Akuntansi Syariah di Indonesia

125 dengan konsultan. Komite eksekutive bertemu sekali dalam 3 bulan atau sewaktu-waktu jika diminta oleh sekretaris jendral. 6. General Secretariat Sekretariat Jendral, Sekretari Jendral teridir dari seorang Sekretaris Jendral dan unit tekhnis dan unit administrative. Sekretaris jendral adalah eksekutive drektur dari AAOIFI yang mengkordinasikan kegiatan General Assembly, Board Of Trustee, Board of Standards, Executive committee dan Sharia Committee maupun sub komitenya. Sekretaris jendral melaksanakan kordinasi dan supervisi dan studi terkait penyiapan standar akuntansi dan auditing, pedoman. Tanggungjawab Sekretaris Jendral termasuk memperkuat hubungan antara AAOIFI dengan lembaga lainnya dan berwenang mewakili AAOIFI dalam konfrensi, seminar dan pertemuan ilmiah. 74 Saat ini organisasi AAOIFI beranggotakan sebanyak 200 institusi yang berasal dari 40 negara. AAOIFI telah mampu memberi jaminan dukungan terhadap implementasi standar yang telah diadopsi Kerajaan Bahrain, Dubai International Financial Centre, Jordan, Lebanon, Qatar, Sudan dan Syria. Termasuk pula otoritas di Australia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Kerajaan Saudi Arabiadan Afrika Selatan,yang telah menerbitkan standar dan pernyataan yang didasarkan AAOIFI. Total standar yang telah diterbitkan sampai akhir Desember 2014 sebanyak 88 Standar, terdiri dari: 48 Standar Syariah, 26 Standar Akuntansi, 5 Standar Auditing, 7 Standar Governance dan 2 Kode Etik. 75

E. Akuntansi Syariah di Indonesia

Studi Sukoharsono 1995 menyimpulkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia telah mendorong penemuan dan reproduksi ilmu pengetahuan ilmiah, peningkatan perdagangan dan pengembangan Akuntansi bookkeeping.Dorongan pengembangan ini adalah berkat diadopsinya notasi alphabet maupun bilangan numerik. Kesimpulan sukoharsono ini mendukung temuan Hoskin dan Macve serta kesimpulan littelton. 76 Beberapa bukti yang mendukung kesimpulan sukoharsono adalah: 74 AAOIFI, Ibid, h. 7-8 75 http:www.aaoifi.comenabout-aaoifiabout-aaoifi.html akses tanggal 7 Peb 15 19:49 76 Eko Ganis Sukoharsono, ”A Power and Knowledge analysis of Indonesian Accounting History: Social, Political and economic Forces Shaping The Emergence and Development of Accounting”, research on line, University of Wollongong, 1995, h. 107 126 1. Dengan kedatangan islam di Indonesia, penduduk asli indonesia memperoleh pengetahuan baru tentang cara menulis dan penggunaan mata uang koin dalam transaksi ekonomi.Tulis menulis dan mata uang adalah bahan dasar pencatatan dan pengukuran bagi akuntansi modern.Menurut prasasti Cina, ratu Sima dari kerajaan Kalingga telah memiliki hubungan dengan pendatang ke Indonesia.Hubungan yang dimaksud adalah kontak antara orang Ta-shih Arab Muslim pendatang dengan Ratu Sima. Orang Ta-Shih masuk indonesia pada abad ke 7 Masehi melalui pesisir Pantai Barat Sumatera. Penyebaran Islam demikian pesat , sehingga sebelum abad ke 8 telah banyak kontrak dagang yang terjadi antara orang Ta-shih, Cina dan Indonesia. Menyebarnya orang Arab Muslim terjadi pada masa Dinasti Umayyah 660- 749 M. Pada ketika itu kekuatan dunia ada pada Dinasti Umayyah di Timur Tengah, Kerajaan Sriwijaya Abad ke 7-13 M di Asia Tenggara Dan Dinasti C ina T‟ang di Asia Timur. Pedagang muslim ketika itu tersebar luar ke Indonesia 77 . Kutipan dari Groenevelt menyebutkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia sama polanya dengan kedatangan Hindu, yaitu: tanpa melalui penaklukan ataupun melalui migrasi besar,tetapi menyebar ke seluruh Indonesia melalui proses kontak dagang antara penduduk asli pedagang di Indonesia dan pedagang Muslim dari Gujarat India dan Persia. 78 2. Perkembangan penting akuntansi di Indonesia dalam bentuk tertulis berhubungan dengan mekanisme penulisan yang digunakan dalam administrasi dan akuntabilitas pemungutan pajak bagi Kerajaan Islam di Indonesia. Pajak-pajak yang dipungut kerajaan adalah berupa pajak impor dan ekspor yang oleh syahbandar dan diteruskan menjadi pendapatan kerajaan. 79 Kerajaan islam di indonesia muncul pada abad 15, dimana Raden Pateh dari kerajaan Islam Demak mengalahkan kerajaan Hindu-Jawa Majapahit tahun 1478. Mengikuti kesuksesan menjadi menjadi penguasa di Jawa, kerajaan Demak memerlukan administrasi yang baik untuk keperluan 77 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 110-111 78 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 112 79 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, 118 127 1 pengeluaran keamanan, 2 pengeluaran administrasi internal yang diperlukan untuk pendidikan islam, acara seremonial keagamaan dan kerja masyarakat dan 3 pengeluaran untuk kesejahteraan umum dalam lingkup pemenuhan beras, daging dan rempah-rempah. 80 3. Perkembangan islam lainnya yang mempengaruh akuntansi adalah penyebaran islam terkait dengan sumber-sumber pendapatan kerajaan. Sebagaimana pembelanjaan yang meningkat, maka diperlukan pula sumber pendapatan dengan melakukan perencanaan yang lebih baik. Inilah titik awal keberadaan keuangan kerajaan islam di indonesia. Adapun sumber-sumber pendapatan dihimpun melalahu kharaj ajak tanah, Ushr pajak ImporEkspor, Pajak orang asing, zakat, upeti, perkawinan, cerai, warisasn, khitan dan penguburan.Penerimaan digunakna untuk membiayai pemeliharaan masjid, santunan orang miskin, Gaji para pemungut pajak, honor para imam. 81 Berbeda dengan kerajaan Indragiri Minangkabau dan Kerajaan Samudara Pasai di Aceh Abad 13, yang memeroleh pendapatan dari produksi dan perdagangan emas. 82 4. Sejarah akuntansi yang lebih awal sebelum kedatangan pedagang hindu abad ke-4 M ke indonesia belum terungkap. Bentuk-bentuk pembukuan Bookkeeping pada masa hindu telah ada dengan menggunakan media tanah liat dan alat tulis berupa benda runcing untuk mencatat keuangan dan transaksi lainnya. Walaupun sebelum abad ke 6 pada masa kerajaan sriwijaya telah ada ide penggunaan koin dan Penganut Budha kuno telah menggunakan alat tukar , namun penerimaan umum terhadap penggunaan uang sebagai alat tukar adalah penomena yang terjadi sejak kedatangan islam. Bahkan pada ketika kerajaan Demak dan Aceh, indikasi konsep dasar akuntansi telah ada, namun bentuk-bentuk doubel entry belumlah ada. 83 80 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 125 81 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 127 82 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 128 83 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid ….”, h. 132-134 128 Sejak kapan Double-Entry Bookkeeping dipraktekkan di Indonesia ? tidak dapat dijawab secara pasti, namun beberapa kemungkinan didapati seiring dengan periode awal pendirian perusahaan Belanda Verenigde Oostindische Compagnie VOC di Banten pada tahun 1609 dan pindah ke Batavia sekarang Jakarta tahun 1619. Gubernur Gendral VOC Pieter Both memiliki wewenang terhadap seluruh penyelesaian dan kepemilikan VOC di Indonesia. Both membentuk General Accounting Office di Banten. Dimana fungsi utama kantor ini adalah menyiapkan laporan keuangan untuk Both selaku Gubernur Jendral dalam mengatur keuangan perusahaan. Sukoharsono mendapati adanya Balance Sheet yang dilaporkan pada bulan oktober 1621, dimana terdapat adanya sisi debit dan sisi kredit yang jumlahnya sama. Namun pada Neraca ini tidak ada menampilkan perkiraan capital modal 84 . General Accounting Office pertama didirikan 1609 dijabat oleh Jan Pieterszoon Coen selaku Direktur. Coen adalah seorang lulusan Italy dalam disiplin ilmu akuntansi. Selain itu Coen juga mempelajari Politik, aspek sosial dari sejarah Eropa. Bagi Coen pencatatan atas bukti-bukti transaksi, beban keuangan dan pendapatan dan distribusi produk memiliki aspek politik, ekonomi dan sosial terhadap perusahaan. Tidak mengherankan kalau Coen berpen dapat ” You Cannot have trade without war or without trade ” . Dibawah kendali Coen terjadi pertumbuhan dalam implementasi akuntansi. Biaya dan Pendapatan dari transaksi perusahaan diklasifikasikan sesuai asal kejadian transaksi. Dalam kaitan dengan fungsi manajerial dan akuntabilitas dari aplikasi akuntansi, perusahaan secara khusus telah mempraktekkan metode costing yang canggih untuk menjadi informasi bagi pemegang saham perusahaan. Bahkan terjadi pembagian dividen tidak dalam bentuk uang tunai, tetapi dibayarkan dalam bentuk rempah-rempah yang diperlukan pemegang saham. Tercatat pembayaran dalam bentuk cash hanya 7,5 dari dividen. 85 Kepiawaian Coen menerapkan tekhnik-tekhnik akuntansi membuat Peter Both selaku Gubernur Jendral memeroleh laporan keuangan komprehensive yang belum pernah dilihat sebelumnya. Laporan keuangan yang 84 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid ….”, h. 153-154 85 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 162-164 129 disajikan menyajikan secara detail pemahaman terhadap berbagai urusan pada masing-masing kantor dan perkebunan. Termasuk didalamnya stok barang dan fisik uang yang dimiliki, kontrak yang dibuta untuk pengiriman barang kemudian dan uang muka yang dibayar oleh perusahaan. Termasuk pula jumlah karryawan serta gajinya. Kesuksesan Coen dalam bidang Akuntansi VOC di indonesia, mengantarkannya menjadi Gubernur Jendral pada tahun 1623 sampai 1627. 86 Pada waktu Indonesia merdeka, hanya ada satu orang akuntan pribumi, yaitu Prof. Dr. Abutari, sedangkan Prof. Soemardjo lulus pendidikan akuntan di negeri Belanda pada tahun 1956.Akuntan-akuntan Indonesia pertama lulusan dalam negeri adalah Basuki Siddharta, Hendra Darmawan, Tan Tong Djoe, dan Go Tie Siem, mereka lulus pertengahan tahun 1957. Keempat akuntan ini bersama dengan Prof. Soemardjo mengambil prakarsa mendirikan perkumpulan akuntan untuk bangsa Indonesia saja. Alasannya, mereka tidak mungkin menjadi anggota NIVA Nederlands Institute Van Accountants atau VAGA Vereniging Academisch Gevormde Accountants. Mereka menyadari keindonesiaannya dan berpendapat tidak mungkin kedua lembaga itu akan memikirkan perkembangan dan pembinaan akuntan Indonesia. Hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia UI dan bersepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada maka diputuskan membentuk Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka. Dalam Panitia itu Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6 akuntan lainnya memperoleh jawaban setuju. Perkumpulan yang akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia IAI akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30.Susunan pengurus pertama terdiri dari: Ketua : Prof. Dr. Soemardjo Tjitrosidojo 86 Eko Ganis Sukoharsono, Ibid, h. 165-168 130 Panitera : Drs. Mr. Go Tie Siem Bendahara : Drs. Sie Bing Tat Basuki Siddharta Komisaris : - Dr. Tan Tong Djoe - Drs. Oey Kwie Tek Hendra Darmawan Keenam akuntan lainnya sebagai pendiri IAI adalah Prof. Dr. Abutari Tio Po Tjiang Tan Eng Oen Tang Siu Tjhan Liem Kwie Liang The Tik Him Konsep Anggaran Dasar IAI yang pertama diselesaikan pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya selesai pada 19 Oktober 1958. Menteri Kehakiman mengesahkannya pada 11 Pebruari 1959. Namun demikian, tanggal pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957. Ketika itu, tujuan IAI adalah 1 Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan. 2 Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan. Ikatan Akuntansi Indonesia IAI sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ” Prinsip Akuntansi Indonesia PAI.” Tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan SAK per 01 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Tonggak 131 sejarah ketiga adalah pengembangan selanjutnya, dengan terjadinya perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian mengadopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards IFRS. Dalam pengembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. proses revisi sudah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2010. buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2010” ini di dalamnya sudah bertambah di bandingkan dengan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya cikal bakal badan penyusunan standar akuntansi adalah Panitia Penghimpun Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia PAI yang bertugas menyusun dan mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 dengan susunan personel yang terus diperbaharui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan Komite SAK. Pada kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan DSAK dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu telah dibentuk juga Komite Akuntansi Syariah KAS pada tanggal 18 Oktober 2005 yang dimaksudkan untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi Syariah yang dilakukan oleh DSAK. Anggota DSAK terdiri atas profesi akuntan dan dari luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna,sebagai mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia. Sebagaimana yang berwenang menyusun standar akuntansi indonesiaadalah DSAK Dewan Standar Akuntansi Keuangan, yang berada 132 dibawah IAI Ikatan akuntan Indonesia. Pada ketika berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992 sebagai Bank Syariah yang pertama, DSAK tidak serta merta menyapkan standar akuntansi untuk digunakan Bank Islam di Indonesia. Pada ketika itu Bank syariah menggunakan PSAK no. 31 tentang Standar Akuntansi Perbankan. Disamping itu Bank Syariah mempedomani sebagian standard AAOIFI. Pada tahun 1999 Bank Indonesia berinisiatif untuk mewujudkan standar akuntansi akuntansi bank syariah, dengan menerbitkan surat edaran no 116KEPDGB1999, yang menetapkan Bank Indonesia, DSAK, Bank Muamalat Indonesia dan Menteri Keuangan sebagai komponen yang akan menyusun standar akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Setelah 10 tahun keberadaan Bank Islam di indonesia, yaitu pada tanggal 1 Januari 2003, barulah diberlakukan PSAK no 59 tentang Akuntansi Bank Syariah.Seiring dengan peningkatan aktifitas dan jumlah bank islam, pada tahun 2005 IAI membentuk Komite Akuntansi Syariah sebagai bahagian dari DSAK yang secara khusus bertugas untuk menyiapkan standar akuntansi lembaga keuangan islam. Pada tahun 2010 IAI memutuskan untuk mentransformasikan komite ini menjadi DSAS Dewan standar Akuntansi Syariah yang kedudukannya setara dengan DSAK. Saat ini telah terbit 10 standar akuntansi PSAK 101-110 yang disetujui untuk menggantikan PSAK 59.

F. Perkembangan Kajian Akuntansi syariah