PEMANFAATAN GOOGLE EARTH DALAM BENTUK TE

PEMANFAATAN GOOGLE EARTH
DALAM BENTUK TEKNOLOGI GEOSPASIAL
UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA

AULIA HELMINA PUTRI
13.63.0657

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVESITAS ISLAM KALIMANTAN BANJARMASIN
2014

1.1 Pendahuluan

1.2 Pengetahuan Umum Tentang Google Earth
Google Earth merupakan sebuah program globe virtual yang sebenarnya
disebut Earth Viewer dan dibuat oleh Keyhole, Inc.. Program ini memetakan bumi
dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi
udara dan globe GIS 3D. Tersedia dalam tiga lisensi berbeda: Google Earth,
sebuah versi gratis dengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus ($20), yang
memiliki fitur tambahan; dan Google Earth Pro ($400 per tahun), yang digunakan

untuk penggunaan komersial.
Google juga menambah pemetaan dari basis datanya ke perangkat lunak
pemetaan berbasis web. Peluncuran Google Earth menyebabkan sebuah
peningkatan lebih pada cakupan media mengenai globe virtual antara tahun 2005
dan 2006 menarik perhatian publik mengenai teknologi dan aplikasi geospasial.
Global virtual ini memperlihatkan rumah, warna mobil, dan bahkan
bayangan orang dan rambu jalan. Resolusi yang tersedia tergantung pada tempat
yang dituju, tetapi kebanyakan daerah (kecuali beberapa pulau) dicakup dalam
resolusi 15 meter. Las Vegas, Nevada dan Cambridge, Massachusetts memiliki
resolusi tertinggi, pada ketinggian 15 cm (6 inci). Google Earth memperbolehkan
pengguna mencari alamat (untuk beberapa negara), memasukkan koordinat, atau
menggunakan mouse untuk mencari lokasi. Google Earth juga memiliki data
model elevasi digital (DEM) yang dikumpulkan oleh Misi Topografi Radar Ulang
Alik NASA. Ini bermaksud agar kita dapat melihat Grand Canyon atau Gunung
Everest dalam tiga dimensi, daripada 2D di situs/program peta lainnya. Sejak
November 2006, pemandangan 3D pada pegunungan, termasuk Gunung Everest,
telah digunakan dengan penggunaan data DEM untuk memenuhi gerbang di
cakupan SRTM. Google Earth memiliki kemampuan untuk memperlihatkan
bangunan dan struktur (seperti jembatan) 3D, yang meliputi buatan pengguna
yang menggunakan SketchUp, sebuah program pemodelan 3D. Google Earth


versi lama (sebelum Versi 4), bangunan 3d terbatas pada beberapa kota, dan
memiliki pemunculan yang buruk tanpa tekstur apapun.

1.3 Geospasial
Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang
menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada
di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem
koordinat tertentu.
1.4 Digital Elevation Model ( DEM )
Sebuah model elevasi digital adalah model digital atau representasi 3D
dari permukaan bumi yang dibuat dari data elevasi tanah. Menurut Jacobsen
(2003) Digital Elevation Model (DEM) berdasarkan jumlah titik dengan x, y, dan
z koordinat yang menggambarkan tanah gundul. DEM mungkin disusun dalam
bentuk raster atau bentuk acak. Poros x dan y merupakan poros koordinat bumi,
sedangkan poros z merupakan data ketinggian. DEM diperlukan untuk beberapa
keperluan seperti generasi ortoimages, perencanaan penanggulangan banjir,
pengendalian erosi, pertanian dan lain sebagainya.
1.5 Data Raster
Dalam bentuk paling sederhana, raster terdiri dari matiks sel / piksel yang

diatur dalam baris dan kolom (atau grid), di mana setiap sel berisi nilai yang
mewakili informasi seperti suhu, ketinggian, dan lain sebagainya. Data raster

dapat diperoleh melalui foto udara, citra satelit, gambar digital, remote sensing
atau peta yang dipindai. Dalam set data raster setiap sel (yang juga dikenal
sebagai piksel) memiliki nilai. Nilai-nilai sel merupakan fenomena digambarkan
oleh data raster ditetapkan seperti kategori, magnitude, ketinggian, atau nilai
spektral. Nilai data elevasi dapat disimpan dalam model data raster, dimana
ketinggian tiap titik direpresentasikan dalam bentuk nilai numerik. Untuk
beberapa jenis data, nilai sel mewakili nilai yang diukur pada titik tengah sel. Sel
tersebut memiliki posisi dan dikonversikan menjadi posisi baris dan kolom. Sel –
sel tersebut disusun dalam suatu urutan yang membentuk data raster. Dalam
penelitian ini tiap sel tersebut menyimpan data DEM.

1.6 Aplikasi Google Earth dalam Bentuk Geospasial 3D untuk Penanganan
Bencana
Situasi kebencanaan di Indonesia :





Indonesia berada di daerah rawan bencana, karena faktor geografi, tataan
geologi (lempeng tektonik), hidrologi, klimatologi dan demografi
Intensitas bencana semakin meningkat dan kompleks.
Pola bencana alam : musim hujan : banjir, longsor, banjir bandang. Musim
kering : kebakaran hutan/asap, kekeringan. Lainnya : gempa, letusan
gunung Api, ombak tinggi dll.

Sebelumnya, istilah geospasial hanya di identikkan dengan pemetaan dan
juga kontur permukaan bumi. Namun dengan kemajuan teknologi saat ini, data
geospasial berupa Graphical Information System dapat di integrasikan dengan
Building Information Modelling (BIM), yang di gunakan untuk keperuan
pembangunan infrastruktur hingga penanganan bencana.
BIM merupakan teknologi yang membawa perubahan pada kinerja arsitek,
membantu mengeksplorasi proyek pembangunan secara digital, dan
merepresentasikannya dalam bentuk 3 dimensi. Ini mengakibatkan bentuk nyata
sebuah bangunan dapat terlihat bahkan sebelum dibagun. Dengan
menggabungkan data GIS dengan BIM ini, proses perencanaan proyek
infrastruktur dapat berjalan secara lebih maksimal karena bersumber pada data
yang di lapangan yang bersifat akurat.

Salah satu kelebihan metode ini adalah menggunakan teknologi 3 Dimensi
yang dalam bahasa visual mempermudah siapapun termasuk golongan non-teknis
untuk memiliki bayangan terahadap antisipasi bencana misalnya dengan memberi
gambaran daerah mana saja yang beresiko terpengaruh bencana alam. Contoh
gambar dibawah yang diambil dari citra satelit, Bencana Tsunami Aceh tahun
2004.

Teknologi geospasial segera menjadi andalan untuk mengantisipasi
bencana pasca peristiwa badai Katrina beberapa tahun lalu. Indonesia pun dapat
mengambil manfaat serupa untuk meningkatkan kualitas proses tanggap darurat
bencana. Penggunaan informasi spasial sangat vital untuk mendukung kegiatan
perencanaan pembangunan, pemanfaatan sumber daya alam, militer, strategi
penanggulangan bencana dan lain sebagainya. Salah satu contoh adalah strategi
penanggulangan bencana pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang menabrak tebing
Gunung Salak pada tanggal 9 Mei 2012, informasi mengenai kontur Gunung
Salak diperlukan oleh Tim SAR guna perencanaan evakuasi korban pesawat
Sukhoi Super Jet 100 di tebing gunung yang terjal. Informasi data spasial yang
tersaji diharapkan dapat dicerna dengan mudah oleh pengguna, informasi tersebut
biasanya ditampilkan dalam peta 2D, untuk menyajikan data berupa ketinggian
tanah digunakan peta topografi yang memiliki garis kontur yang menyatakan

ketinggian tanah pada garis yang sama. Namun sejalan dengan perkembangan

teknologi, visual 3D dapat
memberikan informasi yang
lebih mudah dicerna oleh
pengguna.

Informasi

rupa

bumi haruslah sesuai atau
paling

tidak

bentuk

rupa


mendekati
bumi

yang

sebenarnya, oleh karena itu
dibutuhkan sebuah informasi yang konsisten untuk mendukung berbagai
kebutuhan yang telah dipaparkan.

Informasi spasial umumnya divisualisasikan dalam bentuk peta 2D,
pendekatan ini sulit untuk memperoleh detail kontur suatu wilayah. Oleh karena
itu, visualisasi 3D rupa bumi dewasa ini diperlukan guna mempermudah dalam
mendapatkan informasi mengenai kontur tanah.
Setelah topan berkategori 5 memorak-porandakan Amerika pada Agustus
2005, pemerintah negara bagian Alabama, salah satu daerah yang terdampak,
memulai proyek yang menggunakan visualisasi 3D. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan penggunaan data infrastruktur maupun citra aset di seluruh wilayah
itu melalui sebuah perangkat visualisasi yang terjangkau, terukur, dapat diperbarui
serta berbasis aplikasi internet.
Di Indonesia, teknologi Geospasial Information System (GIS) sudah

dimanfaatkan sejak lama. Namun penerapan visualisasi dalam bentuk antarmuka
bola dunia 3D baru dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4) sejak akhir 2010. Seperti dikemukakan
Deputi III UKP4, Agung Hardjono, teknologi ini dapat digunakan untuk
mengawasi pelaksanaan pembangunan.
Kita dapat melihat teknologi geospasial memiliki arti yang sangat penting
pada sistem ini. Peta rupa bumi, penggunaan lahan, sumberdaya kelautan dan
infrastruktur lainnya dapat dibangun berdasar perencanaan dengan menggunakan

teknologi geospasial. Di mana, dalam perencanaan itu memperhatikan faktorfaktor yang berpotensi dapat membahayakan pembangunan tersebut.
1.7 Kesimpulan
Data geospasial merupakan salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas penanggulangan bencana (pra – pada saat – pasca bencana). Pada
saat pra bencana, data geospasial yang dibutuhkan dapat berupa : peta rawan
bencana / multi rawan bencana, peta resiko bencana, peta rencana kontijensi dan
peta tata ruang wilayah. Dan dan informasi geospasial tematik yang tersedia
belum dalam satu referensi, sehingga perlu untuk penyamaan dalam satu referensi.