Pengobatan Sifilis Dengan Azitromisin

PENGOBATAN SIFILIS DENGAN AZITROMISIN

DERYNE ANGGIA PARAMITA
198311112009122004

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

1

GAMBARAN KLINIS

3


SIFILIS PRIMER

3

SIFILIS SEKUNDER

3

SIFILIS LATEN

4

SIFILIS TERSIER

4

DIAGNOSIS SIFILIS

5


PENGOBATAN SIFILIS

5

AZITROMISIN UNTUK SIFILIS

9

RESISTENSI MAKROLID TERHADAP TREPONEMA PALLIDUM

14

KESIMPULAN

15

DAFTAR RUJUKAN

17


Universitas Sumatera Utara

PENGOBATAN SIFILIS DENGAN AZITROMISIN

PENDAHULUAN
Sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum,1 suatu
spirokaeta mikroaerofilik yang hanya menginfeksi manusia dan primata lainnya.2 Sifilis
dikatakan unik karena diantara infeksi menular seksual lainnya, sifilis dapat menyebabkan
manifestasi sistemik yang luas.3
Infeksi biasanya didapat melalui kontak seksual dengan lesi yang terinfeksi atau cairan
tubuh, yang jarang, dapat melalui transplasental dari ibu ke janin atau dari transfusi darah,
inokulasi dari kecelakaan, atau tusukan dari benda yang terkontaminasi seperti yang digunakan
untuk mentato. Transmisi melalui seks oral terjadi pada lebih kurang 13 persen dan seperlima
atau sepertiga pada pria yang berhubungan seksual dengan pria.2,3
Frekuensi sifilis di seluruh dunia bervariasi sesuai wilayah, tingkat insidensi tertinggi
adalah pada Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang diikuti dengan Afrika SubSahara. Wilayah
berikutnya adalah di Amerika Latin dan Karibia.4
Penyakit sifilis yang tidak diobati dibagi menjadi sifilis primer, sekunder, laten dini, dan
sifilis tingkat lanjut, yaitu sifilis tersier, benigna, sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis.1 Sifilis

awal atau early termasuk didalamnya sifilis primer (chancre) dan sekunder (lesi mukokutaneus
dan/atau limfadenopati dengan atau tidak keterlibatan organ). Sifilis laten dibagi menjadi laten
dini (kurang dari 1 tahun) dan lanjut (1 tahun atau lebih). Sifilis tersier dapat dijumpai
keterlibatan pada jantung, saraf dan bentuk benigna.2

Universitas Sumatera Utara

Sifilis ditularkan melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius. Treponema masuk
melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe,
kemudian masuk kedalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar
beberapa jam melalui pembuluh darah, infeksi menjadi sistemik walaupun tanda tanda klinis dan
serologis belum jelas pada saat itu. Sekitar 3 minggu (10-90 hari) setelah Treponema masuk,
ditempat masuk pada tubuh timbul lesi primer berupa tukak. Tukak akan muncul selama 1-5
minggu kemudian akan menghilang. Enam minggu kemudian (antara 2 minggu – 6 bulan) timbul
erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan menghilang sekitar 2-6
minggu karena penyembuhan spontan. Kemudian perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten
dimana tidak dijumpai tanda-tanda klinis. Masa laten dibagi 2 yaitu, laten dini dan laten lanjut.
Dimana pada laten dini dibawah satu tahun saja yang masih dapat menularkan penyakit. Setelah
melalui fase laten penyakit akan lanjut ke bentuk tersier.1


Tabel 1. Perjalanan penyakit sifilis (dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 2)

Universitas Sumatera Utara

Kekambuhan pada sifilis sekunder sebanyak 23,5%, seperempat dari kasus tersebut
terjadi kekambuhan yang berulang-ulang, dan 90% dari penderita terjadi kekambuhan pada tahun
pertama.1 Sifilis menyebabkan kematian dari 11 % pasien pada penelitian di Oslo.2

GAMBARAN KLINIS
Sifilis Primer
Pada tempat penetrasi Treponemal setelah masa inkubasi 10-90 hari (rerata 3 minggu)
terbentuk makula kemerahan yang akan berubah menjadi papul dan menjadi tukak dengan ulkus
ditengahnya. Tukak dijumpai bulat atau oval dengan diameter 1 cm, dengan batas tegas, regular,
lunak dan pinggir yang kenyal.1,2 Pada pria heteroseksual tukak akan terdapat pada penis,
sedangkan pada pria homoseksual dapat dijumpai pada lubang anal, mulut dan genitalia
eksternal. Pada wanita umum dijumpai pada leher rahim dan labia.3,4 Lesi primer biasanya
berhubungan dengan limfadenopati regional yang dapat bilateral atau unilateral.1,4 Apabila tidak
diobati tukak akan bertahan selama 1-6 minggu dan akan menghilang dalam 1-2 minggu setelah
pengobatan dan sembuh tanpa parut.2
Sifilis Sekunder

Lesi dari sifilis sekunder timbul 3-12 minggu setelah munculnya tukak tapi dapat
terbentuk beberapa bulan setelah itu. Sifilis sekunder biasanya menghilang dalam 2-12
minggu.3,2 Lesi dapat berupa makula yang simetris, bulat, menyebar dan tidak gatal yang
berlokasi pada batang tubuh dan ekstremitas proksimal. Lesi papular yang merah juga dapat
dijumpai pada telapak kaki, telapak tangan, wajah, dan kulit kepala dan dapat menjadi nekrosis.4
Pada kulit kepala akan dapat dijumpai moth-eaten alopecia yang dimulai pada daerah oksipital.1

Universitas Sumatera Utara

Lalu pada papula daerah intertriginosa akan bergabung menjadi lesi yang sangat infeksius yang
dikenal dengan kondilomata lata.1,4
Sifilis Laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan
serologis reaktif.2,4 Sifilis laten dapat menjadi keadaan yang menetap, atau kemudian dapat relaps
menjadi sifilis sekunder, atau berubah menjadi bentuk tersier.2
Sifilis Tersier
Lebih kurang sepertiga dari pasien dengan sifilis laten akan berkembang menjadi sifilis
tersier, terdapat 3 bentuk dari stadium ini yaitu, sifilis benigna, kardiovaskular dan neurosifilis.2
Sifilis benigna ditandai dengan lesi granulamatosa, yang dikenal dengan gumma,
terutama dijumpai pada kulit, tulang, dan hati, tetapi dapat dijumpai di organ lain. Gumma dapat

pecah dan membentuk ulkus, lama kelamaan akan menjadi fibrotik. Lesi ini tidak infeksius.3,4
Sifilis kardiovaskular terjadi 10 tahun setelah infeksi primer, pada era antibiotik sudah
sangat jarang dijumpai. Manifestasi yang paling utama adalah pembentukan aneurisma pada
aorta asending, yang terjadi karena inflamasi kronik dari destruksi vasa vasorum yaitu pembuluh
darah yang memperdarahi dinding arteri besar.3,4
Neurosifilis mempunyai beberapa, antara lain; Meningitis sifilitik yang dapat terjadi 6
bulan setelah infeksi primer; Meningovaskular sifilis terjadi akibat rusaknya pembuluh darah
dari meningens, otak dan batang otak menyebabkan infarksi dan gangguan saraf yang luas;
Tabes dorsalis terbentuk pada posterior kolum dan akar dorsal dari batang otak yang rusak,
menyebabkan gangguan pada sensasi propiroseptif dan getaran.3,4

Universitas Sumatera Utara

DIAGNOSIS SIFILIS
Sifilis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan material dari chancre dengan menggunakan
mikroskop khusus yang dikenal mikroskop lapangan gelap. Jika terdapat Treponema pada
sediaan, akan terlihat pada mikroskop lapangan gelap. 1,5
Pemeriksaan darah adalah cara lain dalam memeriksa sifilis, antibodi terhadap
Treponema akan terbentuk ketika seseorang terinfeksi. Kadar antibodi yang rendah akan dapat
menetap didalam darah seseorang, untuk beberapa bulan sampai tahun bahkan setelah penderita

sukses diterapi.5 Kadar antibodi diperiksa dengan menggunakan tes Direct Fluorescence
Antibody. Pemeriksaan serologi dapat berupa VDRL, TPHA atau FTA-ABS, RPR.2

PENGOBATAN SIFILIS
Pengobatan sifilis menurut European Guidelines on the Management of Syphilis pada tahun
2008, yang dikeluarkan pada saat pertemuan IUSTI.6
Sifilis awal (primer, sekunder dan laten awal) :
1. Benzatin penisilin 2.4 juta unit IM (masing-masing 1.2 juta unit pada tiap bokong) pada
hari pertama
2. Penisilin prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 10-14 hari
Untuk pasien dengan alergi penisilin atau menolak pengobatan secara parenteral :
1. Doksisiklin 200 mg perhari ( 100 mg 2 kali sehari atau dosis tunggal 200 mg) oral selama
14 hari
2. Tetrasiklin 500 mg oral 4 kali sehari selama 14 hari
3. Azitromisin 2 gr oral sebagai dosis tunggal
Sifilis laten akhir, kardiovaskular dan neurosifilis, pengobatan lini pertama meliputi :

Universitas Sumatera Utara

1. Benzatin penisilin 2.4 juta unit IM setiap minggu pada hari 1,8, dan 15

2. Penisilin prokain 600.000 unit IM tiap hari selama 17-21 hari
Pengobatan alternatif meliputi :
1. Doksisiklin 200 mg perhari selama 21-28 hari
2. Tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari selama 28 hari
3. Eritromisin 500 mg 4 kali sehari selama 28 hari
Neurosifilis simptomatis dan asimptomatis, pengobatan lini pertama :
1. Penisilin benzil 12-24 juta unit IV perhari, 3-4 juta unit tiap 4 jam selama 18-21 hari
2. Penisilin benzil 0.15 juta unit/kg/hr IV, dibagi dalam 6 dosis (tiap 4 jam ) selama 10-14
hari
3. Penisilin prokain 1.2-2.4 juta unit IM perhari ditambah Probonecid 500 mg 4 kali sehari,
keduanya selama 10-17 hari
Alergi pada penisilin atau menolak pengobatan secara parenteral :
1. Doksisiklin 200 mg 2x sehari selama 28 hari

Satu tinjauan yang dikeluarkan oleh WHO Eropa membandingkan beberapa penelitian untuk
pengobatan sifilis yang tidak menggunakan penisilin7 :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2a. Beberapa penelitian yang melakukan pengobatan sifilis tanpa penisilin (dikutip sesuai

aslinya dari kepustakaan 7)
Ket :

P = Sifilis primer

NS = Neurosifilis

S = Sifilis sekunder

LL = Laten akhir (Late latent)

E = Sifilis awal (early)

EL = laten awal (Early latent)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2b. Beberapa penelitian yang melakukan pengobatan sifilis tanpa penisilin (dikutip sesuai
aslinya dari kepustakaan 7)
Ket :


P = Sifilis primer

NS = Neurosifilis

Universitas Sumatera Utara

S = Sifilis sekunder

LL = Laten akhir (Late latent)

E = Sifilis awal (early)

EL = laten awal (Early latent)

AZITROMISIN UNTUK SIFILIS
Penisilin tetap menjadi obat pilihan dalam mengobati sifilis, walaupun reaksi alergi potensial dan
perlunya pemberian secara parenteral terkadang membatasi penggunaannya.8 Keuntungan
lainnya dari jenis obat ini adalah dari segi ekonomis yang murah dan kurangnya masalah dengan
ketaatan pasien.9 Tetrasiklin direkomendasikan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
Eritromisin

dianggap

kurang

efektif

dibandingkan

penisilin

atau

tetrasiklin

dan

direkomendasikan hanya pada pengobatan pada sifilis awal (tetapi tidak akhir) hanya ketika
dipantau secara ketat untuk 1 tahun atau lebih. Durasi pengobatan yang panjang (15-30 hari),
perlunya pemberian dosis sebanyak 2 sampai 4 kali sehari, dan intoleransi gastrointestinal atau
efek samping membuat terapi dengan regimen yang terdiri dari tetrasiklin atau eritromisin
menjadi masalah.8
Azitromisin adalah antibiotik makrolid yang masuk kedalam grup azalide, merupakan
derivat dari eritromisin dengan menambahkan atom nitrogen kedalam cincin laktat dari
eritromisin A.10 Yang mempunyai waktu paruh panjang sampai 68 jam di jaringan dan telah
digunakan sebagai terapi dosis tunggal untuk infeksi menular seksual termasuk infeksi klamidia,
uretritis nongonokokal, kankroid dan gonore.11 Pada penelitian secara invitro didapati bahwa
azitromisin aktif melawan Treponema pallidum dan efektif dalam mengobati sifilis pada kelinci
secara eksperimental.8
Azitromisin seperti antibiotik makrolid lainnya mencegah pertumbuhan bakteri dengan
mengganggu kemampuannya mensintesis protein, walaupun mekanisme ini dianggap

Universitas Sumatera Utara

bakteriostatik, konsentrasi yang tinggi beberapa kali dibanding konsentrasi inhibisi minimum
berkontribusi terhadap aktivitas bakterisidal dari azitromisin.10,12 Karena adanya perbedaan
dalam jalur pembentukan protein manusia dan bakteri, maka antibiotika makrolid tidak
mengganggu produksi protein pada manusia. Karena waktu paruhnya yang panjang, azitromisin
biasanya diberikan dalam dosis satu kali.12
Beberapa keuntungan azitromisin antara lain10 ;
1. Efektivitas lebih dibandingkan antibiotik lain
2. Tidak seperti makrolid lainnya, azitromisin tidak berikatan dengan sitokrom P-450 pada
hati, menyebabkan obat ini mempunyai potensi yang rendah untuk berinteraksi dengan
obat lainnya
3. Mempunyai konsentrasi pada jaringan yang tinggi sehingga aktivitas antimikrobialnya
yang terus menerus
4. Karena transportasinya dengan menggunakan sel darah putih, azitromisin mempunyai
bahayang unik untuk aktivitas target nya pada tempat infeksi. Pada jaringan yang
terinfeksi azitromisin mencapai konsentrasi yang tinggi dan bertahan setelah 5 sampai 7
hari setelah dosis yang terakhir
5. Kepatuhan pasien dalam memakan obat yang baik, dimana pada infeksi menular seksual
diberikan dalam dosis tunggal
Kerugian dan efek samping dari azitromisin10,12 ;
1. Makanan akan mengurangi absorpsi azitromisin
2. Gangguan intestinal dapat terjadi seperti mual, nyeri perut dan muntah. Dan yang jarang
dapat berupa gangguan fungsi hati, reaksi alergi dan kecemasan

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang mempublikasikan penggunaan azitromisin dalam pengobatan sifilis
pertama sekali dilakukan oleh Verdon, dkk pada tahun 1994.8 Penelitian ini adalah penelitian
terbuka dan tanpa pembanding yang dilakukan pada pasien sifilis primer yang didiagnosis
setelah ditemukannya chancre dan pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dijumpai
Treponema pallidum, dan pada pasien sifilis sekunder yang didiagnosis apabila RPR dan MHATP reaktif atau ditemukan ruam khas, kondilomata lata atau mucous patches. Dosis yang
digunakan adalah 500 mg peroral yang diberikan sekali sehari untuk 10 hari, diberikan
setidaknya 2 jam setelah makan. Dari 13 subyek penelitian yang menyelesaikan penelitian
selama pengamatan 6 bulan didapati kesembuhan pada 11 pasien. Satu pasien mengalami
kegagalan, dan satu pasien tetap reaktif. Kesimpulan yang diambil dari penelitian bahwa
azitromisin dapat merupakan pilihan alternatif antibiotik yang efektif setelah penisilin pada
pasien sifilis primer dan sekunder dengan HIV-seronegatif.
Selanjutnya Hook, dkk13 pada tahun 1995 melakukan penelitian label-terbuka, acak
dengan satu pusat penelitian yang membandingkan azitromisin dengan penisilin G benzatin pada
orang yang pernah terpapar secara seksual pada pasangan dengan sifilis (primer, sekunder atau
laten awal) dengan tes RPR yang nonreaktif yang dilakukan untuk mengetahui apakah
azitromisin dengan dosis 1 gr bermanfaat pada orang-orang yang pernah terpapar pada sifilis
(sifilis dalam masa inkubasi). Dari 96 peserta yang mengikuti penelitian dan dibagi dalam 2
grup, yaitu grup yang mendapat azitromisin 1 gr peroral dosis tunggal dan grup berikutnya
mendapat penisilin G benzatin 2.4 juta unit IM, didapati pada kedua grup sifilis negatif selama
pengamatan 3 bulan. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa, azitromisin dengan
dosis 1 gr terbukti efektif dalam mencegah sifilis awal.

Universitas Sumatera Utara

Mashkilleyson, dkk14 melakukan penelitian diluar Amerika Serikat pada 100 pasien
dengan sifilis awal yang diterapi dengan 1 atau 2 regimen azitromisin: 500 mg peroral perhari
selama 10 hari atau 500 mg peroral 2 hari sekali selama 11 hari. Sebagai pembanding adalah
pasien sifilis yang mendapat eritromisin dan penisilin. Pada kelompok yang mendapat
azitromisin didapati bukti klinis dan serologi hilangnya penyakit dalam waktu yang sesuai dan
tidak ditemukannya sifilis tersier setelah pengamatan 4 tahun.
Penelitian Gruber, dkk14 pada 12 pasien dari 14 pasien (85.7%) yang mengikuti penelitian
dengan sifilis primer dan sekunder, yang diberi pengobatan azitromisin 1 gr dosis tunggal
kemudian diikuti 500 mg peroral perhari selama 8 hari, didapati serologi nonreaktif setelah 6
bulan.
Hook, dkk11 pada tahun 2001 melakukan penelitian acak, dengan pembanding yang
membandingkan pengobatan sifilis antara penisilin G benzatin dengan 2 regimen oral azitromisin
pada pasien sifilis awal (primer, sekunder atau laten awal). Pasien diacak untuk dimasukkan
kedalam 3 grup. Grup pertama mendapat azitromisin 2 gr peroral dosis tunggal, grup kedua
azitromisin 4 gr dosis terbagi peroral yang diberikan dengan jarak 6-8 hari, dan grup terakhir
penisilin G benzatin 2.4 juta unit dosis tunggal atau terbagi secara IM. Dari 60 peserta yang
menyelesaikan penelitian didapati 94 % pasien pada grup pertama memberikan respon yang
baik, sedangkan pada grup kedua 83% dan grup ketiga 86 %. Kesimpulan penelitian ini, bahwa
terapi oral dengan 2 gr azitromisin dosis tunggal atau 2 dosis yang terpisah 1 minggu adalah
terapi alternatif yang menjanjikan.
Penelitian lainnya yang dilakukan di Uganda oleh Kiddugavu, dkk15 pada tahun 2005
yang berbasis populasi. Peserta sebanyak 952 orang dengan serologis sifilis reaktif mendapat
pengobatan penisilin G benzathin 2.4 juta unit IM dan azitromisin 1 gr peroral. Dilakukan

Universitas Sumatera Utara

penilaian kesembuhan dengan pemberian masing-masing obat tersebut atau digabung bersamaan.
Dinilai 10 bulan kemudian untuk melihat apakah ada penurunan seroversion atau penurunan titer
sampai 4 kali. Pada kesimpulan didapati penurunan titer pada 18 % peserta ketika mendapat
penisilin tunggal, penurunan titer pada 17 % peserta pada pasien yang mendapat azitromisin
tunggal dan penurunan titer pada 65 % peserta apabila digabungkan pemberian penisilin G
benzatin dengan azitromisin. Sebagai kesimpulam azitromisin tunggal atau dengan kombinasi
dengan penisilin mendapat tingkat kesembuhan yang lebih tinggi dibandingkan pemberian
penisilin tunggal pada kasus dengan titer yang tinggi.
Penelitian yang dipublikasikan oleh New England Journal of Medicine pada tahun 2005
oleh Riedner, dkk 9 di Tanzania membandingkan azitromisin dosis tunggal dengan penisilin G
benzatin. Dari total 328 peserta yang mengikuti penelitian dengan 25 peserta menderita sifilis
primer dan 303 dengan titer serologi sifilis yang tinggi. Peserta diacak dalam 2 grup penelitan,
masing-masing menerima penisilin G benzatin 2.4 juta unit IM dan grup selanjutnya menerima 2
gr azitromisin dosis tunggal. Pada grup azitromisin dijumpai kesembuhan sebanyak 97.7 % dan
95 % pada grup penisilin G benzatin. Penulis menyimpulkan bahwa azitromisin dosis tunggal
efektif dalam mengobati sifilis dan dapat berguna pada negara berkembang dimana penggunaan
injeksi penisilin G benzatin adalah suatu masalah.
Oral antibiotik dengan azitromisin memberikan alternatif untuk pengobatan sifilis pada
negara berkembang, menurut David Mabey dari London School of Hygiene and Tropical
Medicine, di Inggris bahwa pada masa sekarang dimana HIV banyak berkembang, pemberian
injeksi dengan jarum suntik yang mungkin sudah dipakai ulang dan pelayanan kesehatan terbatas
pada sumber daya maka pengobatan secara oral adalah pilihan terapi alternatif.16

Universitas Sumatera Utara

RESISTENSI MAKROLID TERHADAP TREPONEMA PALLIDUM
Resistensi makrolid pada T. pallidum pertama sekali dilaporkan di Amerika Serikat pada pria
dengan sifilis sekunder yang mendapat pengobatan selama 30 hari dengan eritromisin yang gagal
diterapi pada saat dirawat inap. Strain T. pallidum yang diisolasi dari pria ini menunjukkan
adanya mutasi titik pada gen 23S ribosomal RNA (rRNA), pada daerah target dari makrolid.17
Penelitian yang dilakukan oleh Lukehart, dkk menemukan adanya mutasi pada kedua
kopi gen 23S rRNA pada T. pallidum yang diisolasi dari 22 % sampel penelitian di San
Fransisco, 11 % dari Baltimore, 13 % dari Seattle, dan 88 % dari Dublin, Irlandia. Hampir semua
menunjukkan mutasi pada tempat yang sama pada sampel yang diambil dari pasien laki-laki
yang berhubungan dengan laki-laki.18 Azitromisin terbukti infektif pada kelinci yang terinfeksi
dengan T. pallidum yang mengandung mutasi ini.17 Dari satu laporan yang dikeluarkan oleh
Klausner, dkk19 bahwa prevalensi dari mutasi ini pada laki-laki yang berhubungan dengan lakilaki yang mendapat sifilis awal adalah meningkat dari 0 % sampai 56 % dari tahun 2000-2004.
Sampai awal tahun 2007 prevalensi resistensi dari azitromisin terhadap isolat T. pallidum
tidak diketahui. Karena kurangnya pemeriksaan rutin untuk resistensi, tetapi adanya beberapa
laporan tentang resitensi azitromisin terhadap Treponema maka penggunaan azitromisin yang
luas adalah tidak bijak.20 Resistensi makrolid terhadap T. pallidum telah ditemukan dimana saja,
salah satunya pada pria yang berhubungan seksual dengan pria di Amerika Utara dan Dublin.
Timbul harapan bahwa keadaan resistensi ini tidak akan menyebar secara cepat melalui satu
jaringan seksual ke jaringan seksual lainnya. Adalah bijak untuk tetap memperhatikan dan
memantau dengan cermat penggunaan azitromisin untuk sifilis awal.21

KESIMPULAN

Universitas Sumatera Utara

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang bersifat sistemik yang disebabkan Treponema
pallidum. Penyakit sifilis yang tidak diobati akan menjadi sifilis primer, sekunder, laten dini,
sifilis tingkat lanjut yaitu sifilis kardiovaskular, benigna dan neurosifilis. Menurut European
Guidelines on The Management of Syphilis pada tahun 2008, pengobatan sifilis dibagi
berdasarkan stadium penyakitnya. Untuk sifilis awal Benzatin penisilin 2.4 juta unit IM (masingmasing 1.2 juta unit pada tiap bokong) pada hari pertama atau Penisilin prokain 600.000 unit IM
setiap hari selama 10-14 hari. Untuk pasien dengan alergi penisilin atau menolak pengobatan
secara parenteral dapat diberikan Doksisiklin 200 mg perhari (100 mg 2 kali sehari atau dosis
tunggal 200 mg) oral selama 14 hari atau Tetrasiklin 500 mg oral 4 kali sehari selama 14 hari
atau Azitromisin 2 gr oral sebagai dosis tunggal.
Azitromisin adalah antibiotik makrolid yang masuk kedalam grup azalide yang
merupakan derivat eritromisin. Pada penelitian secara invitro didapati bahwa azitromisin aktif
melawan T. pallidum dan efektif dalam mengobati sifilis pada kelinci secara eksperimental.
Penggunaan azitromisin untuk sifilis dilakukan pertama sekali pada tahun 1994, dengan
menggunakan 500 mg azitromisin peroral sekali sehari selama 10 hari untuk sifilis primer. Sejak
saat itu azitromisin telah dicobakan dengan berbagai dosis untuk sifilis primer, sifilis dalam
inkubasi dan mulai dari 500 mg peroral perhari selama 10 hari, 500 mg peroral 2 hari sekali
selama 11 hari, 1 gr dosis tunggal dan 2 gr peroral dosis tunggal. Hasil dari penelitian
kesemuanya memberikan hasil yang memuaskan dengan dijumpainya serologi yang non reaktif.
Pemberian azitromisin pada sifilis merupakan pilihan terapi alternatif ketika pada masa
sekarang ini HIV banyak berkembang melalui pemberian injeksi dan terbatasnya pelayanan
kesehatan. Azitromisin dapat diberikan pada penderita yang alergi terhadap penisilin dan
menolak pemberian pengobatan secara parenteral.

Universitas Sumatera Utara

Resistensi azitromisin ditemukan pertama sekali di Amerika Serikat, dimana
ditemukannya mutasi titik pada kedua kopi gen 23S rRNA pada daerah target dari makrolid.
Mutasi ini meningkat dari 0% - 56 % dari tahun 2000-2004 tetapi sampai tahun 2007 tidak
ditemukan prevalensi yang pasti. Ditemukannya resistensi terhadap azitromisin telah banyak
ditemukan sehingga penggunaan yang luas dan tanpa pemantauan yang cermat adalah tidak
bijak.

DAFTAR RUJUKAN

1. Hutapea NO. Sifilis. In: Daili SF,Makes WI, Zubier F, Judanarso J, eds. Infeksi Menular
Seksual. 3th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. p. 70-87

Universitas Sumatera Utara

2. Sanchez MR. Syphilis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2008. p. 1955-77
3. Augenbraun M. Syphilis. In: Klausner JD, Hook EW, eds. Current Diagnosis &
Treatment Sexually Transmitted Diseases. Chicago: McGraw-Hill; 2007. p. 119-129
4. Diaz MM. Syphilis. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/786191-print. Last update February 24, 2010
5. CDC Syphilis Fact Sheet. Available from :
http://www.cdc.gov/std/Syphilis/STDFact-Syphilis.htm. Last update September 16, 2010
6. French P, et al. IUSTI: 2008 European Guidelines on the Management of Syphilis.
Journal of STD & AIDS 2009;20:300-309
7. WHO. Review of Current Evidence and Comparison of Guidelines for Effective Syphilis
Treatment in Europe. Available from :
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0010/69760/e81699.pdf.
8. Verdon MS, Handsfield HH, Johnson RB. Pilot Study of Azithromycin for Treatment of
Primary and Secondary Syphilis. Clinical Infectious Diseases 1994;19;486-8
9. Riedner G, et al. Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the
Treatment of Early Syphilis. N Eng J Med 2005;353:12:1236-44

10. Azithromycin. Available from :
http://emedexpert.com/facts/azithromycin-facts.shtml. Last update January 7, 2010

Universitas Sumatera Utara

11. Hook EW, et al. A Randomized, Comparative Pilot Study of Azithromycin Versus
Benzathine Penicillin G for Treatment of Early Syphilis. Sex Transm Dis 2002;29:8:48690
12. Ogbru O, Marks JW. Azithromycin. Available from :
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=863. Last update April 3,
2008
13. Edward EW, Stephens J, Ennis DM. Azithromycin Compared with Penicillin G
Benzathine for Treatment of Incubating syphilis. Ann Intern Med 1999;131:6:434-437
14. Augenbraun MH. Treatment of Syphilis 2001: Nonpregnant Adults. Clinical Infectious
Diseases 2002:35(Suppl 2):S187-S190
15. Kiddugavu MG, et al. Effectiveness of Syphilis Treatment Using Azithromycin and/or
Benzathine Penicillin in Rakai, Uganda. Sex Transm Dis 2005;32:1:1-6
16. Quirk M. Oral Azithromycin for Syphilis. The Lancet 2005;5:676
17. Stamm LV, et al. In Vitro Assay to Demonstrate High-Kadar Erythromycin Resistance of
Clinical Isolate of Treponema pallidum. Antimicrob Agents Chemother 1988;32:164-9
18. Lukehart SA, et al. Macrolide Resistance in Treponema pallidum in the United States and
Ireland. N Engl J Med 2004;351:2:154-8
19. Klausner JD, et al. Rapid and Large Increase in Azithromycin Resistance in Syphilis
Whilst Steady Low Azitromycin Resistance in Gonorrhea 2000-2004. In: Proceedings of
the 16th Biennal Meeting of the International Society for Sexually Transmitted Diseases
Research, Amsterdam, July 10-13,2005:82

Universitas Sumatera Utara

20. Sparling FP, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Clinical Manifestations of Syphilis. In:
Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, eds. Sexually
Transmitted Disease. 4th Ed. China: McGrawHill; 2008. p. 661-91
21. Holmes KK. Azithromycin versus Penicillin G Benzathine. N Engl J Med
2005;353:12:1291-93

Universitas Sumatera Utara