APLIKASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI PT. PURA BARUTAMA UNIT OFFSET KUDUS

(1)

commit to user LAPORAN KHUSUS

APLIKASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

BAHAYA KEBAKARAN DI PT. PURA BARUTAMA

UNIT OFFSET KUDUS

Endah Alfiyanti Syahri R. 0008102

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2011


(2)

commit to user ii

PENGESAHAN

Tugas Akhir dengan judul : Aplikasi Sistem Proteksi Kebakaran sebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran

di PT. Pura Barutama Unit Offset Kudus

Endah Alfiyanti Syahri, NIM. R.0008102, Tahun : 2011 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan

Penguji Tugas Akhir

Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

Pada Hari ……… Tanggal ………2011

Pembimbing I

Harninto, dr., MS, Sp. Ok

Pembimbing II

Tutug Bolet Atmojo, SKM

Ketua Program

D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Sumardiyono, SKM, M.Kes NIP. 19650706 198803 1 002


(3)

commit to user iv

ABSTRAK

APLIKASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA

KEBAKARAN DI PT. PURA BARUTAMA UNIT OFFSET KUDUS

Endah Alfiyanti Syahri1, Harninto2, Tutug Bolet Atmojo3

Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana aplikasi sistem proteksi kebakaran yang ada di PT. Pura Barutama unit Offset dan mengetahui apakah sistem proteksi tersebut dapat mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. Metode : Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran tentang aplikasi sistem proteksi kebakaran untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. Pengambilan data tentang aplikasi sistem proteksi kebakaran dilakukan melalui observasi langsung, wawancara karyawan, serta studi kepustakaan. Data tersebut kemudian dibahas dengan membandingkan dengan berbagai Permenaker No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja dan berbagai peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Hasil : Hasil dari penelitian ini meliputi penerapan sistem proteksi kebakaran di PT. Pura Barutama, khususnya unit Offset yang meliputi sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif, dan fire safety management sebagai upaya pencegahan dan pengendalian terhadap bahaya kebakaran.

Simpulan : Perusahaan telah menggunakan sistem proteksi kebakaran, sehingga dapat mencegah dan menanggulangi kebakaran di semua area perusahaan. Hal ini sesuai dengan Permenaker No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. Saran yang diberikan adalah supaya perusahaan melakukan identifikasi bahaya kebakaran secara khusus, serta pemberian pencahayaan pada tanda penunjuk arah, dan melengkapi fire alarm dengan sistem deteksi dini terhadap bahaya kebakaran.

Kata Kunci : Sistem Proteksi Kebakaran, Pencegahan Kebakaran, Penanggulangan Kebakaran

1.

Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2.

Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.


(4)

commit to user v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah AWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan, dan kemudahan dalam pelaksanaan magang serta penyusunan laporan Magang dengan judul “Aplikasi Sistem Proteksi Kebakaran Ssebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya

Kebakaran di PT. Pura Barutama Unit Offset”.

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Di samping itu kerja praktek ini dilaksanakan untuk menambah wawasan guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme sehingga mencoba mengaplikasikan pengetahuan penulis dan mengamati permasalahan atau hambatan yang ada mengenai penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan.

Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini, penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., S.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes selaku Ketua Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Harninto, dr., MS, Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

4. Bapak Tutug Bolet Atmojo, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini.

5. Bapak dan Ibu Staff pengajar dan karyawan atau karyawati Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak Jacobus Busono selaku Direktur Utama PT. Pura Barutama Kudus. 7. Bapak Tony Harmawan selaku HR Manager PT. Pura Barutama Kudus. 8. Bapak Darmanto Elmi selaku Kepala Bagian K3 PT. Pura Barutama Kudus. 9. Bapak Noor Faiz selaku Kepala Bagian Standarisasi dan External Affair yang

telah membantu dalam pengambilan data yang dibutuhkan oleh penulis. 10.Bapak Makrus selaku HR Manager Unit Offset Pura Barutama.

11.Bapak Edi Suharso selaku Sekretaris P2K3 Unit Offset sebagai pembimbing lapangan dan membantu dalam pengambilan data, serta memberikan pengarahan untuk penulisan laporan ini.

12.Seluruh karyawan dan karyawati PT. Pura Barutama Kudus.

13.Secara khusus ayahanda, ibunda, saudara, dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material sehingga saya dapat


(5)

commit to user vi

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan tepat pada waktunya.

14.Seluruh rekan-rekan Hiperkes dan KK, khususnya angkatan 2008 yang telah memberi dukungan dan masukan, serta Endah Sulistiyani yang selama ini telah memberikan dukungan selama Praktek Kerja Lapangan di PT. Pura Barutama Kudus.

15.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan serta dukungannya dalam penulisan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih belum sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga laporan ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 8 Juni 2011 Penulis,


(6)

commit to user vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN... 29


(7)

commit to user viii

B. Lokasi Penelitian ... 29

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ... 29

D. Sumber Data ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ... 30

F. Pelaksanaan ... 31

G. Analisa Data ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Hasil Penelitian ... 34

B. Pembahasan ... 50

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Simpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN


(8)

commit to user ix

DAFTAR TABEL


(9)

commit to user x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 28 Gambar 2. Struktur Organisasi SATDAM PT. Pura Barutama 2011 ... 45


(10)

commit to user xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Magang Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Magang Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Magang

Lampiran 4. Checklist Pemeriksaan Alarm Kebakaran Lampiran 5. Checklist Pemeriksaan Lampu Emergency

Lampiran 6. Checklist Pemeriksaan Alat Pemadam Api Ringan Lampiran 7. Denah Evakuasi

Lampiran 8. Form Identifikasi Sumber Bahaya

Lampiran 9. Denah Pemasangan APAR dan Fire Alarm

Lampiran 10. Denah Pemasangan APAR dan Fire Alarm

Lampiran 11. Form Laporan Kejadian Kebakaran Lampiran 12. Form Inspeksi Jalur Evakuasi


(11)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak terjadinya kebakaran, baik kebakaran yang terjadi pada daerah pemukiman, juga terjadi pada daerah perindustrian. Kebakaran sangat membahayakan bagi setiap orang. Hal ini disebabkan kebakaran dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar, seperti cidera, kematian, dan kerusakan asset atau material (Darmawi, 2008).

Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, khususnya pada daerah perindustrian. Karena apabila jika terjadi kebakaran pada sebuah industri, maka tidak hanya pengusaha yang dirugikan, namun juga karyawan yang ada di perusahaan tersebut juga dapat kehilangan mata pencahariannya.

Kebakaran dapat ditimbulkan akibat kesalahan atau perilaku tidak aman dari manusia (unsafe action) dan kondisi dari tempat kerja, bahan maupun peralatannya (unsafe condition).

Manusia yang merupakan komponen utama dalam proses produksi dapat menjadi penyebab terjadinya kebakaran, yang mana sering disebabkan karena kelalaian dari manusia tersebut maupun ketidakpahaman karyawan dalam melakukan pekerjaannya (pekerjaan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang ditetapkan).


(12)

commit to user

Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi tidak aman merupakan suatu kondisi tempat kerja yang memiliki potensi menimbulkan bahaya. Kondisi tidak aman yang dapat menyebabkan terjadinya bahaya kebakaran di perusahaan adalah kondisi daerah atau tempat kerja itu sendiri, adanya bahan baku yang mudah terbakar, maupun kondisi peralatan yang ada di tempat kerja tersebut.

PT. Pura Barutama, khususnya unit Offset merupakan perusahaan yang bergerak dibidang printing and packaging, yang mana dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja dinyatakan bahwa untuk industri percetakan termasuk kategori industri dengan potensi bahaya sedang 2, yaitu tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, menimbun bahan dengan tinggi lebih dari 4 meter, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.

Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dinyatakan bahwa salah satu syarat dari keselamatan kerja adalah mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran. Selain itu, dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Bahaya Kebakaran di Tempat Kerja juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 orang karyawan dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat harus mempunyai sistem proteksi terhadap bahaya kebakaran.


(13)

commit to user

Untuk mengantisipasi akan terjadinya bahaya kebakaran, maka PT. Pura Barutama Unit Offset menerapkan sistem proteksi sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana aplikasi sistem proteksi kebakaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran di PT. Pura Barutama unit Offset Kudus ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui tentang sistem proteksi pasif yang ada di PT. Pura Barutama Unit Offset.

2. Mengetahui tentang aplikasi sistem proteksi aktif yang ada di PT. Pura Barutama Unit Offset.

3. Mengetahui tentang Fire Safety Management yang ada di PT. Pura Barutama Unit Offset.

D. Manfaat Penelitian

1. Penulis

a. Meningkatkan wawasan dalam mengidentifikasi potensi bahaya kebakaran di tempat kerja, khususnya pada unit Offset.


(14)

commit to user

b. Mengetahui tentang upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang ada di Pura Offset.

2. Perusahaan

a. Diharapkan data dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan memberikan masukan berarti.

b. Diharapkan data dapat digunakan untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran di Pura Offset. 3. Program Diploma III Hiiperkes dan Keselamatan Kerja

a. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan praktek kerja lapangan.

b. Dapat menjadi referensi untuk menambah kepustakaan program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.


(15)

commit to user

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian yang disebabkan karena kecelakaan kerja

(Suma’mur, 1996).

Menurut Rika (2009), Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena dampak terjadinya kecelakaan tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan keselamatan kerja yang baik, maka keamanan karyawan atau tenaga kerja akan terjamin. Selain itu akan dapat menghindarkan kerugian-kerugian tidak langsung yaitu berupa kerusakan mesin atau peralatan kerja, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, dan kerugian-kerugian biaya lainnya baik langsung maupun tidak langsung.

2. Tempat Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1, menyatakan bahwa tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu


(16)

commit to user

usaha dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

3. Dasar-Dasar Kebakaran a. Pengertian Kebakaran

Menurut Suma’mur (1996), yang dimaksud dengan kebakaran

merupakan suatu kejadian api yang tidak diinginkan, tidak dapat dikendalikan karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda, korban jiwa, maupun terhentinya proses pekerjaan atau produksi yang direncanakan sebelumnya, bahkan dapat menurunkan tingkat kredibilitas, dimana penyebabnya adalah karena adanya 3 komponen, yaitu adanya bahan mudah terbakar, panas, dan oksigen.

Tiga komponen tersebut selanjutnya akan disebut dengan Teori Segitiga Api. Berikut ini keterangan komponen teori segitiga api menurut Tardianto (2006) :

1) Bahan mudah terbakar

Dalam pengujian resiko kebakaran yang ditimbulkan oleh bahan mudah terbakar ini dapat dilihat dari jenis bahan kimia dan sifat-sifatnya, yaitu :

a) Titik nyala bahan cair

Salah satu ciri bahan kimia mudah terbakar adalah berdasarkan dari titik nyala. Titik nyala merupakan suhu


(17)

commit to user

terendah dimana bahan kimia mengeluarkan uap yang mudah sekali terbakar. Berikut ini contoh titik nyala dari bahan kimia

Tabel 1. Titik Nyala Bahan Kimia

Bahan kimia Titik Nyala (oC)

Gasoline -43

Aseton -19

Heptane -4

Toluene 6

Methyl Alcohol 11

Kerosene (Minyak Tanah) 43

Sumber : Sistem Manajemen dan Standar Pemeriksaan K3 Pedoman bagi Supervisor

Faktor-faktor lain yang menunjukkan bahan kimia adalah kemampuan dari bahan kimia tersebut untuk berubah mendekati titik nyala.

Misalnya apabila cairan seperti kerosene (minyak tanah) terurai menjadi atom-atomnya, sehingga menghasilkan uap-uap yang mudah terbakar, akan menyala pada temperatur yang lebih rendah dari titik nyala semula.

Oleh karenanya perlu kehati-hatian dalam penyimpanan bahan kimia berbahaya. Bahan kimia yang mempunyai titik nyala yang tinggi mengalami pemanasan sehingga titik nyala menjadi lebih rendah dari titik nyala bahan-bahan semula. Hal inilah yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

b) Bahan padat

Bahan kimia berbentuk padat akan cepat terbakar apabila terkena percikan api.


(18)

commit to user c) Aneka gas

Ada berbagai macam jenis gas yang mudah terbakar. Misalnya acetylene, hydrogen, dan methane) biasa merupakan hasil samping produksi) akan terbakar dalam konsentrasi gas dan oksigen yang tepat, bila terjadi suatu percikan api.

Perlu diperhatikan penyimpanan pada gas-gas yang dipampatkan di dalam bejana-bejana tekan. Gas-gas tersebut apabila dipanaskan di dalam wadahnya dapat mengembang ke suatu titik lemah dimana wadahnya tak mampu menahannya, maka akan menimbulkan situasi yang berbahaya (biasanya terjadi peledakan).

2) Panas

Panas merupakan elemen kedua dari segitiga api. Sumber-sumber panas yang dapat mengeluarkan percikan api meliputi aliran listrik, listrik statis, reaksi kimia, panas karena gesekan, panas matahari, pancaran panas, dan petir.

a) Aliran listrik

Panas yang dibangkitkan melalui aliran listrik ada 3 jalan, yaitu :

(1) Tahanan atau resistansi

Panas karena tahanan akan muncul apabila listrik mengalir melalui kabel yang tidak cukup besra untuk menampung aliran listrik itu sendiri. hasilnya akan terjadi


(19)

commit to user

pemanasan pada kabel saluran atau pemutusan pengaman lebur atau menurunkan sakelar sehingga daya terputus. Sirkit ini dapat mencapai temperature yang tinggi dan menyulut uap yang mudah terbakar di udara, sehingga dapat membakar bahan karena suhu disekitarnya telah mencapai pada titik nyala atau titik apinya.

Listrik akan menimbulkan busur api ketika loncanatn sirkit listrik dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini dapat terjadi di dalam kotak switch atau penghubung bila kabel pembagi dari penghubung atau bila asolasi dari kabel di dekatkan antara positif dan netralnya.

(2) Busur api atau arcing

Busur api yang timbul dapat memicu uap-uap yang mudah menyala .

(3) Percikan atau sparking

Percikan api juga dapat menyulut uap yang mudah menyala yang ada.

b) Listrik statis

Listrik statis akan timbul apabila terdapat dua permukaan yang saling bergesekan satu sama lainnya sehingga menghasilkan arus positif dan negatif. Dari listrik statis tersebut kemudian akan timbul percikan api yang mana dapat menyulut uap yang mudah menyala atau yang mudah meledak. Listrik


(20)

commit to user

statis juga dapat timbul apabila terdapat cairan yang dipindahkan dari satu wadah ke wadah lain tanpa pentanahan yang baik.

c) Reaksi kimia

Apabila terdapat dua macam bahan kimia atau lebih yang bercampur, maka efek gabungan akan lebih berbahaya karena akan memperbesar kemungkinan resiko kebakaran. Reaksi dua macam bahan kimia secara bersama-sama akan menghasilkan panas yang cukup untuk bahan-bahan kimia yang mudah terbakar di sekitarnya.

d) Letupan

Apabila terdapat dua permukaan benda bergesekan satu sama lain, maka dapat menimbulkan bunga api atau panas. Panas yang timbul karena gesekan ini dikenal dengan letupan. Misalnya pada ban penggerak yang bergesekan dengan cakramnya atau pelindung, atau permukaan logam yang bergesekan satu sama lain sehingga menimbulkan sejumlah panas yang cukup untuk menghasilkan bunga api yang akan membakar uap yang mudah terbakar.

3) Oksigen

Bahan mudah terbakar hanya memerlukan paling sedikit 15% oksigen untuk bisa terbakar, dan pada kadar oksigen melebihi dari 21% dapat menyebabkan proses pembakaran berjalan lebih cepat.


(21)

commit to user

Yang dimaksud dengan bahaya kebakaran menurut Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.

Peristiwa terbakar, merupakan suatu reaksi hebat dari zat yang mudah terbakar dengan zat asam. Reaksi kimia yang terjadi bersifat mengeluarkan panas. Pada beberapa zat, reaksi timbulnya panas terjadi pada suhu normal (suhu kamar), akan tetapi umumnya reaksi tersebut berlangsung sangat lambat dan panas yang dihasilkan hilang ke sekelilingnya (Suma’mur, 1996).

Adapun bahaya-bahaya kebakaran yang umum terjadi menurut

Suma’mur (1996) adalah sebagai berikut :

1) Akibat merokok

2) Adanya zat cair yang mudah terbakar 3) Adanya nyala api terbuka

4) Tata letak atau desain tempat yang kurang baik

5) Mesin-mesin yang menghasilkan panas dan tidak terawatt 6) Kabel listrik

Menurut Suma’mur (1996), salah satu penyebab kebakaran


(22)

commit to user

berasal dari instalasi listrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya nyala api dari instalasi listrik adalah sebagai berikut : a) Instalasi tidak memakai sekering atau sekering diganti oleh

kawat.

b) Pemasangan kabel-kabel yang tidak tepat yang dapat menimbulkan hubungan arus pendek.

c) Keadaan kabel-kabel, baik dalam instalasi listrik maupun pada peralatan listrik yang sudah usang atau rusak.

Oleh karena itu, maka perlu diperhatikan untuk upaya pencegahan kebakaran akibat instalasi listrik, adalah sebagai berikut :

a) Sekring harus dipakai dan merupakan perlindungan efektif yang tidak hanya diberlakukan untuk arus induk, akan tetapi juga pada setiap alat listrik harus dilindungi dengan sekring. b) Instalasi harus dikerjakan sesuai dengan standar operasional

yang berlaku oleh tenaga ahli.

c) Jaringan listrik harus selalu dirawat, dilindungi dari pengaruh-pengaruh yang ada, dan dilakukan peremajaan jika keadaannya dapat memungkinkan bahaya.

Sambungan-sambungan kawat harus dipasang sedemikian rupa sehingga sambungan tersebut tidak dalam keadaan terbuka yang dapat menyebabkan terjadinya arus pendek.


(23)

commit to user 8) Peralatan mengelas

b. Potensi Bahaya Kebakaran

Potensi bahaya dapat didefinisikan sebagai keadaan yang dapat menimbulkan atau meningkatkan terjadinya chance of loss dari suatu bencana tertentu. (Rika, 2009)

Sedangkan yang dimaksud dengan potensi bahaya kebakaran adalah segala sesuatu keadaan yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Oleh karena itu, diperlukan untuk identifikasi bahaya kebakaran. Untuk dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya kebakaran secara akurat dan tepat, diperlukan pemahaman secara rinci tentang karakteristik dari tipikal kebakaran yang mungkin terjadi berdasarkan kategori dan klasifikasi potensi kebakaran, sehingga dengan demikian maka dapat diketahui upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang tepat dan sesuai dengan potensi bahayanya (Tardianto, 2006).

c. Klasifikasi Api

Menurut Iskandar (2005), api dapat diklasifikasikan menurut bahan bakar dan pemadamnya sebagai berikut :

1) Api tipe A

Merupakan api yang timbul akibat adanya bahan bakar yang bahannya terbuat dari bukan logam, seperti kayu, plastik, bahan tekstil, dan karet. Pemadaman api tipe A dapat dilakukan dengan pendingin (cooling) dengan bahan pemadam yang tepat berupa air.


(24)

commit to user 2) Api tipe B

Api tipe ini (tipe B) merupakan api yang timbul akibat adanya bahan-bahan bakar dari bahan cair dan gas, seperti minyak, oli, gas minyak, maupun gas alam cair.

Pemadaman api tipe B adalah:

a) Penyelimutan (smotering) dengan bahan pemadam api, busa, serbuk kimia kering, air dalam bentuk kabut.

b) Menghentikan persediaan bahan bakar. 3) Api tipe C

Api tipe C merupakan api yang disebabkan adnya aliran listrik. Pemadaman api tipe C adalah sumber api dari listrik tidak dapat dipadamkan, kecuali bila listrik telah dimatikan. Kemudian yang harus dilakukan adalah membatasi api agar tidak menjalar

(starving) dengan media pemadam api yang tidak mengandung air.

4) Api tipe D

Merupakan api yang timbul akibat adanya bahan-bahan bakar dari logam, seperti : Magnesium, Titanium, Sodium, Uranium,

Plutonium dan Potasium. Pemadaman api tipe D adalah dengan

menggunakan bahan pemadam api khusus, seperti ; met-LX, GL Powder, Na-X.

d. Peristiwa penyebab kebakaran

Adapun peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran


(25)

commit to user 1) Nyala api dan bahan-bahan pijar

Apabila suatu benda padat ditempatkan dalam nyala api maka benda tersebut akan mengalami kenaikan suhu, sehingga pada suhu tertentu benda tersebut akan mulai terbakar dan terus menyala sampai habis. Kemungkinan benda tersebut akan terbakar atau tidak tergantung dari :

a) Sifat benda padat itu sendiri, dengan klasifikasi sangat mudah terbakar, agak mudah terbakar, dan sulit terbakar.

b) Besarnya zat padat, apabila jumlah zat padat tersebut sedikit, panas yang timbul tidak cukup ubtuk menimbulkan kebakaran. c) Keadaan zat padat yang mana benda padat tersebut memiliki

sifat mudah terbakar. d) Cara menyalakan zat padat

Benda pijar, baik mudah terbakar maupun tidak mudah terbakar, akan menyebabkan terbakarnya benda lain apabila bersentuhan dengan benda tersebut.

2) Penyinaran

Terbakarnya suatu bahan yang mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala api tanpa bersentuhan langsung. Semua sumber panas memancarkan gelombang elektromagnetis, yaitu sinar inframerah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka benda tersebut akan melepaskan energi yang berubah menjadi panas, dan suhunya terus meningkat, sehingga benda tersebut akan menyala.


(26)

commit to user 3) Peledakan uap dan gas

Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar bereaksi dengan oksigen akan menimbulkan nyala api. Apabila terkena benda pijar atau nyala api, maka pembakaran akan dapat meluas dengan sangat cepat dengan kadar gas atau uap dalam kadar atau batas pada titik nyala atau meledak. Kadar tersebut tergantung dangan jenis uap atau gas.

Kecepatan api yang menjalar tergantung pada sifat bahan, suhu, dan tekanan udara. Kecepatan ini berpengaruh terhadap besarnya kerusakan yang diakibatkan.

4) Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair

Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang berupa suspensi di udara yang bersifat seperti campuran gas dan udara atau uap dalam udara dapat meledak. 5) Percikan api

Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menyebabkan terbakarnya percampuran gas, uap, debu dan udara. Percikan api tidak dapat membakar benda padat, dikarenakan energi dan panas yang ditimbulkan dari percikan api akan menghilang disekitar benda padat. Percikan api dapat terbentuk melalui listrik statis yang dihasilkan dari gesekan dua benda yang bergerak, diantara benda yang bergerak dan udara, dan di antara cairan atau gas yang bukan penghantar listrik dengan pipa yang dilaluinya, seperti pada


(27)

commit to user

saat pengisian bahan bakar minyak. Dalam hal ini bahan bakar dengan berat jenis lebih besar adalah berbahaya, oleh karena bahan yang ringan akan cepat menguap dan tak terjadi pembakaran. Termasuk percikan api yang timbul akibat gesekan dua permukaan juga sangat berbahaya. Misalnya seperti pada saat penggerindaan logam.

6) Terbakar sendiri

Terbakar sendiri dapat diakibatkan adanya onggokan bahan bakar mineral yang padat atau zat-zat organik. Yang mana apabila terdapat peredaran udara yang cukup, maka dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi, akan tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas.

7) Reaksi kimiawi

Reaksi kimiawi tertentu menghasilkan juga dapat menghasilkan panas yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. Misalnya pada fosfor kuning yang dapat teroksidasi dengan cepat apabila bersinggungan dengan udara. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi dapat menyebabkan terjadinya kebakaran meskipun tidak ada panas yang datang dari luar, khususnya pada zat-zat organik.

8) Peristiwa-peristiwa lain

Adapun peristiwa-peristiwa lain yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran.


(28)

commit to user e. Sifat-Sifat Api

Adapun klasifikasi sifat-sifat api berdasarkan titik nyala api pada temperature tertentu, antara lain :

1) Flash point, yaitu nyala api apabila pada temperatur tertentu maka

uap bahan bakar akan menyala sebentar-bentar bila diberi api.

2) Fire point, merupakan nyala api, apabila pada temperatur tertentu

maka uap bahan bakar akan menyala dengan sendirinya.

3) Spontanous Combution, merupakan nyala api pada temperatur

tertentu maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya.

4) Flash Back, dapat dikatakan hampir sama dengan spontaneous

combustion.

5) Explosion, nyala api pada temperatur tertentu dimana bahan bakar

akan meledak

6) Flammable range, persentase uap bahan bakar di udara batas atas

dan batas bawah.

7) Ignition point, suhu terendah dimana bahan terbakar atau menyala

sendiri tanpa diberikan sumber nyala. 4. Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran

Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, yang dimaksud dengan penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi,


(29)

commit to user

pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.

Oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan terhadap timbulnya bahaya kebakaran. Upaya pencegahan terhadap timbulnya bahaya

kebakaran menurut Suma’mur (1996) adalah sebagai berikut :

a. Penyimpanan

Dalam pengupayaan perlindungan terhadap bahaya kebakaran perlu memperhatikan dengan cermat terhadap lokasi dan desain gudang. Zat-zat cair yang dapat terbakar dan bahan-bahan yang kurang baik dalam penyimpanannya merupakan sumber bahaya terjadinya kebakaran. Tidak adanya tempat penyimpanan yang tepat seperti rak-rakan dapat menyebabkan bahan kimia berceceran di lantai sehingga menambah adanya potensi bahaya kebakaran. Selain itu juga dapat menimbulkan kesulitan pada saat pengupayaan pemadaman api apabila terjadi kebakaran.

b. Pengolahan

Apabila memungkinkan, bahan yang digunakan diganti dengan bahan yang tidak mudah terbakar, sehingga resiko terbakarpun dapat dikurangi ataupun dihilangkan. Misalnya pada pencucian dan pembersihan gemuk.

Sedapat mungkin jumlah bahan yang mudah terbakar digunakan dalam proses produksi. Zat-zat padat yang mudah terbakar harus diletakkan dan disusun secara rapi dan aman agar tidak menghalangi


(30)

commit to user

kegiatan produksi. Bahan-bahan cair yang mudah terbakar harus disalurkan ke tempat kerja melalui pipa-pipa penyalur atau pada drum-drum yang dilengkapi dengan pompa tangan.

c. Meniadakan sumber-sumber terjadinya awal kebakaran

Pada semua proses pemanasan, harus terdapat pemisah yang antara bahan-bahan mudah terbakar dan alat pemanas. Apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka harus ada pengendalian yang tepat. Segala kegiatan pengeringan harus dilengkapi ventilasi mekanis yang memadai dan disertai dengan sistem control di antara pemanasan dan ventilasi. Bahan-bahan yang dapat terbakar sendiri harus selalu di amati, agar tidak ada kenaikan suhu. Untuk reaksi-reaksi kimia eksotermis yang sangat hebat dilakukan pada ruangan yang terisolasi dengan tepat (tergantung dengan besarnya bahaya dari bahan kimia).

Pemasangan jaringan listrik dan peralatan-peralatan listrik lainnya harus memenuhi standar yang berlaku. Demikian pula terhadap perawatan mesin dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi panas akibat gesekan.

Selain adanya tindakan pencegahan terhadap bahaya kebakaran, untuk menaggulangi bahaya kebakaran juga diperlukan adanya perencanaan pemasangan sistem proteksi kebakaran sebagai syarat kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran.


(31)

commit to user 5. Sistem Proteksi Kebakaran

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang termasuk sistem proteksi kebakaran adalah sebagai berikut : a. Sistem Proteksi kebakaran pasif

Proteksi kebakaran pasif adalah suatu teknik desain tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyebaran api, panas dan gas baik secara vertikal maupun horizontal dengan mengatur jarak antara bangunan, memasang dinding pembatas yang tahan api, menutup setiap bukaan dengan media yang tahan api atau dengan mekanisme tertentu. Adapun yang termasuk proteksi kebakaran pasif yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, antara lain :

1) Kompartemenisasi

Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan adalah tidak melusanya kebakaran yang terjadi dan

dimungkinkan penanggulangan kebakaran yang efektif (Suma’mur,

1996).

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum dan/atau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen


(32)

commit to user

dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan.

2) Sarana Evakuasi

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa sarana evakuasi adalah penyediaan tanda peringatan bahaya, jalur evakuasi, pintu darurat, dan tempat berkumpul sementara (assembly point) yang dapat menjamin kemudahan pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

b. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah penerapan suatu desain sistem atau instalasi deteksi, alarm dan pemadan kebakaran pada suatu bangunan tempat kerja yang sesuai dan handal sehingga pada bangunan tempat kerja tersebut mandiri dalam hal sarana untuk menghadapi bahaya kebakaran. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sistem proteksi aktif meliputi:

1) Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran

Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran ini adalah sistem deteksi dan alarm kebakaran. Menurut Suma’mur (1996), terdapat dua jenis sistem tanda kebakaran, antara lain :


(33)

commit to user

a) Sistem tak otomatis yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda-tanda bahaya dengan segera secara memijit atau menekan tombol dengan tangan.

b) Sistem otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda sendiri tanpa dikendalikan oleh orang.

Kedua sistem tersebut sangat berguna sebagai bagian-bagian dari cara pencegahan terhadap kebakaran dalam perusahaan.

2) Sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran

Sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistem hidran, hose-reel, sistem sprinkler, dan pemadam api ringan. a) APAR

Peralatan yang mudah dipindahkan, salah satu contohnya APAR (Alat Pemadam Api Ringan). Pengertian APAR dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 4/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Alat tersebut hanya digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran dan pada saat api belum membesar.

Adapun jenis-jenis APAR, antara lain : (1) APAR jenis cairan (air)


(34)

commit to user (3) APAR jenis tepung kering

(4) APAR jenis gas (Hydrocarbon berhalogen, dan lain sebagainya)

b) Hidran

Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, menjelaskan bahwa hidran adalah suatu sistem pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar

(nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan

bagi keperluan pemadaman kebakaran. Berdasarkan lokasi penempatannya, hidran diklasifikasikan menjadi 3, antara lain : (1) Hidran kota

(2) Hidran halaman (3) Hidran gedung c) Hose-reel

Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan hose-reel adalah selang gulung yang dilengkapi dengan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan dalam slang umumnya dari bahan karet berdiamater 1 inch.


(35)

commit to user

d) Sprinkler

Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata.

3) Sarana Penyelamatan Kebakaran

Selain dari sistem proteksi yang ada tersebut, proteksi aktif juga harus dilengkapi dengan sarana penyelamatan kebakaran. Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan sarana penyelamatan kebakaran adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.

c. Manajemen Pengamanan Kebakaran (Fire Safety Management)

Dalam Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang


(36)

commit to user

termasuk dalam unsur manajemen pengamanan kebakaran (Fire Safety

Management) adalah terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan

berkala, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan.

Sedangkan yang termasuk dalam Fire Safety Management

menurut Tardianto (2006), adalah sebagai berikut : 1) Kebijakan (fire safety policy)

2) Identifikasi dan pengendalian (pre-fire sistem) 3) Pengorganisasian (fire team)

4) Pembinaan dan latihan 5) Tanggap darurat

6) Gladi terpadu (fire drill)

7) Riksa-uji (inspection and testing) 8) Pemeliharaan (preventivemaintenance) 9) Audit (firesafety audit)

10)Sistem informasi dan komunikasi 11)Posko pengendalian darurat 6. Persiapan Keadaan Darurat

Keadaan aman sepenuhnya tidak mungkin tercapai, karena selalu terdapat kemungkinan ada faktor yang tidak diperhitungkan. Oleh karena itu, di semua industri tidak cukup apabila manajemen hanya melakukan


(37)

commit to user

perencanaan untuk keadaan operasi normal. Melainkan harus membuat perencanaan dan persiapan keadaan darurat. Tujuannya untuk membatasi kerugian baik berupa materil maupun korban manusia jika terjadi suatu keadaan darurat di tempat kerja (Sahab, 1997).

Suatu perencanaan keadaan darurat harus praktis, sederhana, dan mudah dimengerti. Rencana harus sudah mengantisipasi berbagai skenario keadaan darurat. Bila hal ini tidak diantisipasi dan tidak diambil langkah penanggulangannya yang memadai, maka akan dapat menimbulkan kerugian total, karena musnahnya seluruh asset perusahaan. Menurut Sahab (1997) perencanaan keadaan darurat memuat antara lain :

a. Pembagian tanggung jawab yang jelas pada tiap satuan kerja baik tangggung jawab kelompok maupun perorangan.

b. Tersedia tenaga terampil setiap saat, untuk melaksanakan tugas yang telah ditentukan dengan cepat dan baik.

c. Gerakan segera setiap satuan atau unit atau perorangan yang sesuai pembagian tugas dan tanggung jawab dalam rencana keadaan darurat bila tanda bahaya berbunyi.


(38)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja

Potensi Bahaya Kebakaran

Sistem Proteksi Kebakaran

1. Kebijakan Perusahaan 2. Inspeksi Rutin

3. Identifikasi bahaya kebakaran

4. SATDAM

5. Pelatihan Kebakaran 6. Simulasi Kebakaran 7. Prosedur Tanggap

Darurat Kebakaran

1. Pendeteksi Kebakaran 2. Pemadam Kebakaran 3. Sarana Penyelamatan

Kebakaran a. Pencahayaan

Darurat, Tanda Petunjuk Evakuasi, Pintu Darurat b. Sistem Daya

Darurat 1. Kompartemenisasi

2. Sarana Evakuasi a. Jalur Evakuasi

b. AssemblyPoint

c. FireSafetySign

dan Poster Bahaya Kebakaran

Sistem Proteksi Pasif Fire Safety Management Sistem Proteksi Aktif


(39)

commit to user

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian dimana meneliti suatu kondisi atau peristiwa dengan cara memberikan gambaran secara jelas dan terbatas guna mengungkapkan suatu masalah, dan perolehan data tersebut digunakan sebagai bahan penulisan laporan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di

Nama Perusahaan : PT. Pura Barutama Unit Offset Lokasi perusahaan : Jl. Kresna Jati Wetan Kudus

Telp. (0291) 444361-5

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai obyek dalam penelitian ini adalah Deskripsi Pelaksanaan Sistem Manajemen Pemadam Kebakaran Sebagai Upaya Penanggulangan Bahaya di PT. Pura Barutama serta pengecekan alat pemadam kebakaran yang ada.

Ruang lingkup penelitian dengan observasi secara langsung tentang Aplikasi Sistem Proteksi Kebakaran sebagai Upaya Pencegahan dan


(40)

commit to user

Penanggulangan Bahaya Kebakaran di PT. Pura Barutama Unit Offset Kudus, sehingga dengan penerapan sistem proteksi yang ada tersebut dapat mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran. Aplikasi sistem proteksi kebakaran tersebut meliputi : sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif, dan manajemen pengamanan kebakaran.

D. Sumber Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan data yang diperoleh dari : 1. Data Primer

Sumber data primer diperoleh berdasarkan dari hasil pengamatan langsung ke tempat kerja, wawancara dengan karyawan secara langsung dari unit Offset PT. Pura Barutama Kudus.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen yang ada di perusahaan dan referensi lain yang berkaitan dengan objek yang diteliti sebagai pelengkap dalam penulisan ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Lapangan

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan langsung atau survey ke lapangan untuk mengetahui proses produksi, mengidentifikasi potensi dan faktor bahaya, serta mengetahui sistem proteksi yang ada.


(41)

commit to user 2. Wawancara

Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada karyawan yang berwenang dan berkaitan dengan masalah K3.

3. Kepustakaan

Membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah K3, laporan-laporan penelitian yang sudah ada dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan topik magang.

4. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan mempelajari dokumen-dokumen terkendali maupun tidak terkendali yang ada di perusahaan serta catatan-catatan perusahaan yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

F. Pelaksanaan

Magang dilaksanakan pada tanggal 01 Februari 2011 hingga 02 April 2011 dengan kegiatan meliputi :

01-05 Februari 2011 : Masa orientasi magang 07 Februari 2011 : Investigasi kebakaran

08-11 Februari 2011 : Pembuatan Buku Petunjuk K3 12 Februari 2011 : Observasi Unit

14-15 Februari 2011 : Pembuatan desain Trophy K3 16 Februari 2011 : Follow Up Investigasi Kebakaran 17 Februari 2011 : Observasi Unit


(42)

commit to user 18-19 Februari 2011 : Pembuatan Spanduk K3 21-22 Februari 2011 : Diskusi Judul Laporan 23 Februari 2011 : TrainingSafety Riding

24 Februari 2011 : Analisa Hasil Identifikasi Potensi Bahaya Unit 25 Februari 2011 : Penilaian Hasil Inspeksi Bulan Bakti K3 26 Februari 2011 : TrainingSafety Riding

28 Februari 2011 : Persiapan Sharing K3

01 Maret 2011 : Pembuatan izin pengambilan gambar 02 Maret 2011 : Persiapan Sharing K3

03 Maret 2011 : TrainingSafetyRiding

04 Maret 2011 : Sharing K3

06-09 Maret 2011 : Pembuatan Spanduk K3 10-11 Maret 2011 : Observasi Unit

12 Maret 2011 : Simulasi Kebakaran 14-18 Maret 2011 : Diskusi Laporan 19 Maret 2011 : Training ISO 21-23 Maret 2011 : Diskusi Laporan 24-25 Maret 2011 : Pembuatan Spanduk 26 Maret 2011 : Pembuatan Trophy

28-29 Maret 2011 : Observasi Unit 30 Maret-01 April 2011 : Diskusi Laporan 02 April 2011 : Perpisahan


(43)

commit to user

G. Analisa Data

Dalam penulisan hasil penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Kemudian hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan beberapa regulasi, antara lain :

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan Alat Pemadam Api Ringan.

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.

3. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins-11/M/BW/1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.

4. Permenaker No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja dan atau peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kebakaran.

5. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan peraturan lain yang terkait.


(44)

commit to user

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil observasi yang ada di unit Offset, maka diketahui bahwa upaya tindakan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Sistem Proteksi Pasif

Sistem proteksi pasif yang ada di unit Offset adalah sebagai berikut : a. Kompartemenisasi

Pada area Pura Offset belum dilengkapi dengan kompartemenisasi. Akan tetapi, setiap ruangan baik ruangan office

maupun ruangan produksi dipisahkan dengan sekat-sekat berupa dinding. Konstruksi dinding yang ada merupakan dinding biasa, bukan dinding yang tahan terhadap api.

b. Sarana Evakuasi 1) Jalur Evakuasi

Pura Offset menyediakan jalur evakuasi sebagai upaya awal apabila terjadi suatu bencana agar tidak timbul adanya korban manusia. Pada setiap jalur-jalur evakuasi tersebut dilengkapi dengan rambu-rambu petunjuk arah keluar area. Selain itu jalur


(45)

commit to user

evakuasi yang mana panjang jarak tempuhnya tidak melebihi 30 meter dan bebas hambatan.

Adapun untuk memberikan petunjuk kepada karyawan dan orang lain yang ada di tempat kerja mengenai jalur evakuasi, Pura

Offset juga melengkapi denah jalur evakuasi. Denah jalur evakuasi

ini ditempel pada dinding-dinding yang penempatannya mudah dibaca oleh karyawan maupun customer yang memasuki area perusahaan.

2) Assembly point

Pura Offset menyediakan assembly point (tempat berkumpul sementara) bagi karyawannya sebagai tempat evakuasi sementara apabila terjadi kebakaran di perusahaan. Area ini merupakan lahan luas yang terletak di depan Ruang Showroom unit Offset dan dilengkapi dengan papan nama yang bertuliskan assembly point, untuk memudahkan proses evakuasi.

3) FireSafety Sign dan Poster Bahaya Kebakaran

Fire safety sign yang ada di Pura Offset meliputi petunjuk

safety yang secara khusus dibuat untuk mencegah terjadinya

kejadian yang dapat memicu kebakaran, seperti pemasangan rambu-rambu “Dilarang merokok di area perusahaan”. Sedangkan poster bahaya kebakaran yang ada di Pura Offset adalah peringatan bahaya kebakaran yang dipasang pada setiap area perusahaan yang memiliki potensi bahaya kebakaran. Pemasangan


(46)

commit to user

poster bahaya kebakaran ini diutamakan pada area yang memiliki potensi bahaya kebakaran yang tinggi.

2. Sistem Proteksi Aktif

Sistem proteksi aktif yang digunakan pada Pura Offset, antara lain : a. Sistem Pendeteksi Kebakaran

Pura Offset tidak memiliki sistem pendeteksi otomatis seperti detektor panas, detektor nyala api, maupun detektor asap untuk mendeteksi apabila terjadi bahaya kebakaran. Akan tetapi, Pura Offset

memiliki fire alarm untuk memberikan peringatan dini kepada karyawan apabila terjadi kebakaran.

Fire alarm yang digunakan pada Pura Offset merupakan fire

alarm manual yang dapat beroperasi apabila terdapat karyawan yang

menyalakan fire alarm tersebut pada saat terjadi kebakaran. Fire alarm

yang digunakan berjumlah 15 buah.

Pemasangan fire alarm pada Pura Offset diletakkan pada titik-titik yang mudah dilihat dan mudah dijangkau oleh setiap orang dan dilengkapi dengan tanda pemasangan fire alarm serta denah pemasangan fire alarm.

Fire alarm ini dilengkapi dengan accu kering sebagai pemasok

daya listrik apabila terjadi kebakaran, yang menyebabkan diputusnya seluruh aliran listrik. Sehingga masih dapat digunakan pada saat keadaan darurat.


(47)

commit to user b. Sistem Pemadam Kebakaran

Pemadam kebakaran yang ada di Pura Offset adalah berupa Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Penempatan APAR yang ada di Pura

Offset antara kelompok satu dengan kelompok lainnya berjarak 15 m,

akan tetapi pada area-area produksi tertentu yang memiliki potensi bahaya kebakaran tinggi, jarak jangkauan antar APAR sekitar 5 m.

Pemasangan APAR diletakkan pada titik-titik yang mudah dijangkau oleh setiap orang, dan dilengkapi dengan tanda pemasangan APAR dengan tinggi pemasangan setinggi 125 cm dari dasar lantai (kecuali pada APAR jenis DCP). Selain itu juga dilengkapi denah pemasangan APAR yang dipasang pada titik-titik yang mudah dibaca oleh setiap orang yang memasuki area produksi maupun area kantor di unit Offset. Adapun jenis alat pemadam api ringan atau APAR yang digunakan adalah :

1) APAR DCP (Dry Chemical Powder)

Pura Offset menyediakan APAR jenis DCP dengan jumlah 97 buah. Penempatan APAR jenis DCP diletakkan kurang dari 15 cm dari permukaan lantai.

2) APAR AF 11

APAR jenis AF11 ini masih belum banyak disediakan, yaitu berjumlah 13 buah. Pura Barutama mencanangkan pemasangan APAR jenis ini untuk seluruh area kerja, untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran.


(48)

commit to user c. Sarana Penyelamatan Kebakaran

1) Pencahayaan Darurat, Tanda Penunjuk Arah Evakuasi, dan Pintu Darurat

Pura Offset juga menyediakan pencahayaan darurat atau biasa disebut dengan emergency lamp yang digunakan pada saat terjadi keadaan darurat yang menyebabkan terputusnya jaringan listrik secara total. Emergency lamp ini dipasang pada setiap jalur dan pintu yang digunakan pada saat keadaan darurat.

Sedangkan tanda penunjuk arah yang ada di Offset

digantungkan dari langit-langit dan ada pula ditempelkan pada dinding. Pemasangannya tergantung dengan keadaan area yang ada di tempat tersebut. Tanda penunjuk arah evakuasi tersebut dipasang tidak jauh dari emergency lamp, sehingga pada saat aliran listrik padam, maka tanda tersebut masih dapat terlihat dengan jelas melalui bantuan pencahayaan emergency lamp tersebut.

Pintu darurat berfungsi sebagai jalan keluar yang dapat dilalui pada saat terjadinya keadaan darurat. Pintu darurat yang ada di Pura Offset terbuat dari baja tahan api, berengsel, berukuran lebar 70 cm dan tinggi 140 cm atau lebih serta hanya dapat dibuka dari dalam ruangan.

2) Sistem Daya Darurat

Pura Offset menyediakan sistem daya darurat yang berfungsi untuk memberikan daya listrik pada proteksi aktif yang


(49)

commit to user

membutuhkan energi listrik seperti fire alarm dan emergency lamp

pada saat kondisi darurat dan terjadinya pemadaman pada panel listrik. Sistem daya darurat yang digunakan pada unit Offset adalah

accu kering.

3. Manajemen Penanggulangan Kebakaran

Dalam hal ini penulis mencari data tentang manajemen pengaman kebakaran hanya yang berkaitan dengan peraturan dan sanksi safety fire, inspeksi rutin, identifikasi potensi bahaya kebakaran, organisasi satuan pemadam kebakaran, tanggap darurat, pelatihan pemadaman, dan simulasi kebakaran, disebabkan karena adanya keterbatasan waktu dalam pencarian data. Manajemen pengamanan kebakaran yang diterapkan pada unit Offset, adalah sebagai berikut :

a. Kebijakan Perusahaan

Pura Offset membuat kebijakan mengenai mencegah dan menanggulangi kebakaran yang mana tercantum dalam salah satu sasaran K3. Selain itu pula perusahaan menerapkan peraturan dan sanksi safety fire sebagai salah satu bentuk komitmen dari kebijakan yang diterapkan pada Pura Offset. Peraturan Safety fire adalah peraturan yang berkaitan dengan kebakaran diberlakukan pada perusahaan untuk menekan karyawan agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

Sedangkan sanksi safety fire yang ada di Pura Offset meliputi sanksi yang diberlakukan pada karyawan yang melanggar peraturan


(50)

commit to user

yang telah di tentukan. Contohnya adanya peraturan dilarang merokok di area perusahaan Pura Offset. Sehingga apabila terdapat karyawan yang melanggar ketentuan tersebut, maka karyawan akan dikenai sanksi berupa surat peringatan dan denda.

Selain tercantum dalam PKB (Perjanjian Kerja Bersama), Pura

Offset juga memasang peraturan tersebut di tempat-tempat yang mudah

dibaca oleh karyawan ataupun orang lain yang akan memasuki area kerja, misalnya pada pintu masuk pabrik. Tujuan pemasangan papan peraturan tersebut, untuk mengingatkan karyawan ataupun orang lain

(customer) yang akan memasuki area kerja.

b. Inspeksi Rutin

Inspeksi rutin yang dilakukan Pura Offset adalah pemerikaan terhadap alat pendeteksi dan pemadam kebakaran, meliputi pemeriksaan terhadap proteksi aktif yang ada di unit Offset. Adapun pemeriksaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di unit ini dilakukan setiap 3 bulan sekali, dengan kriteria pemeriksaan sebagai berikut : pemeriksaan kunci pengaman, pengatup, manometer, selang, pipa keluar, isian, kondisi tabung, cincin pengait, dan corong.

Sedangkan pengecekan Fire alarm dilakukan setiap 1 (satu) minggu sekali. Pemeriksaan Fire alarm meliputi : pemeriksaan bunyi,

accu, listrik, tombol, dan kebersihan yang kemudian dicatat dan didokumentasikan oleh tim SATDAM.


(51)

commit to user

Untuk pengecekan terhadap emergency lamp dilakukan setiap satu minggu sekali, bersamaan dengan pemeriksaan Fire alarm. Pemeriksaan terhadap lampu, listrik, accu, pencahayaan dari lampu, dan kebersihan lampu.

c. Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran

Adapun langkah awal yang telah dilakukan unit Offset dalam upaya mengendalikan kebakaran, yaitu adanya identifikasi terhadap potensi bahaya kebakaran. Pura Offset melakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran yang ada di masing-masing divisi produksi. Pengidentifikasian kebakaran yang dilakukan pada unit ini dilakukan secara bersamaan dengan pengidentifikasian potensi bahaya dan faktor bahaya K3 umum. Pengidentifikasian potensi dan faktor bahaya ini dilakukan oleh tim P2K3 dan tim SATDAM yang ada di Pura Offset. Berikut ini merupakan hasil dari identifikasi sumber potensi bahaya di unit Offset, adalah sebagai berikut :

1) Oksigen

Sumber potensi bahaya kebakaran yang paling utama di Pura Offset

adalah adanya oksigen. Untuk memperlancar kegiatan produksinya, Pura Offset melibatkan manusia sebagai pelaksana. Sehingga sangat tidak mungkin untuk menghilangkan oksigen yang ada di area perusahaan, karena manusia juga membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk itu Pura Offset melakukan


(52)

commit to user

pengendalian berupa pengaturan ruangan sehingga udara tetap terjaga dengan baik.

2) Bahan Kimia Mudah Terbakar

Sumber potensi bahaya yang paling utama di unit Offset

adalah adanya bahan kimia yang mudah terbakar sebagai bahan baku dalam proses printing (percetakan). Adapun bahan kimia mudah terbakar yang digunakan Pura Offset adalah solvent yang berupa campuran antara toluene dan etil asetat. Selain itu, juga penggunaan tinta cetak dimana pada suhu dan keadaan tertentu dapat terbakar (khususnya apabila terdapat nyala api terbuka). Bahan kimia ini terdapat pada area gudang penyimpanan solvent, gudang tinta dan area cetak.

Pura Offset telah melakukan pengendalian terhadap potensi bahaya ini, dimana upaya pengendaliannya dilakukan sesuai dengan area dari sumber bahaya tersebut, yaitu :

a) Area gudang penyimpanan solvent

Adapun sistem proteksi yang dilakukan pada gudang

solvent ini meliputi :

(1)Isolasi ruangan dengan pengaturan sirkulasi udara.

(2)Pada gudang dilengkapi dengan water spray yang akan memancar secara otomatis pada setiap 5 menit sekali.


(53)

commit to user

(3)Pada gudang tidak diberikan aliran listrik, menggunakan lampu sorot dari luar ruangan dengan jarak 10-15 meter dari lokasi gudang solvent.

(4)Pada lantai gudang diberikan jaring-jaring yang kemudian pada dilapisi pasir, hal ini bertujuan supaya jika terdapat tumpahan solvent, maka solvent tidak tergenang.

b) Area gudang penyimpanan tinta

Adapun upaya pengendaliannya, yaitu pada area ini penyimpanan pada ruangan yang ber-AC, selain menghindari kebakaran, peletakan tinta tersebut bertujuan agar tinta tidak mudah menggumpal dan rusak.

c) Area cetak

Pada area ini, dilakukan penyimpanan solvent yang

portable, sehingga apabila terjadi kebakaran, maka solvent

yang digunakan dalam proses produksi tersebut segera dipindahkan ke tempat yang lebih aman dari bahaya kebakaran. Selain itu juga peletakan solvent yang dijauhkan dari mesin, yang mana apabila as roll pada mesin aus akan menimbulkan percikan api.

3) Kertas

Sebagai perusahaan printing and packaging, kertas merupakan bahan baku utama untuk proses produksi. Kertas merupakan sumber potensi bahaya yang sangat potensial karena


(54)

commit to user

sifatnya yang mudah terbakar. Adapun upaya pengendalian yang dilakukan adalah pemnyimpanan kertas pada gudang khusus kertas.

4) Instalasi Listrik

Instalasi listrik merupakan sumber bahaya kebakaran yang sangat potensial di Pura Offset, karena seluruh area perusahaan menggunakan instalasi listrik. Pengendalian yang dilakukan yaitu pemasangan circuit breaker sistem pada instalasi listrik yang bekerja secara otomatis menghentikan arus listrik pada saat terjadi kebakaran.

5) Panas

Penggunaan panas sebagai proses produksi menyebabkan timbulnya potensi bahaya kebakaran di Pura Offset. Misalnya pada proses laminasi yang menggunakan panas, yang mana tanpa adanya panas yang cukup maka hasil akan menjadi tidak maksimal. Untuk itu, upaya pengendalian yang dilakukan yaitu dengan menyediakan ruang terbuka pada mesin cetak agar panas hasil proses laminasi dapat berkurang.

6) Petir

Petir juga merupakan sumber potensi bahaya yang ada di Pura Offset. Khususnya pada saat musim hujan tiba. Untuk mencegah terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh petir, maka


(55)

commit to user

Pura Offset memasang instalasi penangkal petir di seluruh area perusahaan.

d. Satuan Pemadam Kebakaran (SATDAM)

Satuan Pemadam Kebakaran (SATDAM) yang ada di Pura Offset

bergabung dengan Pura Barutama. SATDAM bekerja sama dengan Tim Penanggulangan Kebakaran yang ada di masing-masing unit dalam mengupayakan tindakan pengendalian bahaya kebakaran. Adapun SATDAM bertugas sebagai :

1) Mengontrol secara berkala petunjuk atau alat-alat yang pemadam kebakaran.

2) Memadamkan api disaat terjadi kebakaran.

3) Mengadakan kegiatan pelatihan dan simulasi kebakaran bersama Tim P2K3.

4) Melakukan investigasi terhadap kejadian kebakaran.

Adapun struktur organisasi Satuan Pemadam Kebakaran yang ada di Unit Offset adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur Organisasi SATDAM Sumber : Biro Administrasi SATDAM

Dept. Legal-EA Pura Barutama Sect. Head Keamanan

Supervisor

Pelatih TIMSUS

Kepala jaga Satpam

DANRU PMK Anggota


(56)

commit to user

Satuan Pemadam Kebakaran yang ada di Pura Barutama dibawah Departemen Legal-External Affair Pura Barutama. Selanjutnya, dipimpin oleh Kepala Keamanan dan dibantu oleh beberapa staff, yang meliputi :

1) Administrasi

Administrasi ini berfungsi untuk mengatur segala administrasi yang berkaitan dengan SATDAM PT. Pura Barutama. Tugasnya menginventarisir laporan kejadian kebakaran, laporan peralatan pemadam kebakaran, dan lain sebagainya.

2) Pelatih

Pelatih pemadam kebakaran di PT. Pura Barutama ini bertugas untuk memberikan pelatihan, baik kepada karyawan maupun tim pemadam kebakaran yang tersebar di seluruh unit yang ada di PT. Pura Barutama.

3) Supervisor

Supervisor berfungsi untuk melakukan investigasi kebakaran apabila terjadi kebakaran di area perusahaan yang ada di PT. Pura Barutama. Supervisor tersebut juga bertugas untuk mengidentifikasi potensi bahaya kebakaran yang ada di area kerja. 4) Tim Khusus (TIMSUS)

Tim khusus ini berfungsi sebagai badan intelijen yang ada di Pura Barutama. Adapun tugas dari TIMSUS ini, antara lain :


(57)

commit to user

a) Mengidentifikasi seluruh permasalahan yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.

b) Membuat dan menyusun BAP (Berita Acara Perkara).

c) Mengumpulkan keterangan atau informasi yang kemudian dijadikan data.

d) Menyelidiki data-data sehingga menjadi fakta. 5) Kepala jaga SATPAM

Kepala jaga SATPAM yang ada di PT. Pura Barutama adalah Kepala jaga SATPAM pada saat keadaan biasa (pada saat tidak terjadi kebakaran). Kepala jaga SATPAM bertugas untuk memberikan aba-aba kepada seluruh anggota SATPAM untuk segera menangani kebakaran yang terjadi.

6) DANRU PMK

DANRU (Komandan Regu) PMK yang ada di PT. Pura Barutama merupakan orang yang memimpin regu pemadam kebakaran. Tiap regu pemadam kebakaran terdapat 5-6 orang. 7) Anggota

Anggota SATDAM yang ada juga merupakan anggota SATPAM yang ada di Pura Barutama. Anggota SATPAM yang berada di bawah pimpinan Kepala jaga SATPAM akan menjadi anggota SATDAM apabila terjadi kebakaran. Namun tidak seluruh SATPAM yang menjadi angggota pemadam kebakaran.


(58)

commit to user e. Pelatihan Pemadaman Kebakaran

Pelatihan pemadaman kebakaran yang dilakukan di unit Offset

mengikuti jadwal pelatihan yang ditentukan dengan Satuan Pemadam (SATDAM) PT. Pura Barutama.

Adapun pelatihan pemadaman kebakaran pada karyawan dilakukan setiap satu tahun sekali dengan penjadwalan yang tidak tentu. Sedangkan untuk pelatihan pemadaman kebakaran pada satuan pemadam yang ada di unit Offset dilakukan setiap 3 bulan sekali. f. Simulasi Kebakaran

Sebagai bentuk komitmen kebijakan perusahaan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran, Pura Offset mengadakan simulasi kebakaran yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Simulasi kebakaran yang dilakukan melibatkan sebagian karyawan dan tim P2K3 di unit Offset.

g. Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran

Pura Offset memiliki Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran (PTDK) yang tergabung dengan PT. Pura Barutama secara keseluruhan. Adapun PTDK yang ada di Pura Barutama adalah sebagai berikut :

1) Karyawan yang masih melakukan pekerjaannya, harus segera mematikan listrik di panel lokal ruang kerja terdekatnya.

2) Pemadaman api dengan menggunakan alat pemadaman yang sesuai dengan sifat bahan yang terbakar (biasanya menggunakan APAR)


(59)

commit to user

oleh karyawan yang ada paling dekat (operator) dengan sumber bahaya api (apabila kebakaran termasuk dalam kategori kebakaran kecil) yang dipimpin oleh pengawas. Sekaligus melokalisir area kebakaran.

3) Operator lain memberitahukan kepada bagian security jaga.

4) Security jaga segera memberitahu bagian-bagian lain untuk

bersiap-siap dan membantu penanggulangan serta mengaktifkan

alarm.

5) Security jaga melaporkan pada Kepala jaga security.

6) Kepala jaga security memerintahkan anggota security jaga untuk menjaga tempat kejadian dan membantu penanggulangan kebakaran.

7) Kepala jaga melaporkan ke SATDAM PT. Pura Barutama untuk mengantisipasi segala kemungkinan.

8) Kepala jaga melapor ke POSKO security PT. Pura Barutama. 9) Evakuasi terhadap karyawan (diutamakan pada karyawan wanita)

serta barang-barang atau dokumen yang dianggap penting.

10)Setelah dinyatakan aman, maka tim security bersama tim P2K3 melakukan identifikasi terhadap penyebab kebakaran dan laporan penanggulangannya terhadap pimpinan unit.


(60)

commit to user

B. Pembahasan

1. Proteksi Pasif

a. Kompartemenisasi

Sebagai upaya mencegah perluasan kebakaran Pura Offset menggunakan penyekat berupa dinding dengan konstruksi yang tidak tahan api sebagai proteksi pasif. Dengan ini, Pura Offset belum memenuhi peraturan yang ada, karena Pura Offset belum memiliki kompartemenisasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bahwa setiap gedung harus mempunyai kemampuan dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran yang meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi.

b. Sarana Evakuasi 1) Jalur Evakuasi

Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. 11/M/B/1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran, Kepmenaker No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pura Offset telah mengadakan jalur evakuasi dengan jarak tempuh tidak melebihi 30 meter dan bebas hambatan.


(61)

commit to user

2) Assembly point

Pura Offset telah memiliki assembly point untuk penanganan kejadian darurat, salah satunya kejadian kebakaran. Dengan demikian, maka Pura Offset telah mengupayakan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. Hal ini sesuai dengan Kepmenaker No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja bahwa perlunya penyediaan sarana evakuasi untuk keadaan darurat.

3) Fire Safety Sign dan Poster Bahaya Kebakaran

Fire safety sign dan poster bahaya kebakaran merupakan

salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran yang ada di Pura Offset. Dengan adanya poster dan Fire Safety Sign, maka karyawan akan menjadi berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya (termasuk dalam upaya untuk membudayakan perilaku aman dan selamat dari bahaya kebakaran pada karyawan), sehingga karyawan tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kebakaran.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang mana perlunya pemasangan rambu-rambu keselamatan.


(62)

commit to user 2. Proteksi Aktif

a. Sistem Pendeteksi Kebakaran

Pura Offset tidak memiliki sistem pendeteksi otomatis seperti detektor panas, detektor nyala api, maupun detektor asap untuk mendeteksi apabila terjadi bahaya kebakaran. Akan tetapi, Pura Offset

memiliki fire alarm untuk memberikan peringatan dini kepada karyawan apabila terjadi kebakaran.

Fire alarm yang ada pada area kerja Pura Offset hanya ada fire

alarm manual. Meskipun Pura Offset belum menggunakan alat

detektor otomatis yang dapat mendeteksi dini terjadinya kebakaran, namun dengan adanya fire alarm ini sudah cukup membantu memberikan peringatan bagi seluruh karyawan serta orang yang sedang berada di area perusahaan.

Fire alarm manual merupakan suatu sistem yang paling

sederhana dan paling mudah digunakan oleh setiap orang. Fire alarm

akan menghasilkan bunyi yang cukup nyaring untuk memberikan peringatan apabila terjadi kebakaran apabila tombol fire alarm ditekan oleh manusia.

Namun akan lebih baik apabila dilengkapi dengan alat deteksi dini terjadinya kebakaran dengan detektor panas, detektor asap, ataupun detektor api. Hal ini masih belum sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.


(63)

commit to user b. Sistem Pemadam Kebakaran

Pura Offset hanya mempunyai Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sebagai sistem pemadam kebakaran. Pemasangan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang ada di Pura Offset telah sesuai dengan Permenaker No. 4/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, yaitu penempatan jarak antar APAR tidak kurang dari 15 meter, dan pemasangannya disesuaikan dengan jenisnya. APAR jenis DCP dipasang tidak lebih dari 15 cm dari lantai, sedangkan pemasangan APAR jenis AF11 dipasang setinggi 1,2 meter.

c. Sarana Penyelamatan Kebakaran

1) Pencahayaan Darurat, Tanda Penunjuk Arah Evakuasi, dan Pintu Darurat

Pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah evakuasi merupakan pelengkap dari sarana penyelamatan. Pada umumnya pencahayaan darurat dan tanda penunjuk arah yang ada di unit

Offset ini sudah baik. Pura Offset telah memiliki emergency lamp

yang berfungsi untuk memberikan penerangan di titik-titik jalur evakuasi. Hal ini telah sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.


(64)

commit to user

Penunjuk arah jalur evakuasi diletakkan dekat dengan

emergency lamp, sehingga pada saat aliran listrik padam, penunjuk

arah tersebut masih dapat terlihat dengan pencahayaan dari

emergency lamp tersebut. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri

Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

Pintu darurat yang dimiliki oleh Pura Offset telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3/MEN/1999 tentang Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Oran dan Barang, yaitu dibuat dari baja tahan api, berengsel, berukuran lebar 70 cm, dan tinggi 140 cm atau lebih serta hanya dapat dibuka dari dalam ruangan.

2) Sistem Daya Darurat

Pada prinsipnya sistem daya darurat yang ada di unit Offset

cukup baik. Sistem daya darurat berfungsi untuk mendukung instalasi pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran di area perusahaan. Sehingga upaya penanggulangan kebakaran di Pura

Offset dapat dilakukan . Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri

Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPST/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.


(65)

commit to user 3. Manajemen Penanggulangan Kebakaran

a. Kebijakan Perusahaan

Dalam mengupayakan pencegahan dan penaggulangan kebakaran, diperlukan adanya kebijakan dari pimpinan perusahaan. Sebagai bentuk komitmen terhadap kebijakan yang tercantum dalam sasaran K3, Pura Offset juga memberlakukan peraturan dan sanksi

safety fire, maka dengan adanya peraturan ini dapat menekan perilaku

yang tidak aman yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Peraturan dan sanksi safety fire ini tercantum dalam PKB (Perjanjian Kerja Bersama), sehingga peraturan ini mengikat karyawan untuk tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran selama melakukan pekerjaanya. Dan apabila terdapat karyawan yang melakukan pelanggaran, maka karyawan tersebut akan dikenai sanksi berupa denda. Hal ini sesuai dengan ISO 14001 tentang Manajemen Lingkungan dalam klausul 4.4.7 kesiagaan dan tanggap darurat yang

berisi “orang harus membuat dan memelihara prosedur untuk

mengidentifikasi potensi terjadinya kecelakaan dan menanggapinya serta mencegah dan mengurangi dampak lingkungan yang mungkin

berkaitan dengannya”.

b. Inspeksi rutin

Inspeksi rutin meliputi pemeriksaan dan pengecekan alat pemadam kebakaran di Pura Offset, khususnya pemeriksaan APAR sudah dilakukan sesuai dengan Permenaker No. 4/MEN/1980 tentang


(66)

commit to user

Syarat-Syarat Pemeriksaan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, yaitu dilakukan pemeriksaan terhadap tabung APAR setiap tiga bulan sekali dengan kriteria pemeriksaan sebagai berikut : pemeriksaan kunci pengaman, pengatup, manometer, selang, pipa keluar, isian, kondisi tabung, cincin pengait, dan corong.

Sedangkan pemeriksaan berkala pada Fire alarm dilakukan setiap 1 (satu) minggu sekali. Pemeriksaan Fire alarm meliputi : pemeriksaan bunyi, accu, listrik, tombol, dan kebersihan yang kemudian dicatat dan didokumentasikan oleh tim SATDAM. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis dalam pasal 58 yang

berisi “Pemeliharaan dan pengujian mingguan lain meliputi :

membunyikan alarm secara simulasi, memeriksa kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa seluruh sistem alarm dan mencatat hasil pemeliharaan serta pengujian buku catatan”. c. Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran

Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. Pura Offset telah melakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran di tempat kerja. Meskipun belum dilakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran secara khusus, pengidentifikasian potensi bahaya tentang keselamatan kerja secara umum sudah dapat menjelaskan adanya potensi bahaya kebakaran di setiap area atau


(67)

commit to user

tempat kerja tersebut. Selain itu juga telah dijelaskan pula upaya pengendalian potensi bahaya kebakaran tersebut. Namun akan lebih baik apabila dilakukan identifikasi bahaya kebakaran secara khusus.

Pengidentifikasian potensi bahaya kebakaran yang hanya dilakukan oleh tim P2K3 dan dibantu oleh tim SATDAM juga akan lebih baik apabila melibatkan karyawan atau operator yang ada di masing-masing area. Karena dapat membantu tim P2K3 di Pura Offset

serta menegaskan kepada karyawan bahwa di masing-masing area kerjanya terdapat potensi bahaya kebakaran, sehingga dengan demikian karyawanpun akan bertindak aman dan selamat untuk mencegah terjadinya kebakaran yang disebabkan unsafe action.

d. Satuan Pemadam Kebakaran (SATDAM)

Sesuai dengan Kepmenaker No.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja Pura Barutama juga mempunyai Satuan Pemadam Kebakaran (SATDAM), yang mana dibentuk sebagai salah satu upaya antisipasi terhadap terjadinya bahaya kebakaran.

Dengan adanya pembentukan SATDAM, maka apabila terjadi kebakaran, maka SATDAM ini akan segera melakukan pemadaman kebakaran. Meskipun anggota SATDAM juga merupakan anggota dari SATPAM, namun sebagai petugas pemadam kebakaran, mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Karena apabila terjadi kebakaran di salah satu unit Pura Barutama, maka seluruh anggota SATDAM


(1)

commit to user

Syarat-Syarat Pemeriksaan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, yaitu dilakukan pemeriksaan terhadap tabung APAR setiap tiga bulan sekali dengan kriteria pemeriksaan sebagai berikut : pemeriksaan kunci pengaman, pengatup, manometer, selang, pipa keluar, isian, kondisi tabung, cincin pengait, dan corong.

Sedangkan pemeriksaan berkala pada Fire alarm dilakukan setiap 1 (satu) minggu sekali. Pemeriksaan Fire alarm meliputi : pemeriksaan bunyi, accu, listrik, tombol, dan kebersihan yang kemudian dicatat dan didokumentasikan oleh tim SATDAM. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis dalam pasal 58 yang

berisi “Pemeliharaan dan pengujian mingguan lain meliputi :

membunyikan alarm secara simulasi, memeriksa kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa seluruh sistem alarm dan mencatat hasil pemeliharaan serta pengujian buku catatan”. c. Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran

Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. Pura Offset telah melakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran di tempat kerja. Meskipun belum dilakukan identifikasi potensi bahaya kebakaran secara khusus, pengidentifikasian potensi bahaya tentang keselamatan kerja secara umum sudah dapat menjelaskan adanya potensi bahaya kebakaran di setiap area atau


(2)

commit to user

tempat kerja tersebut. Selain itu juga telah dijelaskan pula upaya pengendalian potensi bahaya kebakaran tersebut. Namun akan lebih baik apabila dilakukan identifikasi bahaya kebakaran secara khusus.

Pengidentifikasian potensi bahaya kebakaran yang hanya dilakukan oleh tim P2K3 dan dibantu oleh tim SATDAM juga akan lebih baik apabila melibatkan karyawan atau operator yang ada di masing-masing area. Karena dapat membantu tim P2K3 di Pura Offset serta menegaskan kepada karyawan bahwa di masing-masing area kerjanya terdapat potensi bahaya kebakaran, sehingga dengan demikian karyawanpun akan bertindak aman dan selamat untuk mencegah terjadinya kebakaran yang disebabkan unsafe action.

d. Satuan Pemadam Kebakaran (SATDAM)

Sesuai dengan Kepmenaker No.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja Pura Barutama juga mempunyai Satuan Pemadam Kebakaran (SATDAM), yang mana dibentuk sebagai salah satu upaya antisipasi terhadap terjadinya bahaya kebakaran.

Dengan adanya pembentukan SATDAM, maka apabila terjadi kebakaran, maka SATDAM ini akan segera melakukan pemadaman kebakaran. Meskipun anggota SATDAM juga merupakan anggota dari SATPAM, namun sebagai petugas pemadam kebakaran, mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Karena apabila terjadi kebakaran di salah satu unit Pura Barutama, maka seluruh anggota SATDAM


(3)

commit to user

yang ada setiap unit akan segera merapat pada lokasi kejadian kebakaran.

e. Pelatihan Pemadaman Kebakaran

PT. Pura Barutama mengadakan pelatihan pemadaman bagi karyawannya setiap satu tahun sekali dan pelatihan pemadaman bagi satuan pemadam setiap 3 bulan sekali. Hal ini sesuai dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pada pasal 9

bahwa “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi

semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian

pertolongan pertama pada kecelakaan”.

f. Simulasi Kebakaran

Pengadaan simulasi kebakaran bagi karyawan sangat penting dalam upaya penanggulangan bahaya kebakaran. Sehingga apabila terjadi bahaya kebakaran, karyawan dapat mengetahui tindakan yang paling tepat yang harus dilakukan. Pura Offset telah mengadakan simulasi kebakaran disetiap tahunnya, hal ini telah menunjukkan adanya komitmen dari pimpinan unit dalam upaya menanggulangi bahaya kebakaran. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik

dalam pasal 59 yang menyebutkan “Pemeliharaan dan pengujian


(4)

commit to user

memeriksa lampu-lampu indikator, memeriksa fasilitas penyediaan sumber tenaga darurat, mencoba dengan kondisi gangguan terhadap sistem, memeriksa kondisi dan kebersihan panel indikator dan mencatat hasil pemeliharaan dan pengujian dalam buku catatan”.

g. Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran

Sesuai dengan Kepmenaker No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Bahaya Kebakaran di Tempat Kerja, mengenai prosedur dalam menghadapi keadaan darurat bahaya kebakaran, Pura Offset telah memiliki Prosedur Tanggap Darurat Kebakaran yang tergabung dengan PT. Pura Barutama secara keseluruhan.


(5)

commit to user

60 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Pura Offset, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem proteksi pasif yang ada di Pura Offset khususnya kompartemenisasi masih belum sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sedangkan sarana evakuasi yang disediakan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Sistem proteksi aktif yang ada di Pura Offset khususnya pengadaan sistem pendeteksi dini kejadian kebakaran masih belum sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis. Sedangkan sistem pemadaman kebakaran dan sarana penyelamatan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Manajemen pengamanan kebakaran yang ada di Pura Offset secara keseluruhan telah sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, ISO 14001 tentang Manajemen Lingkungan, dan peraturan lainnya yang terkait.


(6)

commit to user

B. Saran

1. Sebaiknya Pura Offset juga menyediakan kompartemenisasi sebagai proteksi pasif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. 2. Sebaiknya Pura Offset mengadakan identifikasi potensi bahaya kebakaran

secara khusus di setiap area produksi dengan melibatkan karyawan yang ada di area tersebut, sehingga dengan partisipasi dari karyawan akan diperoleh beberapa manfaat, antara lain :

a. Memperkenalkan pada karyawan tentang potensi bahaya kebakaran yang ada di area kerjanya.

b. Membudayakan karyawan untuk bekerja secara aman dan selamat dan tidak menimbulkan bahaya kebakaran.

3. Sebaiknya fire alarm yang ada dilengkapi dengan sistem deteksi dini terhadap bahaya kebakaran, seperti detektor panas, detektor api, ataupun detektor asap.