB.

Pusat Anfar Universifas I l m u Hayat I P B
Bogor, 16 September 1999

197

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Nmu Hayat

Tabel 1. Rataan geornetrik jumlah telur cacing dalam tinja (ttgt) sebelum dan sesudah
pemberian getah pepaya serta jumlah cacing pada saat nekropsi pada kelompok
hewan percobaan.
Jumlah telur cacing dalarn tinja (ttgt)

perlakuan
fhari 28)

perlakuan
(I-Iari 35)

H.curtorfirspada saat
nekropsi
I Efikasi
getah
Jumlah
cacing / pepaya

1

714
E520- 11 IO]
33 1
[80- 11801
142
120-5801
23
10-4901
272
175-6401
Sesudah pernberian getah pepaya pada hari ke 28, 30 dan 32 terjadi kematian pada
kelompok domba yang diberi getah pepaya pada tingkat dosis 0,7 (P3) dan 0,8 g kg-' BB (P4).
Ketnatian pertanla terjadi di

hari ke-32 pada seekor domba dari kelompok P4.

Sehari

kemudian tejadi lagi kematian pada tiga ekor domba masing-masing 2 ekor dari kelompok P3
dan seekor dari dari kelompok P4. Domba lain tidak nlemperlihatkan kelainan klinis selanla
penelitian berlangsung. Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada keempat domba yang mati
memperlihatkan kelainan pasca mati berupa tejadinya hipertropi jantung dan pembendungan
umum, penipisan mukosa retik-lum serta ditemukannya erosi dan perdarahan pada permukaan
rnukosa abomasum dan omasum.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian getah pepaya secara berulang pada
domba dengan dosis 0.6 and 0.7 g kg-' BB dapat efektif untuk mengurangi jumlah cacing H.

co~~tortzis di dalam abornasum. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelurnnya yang
memperlillatkan efektifitas pemberian getah pepaya untuk membunuh A.scc~riddan H.yu[l;gigit.l~s
pada hewan berlambung tunggal (Mursof dan He, 1991: Satrijaef a[.,1994, 1995)
Mekanisme kerja getah pepaya terhadap cacing H. contortus diduga nlirip dengan
mekanisnlenya pada nematoda lain. Studi pada Ascaris spp menunjukkan bahwa protease yang
terkandung dalam getah pepaya khususnya papain dan kimopapain rnemegang peranan utama
dalam proses perusakan kutikula cacing
Pusat Antar Universiaas IImu Hayat I P B
Bogor, 16 September 1999

Nematoda parasit saluran pencemaan diketahui

Prosiding Seminar Nasil-Hasil Penelifjar? Bidang llmu Hayat

mensekresi zat inhibitor protease yang bekerja menetralkan enzim protease inang dalam saluran
pencernaan sebagai salah satu upaya agar tetap dapat bertahan hidup di dalam saluran
pencernaan inangnya. Nanlun zat ini tidak mampu menetralkan protease eksotik yang berasal
dari luar tubuh inang seperti papain dan bromelin yang berasal dari tanaman sehingga acing
akan tercerna oleh enzim tersebut (Peanasky and Abu-Erreish, 1971, Hawley and Peanasky,
1992).

Penumnan yang nyata dalam jurnlah cacing yang ditemukan pada nekropsi dalam studi
ini merupakan ha1 yang tidak ditemukan pada penelitian Murdiati ef crl. (1997). Hal ini
mungkin disebabkan pendehya selang m k t u pernberian getah pepaya dimana pada penelitian
getah pepaya diberikan dalam seiang waktLl 10 hari, sementara pada penelitian ini selang waktu
tersebut dipefpendek menjadi 2 hari.

Di sisi lain pemendekan selang waktu antar pemberian getah pepaya kemungkinan
berdampak pada akurnulasi getah pepaya di dalarn safuran pencernaan khususnya rumen.
Menurut Van Soest ef nl. (1988) retensi isi rumen dapat menyebabkan perlambatan Iaju aliran
isi saluran pencernaan sampai mencapai 100 jam. Hal ini berdampak pada perpanjan,Dan masa
pemaparan rnukosa saluran pencernaan terhadap endm protease, khususnya papain dan
kimopapain yang ada dalam getah pepaya (Winamo, 1983).
Ditemukamya erosi mukosa Iambung pada pemeriksaan patologis hewan kelompok P3
dan P4 yang mati setelah pengobatan membuktikan bahwa enzirn protease tersebut tidak hanya
menghancurkan kutihvla H.co~rfortrtscacing sebagairnana diperlihatkan dalam studi in vitro
(Beriajaya ef al., 19971, tapi juga bekerja terhadap protein pembentuk

mukosa saluran

pencernaan.
Mengingat sempitnya batasan antara dosis efektif (0.6-0.7 g kg-' BB) den9an dosis
dimana timbul efek toksik (0.7 - 0.8 g kg-' BB) maka pemakaian getah pepaya sebagai
anthelmintika pada domba tidak dianjurkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Proyek URGE (Universip- Research for
Graduate Education) Direktorat Jenderal Pendidikan Tin& Depdikbud yang telah me~ldukung
pendanaan penelitian ini melalui Program Hibah Penelitian Doktor Baru Batch I I Tahun
1996/1997 - 1997/1998 dengan Kontrak No. 007/PDBIURGE/96 Bantuan teknis dari Sdri

Rachmawati, serta Sdr. Sulaeman dan Kosasih dalam pelaksanaan penelitian jni sangat penulis
hargai .
Pusat Antar Universifas Ilmu Hayat I P B
Bogor, 16 September 1999

199

Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang //mu Hayat

Beriajaya, T.B. Murdiati dan 6. Adiwinata, 1997. Pengamh biji dan getah pepaya terhadap
cacing Hneir?~uilc~azr.s
co~?fortu.ssecara in vitro. Majalah Parasitologi Indonesia, 10 : 7277.
Hawley, J.H. and R.J. Peanasky, 1992. Ascaris stc~in?:Axe trypsin inhibitors involved in species
specificity of Ascarid nematodes ? Experimental Parasitology, 75: 112-1 18.
Knipscheer, H.G., h4. Sabrani, A.J. DeBoer and T.D. Soejana., 1983. The economic role
of sheep and goats in Indonesia: A case study of West Java. Bull. Indonesian
Economic Studies, 19: 74.
Mursof, E. P. and S. He, 1991. k potential role of papaya latex as an anthelmintic against patent
Ascaridin galh infection in chicken. Heinera Zoa, 74: 11-20.
Murdiati, T.B., Beriajaya &. 6.Adiwinata. 1997. Aktivitas getah pepaya terhadap cacing
Huenzor~chriscor?tortrlspada domba. Majalah Parasitologi Indonesia, 10 : 1-7.
Peanasky, R.J. and G.M. Abu-Erreish, 1971. Inhibitors from Ascaf-is Irtn~bricoides:Tnteraction
with the host's disestive system. Proceeding of the International Research Conference
on Proteinase Inhibitors, pp. 28 1-293.
Presidente, P.J.A., 1985. Methods for detection of resistance to anthelmintics. In: Resistance in
Nematodes to Anthelmintic Drugs. (Eds. N. Anderson and P.J. iyaller) CSRIO,
Division of -4nimal Health. Sydney. pp. 13-1 7.
Satrija, F., P. Nansen, H. Bjsrn, S. Murtini and S. He. 1994. Effect of papaya latex against
Ascaris suum in naturally infected pigs. Journal of Helminthology 68: 343-346.
Satrijja, F., P. Nansen. S. Murtini, and S. He. 1995. Anthelmintic activity of papaya latex
pol~girl~s infections in mice Journal of
against patent Helip~~u.s(~~~~oide.r
Ethnophammcology 48: 161- 164.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika
biometrik. PT. Gramedia. Jakarta.746 hai.

-

Suatu pendekatan

Thienpont, D., F. Rochette and O.F.J. vanParijs. 1979. Diagnosing helminthiasis through
coprological examination. Jansen Research Fondation. Beerse. 187 pp.
Winamo, F.G., 1983. Enzim panpan. PT Gramedia, Jakarta
Van Soest, P.J., C.J. Sniffen, and M.S. Allen. 1988. Rumen Dynamics. In : 'Aspects of
Digestive Ph>-siologyin Ruminants' (Eds. A. Dobson and M.J. Dobson). Corneli Univ.
Press. Ithaca. p9.2 1-42.

Pusat Antar Universitcs Ilmu Wayat IPB
Bogor, 16 September 1999

Prosiding Seminar Hasf/-Hasil Penelitian Bidang lIr17i1ha;;&
----.

DAFTAR NAMA PEMRASARAN DAN PENULIS MAMALAM

Halaman

Mama

I Barnbang Sunarko

1
i

/ Bayu Rosadi

I Beriajaya

1
1

43

67
-

Esti Endah Ariyanti
Esti Munawaroh

I

141

Fadjar Satrija

193

Farah Diba

89

Francisca Murti Setyowati

98

Harnani Husni

153

Komang G. Wiryawan

179

Lea Tarliyah

I

147

P . K . D e ~Hayati

132

Rida lswati

52

Rudi

185

Sadarun

1

1

Sri Murtini
Srihadi Agungprijono

125
16

A
I

Syamsul Hidayat
Tahan Uji

117
I

162

Tata Brata Suparjana

61

Tatik Khusniati

75

Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat I P B
Bogor, 16 September 1999

I

25

Okky S. Dharmaputra

Semuel D. R u n t u n u w

-p

108

I

201

Prosidina Seminar Hasil-Hasil Penelitian bidana //mu Havat

DAFTAR NAMA PESERTA

NO.
2.
3.
4.
5.
6.

/

27.
28.
29.
30.
3 1.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
4 1.

Esti Endah kiyanti
Syamsul Hidayat
Srihadi Agungpriyono
Nandang Suherna
Rida Iswati
1 P.K. Dewi Havati
Semuel D. Runtunuw
Tata Brata
Farah Diba
Beriajaya
Fadjar Satrija
Esti mnawaroh
Okky S. Dhamaputra
1 Rudi
1 Tahan Uii
Rektor TPB
Dekan FKW-IPB
1 Dekan FAPET-IPB

1 43.

/

I

.

Dekan FAPEMKAN-PB
Dekan FAPERTA-IPB
Direktur Pascasarjana P B
Kepala Puslitbang Biologi LIPI
/ Direktur Biotrop
1 Direktur PAU Bioteknolo~IPB
Direktur PAU Pangan dan Gizi
Direkq-turPAL1 Ilmu Kayst TPB
Prof Dr. Nawangsari Sugiri
Prof.Dr. Wiranda 6.
Piliang
1 Dr. Alex Hartana
1 Dr. Lisdar I. Sudirman
1 Dr. Komang G. Wiryawan
1 Ir. Muhammad h4. Raswin , MS
Tr. Arinana
Ir. Eko Kuswanto
/ A. Murliana Tasse

p
p

42.

Lab. BH, PAU-Ilmu Hayat IPB
FKW-IPB
FKK-IPB
Puslitbang Biologi, LIP1
Puslitbang Biologi, LIP1
UPT. Balai Pengembangan Kebun
Raya LIPI, Bogor
Kebun Raya Pumadadi
LPI
FKH-LPB
LPI-Bogor
Lab. Biokimia, PAU-Ilmu Hayat P B
Lab. BT, PAU-Ilmu Havat P B
' Lab. BT: PAU-Ilmu Haiat IPB
Lab. BIFT, PAU-Ilmu Hayat P B
Lab. BHT, PAU-Ilmu Wayat IPB
Balitvet, Bogor
FW-PB

Sadamn
Sri Murtini
Lea Tarliyah
Tatik Khusniati
Barnbang Sunarko
Francisca M. Setyorini

1.

7.
8.
9.
10.
1I.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

mSTANS1

NAM

Pusat Antar Universitas Ilmu Wayat IPB
Bogor, 16 September 1999

1

Biotrop, Bogor
Lab. BHT, PAU-Ilmu Wayat IPB
LIP1
IPB
IPB
IPB

/

IPB
/ PB
PB
LEI
1 PB
I IPB
PB
IPB
PAU Ilmu Hayat IPB
PAU Ilmu Hayat IPB
PAU Ilmu Hayat IPB
PAU Ilmu Havat IPB
PAU IImu Hayat IPB
PAU Ilmu Hayat IPB
PAU Ilmu Hayat IPB
PAU Ilmu Hayat TPB
1 Unhalu - Kendari
1

! p

202

K.

Mangasa H. Siagian
Tri Handayani
Lilik Budi Prasetyo
Heddy Julistiono
Dra. Istiana, MS
Drh. Djaenuddin Gholib
R. Iis Arifiantini, M.Si
Dra. Tnggit Puji Astuti

-. ...-

Pusat Antar Universitas IImu Wayat I P B

Bogor, 16 September 1999

---

-

--1--

7I,~PI -

--

I

I

1

--.--

-

I
!

.--.-. -

Fahutan-IPN
J
I
;:
Puslitbang
Biologi EIPI
Bslitvet
__._._____I I
1 Balitver
-- -- - - .
I;W-,IPB
-.
?
B a l r i Pengembangan Kebuu
i

-

.

.

--

204