Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter (Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan)

REVOLUSI NASIONAL

INDONESIA
PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER

Merebut dan Mempertankan Kemerdekaan

Dr. Muhamad Arif, M.Pd

REVOLUSI NASIONAL INDONESIA
PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARAKTER
MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN

Penulis:
Dr. Muhamad Arif, M.Pd
Desain Sampul dan Isi:
Fatkhul Ariin
Penerbit:
Para Cita Press
Cetakan Pertama: Desember 2016

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan
ISBN : 978-602-96454-1-5
Ukuran : 16 cm x 24 cm
xii dan 278 hal.
________________________________________________
Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian
atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun
secara elektronik maupun mekanis tanpa izin tertulis dari Penerbit.
(all rights reserved)

ii

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

MENDEFINISIKAN REVOLUSI
NASIONAL INDONESIA
(SEBUAH PENGANTAR)

Beberapa peristiwa besar dunia menginspirasi kita untuk membuat deinisi

tentang revolusi. Sebut saja revolusi industri yang bermula di Inggris pada
pertengahan abad ke-18 hingga pertengahan abad ke-19, revolusi sosial dan
revolusi politik yang terjadi di Perancis selama penghujung abad ke-18, revolusi
politik di Amerika yang terjadi selama seperempat terakhir abad ke-18, juga
usaha bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Tentu masih banyak peristiwa-peristiwa lain dalam sejarah dunia yang
membantu kita untuk memahami makna dari istilah revolusi.
Revolusi industri menggambarkan sebuah perubahan secara besarbesaran dalam bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan
teknologi, yang terjadi selama satu abad lamanya, yakni pada kurun waktu 17501850, dimulai dari Inggris, untuk kemudian menyebar ke Eropa Barat, Amerika
Utara, Jepang, Korea Selatan, hingga sekarang menyebar ke seluruh dunia.
Revolusi industri tersebut memberikan dampak yang signiikan dalam bidang
sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Revolusi industri menandai terjadinya sebuah
perubahan besar dalam sejarah dunia, yakni dari pola kehidupan tradisional
yang lamban menuju pola kehidupan modern yang cepat dan dinamis.
Revolusi Perancis yang berlangsung antara tahun 1789–1799, merupakan
sebuah pergolakan yang berlanjut pada pergolakan politik di Perancis yang
menimbulkan perubahan mendasar dalam kehidupan sosial dan politik, bukan
saja bagi bangsa Perancis, melainkan bagi kehidupan sosial dan politik bangsa
Eropa dan bahkan belahan dunia lainnya.
Pada dasarnya revolusi Perancis merupakan sebuah revolusi masyarakat

yang bersifat domestik, hal mana, sistem monarki absolut yang telah
memerintah selama berabad-abad berhasilkan diruntuhkan oleh kekuatan
rakyat banyak selama waktu tiga tahun. Dalam pergolakan tersebut berbagai
elemen masyarakat Perancis, mulai dari kaum petani pedesaan, para pekerja
kasar, yang didukung oleh kelompok politik radikan sayap kiri, bersatu padu
Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

iii

untuk meruntuhkan sistem feodalisme, aristokrasi, dan monarki yang mulai
berkarat. Tradisi-tradisi lama yang lamban dan membosankan, hierarki monarki
memuakkan, aristokrat pongah, termasuk Gereja Katolik diruntuhkan untuk
kemudian diganti dengan prinsip-prinsip baru, yakni kebebasan (liberty),
persamaan (equality), dan persaudaraan (fraternity). Nyaris selama dua abad
berikutnya kehidupan bangsa Perancis diwarnai dengan pertentangan antara
pendukung dan penentang revolusi yang menimbulkan banyak korban.
Jika revolusi Perancis lebih bersifat domestik, maka berbeda halnya
dengan revolusi Amerika yang berlangsung antara tahun 1775 hingga 1783.
Pada dasarnya, revolusi Amerika atau perang kemerdekaan Amerika Serikat,
merupakan perang antara dua negara, yakni Amerika Serikat yang baru berdiri

berhadapan dengan Inggris. Namun dalam perkembangannya revolusi
Amerika melibatkan beberapa negara yang bersimpati terhadap perjuangan
bangsa Amerika, yakni Perancis, Belanda, dan Spanyol. Seperti yang sama-sama
diketahui, revolusi Amerika menempatkan Amerika Serikat sebagai pemenang,
terutama setelah memperoleh dukungan dari beberapa tersebut.
Revolusi Amerika dipicu oleh Undang-Undang Stempel 1765 yang
dikeluarkan Inggris punya hak untuk memberlakukan pajak pada kolonikoloni di Amerika. Pada sisi-sisi yang lain, koloni-koloni berpendapat bahwa
perpajakan tanpa perwakilan rakyat merupakan sebuah kebijakan yang ilegal.
Itulah sebabnya koloni-koloni Amerika membentuk kongres kontinental yang
bersatu dan sekaligus membentuk pemerintahan bayangan di setiap koloni.
Mereka melakukan pemboikotan terhadap teh Inggris yang terkena pajak.
Pemboikotan inilah yang memicu meletusnya peristiwa Pesta Teh Boston
(Boston Tes Party) pada tahun 1773, yang merupakan penghancuran muatan teh
kapal Britania. Pada tanggal 4 Juli 1776, koloni-koloni Amerika mendeklarasikan
kemerdekaannya. Dengan demikian, revolusi Amerika lebih merupakan sebuah
pemberontakan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional.
Memperhatikan beberapa peristiwa di atas, juga beberapa peristiwa serupa
lainnya yang tak sempat disinggung pada kesempatan ini, bisa diperoleh
beberapa pengertian revolusi sebagai berikut.
Pertama, revolusi merupakan sebuah perubahan yang terjadi dalam waktu

yang cepat serta menyangkut prinsip-prinsip dasar atau pokok-pokok dalam
kehidupan masyarakat, baik yang berhubungan dengan masalah sosial budaya,
sosial ekonomi, maupun sosial politik.
Kedua, ukuran cepatnya suatu perubahan dalam revolusi tentu bersifat relatif
karena ada revolusi yang membutuhkan waktu yang lama. Revolusi industri di
Inggris, misalnya, berlangsung selama waktu puluhan tahun. Dengan demikian,

iv

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

penekanan revolusi lebih pada perubahannya yang mendasar dan menyangkut
prinsip-prinsip dasar atau pokok-pokok dalam kehidupan masyarakat, bukan
pada persoalan berapa lama waktu yang diperlukan.
Ketiga, revolusi dapat terjadi tanpa kekerasan maupun dengan kekerasan.
Revolusi industri di Inggris, misalnya, terjadi tanpa kekerasan. Sementara,
revolusi Perancis, revolusi Amerika, termasuk revolusi Indonesia, diwarnai
dengan kontak senjata yang banyak menimbulkan korban.
Keempat, revolusi terjadi karena adanya dua kutub yang saling berbeda,
yakni kekuatan baru yang berhadapan dengan kekuatan lama. Kekuatan baru

sebagaimana dimaksud disokong oleh gagasan-gagasan baru dan bergerak
secara progresif untuk merobohkan kekuatan lama yang disokong oleh
gagasan-gagasan yang dianggap telah usang. Oleh karena itu, revolusi selalu
menjadi penjelas suatu peristiwa yang ditandai dengan proses peruntuhan
kekuatan lama dengan sistem lamanya, untuk diganti dengan kekuatan baru
lengkap dengan sistem barunya. Perihal konotasi ‘lama’ dan ‘baru’ tentu
sangat bergantung pada sistem nilai dan sistem norma yang dianut oleh massa
pendukung perubahan tersebut.
Beberapa pengertian revolusi di atas tentu dapat digunakan sebagai
indikator untuk menganalisis perjalanan sejarah bangsa Indonesia, terutama
yang menyangkut revolusi Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan revolusi
Indonesia? Penjelasan seperti apa yang bisa kita berikan terkait dengan revolusi
Indonesia?
Sejarah nasional Indonesia tidak kurang sebagai sebuah penjelasan
rasional dan sekaligus faktual, bahwa bangsa Indonesia telah melewati sebuah
proses yang amat panjang yang bermuara pada pembentukan entitas etnik,
entitas budaya, dan entitas politik yang khas, yakni bangsa Indonesia, budaya
Indonesia, dan negara Indonesia. Realitas sejarah telah menjelaskan bahwa
proses terbentuknya ketiga entitas yang sangat subtansial, yakni bangsa
Indonesia, budaya Indonesia, dan negara Indonesia, telah berlangsung dalam

waktu yang lama, dalam sebuah peristiwa sejarah yang dinamis, dan melibatkan
berbagai anasir budaya dunia yang kaya. Tidak berlebihan jika disebut sebagai
sebuah proses yang revolusioner.
Mengacu pada deinisi revolusi sebagaimana yang dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka setidaknya terdapat lima fase revolusi dalam sejarah nasional
Indonesia.
Pertama, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa
pengaruh kebudayaan Yunan dan Taiwan. Pada fase ini terjadi lompatan
struktur bangsa dan budaya Indonesia, yakni dari bangsa dan budaya asli
Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

v

Indonesia setelah mendapat pengaruh dari budaya Yunan dan budaya Taiwan.
Inilah fase penting bagi terbentuknya 10 (sepuluh) unsur budaya yang oleh J.L.
Brandes diklaim sebagai unsur budaya asli Indonesia.
Kedua, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa HinduBudha. Seperti diketahui bahwa masuk dan berkembangnya agama HinduBudya ke Indonesia terjadi pada sebuah proses yang panjang. Dalam hubungan
ini, penting kiranya untuk mengkaji beberapa teori, seperti Teori Brahmana,
Teori Ksatria, Teori Waisya, dan Teori Arus Balik, yang menjelaskan proses
masuk dan berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia. Faktanya, dalam

rentang waktu antara abad ke-5 hingga abad ke-15 Masehi, agama Hindu-Budya
telah menjadi salah satu faktor penting bagi proses pembentukan kebudayaan
Indonesia, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun kebudayaan.
Ketiga, proses pembentukan bangsa dan budaya Indonesia pada masa
Islam. Beberapa teori tentang proses masuk dan berkembangnya agama Islam
di Indonesia, sebut saja misalnya Teori Arab, Teori India, dan Teori Cina,
menjelaskan bahwa bangsa Indonesia memulai kontak dengan para penyebar
agama Islam sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang. Agama Islam yang
dibawa oleh para ulama yang ramah dengan teknik komunikasi akomodasionis,
terlebih dengan media-media Islamisasi yang memanfaatkan potensi lokal yang
akulturatif, telah memungkinkan bagi masyarakat Indonesia untuk secara massif
mempelajari dan pada gilirannya memeluk agama Islam. Selanjutnya, agama
Islam menjadi faktor penting bagi kesinambungan pembentukan manusia dan
kebudayaan Indonesia.
Keempat, datangnya bangsa-bangsa Barat dengan semoyan-semboyannya
yang populer, yakni glory (mencari kejayaan dengan penakhlukan-penakhlukan
di dunia Timur, termasuk Indonesia), gold (mencari kekayaan, terutama
rempah-rempah yang tumbuh subur di dunia Timur, terutama di Indonesia),
dan gospel (menjalankan misi penyebaran agama Nasrani), betapapun telah
menjadi tragedi dalam perjalanan sejarah manusia dan kebudayaan Indonesia.

Selama ratusan tahun bangsa Indonesia mengalami pederitaan tiada tara akibat
berbagai bentuk penghisapan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat. Namun
bagaimanapun juga, penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun tentu
memberikan bekas mendalam bagi pembentukan manusia dan kebudayaan
Indonesia, terutama setelah pemerintah kolonial Belanda menerapkan Politik
Etis pada akhir abad ke-19 Masehi dengan program-program edukasi, irigasi,
dan transmigrasinya.
Kelima, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945 yang merupakan titik kulminasi bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam

vi

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

meruntuhkan sistem kolonial, untuk digantikan dengan sistem nasional. Titik
kulminasi tersebut sekaligus mepakan kesempatan emas bagi bangsa Indonesia
untuk mencapai cita-cita agung, yakni terbentuknya masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur, material dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Cita-cita yang agung tersebut sekaligus ditopang oleh dua pilar, yakni NKRI
dan Bhinneka Tunggal Ika. Pada fase kelima ini, bangsa Indonesia memiliki

kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencapai kemajuan-kemajuan yang tidak
saja sebatas pada dimensi pembangunan isik, melainkan juga pembangunan
karakter kebangsaan (national character building).
Buku ini merupakan satu bentuk penjelasan dari salah satu fase dalam
revolusi nasional Indonesia, tepatnya fase kelima sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya. Secara substantif, buku yang ada di tangan Anda ini
berisi beberapa uraian sebagai berikut.
Bab I menguraikan tentang perjuangan bangsa Indonesia pada masa
Pendudukan Jepang, tepatnya mengangkut: (1) sikap bangsa Indonesia terhadap
kedatangan bangsa Jepang, dam (2) sikap tokoh-tokoh tasionalis terhadap
Jepang, baik nasionalis sekoler maupun nasionalis Islam.
Bab II menguraikan tentang organisasi-organisasi pada masa Pendudukan
Jepang. Dalam bab ini akan diuraikan tentang: (1) pengerahan pemuda oleh
pemerintah Pendudukan Jepang, yakni dengan membentuk Putera (Pusat
Tenaga Rakyat), organisasi-organisasi semi-militer, dan organisasi-organisasi
militer, dan (2) pengerahan romusha oleh pemerintah Pendudukan Jepang.
Bab III menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa penting menjelang
proklamasi kemerdekaan. Pokok-pokok penting yang disajikan dalam Bab
III ini adalah; (1) cita-cita merdeka, (2) perumusan Dasar Negara dan UUD
1945, (3) aktivitas golongan pemuda menjelang proklamasi, dan (4) peristiwa

Rengasdengklok.
Bab IV membahas tentang proklamasi kemerdekaan. Hal-hal penting yang
dibahas dalam Bab IV adalah: (1) perumusan teks broklamasi, (2) proklamasi
kemerdekaan , (3) sidang-sidang PPKI, dan (4) makna proklamasi kemerdekaan
bagi bangsa Indonesia.
Bab V membahas tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Dalam bab ini dibahas tentang: (1) perjuangan merebut kemerdekaan, dan (2)
perjuangan bersenjata, yakni menyususn kekuatanpPertahanan dan keamanan,
kedatangan sekutu dan NICA, pertempuran Surabaya, pertempuran Ambarawa,
dan pertempuran Medan Area.
Bab VI membahas tentang revolusi sosial yang terjadi di beberapa daerah
Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

vii

pasca proklamasi kemerdekaan, yakni: (1) revolusi sosial di Sumatera Timur,
(2) revolusi sosial di Simalungun, (3) revolusi sosial di Banten, dan (4) peristiwa
tiga daerah.
Bab VII berisi tentang perjuangan melalui diplomasi yang mencakup
kajian: (1) perjanjian Hooge Valuwe, (2) konferensi Malino, (3) persetujuan
Linggarjati, (4) perjanjian Renville, dan (5) politik luar negeri bebas dan aktif.
Bab VIII mengurai tentang perjuangan menghadapi agresi militer Belanda,
baik agresi militer Belanda I maupun II yang dilengkapi dengan uraian tentang:
(1) peranan PBB dan kegagalan usaha arbitrase, (2) persiapan-persiapan dalam
bidang pertahanan, dan (3) siasat gerilya.
Bab IX mengkaji tentang tindakan pemerintah Republik Indonesia dalam
menumpas pemberontakan komunis Madiun tahun 1948. Uraian dalam bab
ini mencakup: (1) munculnya sayap kiri dalam tubuh TNI, (2) pemberontakan
komunis Madiun 1948, dan (3) penumpasan pemberontakan komunis Madiun
1948.
Bab X membahas tentang perjuangan memperoleh pengakuan kedaulatan
dengan uraian yang mencakup: (1) pendekatan pemerintah RI terhadap negaranegara federal, (2) perjanjian Roem-Royen, (3) menuju konferensi meja bundar,
dan (4) pembentukan RIS dan pengakuan kedaulatan.
Bab XI membahas tentang kehidupan bangsa Indonesia pada awal
kemerdekaan. Adapun uraian dalam bab ini mencakup: (1) kehidupan politik,
(2) kehidupan ekonomi, (3) kehidupan pendidikan, dan (4) kehidupan sosial.
Bab XII membahas tentang perjuangan merebut dan mempertahankan
kemerdekaan dalam perspektif pendidikan karakter yang mencakup: (1)
pendahuluan, (2) pengertian dan penerapan pendidikan karakter, (3) esensi nilai
budaya dan karakter bangsa, dan (4) perjuangan merebut dan mempertahankan
kemerdekaan dalam perspektif pendidikan karakter.
Terbatasnya waktu penulisan, ditambah dengan kesibukan penulis yang
relatif padat, membuka peluang bagi segala rupa kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis akan berterima kasih
jika memperoleh kritik dan saran dari para pembaca. Semoga bermanfaat.
Jakarta, 29 November 2015
Penulis,
Dr. Muhamad Arif, M.Pd.

viii

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR __________ iii
DAFTAR ISI __________ xi
BAB I PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG __________ 1
A. Pendahuluan __________ 1
B. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kedatangan
Bangsa Jepang __________ 7
C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang __________ 14
1. Perjuangan Kaum Nasionalis Sekuler __________ 20
2. Perjuangan Kaum Nasionalis Islam __________ 28
BAB II ORGANISASI-ORGANISASI PADA
MASA PENDUDUKAN JEPANG __________ 33
A. Pendahuluan __________ 33
B. Pengerahan Pemuda oleh Pemerintah Pendudukan Jepang _______ 40
1. Putera (Pusat Tenaga Rakyat) __________ 40
2. Organisasi-organisasi Semi-militer _________ 40
3. Organisasi-organisasi Militer __________ 49
C. Pengerahan Romusha oleh Pemerintah Pendudukan Jepang ______ 60
BAB III PERISTIWA-PERISTIWA PENTING MENJELANG
PROKLAMASI KEMERDEKAAN __________ 69
A. Pendahuluan
__________ 69
1. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Politik _________ 69
2. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Ekonomi ______ 72
3. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Sosial __________ 75
4. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Pendidikan ______ 78
5. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Kebudayaan ____ 81
6. Dampak Pendudukan Jepang dalam Bidang Militer _________ 83
Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

ix

B. Cita-cita Merdeka __________ 87
C. Perumusan Dasar Negara dan UUD 1945 __________ 90
1. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) __________ 93
2. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) __________ 97
D. Aktivitas Golongan Pemuda Menjelang Proklamasi __________ 100
E. Peristiwa Rengasdengklok __________ 102
1. Penyerahan Jepang terhadap Sekutu __________ 102
2. Peristiwa Rengasdengklok __________ 104
BAB IV PROKLAMASI KEMERDEKAAN __________ 109
A. Pendahuluan __________ 109
B. Perumusan Teks Proklamasi __________ 109
C. Proklamasi Kemerdekaan __________ 115
D. Sidang-sidang PPKI __________ 120
1. Sidang Pertama PPKI __________ 120
2. Sidang Kedua PPKI __________ 122
3. Sidang Ketiga PPKI __________ 123
E. Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia ________ 124
1. Pengertisn Proklamasi __________ 124
2. Makna Kemerdekaan __________ 127
BAB V

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN __________ 129
A. Pendahuluan __________ 129
B. Perjuangan Merebut Kemerdekaan __________ 131
1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta __________ 131
2. Perebutan Kekuasaan __________ 142
C. Perjuangan Bersenjata __________ 135
1. Menyususn Kekuatan Pertahanan dan Keamanan _________ 135
2. Kedatangan Sekutu dan NICA __________ 138
3. Pertempuran Surabaya __________ 140
4. Pertempuran Ambarawa __________ 144
5. Pertempuran Medan Area __________ 146
BAB VI REVOLUSI SOSIAL __________ 148
A. Pendahuluan __________ 148
B. Revolusi-revolusi Sosial di daerah __________ 149
1. Revolusi Sosial di Sumatera Timur _________149

x

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

2.
3.
4.

Revolusi Sosial di Simalungun __________ 153
Revolusi Sosial di Banten __________ 156
Peristiwa Tiga Daerah __________ 162

BAB VII PERJUANGAN MELALUI DIPLOMASI __________ 164
A. Pendahuluan __________ 164
B. Diplomasi sebagai Sarana Penyelesaian Pertikaian__________ 166
1. Perjanjian Hooge Valuwe __________ 166
2. Konferensi Malino __________ 169
3. Persetujuan Linggarjati __________ 170
4. Perjanjian Renville __________ 173
C. Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif __________ 179
BAB VIII PERJUANGAN MENGHADAPI AGRESI MILITER
BELANDA __________ 181
A. Pendahuluan __________ 181
B. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda I __________ 181
C. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda II __________ 185
1. Peranan PBB dan Kegagalan Usaha Arbitrase __________ 187
2. Persiapan-persiapan dalam Bidang Pertahanan __________ 189
3. Siasat Gerilya __________ 191
BAB IX MENUMPAS PEMBERONTAKAN KOMUNIS _____ 197
A. Pendahuluan __________ 197
B. Munculnya Sayap Kiri dalam Tubuh TNI __________ 198
C. Pemberontakan Komunis 1948 __________ 200
D. Penumpasan Pemberontakan Komunis 1948 __________ 203
BAB X
A.
B.
C.
D.
E.

PERJUANGAN MEMPEROLEH PENGAKUAN
KEDAULATAN _________ 208
Pendahuluan __________ 208
Pendekatan pemerintah RI terhadap Negara-negara Federal ______209
Perjanjian Roem-Royen __________ 211
Menuju Konferensi Meja Bundar __________ 218
Pembentukan RIS dan Pengakuan Kedaulatan __________ 221

BAB XI

KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA AWAL
KEMERDEKAAN __________ 225
A. Pendahuluan __________ 225
Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

xi

B.
C.
D.
E.
F.

Kehidupan Politik __________ 225
Kehidupan Ekonomi __________ 228
Kehidupan Pendidikan __________ 235
Kehidupan Sosial __________ 241
Kehidupan Bahasa dan Sastra __________ 241

BAB XII PERJUANGAN MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN
KARAKTER __________ 244
A. Pendahuluan __________ 244
B. Pengertian dan Penerapan Pendidikan Karakter __________ 246
C. Esensi Nilai Budaya dan Karakter Bangsa __________ 248
D. Perjuangan Merebut dan Mempertahankan Kemerdekaan dalam
Perspektif Pendidikan Karakter __________ 253
1. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Kedatangan Bangsa Jepang
dalam Perspektif Pendidikan Karakter __________ 253
2. Perumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka dalam Perspektif
Pendidikan Karakter __________ 256
3. Peristiwa Rengasdengklok dalam Perspektif Pendidikan
Karakter __________ 257
4. Proklamasi Kemerdekaan dalam Perspektif Pendidikan
Karakter __________ 260
5. Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan dalam
Perspektif Pendidikan Karakter __________ 262
DAFTAR PUSTAKA __________ 267
INDEX __________ 277

xii

Revolusi Nasional Indonesia Perspektif Pendidikan Karakter

1

BAB I
PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG

A. Pendahuluan
Bulan
Fumimaro

Oktober

1941,

Jenderal Hideki Tojo

menggantikan Konoe

sebagai Perdana Menteri Jepang. Setelah Amerika melancarkan

embargo minyak bumi, suatu komoditas yang sangat dibutuhkan, baik untuk
industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang, maka Jepang mulai berpikir
untuk menguasai daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam, termasuk
minyak bumi. Dalam rangka menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara,
sejak pertengahan tahun 1941 para pemimpin Jepang mulai melihat bahwa
Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda harus dihadapi sekaligus.

Jendral Hideki Tojo 1

1

Jendral Hideki Tojo, pada bulan Oktober 1941 menggantikan Konoe Fumimaro sebagai
Perdana Menteri Jepang. Jendral Hideki Tojo termasuk salah satu tokoh penting dalam Perang
Asia Pasifik, termasuk dalam hubungannya dengan invasi Jepang di Indonesia. (Sumber:
http://www.enemyinmirror.com/army/tojo-becomes-prime-minister-october-1941 (Tersedia: Rabu,
7-12-2016)

2

Terkait dengan pertimbangan seperti itu, Admiral Isoroku Yamamoto,
Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat
berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar.
Pada tanggal 7 Desember 1941, nyaris seluruh potensi Angkatan Laut Jepang
dikerahkan untuk menyerang secara mendadak pada basis Armada Pasifik
Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sementara sisa kekuatan
Angkatan Laut yang mereka miliki, dikerahkan untuk mendukung pergerakan
Angkatan

Darat

dalam

melaksanakan

Komando

Operasi

Selatan,

yaitu

penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa.

Pengeboman Pearl Harbour, 7 Desember 19412

Maka, pada pagi hari tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang
terdiri

dari

diberangkatkan
pengeboman

pembom pembawa
dalam dua
di

Pearl

torpedo

gelombang

Harbour.

serta

sejumlah

dalam rangka

Pemboman

Jepang

pesawat

melaksanakan
tersebut

tempur
tugas
berhasil

menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain,
2
Penyerangan Jepang ke Pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour pada
tanggal 7 Desember 1941 menjadi pemicu bagi meletusnya Perang Asia Pasifik. (Sumber:
http://galeri-bocah.blogspot.co.id/2012/02/alasan-jepang-menyerang-pearl-harbour.html (Tersedia:
Rabu, 7-12-2016)

3

menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Sementara itu, lebih dari 2.330
serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Sehari setelah
pengeboman tersebut, yakni pada tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika
Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Tidak berlebihan jika Loebis3
menyatakan bahwa Perang Asia Timur Raya dipicu oleh serangan Jepang
terhadap Pangkalan Pearl Harbour di Kepulauan Hawaii pada tanggal 7 Desember
1941.
Terkait dengan invasi Jepang terhadap beberapa negara di kawasan Asia
Timur dan Asia Tengara, Library of Congress Country Studies (1992)
menjelaskan bahwa invasi Jepang tersebut didorong oleh keinginan untuk
menguasai sumber daya alam yang melimpah. Bahwa untuk mendukung mesin
perang, Jepang membutuhkan suplai bahan bakar minyak, bijih baja, dan beberapa
material lainnya yang harus diimpor dari negara lain. Sebagai misal, untuk
memenuhi kebutuhan minyak pelumas, 55 persen di antaranya harus diimpor oleh
Jepang dari Amerika. Dengan menguasai Indonesia, Jepang dapat memotong
sebanyak 25 persen dari keharusan impor minyak pelumas tersebut. 4
Senada dengan uraian di atas, Library of Congress Country Studies (1992)
memberikan penjelasan sebagai berikut:
“From Tokyo’s perspective, the increasingly critical attitude of the
“ABCD powers” (America, Britain, China, and the Dutch) toward
Japan’s invasion of China reflected their desire to throttle its legitimate
aspirations in Asia. German occupation of the Netherlands in May 1940
led to Japan’s demand that the Netherlands Indies governments supply it
with fixed quantities of vital natural resources, especially oil. Further
demands were made for some from economic and financial integration of
the Indies with Japan. Negotiations continued through mid-1941. The
indies government, realizing its extremely weak position, played for time.
But in summer 1941, it followed the United States in freezing Japanese
assets and imposing an embargo on oil and other exports. Because Japan
could not continue its China war without these resourches, the militarydominated government in Tokyo gave assent to an “advance south”
policy. French Indochina was already effectively under Japanese control.
3

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia Press, 1992, h. 22-23.
4
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quidestudy/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

4

A nonaggression pact with the Soviet Union in April 1941 freed Japan to
wage war against the United States and the European colonial powers.” 5
Gerakan militer Jepang yang spektakuler mengharuskan Belanda –yang
sedang berkuasa di Indonesia—bersiap-siap untuk menghadapi “bahaya kuning”.
Dalam pada itu, Gubernur Jendral Hindia Belanda, Mr. A.W.L. Tjarda Van
Starkenborgh

Stachouwer,

mengumumkan

perang

terhadap

Jepang.

Untuk

memperkuat posisinya Belanda terlibat dalam suatu komando gabungan yang
disebut dengan ABDACOM (American British Dutch Australian Command).
Markas besar ABDACOM terletak di Lembang (dekat Bandung), dengan Jendral
Sir Archibald Wavell sebagai panglimanya. Sementara itu, Letnan Jendral H. Ter
Poorten diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL).6

Pergerakan pasukan Jepang pada saat Perang Asia Pasifik 7

Sementara itu, dalam waktu yang relatif singkat Jepang berhasil merebut
daerah

Asia

5

Tenggara,

seperti:

Indochina,

Muangthai

(Thailand),

Birma

Ibid.
Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 1.
7
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quidestudy/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.
6

5

(Myanmar),
tersebut

Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Keberhasilan tentara Jepang

sangat

mengejutkan

pihak

Sekutu,

terlebih-lebih

setelah

jatuhnya

Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, pertahanan Sekutu di
Asia sangat tergoncang.8 Pertempuran di Laut Jawa antara pasukan Jepang
menghadapi gabungan pasukan Inggris, Belanda, Australia, dan Amerika Serikat
tidak dapat dielakkan.9 Akhirnya pertahanan Hindia Belanda, yang merupakan
benteng utama Inggris di kawasan Asia Tenggara, dengan mudah dapat ditembus
oleh pasukan Jepang.10
Secara kronologis beberapa serangan Jepang terhadap kedudukan Belanda
di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Kronologi serangan Jepang terhadap kedudukan Belanda di Indonesia11
Waktu
Keterangan
Tanggal 11 Januari 1942
Jepang menduduki Tarakan (Kalimantan Timur).
Keesokan harinya, yakni tanggal 12 Januari 1942,
pasukan Belanda di daerah itu menyerah.
Tanggal 24 Januari 1942
Kota Balikpapan yang merupakan daerah sumber
minyak, berhasil direbut oleh pasukan Jepang.
Tanggal 29 Januari 1942
Jepang menduduki Pontianak.
Tanggal 3 Pebruari 1942
Kota Samarinda berhasil direbut oleh pasukan Jepang
dari tangan Belanda. Untuk selanjutnya, tanggal 5
Pebruari 1942, pasukan Jepang juga berhasil
menguasai lapangan terbang Samarinda.
Tanggal 10 Pebruari 1942 Kota Banjarmasin dikuasai oleh pasukan Jepang.
Tanggal 14 Pebruari 1942 Jepang menurunkan pasukan payung di Palembang.
Dua hari kemudian, yakni tanggal 16 Pebruari 1942,
kota Palembang berhasil direbut dari tangan Belanda.
Dengan jatuhnya kota Palembang, maka ambisi
Jepang untuk menguasai pulau Jawa semakin
terbuka. Untuk merebut pulau Jawa, Jepang
membentuk Komando Tentara Keenambelas yang
dipimpin oleh Letnan Jendral Hitoshi Imamura.
8

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31-32.
9
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quidestudy/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006).
10
A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia Press, 1992, h. 31-32.
11
Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 2-4.

6

Tanggal 15 Pebruari 1942
Tanggal 1 Maret 1942

Tanggal 5 Maret 1942

Tanggal 7 Maret 1942

Jepang berhasil merebut Singapura dari tangan
Sekutu.
Pasukan Jepang berhasil mendarat di tiga tempat
sekaligus, yakni di Teluk Banten (Jabar), di Eretan
Wetan (Jabar), dan di Kragan (Jawa Tengah). Pada
tanggal 1 Maret 1942 itu pula pasukan Jepang yang
dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji berhasil
menduduki Subang dan sekaligus merebut lapangan
terbang Kalijati.
Pasukan Jepang menguasai pusat kekuasaan Belanda
di Batavia, untuk kemudian juga berhasil menduduki
Bogor.
Kota Bandung berhasil dikuasai oleh pasukan
Jepang.

Operasi kilat yang dilakukan oleh Pasukan Shoji telah menyebabkan
kritisnya posisi tentara KNIL (Belanda). Pada tanggal 6 Maret 1942, panglima
KNIL Letnan Jendral Ter Poorten mengeluarkan perintah kepada panglima KNIL
wilayah Jawa Barat, Mayor Jendral J.J. Pesman, agar tidak melakukan perlawanan
di wilayah Bandung. Letnan Jendral Ter Poorten sependapat dengan Gubernur
Jendral Tjarda van Starkenborgh, bahwa Bandung perlu dihindarkan dari
peperangan karena pada saat itu telah penuh sesak dengan penduduk sipil, wanita,
dan anak-anak.12
Dalam keadaan yang kritis seperti itu, pihak Belanda meminta penyerahan
lokal atas wilayah Bandung. Tetapi permintaan Belanda tersebut dijawab dengan
sebuah ultimatum dari pihak Jepang (dalam hal ini dilakukan oleh Jendral
Imamura), yakni: (1) agar Belanda menyerah secara total kepada Jepang, dan (2)
agar Gubernur Jendral Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang
dilaksanakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Jika Belanda tidak
mengindahkan ultimatum tersebut, maka Jepang akan mengebom kota Bandung
dari udara. Pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda benar-benar tidak berkutik.
Gubernur Jendral Tjarda van Starkenborgh beserta para Panglima Tentara Belanda
berhadapan dengan Letnan Jendral Imamura mengadakan pertemuan. Hasil
pertemuan tersebut adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia
12

Marwah Daoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia
VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 4.

7

Belanda kepada Jepang. Dengan demikian, wilayah Indonesia beralih kekuasaan,
dari penjajahan Belanda kepada pemerintah pendudukan Jepang.13

Kapitulasi tanpa syarat Belanda kepada Jepang 14

Keberhasilan Jepang dalam yang spektakuler dalam mengalahkan dan
merebut kekuasaan Hindia Belanda sangat menarik untuk dikaji. Sebagaimana
yang diketahui, bahwa sejak ratusan tahun yang lalu bangsa Belanda berhasil
menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Selama itu pula perlawanan yang
dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mengusirnya, dan sekaligus perjuangan
untuk merebut kemerdekaan, belum nenunjukkan hasil yang memuaskan. Akan
tetapi, beberapa saat setelah tentara Jepang datang, pemerintah Hindia Belanda
segera bertekuk lutut, menyerah tanpa syarat. Kenyataan seperti ini tentu sangat
menarik untuk diskusikan.

B. Sikap Bangsa Indonesia terhadap Kedatangan Bangsa Jepang
Sejak pecah Perang Asia-Pasifik, terjadi perbincangan hangat di kalangan
bangsa Indonesia tentang berbagai kemungkinan yang berhubungan dengan kalah
atau menangnya Belanda dalam perang. Pada umumnya kalangan pegawai
pemerintah berharap agar Belanda muncul sebagai pemenang karena didorong
13

Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quidestudy/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006. Lihat juga: Marwah Daoed Poesponegoro dan
Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1984, h. 5.
14
Kapitulasi tanpa syarat oleh Belanda kepada Jepang di Kalijati, tanggal 8 Maret 1942,
menjadi penegas dimulainya Pendudukan Jepang atas Indonesia (Sumber: http://arif-ipssd.blogspot.co.id/2013/02/kedatangan-jepang-di-indonesia.html (Tersedia: Rabu, 7-12-2016)

8

oleh kecemasan terhadap keberlangsungan pekerjaan mereka jika Jepang berkuasa
kelak. Sementara itu, sebagian besar kalangan nasionalis justru berharap agar
Jepang yang memperoleh kemenangan. Kaum nasionalis berasumsi bahwa dengan
terusirnya

Belanda

oleh

Jepang,

maka

akan

mempercepat

pencapaian

kemerdekaan.
Sikap kaum nasionalis seperti di atas mencerminkan ketidaksukaannya
terhadap pemerintah Hindia Belanda karena didorong oleh beberapa faktor
sebagai berikut. Pertama, tuntutan untuk mendapatkan pemerintahan sendiri yang
diajukan melalui Volksraad pada bulan Pebruari 1940 ditolak oleh Belanda,
bahkan ketika pemimpin Indonesia mengingatkan Belanda akan kandungan
Atlantic Charter dijawab oleh Belanda bahwa Atlantic Charter tidak dapat
diterapkan di Indonesia. Kedua, adanya kepercayaan terhadap ramalan Joyoboyo
yang mengatakan bahwa bangsa kulit putih akan dienyahkan oleh bangsa kulit
kuning, yang akan berkuasa selama seumur jagung dan sesudah itu akan muncul
zaman keemasan di Indonesia.15

Propaganda billboard celebrating the victories of Japanese troops, including Pearl Harbor in
the upper right inset, Jakarta, 1942.16

15

A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia Press, 1992, h. 24-25.
16
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quidestudy/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.

9

Kenyataan-kenyataan seperti tersebut tentu sangat menguntungkan posisi
Jepang karena mendapat dukungan,

baik

secara moral maupun material.

Sebaliknya, kedudukan Belanda semakin terdesak.
Sebelum kedatangan pasukan Jepang sebenarnya Belanda sudah berusaha
melakukan antisipasi, di antaranya dengan melakukan mobilisasi para pemuda
Indonesia dalam bentuk milisi-milisi. Namun gagasan Belanda tersebut disambut
dingin oleh bangsa Indonesia, seperti yang tampak pada perbincangan Kyai
Hisyam, Kyai Raden Iskandar, dan William H. Frederick yang berlangsung di
Pondok Pesantren Kalijaran berikut ini:
Kami saling menanyakan kabar keselamatan masing-masing dan
kabar tentang sahabat-sahabat yang jauh. Suasana jadi amat
menyenangkan dalam ikatan persaudaraan yang akrab.
“Jadi besok malam saudara ada di Kertanegara? Aku pun akan
datang juga ke sana, insyaAllah,” Kyai Iskandar menyambung
pembicaraan yang terputus karena instruksi Kyai Hisyam kepada
khadamnya untuk membuatkan kopi kental untukku.
“Memang, insyaAllah aku besok ke Kertanegara. Aku telah
menghubungi saudara Hadimiharja, ketua Ansor di sana. Aku ingin
memberi penjelasan kepada kawan-kawan mengenai maksud
pemerintah Hindia Belanda mengadakan mobilisasi di kalangan
pemuda-pemuda kita, dan bagaimana sikap kita,” jawabku.
“Aku membaca di koran, bahwa Ratu Wilhelmina kini berada di
London, bagaimana ceritanya ini?” tanya Kyai Hisyam sambil
menuangkan air putih panas ke dalam kopi kentalku yang tinggal separuh
cangkir. Kebiasaan orang Banyumas kalau minum kopi dituangi air putih
yang panas agar kopi menjadi penuh lagi dalam cangkir. Dijogi,
istilahnya.
“Negeri Belanda telah diduduki oleh Jerman. Hitler telah
menunjuk seorang kaki tangannya membentuk pemerintah Belanda yang
pro-Nazi. Karena itu ratu Belanda mengungsi ke Inggris dan meneruskan
pemerintahan pelarian Belanda di sana,” jawabku menjelaskan.
“Pemerintah Hindia-Belanda di sini ikut Wilhelmina atau Hitler?”
Kyai Iskandar menanyakan kepadaku.
“Tentu ikut Wilhelmina, tetap setia kepada Ratu yang mengungsi
ke London,” jawabku, “tetapi jadi serba susah mereka. Ikut Wilhelmina
telah putus hubungan, sedang Hindia-Belanda diancam oleh Jepang,
sekutu Hitler. Orang banyak meramalkan bahwa tak lama lagi Jepang
akan memaklumkan perang kepada Hindia-Belanda. Situasi jadi genting
sekali bagi Belanda,” demikian kataku.
“Dalam majalah Berita Nahdlatul Ulama bulan yang lalu aku
baca,” demikian Kyai Iskandar, “bahwa Hoofdbestuur Nahdlatul Ulama
mendesak MIAI untuk bersama-sama GAPPI meningkatkan tuntutan

10

Indonesia berparlemen kepada pemerintah Hindia-Belanda dan
pemerintah Belanda di Den Haag. Bagaimana hasilnya?”
“Lima hari yang lalu aku terima surat dari KHA Wahid Hasyim,
ketua MIAI. Sebagaimana kita tahu, MIAI ini sebuah badan gabungan
federasi dari semua partai politik dan organisasi Islam seluruh Indonesia.
MIAI telah mengadakan kerja sama dengan GAPPI sebagai gabungan
dari partai-partai politik non-Islam dalam aksi menuntut Indonesia
berparlemen. Kini telah terbentuk suatu kerja sama antara MIAI dan
GAPPI salam suatu kongres rakyat yang diberi nama KORINDO.
Kongres Rakyat Indonesia menuntut kepada pemerintah Belanda di Den
Haag agar kepada Indonesia diberi hak memerintah sendiri dengan suatu
badan perwakilan rakyat yang bernama Parlemen Indonesia. Menurut
bunyi surat KHA Wahid Hasyim tadi, jawaban pemerintah Belanda
sangat mengecewakan,” demikian aku menjelaskan. .....
“Beberapa hari yang lalu regent (bupati Hindia-Belanda)
mengumpulkan para Kyai. Katanya atas perintah dari atasan, bahwa
pemuda-pemuda kita akan diwajibkan menjadi serdadu. Kami para Kyai
diam saja tidak memberikan reaksi apa-apa. Anak-anak santri sudah
mulai gelisah. Bagaimana jelasnya dengan persoalan ini?” tanya Kyai
Hisyam.
“Itu betul!” sela Kyai Iskandar, “bahkan saya sudah dihubungi
salah seorang pejabat pemerintah menanyakan sikap saya tentang hal itu.
Saya cuma katakan, minta waktu, karena saya akan tanyakan kepada
pimpinan atasan saya. Jadi bagaimana sikap kita?” Kyai Iskandar
mendesak.
”Inilah yang musykil,” jawabku, ”pemerintah Hindia-Belanda
sudah merasa bahwa pada akhirnya Jepang memaklumkan perang kepada
Belanda dan menduduki kepulauan kita Indonesia. Kalau ini terjadi,
maka dalam tempo yang singkat saja bala tentara Jepang dengan
mudahnya dapat memukul habis seluruh kekuatan perang HindiaBelanda. Beberapa pemimpin dan orang-orang yang dianggap pro-Jepang
telah ditangkapi.”
”Jadi, untuk itu semua pemuda-pemuda kita mau dijadikan
serdadu?” tanya Kyai Hisyam.
”Itulah soalnya!” jawabku, ”pemuda-pemuda kita mau dipaksa
menjadi serdadu, namanya milisi. Padahal mereka belum terlatih benar
sebagai tenaga perang, menghadapi tentara Jepang yang sudah bertahuntahun bertempur di daratan Tiongkok, Mancuria, dan terus ke selatan.”
”Itu berarti menjadikan anak-anak kita umpan peluru Jepang!”
sela Kyai Hisyam.
”Bukan itu saja yang penting,” jawab Kyai Iskandar, ”Jika
pemuda-pemuda kita harus berperang, apa tujuan mereka?
Berperang untuk siapa dan membela siapa? Bagaimana kalau mati?
Apa hukumnya mati mereka itu?”

11

”Begini.” Aku mencari kata untuk menurunkan temperamen Kyai
Iskandar yang sudah mulai semangat. Sementara Kyai Hisyam menyuruh
khadamnya membuat lagi kopi yang panas. Kopi tubruk.
”Dalam surat KHA Wahid Hasyim yang baru aku terima, beliau
ceritakan bahwa Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari telah memanggil KHA
Wahab Chasbullah, KH Mahfush Shiddiq, KH Bisri Shamsuri, KHA
Wahid Hasyim, dan beberapa pimpinan teras Nahdlatul Ulama untuk
membicarakan masalah tersebut bertempat di Tebuireng...”
”Nah, lalu bagaimana?” serentak berbareng kedua Kyai ini seperti
tidak sabar menanti akhir ceritaku.
”Telah diputuskan dalam musyawarah tersebut. Kita tidak
membahasnya dari segi politiknya, tetapi semata-mata dari segi hukum
agama Islam. Tentang hukum mati dapam suatu peperangan. Orang bisa
dihukumi mati syahid apabila mati karena membela agama,
membela
harta
benda, membela kemerdekaan, membela
kehormatan, dan sebagainya. Sekarang kita nilai. Perang sekarang ini
perang antara siapa dengan siapa? Bukankah perang Jepang melawan
Belanda dan Hindia Belanda? Kecuali kalau Jepang memaklumkan
perang dengan bangsa Indonesia, bahkan Jepang sangat berkepentingan
terhadap simpati bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, maka tentunya Jepang
hanya akan memaklumkan perang melawan Belanda dan Hindia
Belanda,” demikian aku menjelaskan.
”Itu bijaksana sekali ulama-ulama kita!” sela Kyai Hisyam, ”kita
’kan bukan Belanda dan Hindia-Belanda!”
”Kalau begitu, artinya kita menolak secara halus!” Kyai
Iskandar menyambung.17

Kyai Hisyam18
17

W.H. Frederick & S. Soeroto, (ed), Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan
Sesudah Revolusi, Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES, 2005, h. 265-270.

12

Percakapan di atas sekaligus mempertegas, betapa pemerintah HindiaBelanda telah gagal memperoleh simpati dari rakyat Indonesia, terutama dari
masyarakat Islam Indonesia pada saat itu. Kenyataan seperti itu pulalah yang
mempercepat kekalahan tentara Hindia Belanda terhadap tentara Jepang.
Setelah memperoleh kemenangan, pemerintah Jepang segera melakukan
upaya propaganda untuk menunjukkan bahwa telah muncul era baru, yakni era
Asia.

Pada saat seperti itulah pemerintah Jepang mendengung-dengungkan

semboyan: ”Asia Timur Raya”, ”Kemakmuran Bersama di Asia” dan sebagainya.
Dalam hubungan ini, Library of Congress Country Studies (1992) memberikan
catatan sebagai berikut:
Although their motives were largely acquisitive, the Japanese justified
their occupation in terms of Japan’s role as, in the world of an a 1942
slogan, “The leader of Asia, the protector of Asia, the light of Asia”.
Tokyo’s greater East Asia Co-Porsperity Sphere, encompassing both
Northeast and Southeast Asia, with Japan as the focal point, was to be a
nonexploitative economic and cultural community of Asians. Given
Indonesian resentment of Dutch rule, this approach was appealing and
harmonized remarkably well with local legends that a two-century-long
non-Javanese rule would be followed by era of peace and prosperity.19
Secara umum bangsa Indonesia meyakini bahwa kedatangan bangsa
Jepang akan segera membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan.
Keyakinan serupa itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia menyambut
kedatangan tentara Jepang secara antusias seperti yang dilaporkan oleh Kahin
sebagai berikut:
When, Japanese arrived, they were generally enthusiastically received.
The popular feeling that they came as liberators was reinforced by their
immediately allowing the display of the red and white Indonesian
national flag and the singing of Indonesia Raya, the national anthem,
both of which had been forbidden by the Dutch.20

18

Kyai Hisyam, salah seorang ulama yang menolak gagasan Belanda untuk mobilisasi
para pemuda Indonesia dalam bentuk milisi-milisi guna melawan kedatangan Jepang di Indonesia.
(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kyai_Haji_Hisyam (Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).
19
Library of Congress Country Studies. Indonesia: The National Revolutions, 1945-50.
U.S. Library of Congress, 1992, (Sumber: http://reference. allrefer.com/countruy-quidestudy/indonesia, tersedia tanggal 4 Mei 2006.
20
G.Mc.Tn. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca and London: Cornell
University Press, 1970, h. 102.

13

Chairul Saleh 21

Berdasarkan keyakinan seperti di atas, tokoh-tokoh pemuda seperti
Chairul Saleh menyongsong kedatangan pasukan Jepang di Tangerang. Di
Jakarta pemuda nasionalis membentuk Barisan Banteng dan menyelenggarakan
pawai rakyat

secara

besar-besaran,

mendatangi Lapangan Gambir sambil

melambaikan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya. Para pemimpin nasionalis memang mempunyai harapan yang besar tentang
kemungkinan terjadinya gerakan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Abikoesno
Tjokrosoejoso, seorang pemimpin Partai Serikat Islam Indonesia, telah menyusun
daftar kabinet yang akan memerintah Indonesia di bawah naungan Jepang, dengan
dirinya sendiri sebagai perdana menteri. Tetapi semua itu ditolak oleh Jepang.
Bahkan,
21

pada

tanggal 20

Maret

1942,

pemerintah

pendudukan

Jepang

Chairul Saleh, salah satu tokoh pemuda yang menyongsong kedatangan pasukan
Jepang di Tangerang. Pada saat itu, pada umumnya kelompok pemuda nasionalis menyambut
gembira kedatangan pasukan Jepang dengan menyelenggarakan pawai rakyat secara besar-besaran
sambil melambaikan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Para pemimpin nasionalis memang mempunyai harapan yang besar untuk memperoleh
kemerdekaan. Bahkan, Abikoesno Tjokrosoejoso, seorang pemimpin Partai Serikat Islam
Indonesia, telah menyusun daftar kabinet yang akan memerintah Indonesia. (Sumber:
http://baralekdi.blogspot.co.id/2012/05/orang-minang-terkemuka-di-pentas.html (Tersedia: Rabu,
7 Desember 2016).

14

mengeluarkan pengumuman bahwa semua organisasi politik, termasuk organisasi
mahasiswa, dibubarkan. Semua kegiatan politik dilarang. Bendera Merah Putih
tidak

boleh

dikibarkan.

Lagu

kebangsaan

Indonesia

Raya

tidak

boleh

dinyanyikan.22 Tindakan Jepang seperti ini tentu sangat mengecewakan para
pemimpin bangsa Indonesia. Di antara mereka banyak yang merasa tertipu oleh
Jepang.

C. Sikap Tokoh-tokoh Nasionalis terhadap Jepang
Dalam membahas kekuatan-kekuatan sosial politik dan perjuangan bangsa
di tanah air, seseorang perlu mencermati periode akhir zaman penjajahan Kolonial
Belanda di Indonesia. Pada masa itu, pertumbuhan kesadaran diri secara politik
untuk sebuah kebebasan dan kemerdekaan dari tangan asing berkembang secara
cepat. Hasil politik etis, pengaruh ide-ide pembaruan Islam dari luar, dampak
pendidikan barat, serta perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi menjadi
pemicu utama tumbuhnya gagasan-gagasan kemerdekaan tersebut.
Itulah zaman masuknya dan diterimanya gagasan-gagasan baru, sementara
tradisi-tradisi asli sedang berubah atau mempertahankan diri dengan cara baru,
dan penyebaran gaya-gaya pikiran baru yang dirangsang oleh pertumbuhan media
massa pribumi.23 Masa ini dikenal dengan masa kebangkitan nasional yang
ditandai

dengan

berdirinya

beberapa

perkumpulan

dan

organisasi

yang

berorientasi pada sisi budaya, kedaerahan, dan agama.
Perkembangan

kekuatan

perkumpulan-perkumpulan

organisasi

itu

melahirkan tokoh-tokoh terkemuka yang banyak dikenal oleh masyarakat seperti
dr. Tjipto Mangunkusumo, H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Moh. Natsir,
K.H. Wahid Hasjim, Semaun, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantoro,
E.F.E. Douwes Dekker, Ir. Soekarno, Drs. Moehammad Hatta, dan sebagainya.

22
A. B. Loebis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku, dan Saksi , Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia Press, 1992, h. 30-31.
23
Z. Muchtarom, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan , Jakarta: Penerbit
Salemba Diniyah, 2002, h. 74.

15

H.O.S Tjokro Aminoto 24

Di tengah kuatnya geliat kebangkitan nasional, divergensi (pemisahan)
politik

antar golongan terjadi. Perbedaan pandangan falsafah dan ideologi

merupakan penyebab

utama para tokoh dan organisasinya terdikotomikan

(terbagikan) dalam kelompok-kelompok tertentu.
Pada tahun 1920-an antagonisme politik utama terjadi antara Islam dan
Komunisme, dan pada tahun 1930-an polemik berjalan antara Islam dan
nasionalisme sekuler.25 Golongan Islam yang berorientasi pada agama memiliki
pandangan yang berbeda mengenai dasar falsafah kebangsaan dengan golongan
Komunis yang cenderung berisfat Sosialis dan berhaluan Marxis serta golongan
Sekuler yang berpendidikan Barat dan banyak dipengaruhi oleh sekularisme
Turki.
24

Haji Oemar Said Tjokroaminoto (Sumber: https://islaminindonesia.com/2014/03/22/
hos-tjokroaminoto-sukarnos-political-mentor-screened-by-garin-nugroho-christine-hakim/
(Tersedia: Rabu, 7 Desember 2016).
25
R.R. Jay, Santri and Abangan; Religious Schism in Rural Central Java , Disertasi
Doktor yang tidak diterbitkan, Massachusetts: Harvard University, 1957, h. 194.

16

H. Agus Salim26

Di antara ketiganya, golongan Islam dan Sekulerlah yang paling sengit
bersaing dalam perkembangan negeri ini. Komunisme yang tumbang karena
pemberontakan gagalnya di tahun 1926 dan kemudian hancur sampai akarakarnya karena sebuah konspirasi tingkat tinggi di tahun 1965, semakin
menguatkan posisi golongan Islam dan Sekuler di panggung kekuasaan Indonesia.
Pertentangan antar ideologi dasar ini terus menerus menjadi dilema kebangsaan
dari zaman ke zaman d