20
yang setaraf dengannya. Sementara pendidikan non formal merupakan setiap kegiatan terorganisasi dan
sistematis, di luar sistem persekolahan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan
belajarnya. Tingkat pengetahuan yang sesuai akan membantu individu untuk mengenali serta mengatasi
masalah, yang dapat membuat seseorang memiliki kemampuan untuk mengelola dampak dari suatu
keputusan yang diambil. Seseorang dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan yang lebih akan merasa
dirinya memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang lain. Nguyen dan Shcubler 2012 memaparkan bahwa
tingkat pendidikan yang tinggi mengurangi terjadinya self-attribution bias.
1.5 Pengembangan Hipotesis
1.5.1 Self-Attribution Bias dan Keputusan Trading
Valuta Asing
Daniel, Hirshleifer, Subrahmanyam 1998 mengemukakan teori yang didasarkan pada
overconfidence dan self-attribution investor, dengan mendasarkan pada 2 dua premis dari sisi psikologi.
Premis yang pertama yaitu investor mengalami self- attribution bias yang membuat investor menjadi
overconfidence dalam mengevaluasi sekuritas dalam
21
artian bahwa investor menjadi overconfidence terhadap ketepatan informasi yang mereka miliki. Hal ini
kemudian membuat investor menjadi overreaction dengan informasi yang dimilikinya sendiri dan
sebaliknya menjadi underreaction dengan informasi yang dimiliki oleh publik. Sedangkan premis yang
kedua adalah investor berpendapat perubahan yang terjadi karena adanya kecenderungan self-attribution
bias adalah dampak dari keputusan yang mereka ambil. Dengan demikian dapat dilihat bahwa
kecenderungan self-attribution bias kemudian memicu munculnya overconfidence yang turut berpengaruh
dalam keputusan keuangan yang dibuat oleh investor. Hal yang sama juga ditemui dalam penelitian
Fama 1997 tentang efisiensi pasar. Fama juga menemukan bahwa self-attribution bias menyebabkan
investor menjatuhkan penilaian publik atas nilai saham, yang terjadi saat penilaian publik berbeda
dengan penilaian investor secara pribadi. Di sisi lain, Doukas dan Petmezas 2007 menemukan bahwa
manajer yang overconfidence bersumber dari adanya kecenderungan self-attribution bias, secara khusus
terkait dengan akuisisi. Nalarnya adalah ketika penawaran awal berhasil, manajer cenderung
menanggap keberhasilan itu sebagai kemampuan mereka dan memilih terlibat untuk penawaran-
penawaran selanjutnya.
22
Self-attribution bias dalam pasar keuangan juga diteliti oleh Choi dan Dong 2007 yang melakukan
studi terhadap manajer pendanaan. Mereka menemukan bahwa manajer pendanaan dengan kinerja
yang buruk kinerja di bawah 25 menunjukan self- attribution bias, dimana manajer lebih mungkin
meningkatkan bagian “aktif” dari portofolio mereka untuk meningkatkan volatilitas, yang juga berdampak
pada jumlah peningkatan hasil baik positif maupun negatif. Maksudnya adalah ketika volatilitas meningkat
dan bagian “aktif” dari portofolio mengalami peningkatan hasil positif maka manajer akan
beranggapan bahwa hal tersebut karena tindakan dan kemampuan mereka sendiri. Sementara ketika
mengalami peningkatan hasil negatif manajer akan menganggap hal itu sebagai faktor eksternal. Hal ini
kemudian meningkatkan overconfidence dan keinginan untuk meningkatkan proporsi portofolio mereka secara
aktif dalam investasi. Model Daniel, Hirsleifer dan Subrahmanyan
1998 sebagaimana dikutip dalam Abbes et al 2009 mengemukakan bahwa self-attribution bias
mengakibatkan overconfidence
investor menjadi bervariasi. Tingkat overconfidence investor akan
meningkat ketika menerima informasi publik yang pasti dan tegas, sementara tingkat kepercayaan investor
akan menurun ketika informasi publik tidak pasti atau
23
tidak tegas. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa ketika investor membuat perkiraan yang tepat
dari keuntungan di masa mendatang, investor akan menjadi overconfidence dalam perdagangan pada
periode berikutnya. Di sisi lain, ketika mereka membuat perkiraan yang salah overconfidence mereka
akan menurun. Temuan ini kemudian memberikan bukti empiris yang mendukung hipotesis mereka yaitu
self-attribution bias memberikan refleks yang baik jika perkiraan yang dibuat oleh investor adalah benar.
Dimana self-attribbution bias dapat meningkatkan overconfidence investor dan juga dapat meningkatkan
volume perdagangan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa melalui
self-attribution bias, investor menjadi overconfidence setelah kinerja masa lalu yang baik
Garveis dan Odean: 2001. Self-attribution bias yang mengarah pada
overconfidence ternyata memiliki dampak serius pada keputusan keuangan investor yang bergantung pada
saran dari penasihat investasinya Seppala: 2009. Nalarnya adalah investor overestimate
terhadap kemampuannya ketika mengalami keuntungan dalam
investasi. Sebaliknya ketika mengalami kerugian maka investor akan menyalahkan penasihat investasinya.
Feng Li 2010 dalam penelitiannya menemukan bahwa manajer yang terdaftar di perusahaan AS lebih
cenderung untuk menggunakan orang pertama ketika
24
membahas hasil keuangan mereka yang positif atau baik ketika membahas hasil keuangan yang negatif
atau buruk. Hal ini menunjukkan bahwa manajer perusahaan mengalami self-attribution bias. Lebih
lanjut juga dikemukakan bahwa perusahaan dengan manajer yang mengalami self-attribution bias lebih
mungkin untuk memiliki derajat leverage yang lebih tinggi dan juga cenderung mengalami pergerakan harga
saham negatif saat mendekati pengumuman akuisisi. Selain itu, self-attribution bias mengakibatkan manajer
perusahaan menjadi overconfidence. Sementara Manish 2011 menguji hasil
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa investor dalam mengambil keputusan investasi
dikendalikan oleh hasrat, tujuan, perilaku bias yang salah satunya adalah self-attribution bias dan emosi.
Hasil penelitian tersebut diuji dengan melakukan penelitian pada investor India dan ditemukan bahwa
investor India rentan terhadap perilaku bias dalam pengambilan keputusan investasi. Hasil penelitian dari
sumber berbeda Jana dan Meher: 2012 mengemukakan bahwa sebagain besar proses
keputusan keuangan investor di India, dipengaruhi oleh self-attribution bias yang mengakibatkan munculnya
overconfidence. Hal yang sama juga dikemukan oleh Dorn dan Huberman 2003 yang menganalisis profil
25
investor aktif yang memiliki omset lebih dari 85 per tahun dalam portofolio mereka. Peneliti melakukan
penelitian pada lebih dari 1.000 investor yang aktif dari broker di Jerman. Hasil penelitian menunjukan bahwa
68 dari sampel investor mengalami self-attribution bias dengan 22 menunjukan self-attribution bias yang
kuat. Berdasarkan penalaran dan dukungan hasil
penelitian serta telaah teoritis yang ada, maka hipotesis pertama dapat dirumuskan sebagai berikut :
H
1 :
Terdapat self-attribution bias dalam pengambilan keputusan trading valuta asing.
1.5.2 Self-Attribution Bias dan Faktor Demografi