Identifikasi Bahaya Kebakaran dan Penilaian Risiko Kebakaran

5 Dari tabel 3, diketahui tingkat pendidikan informan yang paling banyak yaitu SMA sebanyak 21 informan 70,0 dan yang paling sedikit adalah SMK sebanyak 9 informan 30,0. 3.2.4 Lama Kerja Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase informan Berdasarkan “Lama Kerja ” Lama Kerja Tahun Frekuensi Persentase Rata-rata Standar Deviasi 1-5 3 10,0 3,10 1,125 6-10 5 16,7 11-15 11 36,7 16-20 8 26,7 21-25 3 10,0 Total 30 100,0 Dari Tabel 4, diketahui lama kerja informan yang paling banyak yaitu 11-15 tahun sebanyak 11 informan 36,7 dan yang paling sedikit yaitu 1-5 tahun dan 21-25 tahun yang masing- masing sebanyak 3 informan 10,0. Rata-rata lama kerja responden adalah sebesar 3,10 taahun dengan plus minus standar deviasi sebesar 1,125 tahun.

3.3 Identifikasi Bahaya Kebakaran dan Penilaian Risiko Kebakaran

3.3.1 Identifikasi bahaya kebakaran Identifikasi bahaya kebakaran merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk menganalisis situasi yang berpotensi menyebabkan kebakaran. Identifikasi potensi bahaya kebakaran dilakukan peneliti untuk mengenali potensi terjadinya kebakaran. Identifikasi bahaya kebakaran bertujuan untuk mengetahui masalah yang terjadi atau berpotensi menimbulkan kebakaran. Menurut Tarwaka 2012, identifikasi bahaya dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kebakaran yang diantaranya dapat bersumber dari kegagalan komponen, kondisi yang menyimpang, kesalahan manusia atau organisasi dan pengaruh dari luar perusahaan. 6 Berdasarkan 10 tempat kerja yang di identifikasi, terdapat 25 sumber bahaya kebakaran yang telah teridentifikasi dengan 8 sumber bahaya kebakaran masuk dalam tingkat risiko kebakaran tinggi high, 2 sumber bahaya kebakaran masuk dalam tingkat risiko sedang medium, dan 15 sumber bahaya kebakaran masuk dalam tingkat risiko rendah low. 3.3.2 Penilaian risiko kebakaran Penilaian risiko kebakaran dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko yang ada di suatu perusahaan masuk ke dalam tingkat risiko rendah, sedang, tinggi atau sangat tinggi. Penilaian risiko dilakukan dengan memperhatikan tingkat keparahan dan keseringan dari dampak dan lama paparan dari sumber bahaya potensial. Namun belum semua perusahaan telah melakukan penilaian risiko potensi bahaya ditempat kerja yang terdapat di PP No 50 Tahun 2012 tentang SMK3 pasal 7 tentang penetapan kebijakan K3. Sehingga penilaian risiko kebakaran dilakukan peneliti di PT Tyfountex Indonesia pada 10 bagian kerja yaitu bagian mekanik maintenance, pemotongan cutting, penjahitan sewing, pelipatan folding, pengemasan polybag, pewarnaan dyeing, Waste Water Treatment WWT, penyimpanan batubara boiler, pengelasan workshop dan keamanan security. Hasil penilaian risiko kebakaran yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Risiko tinggi: a. Panel listrik pada pemotongan kain; b. Panel listrik pada pewarnaan kain; c. Tangki perendaman pada pewarnaan kain; d. Motor penggerak pada Waste Water Treatment WWT; e. Panel listrik pada Waste Water Treatment WWT; f. Motor penggerak mesin dan debu batubara yang menempel pada penghancuran batubara; 7 g. Mesin las, trafo las, percikan api dan kabel las pada pengelasan mesin; h. Percikan api, tabung gas asetin, percikan las dan kebocoran gas pada pengelasan asetin. 2. Risiko sedang: a. Pemanas uap pada pewarnaan kain; b. Panel listrik dan sambungan kabel pada startstop kolam. 3. Risiko rendah: a. Kompresor pada servis peralatan b. Mesin spreader, mesin potong dan Katrol kain pada pemotongan kain; c. Mesin jahit dan meja lampu; d. Needle detector pada penjahitan kain; e. Setrika, meja steam boiler, semprot krebs dan Hair dryer pada pelipatan kain; f. Mesin press pada pengemasan; g. Katrol kain pada pewarnaan kain; h. Panel listrik pada proses sedimentasi di Water Waste Treatment WWT; i. Batubara yang disimpan terlalu lama dan teroksidasi oleh udara pada penyimpanan batubara; j. Panel listrik dan sambungan kabel pada startstop boiler; k. Panel listrik pada kompresor di pengelasan; l. Instalasi telepon pada penggunaan telepon; m. instalasi sambungan listrik pada penggunaan sarana elektronik. Berdasarkan penilaian risiko kebakaran di atas, masih banyak sumber bahaya potensial kebakaran yang masuk ke dalam tingkat risiko bahaya kebakaran tinggi. Sehingga perlu adanya pengendalian segera mungkin. Namun PT Tyfountex Indonesia belum melakukan penilaian risiko sehingga hal ini 8 belum sesuai dengan PP No 50 Tahun 2012 tentang SMK3 pasal 9 tentang “perencanaan K3” yang menjelaskan bahwa pengusaha dalam menetapkan kebijakan K3 dan merenanakan K3 harus melakukan peninjauan awal dan mempertimbangkan dari beberapa hal yaitu identifikasi potensi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko. 3.4 Identifikasi sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran Identifikasi sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran dilakukan untuk mengetahui apakah sarana tersebut telah tersedia dan berfungsi secara baik untuk memadamkan kebakaran. Identifikasi sarana pencegahan kebakaran dilakukan peneliti sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02 MEN 1983 tentang Instalasi Kebakaran Automatik Instalasi Alarm. Sedangkan identifikasi sarana penanggulangan kebakaran dilakukan peneliti sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04 MEN 1980 mengatur tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan APAR, SNI 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung, dan SNI 03- 1745-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Selang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung. Identifikasi sarana dijelaskan sebagai berikut: 1. Bagian kerja mekanik maintenance Pada sarana pencegahan kebakaran terdapat pada detektor asap tidak terdapat alat penangkap asap, detektor nyala api tidak terpasang pada gardu listrik tempat yang sering tersambar petir, panel detektor tidak terdapat baterai akimulator. Pada sarana Alat Pemadam Api Ringan APAR pemasangan lebih dari 125 cm, tidak ada pemasangan sprinkler pada oven karena tidak terdapat oven. Sedangkan pada hidran tidak terdapat remot kontrol. 9

2. Bagian kerja pemotongan cutting

Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti pada sarana detektor nyala api tidak terpasang pada gardu listrik tempat sambaran petir, tinggi pemberian tanda APAR kurang dan lebih dari 125 cm, sprinkler tidak terpasang pada oven karena tidak ada oven dan hidran tidak terdapat remot kontrol. 3. Bagian kerja penjahitan sewing Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti sarana panel kontrol alarm tidak terdapat baterai, pada sprinkler tidak terpasang pada oven karena tidak ada oven, dan hidran tidak terdapat remot kontrol. 4. Bagian kerja pelipatan folding Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti sarana panel kontrol tidak menggunakan baterai akimulator, dan pada hidran tidak terdapat remot kontrol. 5. Bagian kerja pengemasan polybag Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti sarana detektor asap dengan kipas angin dikendalikan oleh listrik, panel kontrol tidak menggunakan baterai, sprinkler tidak terpasang di atas oven karena tidak ada oven. 6. Bagian kerja pewarnaan dyeing Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti sarana detektor api tidak terpasang pada gardu sambaran petir karena tidak terdapat gardu dan tempat sambaran petir. 7. Bagian kerja Waste Water Treatment WWT Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti sarana panel kontrol alarm menggunakan energi listrik, sprinkler tidak terpasang pada oven karena di tempat kerja tidak terdapat oven. Sedangkan pada hidran tidak terdapat remot kontrol.