PETUNJUK TEKNIS JUKNIS

PETUNJUK TEKNIS (JUKNIS) PENYELENGGARAAN FASILITASI DARURAT NARKOBA (PEMBENTUKAN SATUAN TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN NAPZA) PADA INSTITUSI PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN

  Permasalahan narkoba di Indonesia memperlihatkan gejala ironik, ketika upaya penanggulangan gencar dilakukan oleh pemerintah bersama seluruh eksponen masyarakat, disaat itupula proses penyebarannya semakin cepat dengan modus operandi yang beragam. Kondisi ini telah membawa Negara dan Bangsa kita dalam status Darurat Narkoba. Identitas penamaan yang tepat jika Indonesia dinyatakan dalam kedaruratan penyalahgunaan narkoba, mengingat populasi yang terdampak menyebar disemua kelompok umur dengan daerah penyebaran yang hampir merata di seluruh wilayah Nusantara. Hingga pertengahan tahun 2016, prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia sudah mencapai angka 2,2% atau sekitar 4 juta penduduk Indonesia telah menjadi korban. Jumlah kematian yang dilaporkan sebanyak 50.000 orang tiap tahunnya akibat penyalahgunaan narkoba ini. Infografis prevalensi di atas secara rerata terjadi juga di Wilayah Sulawesi Selatan. Bahkan diestimasi angka prevalensi di wilayah ini cenderung mengalami kenaikan signifikan sebagai akibat beberapa kondisi yang memperantarainya, diantaranya adalah letak geogerafis Sulsel yang berada di posisi sentral dalam jalur mobilitas manusia dari Wilayah Barat Indonesia ke Wilayah Bagian Timur Indonesia, begitupun sebaliknya. Selain posisinya sebagai jalur sentral dengan fungsi transit, beberapa daerah di Sulsel menjadi jalur penghubung langsung dengan wilayah Luar Negeri yang ditengarai sebagai pemasok Narkoba dan prekursornya.

  Analisa lainnya dalam memandang Sulsel sebagai wilayah yang sangat rawan penyebaran narkoba adalah angka pertumbuhan ekonomi Sulsel 2 (dua) tahun terakhir ini di atas rata-rata nasional yang menggambarkan adanya dinamika kehidupan ekonomi dengan laju pergerakan yang cepat. Dinamika ekonomi tersebut memberikan sejumlah implikasi tidak langsung terhadap suburnya praktek pengedaran gelap narkoba yang berakhir dengan peningkatan jumlah korban pengguna baru dari waktu ke waktu. Tentu saja tekstur realitas yang diharapkan adalah pertumbuhan ekonomi meningkat tanpa menimbulkan dampak destruktif bagi pembangunan.

  Logika ekonomi yang bekerja dibalik penyebaran massif narkoba tetap mengandalkan akumulasi keuntungan sebagai tujuan. Karena itu, kelompok usia anak-anak dan remaja dijadikan sebagai pasar empuk, mengingat kelompok usia ini berada dalam kerentanan yang tinggi akibat situasi psikologisnya yang labil dan didukung oleh ketidaktahuannya terhadap epidemik ini. Berdasarkan penelusuran fakta, ditemukan 85% penyalahguna narkoba berasal dari kelompok usia ini dengan usia saat pemakaian pertama berada pada usia 14 tahun. Bahkan disinyalir, usia anak yang memakai pertama kali mengkonsumsi narkoba sekarang ini semakin rendah, yakni sekitar usia 12 tahun. Sungguh sebuah fakta memprihatinkan adanya ancaman regenerasi pembangunan secara nyata membentang dihadapan kita. Dalam dimensi waktu, penyebaran narkoba mengakibatkan munculnya korban baru dalam waktu yang singkat. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2013-2015) terjadi peningkatan angka prevalensi dari 1,5% menjadi 2,2%. Ini berarti bahwa selama kurun waktu tersebut terdapat jumlah penyalahguna baru sebanyak 70 orang dari 1000 penduduk (0,7%). Angka ini akan terus merangkak naik dalam waktu yang singkat, apalagi jika mendapatkan pemicu yang relevan dan kondusif.

  Pemaparan kasus penyalahgunaan narkoba menurut tempat atau area terdampak semakin menambah kekhawatiran. Terdapat 24 kabupaten kota di Sulsel sudah melaporkan adanya penyalahgunaan narkoba, dimana asal korban bukan hanya yang berada di wilayah perkotaan, akan tetapi beberapa diantaranya tinggal di pedesaan. Kenyataan ini menggambarkan bahwa tidak ada lagi arena sosial ( social space) yang bebas dari pengaruh narkoba.

  Tingkat magnitude ancaman narkoba di Sulsel di atas memerlukan pembacaan ulang terhadap upaya atau pendekatan yang selama ini diterapkan. Jika menyimak kembali upaya-upaya yang sudah dilakukan dengan penerapan 3 pendekatan yakni menekan suplai, menekan permintaan, dan mengurangi kerugian ( harm reduction), sesungguhnya sudah mengantisipasi semua ranah permasalahan. Pada tingkatan suplai, aktivitas pemberantasan marak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dengan melakukan rasia, penangkapan, dan penindakan bagi pengedar, bandar, dan produsen sampai pada akar jaringannya. Pada tingkatan permintaan, proses penyadaran bagi segenap komponen masyarakat melalui kegiatan penyuluhan, pembinaan, dan pengembangan kapasitas telah diterapkan, baik yang difasilitasi langsung oleh pemerintah maupun dunia usaha dan organisasi masyarakat. Begitupun juga, pada tingkatan harm reduction, upaya rehabilitasi korban dalam memutus rantai pengedaran dikembangkan melalui penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi bagi korban. Berbagai aktivitas pencegahan dan penanggulangan yang sudah dilakukan ternyata belum mampu untuk mengendalikan praktek penyebaran narkoba. Asumsi sementara yang digunakan dalam menganalisa situasi ini adalah intensitas penanggulangan yang terjadi belum secara sistematis, terstruktur, dan massif. Postur kegiatan pencegahan dan penanggulangan narkoba masih bersifat embrionik dan parsial, belum dilakukan secara utuh dengan melibatkan semua sektor untuk berpartisipasi secara aktif. Institusi yang selama ini aktif paling banter hanya BNN, Biro Bina Napza dan HIV-AIDS, kepolisian, NGO peduli narkoba serta komunitas mantan pecandu dimana pola kegiatan yang menonjol cenderung bersifat represif. Ringkasnya, secara institusional, penggerakan program masih terbatas, begitupun juga secara proporsional, 3 pendekatan belum diterapkan secara berimbang. Dengan menggunakan asumsi itu, maka dibutuhkan suatu inovasi yang merefleksikan adanya partisipasi semua pihak yang melembaga, supaya penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan narkoba bekerja secara struktural dan berkesinambungan. Selain cara kerja yang terstruktur, inovasi juga diarahkan pada keinginan untuk menutup semua pintu-pintu yang memungkinkan masuknya obat pada wilayah tertentu dengan penekanan pada dimensi pencegahan ( demand) bukan penindakan.

  Pemikiran di atas mengantarkan lahirnya gagasan penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba di Sulsel melalui kelembagaan Satuan Tugas (Satgas Narkoba) di semua institusi pemerintah dalam lingkup Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Diproyeksi bahwa jika semua institusi pemerintahan Provinsi Sulsel memiliki satgas, maka upaya pencegahan dilakukan disemua lini sampai pada kelompok masyarakat yang dilayaninya. Hal ini berarti pula, bahwa keberadaan satgas melambangkan adanya praktek pengawasan dan pengendalian narkoba dengan rentang kendali yang langsung atau fokus pada upaya pencegahan dan penanggulangan.

  Kita harapkan tidak ada lagi ruang yang bebas dari intervensi pencegahan narkoba karena potensi pengedaran gelapnya juga tidak mengenal ruang dan waktu. Guna memudahkan proses pelembagaan Satgas Narkoba di institusi Pemerintah Provinsi Sulsel, maka dirumuskanlah Petunjuk Teknis (juknis) yang nantinya akan dijadikan sebagai pedoman oleh institusi dalam pembentukan dan penerapannya sebagaimana yang tertuang pada dokumen ini.

II. DASAR HUKUM

  Dasar hukum yang melandasi penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah sebagai berikut:

  • UU 35 tahun 2009 tentang narkotika
  • UU 16 tahun tentang psikotropika
  • UU tentang kesehatan
  • Perpres - Permendagri - Permenkes - Pergub P4GN
  • Pergub Darurat Narkoba - Surat Edaran Gubernur

III. TUJUAN PEMBENTUKAN SATGAS

  Tujuan pembentukan satgas P2 Napza tingkat Provinsi Sulawesi Selatan adalah:

  1. Mengurangi angka penyalahguna napza baru di masyarakat

  2. Meningkatnya kemampuan institusi untuk melakukan upaya penangkalan terhadap penyebaran napza

  3. Adanya kelembagaan pada tingkat institusi yang secara fokus melakukan intervensi yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan napza

  4. Sebagai sarana yang efektif dalam melakukan kontrol atau deteksi dini terhadap munculnya gejala penyebaran napza.

IV. PRINSIP DASAR SATGAS

  Prinsip dasar operasionalisasi satgas narkoba di institusi pemerintah, sebagai berikut:

  • Keadilan Gender Mengedepankan kesetaraan peran perempuan dan laki-laki dalam keikutsertaannya pada satgas, baik secara struktural maupun secara fungsional.
  • Berbasis Nilai-Nilai Lokal

  Satgas narkoba menyelenggarakan setiap aktivitasnya yang berlandaskan pada kebutuhan kelompok sasarannya dengan menyesuaikan nilai-nilai lokal yang dianut bersama.

  • Determinan Kemiskinan Mengakui bahwa penyebaran narkoba dikalangan masyarakat disebabkan oleh faktor kemiskinan yang melanda masyarakat, sehingga penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan senantiasa memperhatikan kesenjangan ekonomi masyarakat.
  • Manusiawi Operasionalisasi satgas narkoba memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan individu dengan menitikberatkan pada keutamaan hak- hak para korban narkoba.
  • Demokratis Pengambilan keputusan satgas narkoba dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan aspirasi semua pihak yang terlibat.
  • Partisipatif Pelibatan semua anggota maupun stakeholders dalam melakukan aktivitas kelembagaan secara prosesional mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, sampai pada pelaporan.
  • Kolaboratif Berkerjasama dengan komponen-komponen yang terlibat dalam isu narkoba atas kesepahaman saling mengisi dan saling melengkapi dalam penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba.
  • Berkesinambungan Menyelenggarakan kegiatan tanpa henti dengan memosisikan program/aktivitas sebagai suatu rangkaian yang berkelanjutan.

V. RUANG LINGKUP SATGAS

  Ruang lingkup satgas tingkat institusi pemerintahan adalah sebagai berikut: a. Organisasi SKPD tingkat Provinsi Sulawesi Selatan

  Organisasi SKPD dibagi dalam 2 bagian yakni organisasi SKPD yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan langsung ke publik dan organisasi SKPD dengan tugas dan fungsi administratif. Bagi SKPD yang memberikan pelayanan publik secara langsung, ruang lingkup satgas narkoba mulai lingkup internal organisasinya sampai pada lingkup eksternal yakni kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah atau masyarakat yang menjadi kelompok sasarannya. Sedangkan organisasi SKPD dengan fungsi administratif, ruang lingkup satgasnya diutamakan pada pengawasan dan pengendalian internal organisasi. Organisasi-organisasi SKPD dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulsel yang memberikan pelayanan publik secara langsung ke masyarakat adalah:

  1. Dinas Kesehatan

  18. Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika

  31. UPTD Balai Kesehatan

  30. UPTD Akper Anging Mamiri

  29. UPTD RSU Haji

  28. UPTD RSIA Pertiwi

  27. UPTD RSIA Siti Fatima

  26. UPTD Transfusi Darah

  25. UPTD Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

  24. UPTD Balai Kesehatan Kulit, Kelami, dan Kosmetik

  23. UPTD Balai Kesehatan Kerja Masyarakat

  22. Satuan Polisi Pamong Praja

  21. RS Khusus Daerah

  20. RSUD Labuang Baji

  19. Dinas Pendapatan Daerah

  17. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

  2. Dinas Pendidikan

  16. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman

  15. Dinas Bina Marga

  14. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

  13. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

  12. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

  11. Dinas Kehutanan

  10. Dinas Perkebunan

  9. Dinas Kelautan dan Perikanan

  8. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

  7. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura

  6. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

  5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

  4. Dinas Sosial

  3. Dinas Pemuda dan Olah Raga

  32. UPTS RS Sayang Rakyat

  Sedangkan organisasi-organisasi SKPD dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulsel yang memberikan pelayanan administratif meliputi:

  17. Badan Lingkungan Hidup Daerah

  30. Kantor Penghubung Provinsi Sulsel

  29. Sekretariat Dewan Pengurus Korpri

  28. Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan

  27. Sekretariat KPID

  26. Badan Pengelolaan Keuangan Daerah

  25. Badan Lintas Kabupaten/Kota

  24. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

  23. Badan Pendidikan dan Latihan

  22. Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB

  21. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemdes, dan Kelurahan

  20. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah

  19. Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Daerah

  18. Badan Ketahan Pangan Daerah

  16. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat

  1. Biro Pemerintahan Umum

  15. Badan Kepegawaian Daerah

  14. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

  13. Sekretariat DPRD Sulsel

  12. Biro Pengelolaan Aset daerah

  11. Biro Umum dan Perlengkapan

  10. Biro Humas dan Protokol

  9. Biro Organisasi dan Kepegawaian

  8. Biro Bina Napza dan HIV-AIDS

  7. Biro Mental dan Spritual

  6. Biro Kesejahteraan Rakyat

  5. Biro Kerjasama

  4. Biro Bina Perekonomian

  3. Biro Hukum dan HAM

  2. Biro Pemerintahan Daerah

  b. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Ruang lingkup satgas narkoba mencakup juga UPTD yang dibawahi oleh SKPD tertentu atau biasanya SKPD penyelenggara pelayanan publik. Diharapkan setiap UPTD mempunyai Gugus Tugas Narkoba yang fungsi dan tugasnya dikendalikan oleh Satgas Narkoba yang sudah dibentuk di tingkat SKPD. Pembentukan gugus tugas difasilitasi oleh satgas narkoba. Komposisi dan jumlah keanggotaan gugus tugas disesuaikan dengan kebutuhan.

  c. Sasaran Utama Pelayanan Publik SKPD/Beneficaries Ruang lingkup satgas narkoba adalah masyarakat yang merupakan sasaran utama pelayanan publik yang diselenggarakan oleh SKPD. Satgas akan melakukan pengawasan dan pengendalian penyebaran narkoba pada tingkat masyarakat/publik sesuai dengan isu dan tupoksi layanan.

  d. Masyarakat Umum Masyarakat umum secara geogerafis berada di wilayah Kabupaten/Kota sehingga untuk mencakup sasaran ini dibutuhkan pembentukan Satgas Narkoba pada tingkat kabupaten/kota. Struktur Satgas Narkoba pada konteks ini akan dibentuk secara berjenjang yang dimulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, sampai pada tingkatan desa atau kelurahan. Langkah pembentukan Satgas Narkoba di tingkat kabupaten/kota merupakan langkah selanjutnya setelah Satgas Narkoba di lingkungan SKPD Provinsi Sulsel terbentuk atau merupakan tindakan replikasi yang arahannya dapat dilihat pada bagian keberlanjutan dari sistematika Petunjuk Teknis ini.

VI. STRUKTUR KELEMBAGAAN SATGAS

  Struktur kelembagaan Satgas Narkoba terdiri atas:

  • Penanggungjawab Penanggungjawab Satgas Narkoba pada tiap SKPD adalah Gubernur Provinsi Sulsel.
  • Pembina Pembina Satgas Narkoba di lingkungan SKPD adalah Sekretaris Provinsi Sulsel.
  • Koordinator Koordinator Satgas Narkoba di lingkungan SKPD adalah Kepala SKPD atau orang/staf yang memiliki kompetensi dan dianggap mampu oleh pimpinan SKPD
  • Divisi-Divisi

  Divisi-divisi Satgas Narkoba terdiri atas Divisi Penyuluhan dan Bimbingan, Divisi Advokasi, Divisi Kerjasama, dan Divisi Deteksi Dini. Divisi-divisi dapat dikembangkan sesuai kebutuhan SKPD.

  • Keanggotaan Divisi Keanggotaan tiap divisi setidak-tidaknya terdiri atas lebih dari satu anggota. Keanggotaan divisi direkrut sesuai dengan petunjuk teknis yang diatur pada bab lainnya. Secara skematik, struktur kelembagaan Satgas Narkoba seperti di bawah ini:

  Tugas dan fungsi Satgas Narkoba di lingkungan SKPD meliputi:

  a. Pemberian informasi untuk pencegahan awal Pemberian informasi dasar tentang bahaya narkoba dikalangan internal dan eksternal SKPD sangat penting dalam rangka membentuk pemahaman yang benar dan kesadaran penuh untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Pemberian informasi dapat dilakukan melalui penyuluhan langsung atau melalui media komunikasi seperti brosur, spanduk, poster, dan leaflet.

  Pemberian informasi ini berfungsi sebagai pencegahan awal bagi seseorang untuk membentengi dirinya agar tidak mudah terjebak dalam pengaruh penyalahgunaan narkoba.

  b. Mengenali faktor resiko pengedaran dalam lingkungan instansi Penanggungjawa b

  Pembina Koordinator

  Satgas

  Divisi Deteksi Dini Divisi Kerjasama Divisi Advokasi Divisi

  Penyuluhan dan Bimbingan

VII. TUGAS DAN FUNGSI SATGAS

  Satgas Narkoba bertugas untuk melakukan pengenalan faktor resiko adanya praktek penyalahgunaan napza di lingkungan institusi. Faktor resiko yang dapat dikenali adalah terjadinya perubahan perilaku individu dan perubahan sistim sosial. Perubahan perilaku individu meliputi pengenalan psikis dan fisik seseorang, sedangkan perubahan sistim sosial dikenali melalui pemahaman akan pola interaksi sosial dalam lingkungan pekerjaan. Pengenalan faktor resiko berfungsi untuk melakukan antisipasi menyeluruh dan segera terhadap faktor-faktor resiko yang ditemukan. Bentuk antisipasi dikembangkan melalui pelaksanaan program. Dengan demikian perencanaan program haruslah berdasarkan faktor resiko yang dikenali ( evidence based).

  c. Menyusun metode pengawasan dan pengendalian Satgas Narkoba bertugas menyusun metode pengawasan dan pengendalian sesuai dengan tugas dan fungsi pokok SKPD. Metode apapun yang dipilih, prinsipnya adalah metode tersebut memiliki kemampuan untuk mengawasi secara ketat orang-orang yang dibawahinya untuk tidak menyalahgunakan narkoba. Selain berfungsi kontrol, metode yang ada juga bersifat mengendalikan adanya potensi pengedaran narkoba di lingkungan kerjanya.

  d. Melakukan deteksi dini Tugas melakukan deteksi dini dalam rangka fungsinya untuk menfasilitasi kebutuhan layanan terhadap korban penyalahgunaan napza secara dini. Kegiatan deteksi dini dapat dilakukan melalui upaya pemeriksaan rutin dan berkala kepada orang-orang yang ada dalam lingkup kerja SKPD. Deteksi dini juga dapat dilakukan melalui pengamatan lingkungan sosial dan saat ditemukan gejala-gejala pengedaran, satgas dengan sigap segera melaporkan kepada pihak-pihak berwewenang sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  e. Mengkoordinasikan dengan layanan yang tersedia Tugas mengkoordinasikan dengan layanan yang tersedia jika dalam lingkungan kerja terdapat kebutuhan layanan yang berkaitan dengan pelayanan yang disediakan oleh instansi lainnya seperti pelayanan pemeriksaan, pelayanan perawatan, pelayanan dukungan, dan pelayanan rehabilitasi.

  Dalam konteks ini, Satgas Narkoba berfungsi untuk menjembatani kebutuhan masyarakat atau korban terhadap pelayanan yang ada sehingga masyarakat memiliki kemudahan untuk mengakses layanan yang tersedia. Akses layanan yang cepat menentukan keberhasilan penanganan korban penyalahgunaan narkoba.

VIII. AREA TUGAS

  Area tugas Satgas Narkoba dalam lingkungan kerja SKPD adalah:

  a. Kebijakan Teknis Pengawasan dan Pengendalian Satgas Narkoba mendorong dan menfasilitasi adanya kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian penyalahgunaan napza dalam lingkungan kerjanya. Kebijakan teknis tersebut dikeluarkan oleh pimpinan SKPD. Area tugas ini merupakan bagian yang sangat penting oleh karena melalui kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian, kegiatan-kegiatan Satgas lebih terarah, sistematis, dan berkelanjutan. Sedapat mungkin, kebijakan teknis dibuat setelah melakukan analisa situasi obyektif yang dihadapi dan dituangkan dalam dokumen analisis. Penting untuk melibatkan stakeholders SKPD dalam merumuskan kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian ini.

  b. Penyediaan informasi Satgas Narkoba mengelola informasi tentang narkoba melalui penyediaan informasi dalam berbagai bentuk. Penyediaan informasi yang dimaksud dalam hal ini adalah menfasilitasi masyarakat yang menjadi sasasaran utama pelayanan publik untuk mengakses informasi secara mudah dan benar.

  c. Fasilitasi layanan Satgas Narkoba memiliki area tugas menfasilitasi pelayanan bagi orang-orang yang membutuhkan. Jika layanan tersedia di lingkungan SKPD, maka fasilitasi dilakukan dalam bentuk pemberian layanan langsung, namun jika layanan tidak tersedia, maka fasilitasi dilakukan dalam bentuk memberikan rujukan layanan.

  d. Pemantauan dan Pelaporan

  Satgas Narkoba bekerja dalam area pemantauan dan pelaporan. Pemantauan diterapkan melalui pengamatan terus menerus terhadap gejala pengedaran dan penyalahgunaan narkoba dalam lingkungan kerjanya sementara pelaporan dijabarkan melalui pemberian informasi kepada pihak berwewenang manakala terdapat hal-hal yang potensil terjadinya praktek-praktek pengedaran gelap narkoba.

IX. MEKANISME PEMBENTUKAN SATGAS

  Pembentukan Satgas narkoba dalam lingkup SKPD dilakukan melalui tahapan-tahapan, diantaranya: a. Sosialisasi internal SKPD

  Pimpinan SKPD melakukan sosialisasi awal untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembentukan Satgas Narkoba dalam lingkungan kerja SKPD. Sosialisasi dapat dilakukan melalui kegiatan pertemuan khusus dan dapat pula dilakukan dengan menyelipkan informasi ini saat ada kegiatan-kegiatan pertemuan di lingkungan SKPDnya.

  Maksud dan tujuan dibentuknya Satgas Narkoba ini secara detail dapat dilihat pada dokumen ini, namun secara sederhana dapat disampaikan untuk mengendalikan pengedaran narkoba yang saat ini semakin banyak menelan korban.

  b. Seleksi/Penyaringan calon keanggotaan Tidak semua staf dapat menjadi anggota dalam struktur kelembagaan Satgas Narkoba. Dengan demikian, rekruitmen anggota Satgas khususnya yang akan tergabung dalam divisi- divisi sedapat mungkin diseleksi dengan menggunakan standar- standar penilaian, diantaranya kemauan atau kesediaan staf untuk berpartisipasi aktif, kemampuan staf dalam menjalankan tugas dan fungsi satgas, kemampuan kerjasama, dan tidak pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

  Proses penyaringan dilakukan secara langsung oleh pimpinan SKPD atau dapat menunjuk tim khusus yang dianggap layak oleh pimpinan.

  c. Penetapan keanggotaan satgas

  Setelah tahapan penyaringan dan diperoleh orang-orang yang sesuai dengan kriteria kelayakan, maka tahapan selanjutnya adalah penetapan keanggotaan Satgas oleh pimpinan SKPD melalui Surat Keputusan.

  Hasil penetapan ini selanjutnya dilaporkan kepada Gubernur Provinsi Sulsel melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS.

  d. Orientasi tugas dan fungsi Guna mengoperasionalkan Satgas Narkoba sesuai tugas dan fungsinya secara benar, maka terlebih dahulu diberikan orientasi tugas dan fungsi. Kegiatan orientasi ini bisa dilakukan secara langsung oleh pimpinan SKPD atau dapat pula difasilitasi oleh Biro Bina Napza dan HIV-AIDS sebagai leading sector atau fasilitator pembentukan kelembagaan ini.

X. KUALIFIKASI KEANGGOTAAN SATGAS

  Masalah yang akan ditangani oleh Satgas ini adalah masalah narkoba yang sudah merupakan kejahatan luar biasa. Dengan demikian, staf yang akan bertugas haruslah staf yang memiliki kualifikasi tertentu agar kelembagaan ini dapat juga melakukan program-program yang luar biasa pula. Kualifikasi keanggotaan Satgas Narkoba setidak-tidaknya memenuhi standar di bawah ini: a. Mengetahui dengan benar epidemi narkoba

  Informasi standar yang wajib diketahui adalah jenis-jenis narkoba, tahapan pemakaian narkoba, efek atau dampak narkoba, modus operandi, pendekatan penanggulangan, dan jenis layanan yang tersedia.

  b. Tidak sedang dalam pemakaian narkoba Persyaratan ini sangat penting karena logika keberadaan Satgas Narkoba untuk mengendalikan penyalahgunaan. Selain itu, keanggotaan yang bebas dari kecanduan menjadikan Satgas memiliki kredibilitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

  c. Staf senior dilingkungan institusi Pemilihan staf senior dimaksudkan untuk menguatkan kerangka kerja Satgas Narkoba yang benar-benar bisa dioperasionalkan.

  Biasanya staf senior memiliki pengalaman yang banyak dan kekuatan kharismatik sehingga dapat menciptakan pergerakan kelembagaan yang lebih dinamis.

  d. Memiliki kemampuan kerjasama sektoral dan lintas program Epidemi narkoba tidak dapat diatasi tanpa penanganan yang bersifat lintas sektoral dan lintas program. Oleh karena itu, staf yang memiliki kemampuan kerjasama merupakan staf yang sangat relevan untuk direkrut sebagai keanggotaan Satgas.

XI. WAKTU PEMBENTUKAN

  Waktu pembentukan satgas dimulai Bulan September sampai dengan 30 oktober 2016. Alokasi waktu ditetapkan untuk mempercepat proses pembentukan Satgas Narkoba dan tersedianya waktu yang cukup dalam merencanakan alokasi kegiatan dan anggaran yang diharapkan diinput dalam perencanaan dan penganggaran SKPD.

XII. MEKANISME KOORDINASI

  Banyaknya kelembagaan yang terlibat dalam pembentukan satgas narkoba memungkinkan adanya peluang terjadinya penerapan tugas dan fungsi yang tumpang tindih. Guna menata tugas dan fungsi itu, maka mekanisme koordinasi satgas narkoba ini perlu diatur secara tersendiri. Proses koordinasi yang ditetapkan melalui mekanisme seperti di bawah ini: a. Koordinasi struktural dimana Gubernur melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS mengkoordinasikan pembentukan kepada SKPD.

  Bentuk koordinasi ini ditempuh melalui penyampaian Surat Edaran Gubernur kepada seluruh pimpinan SKPD lingkup Provinsi Sulsel untuk melakukan pembentukan Satgas Narkoba di lingkungan SKPDnya masing-masing.

  b. Koordinasi internal SKPD untuk pembentukan Satgas Narkoba Setelah SKPD mendapatkan Surat Edaran Gubernur Provinsi Sulsel, SKPD langsung melakukan koordinasi internal untuk melakukan pembahasan atau aktivitas-aktivitas yang diperlukan.

  Untuk mendapatkan penjelasan yang utuh, sebaiknya saat pembahasan internal diterapkan, SKPD didampingi oleh Biro Bina Napza dan HIV-AIDS.

  c. Koordinasi timbal balik SKPD mengkomunikasikan hasil pembentukan Satgas Narkoba dilingkungannya kepada Gubernur Sulsel melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Setda Provinsi Sulsel. Selanjutnya Biro Bina Napza dan HIV-AIDS melakukan komunikasi kembali kepada SKPD terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Satgas narkoba.

  Bentuk koordinasi timbal balik dapat diselenggarakan melalui pertemuan formal dan dapat juga diterapkan dengan komunikasi lewat media komunikasi.

  d. Koordinasi lintas sektor dalam bentuk pertemuan sektoral Biro Bina Napza dan HIV-AIDS menfasilitasi pertemuan sektoral untuk mengkoordinasikan perkembangan atau kemajuan Satgas dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta mengetahui tantangan dan hambatan yang dihadapi. Pertemuan koordinasi ini diselenggarakan secara rutin sekali dalam 3 (tiga) bulan.

XIII. PERENCANAAN PROGRAM

  Satgas Narkoba dalam penerapan tugas dan fungsinya diimplementasikan lewat penyelenggaraan program atau kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba dilingkungannya masing-masing. Untuk mendapatkan program yang relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan suatu SKPD, maka program perlu direncanakan secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan.

  Perencanaan program Satgas Narkoba menggunakan pendekatan yang bersifat partisipatoris. Tidak ada program atau kegiatan yang dirancang secara normatif, akan tetapi program yang direncanakan merupakan refleksi atas keinginan dan kebutuhan seluruh stakeholders yang dinaunginya. Oleh karena itu, proses perencanaan diawali dengan teknik analisa kebutuhan (need assesment) yang dimaksudkan untuk menjaring kebutuhan kelompok sasaran terhadap penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan narkoba. Pelaksanaan teknis analisis ini dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan terbatas dengan stakeholders atau dapat pula dikembangkan dengan pengumpulan data lapangan yang dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data dalam bentuk kuesioner atau format wawancara sesuai dengan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.

  Analisa Masalah Data dan informasi yang sudah dikumpulkan menjadi bahan dasar untuk analisis masalah aktual yang sebenarnya dihadapi dalam lingkungan SKPD terkait dengan ancaman dan bahaya penyalahgunaan narkoba. Masalah yang muncul menurut pengamatan data sederhana bisa tergambarkan dalam kuantitas yang banyak dengan varian yang beragam. Dibutuhkan analisis masalah yang tajam supaya penempatan masalah benar-benar fokus dan menyentuh akar penyebabnya yang bersifat mendasar. Dengan demikian, aktivitas analisa masalah menjadi penting.

  Analisa masalah dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti metode pohon masalah, metode tulang ikan, atau metode-metode lainnya. SKPD diharapkan melakukan analisa masalah dengan menggunakan metode yang dianggap mudah diterapkan sepanjang metode tersebut memiliki kerangka penalaran ilmiah. Masalah-masalah yang ada memerlukan analisis untuk menemukan akar penyebab. Akar penyebab masalah menjadi landasan utama untuk melahirkan program atau kegiatan-kegiatan yang relevan. Prioritas Program/Kegiatan Terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh Satgas Narkoba dibandingkan dengan kompleksitas kebutuhan antisipasinya memerlukan upaya pemrioritasan program atau kegiatan. SKPD akan menggunakan metode ilmiah dalam menyusun prioritas program atau kegiatan Satgas Narkoba. Pertimbangan utama dalam penyusunan prioritas program atau kegiatan adalah kesiapan, kemendesakan, dan daya ungkit. Variabel-variabel ini memiliki skoring dengan skala 1-10 yang akan digunakan pada teknik rangking. Program atau kegiatan yang mendapatkan skor terbanyak merupakan program atau kegiatan yang skala prioritasnya tinggi. Perencanaan Penganggaran Program atau kegiatan prioritas yang terpilih memerlukan perencanaan anggaran yang rasional dan akuntabel supaya benar- benar dapat dioperasionalkan.

  Proses perencanaan penganggaran dilakukan melalui pemaparan unit-unit cost yang dibutuhkan oleh tiap program. Setiap unit cost memiliki harga tertentu dengan ketentuan yang sudah ditetapkan melalui Surat edaran Gubernur Sulsel berkaitan dengan perencanaan penganggaran program. Hasil-hasil perencanaan penganggaran diperoleh dalam bentuk satuan biaya tertentu yang selanjutnya digunakan oleh Satgas Narkoba dalam mengimplementasikan program atau kegiatannya. Pengintegrasian Program/Kegiatan/Anggaran dalam RKA SKPD Program atau kegiatan-kegiatan pencegahan dan penanggulangan yang diprioritaskan dan yang sudah memiliki rancangan pembiayaan (costing) selanjutnya diintegrasikan dengan Perencanaan Kerja (Renja) SKPD.

  Peran SKPD dalam proses penyusunan Renja sangat penting. Disinilah perlunya advokasi dari BBNHA untuk menyamakan persepsi tentang prioritas program agar segala kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan narkoba mendapat tempat yang baik dalam rancangan Renja SKPD tersebut, sehinga pada akhirnya kegiatan pengawasan dan pengendalian narkoba nantinya bisa dipertahankan dan bisa menjadi indikatif dan atau definitif.

  Keanggotaan Satgas Narkoba melakukan koordinasi dengan bagian perencanaan SKPD untuk mengetahui indikator-indikator kinerja SKPD dan kemungkinan masuknya kegiatan P2 Narkoba kedalam indikator kinerja tersebut.

  Skema Integrasi kegiatan Satgas Narkoba kedalam Renja SKPD dapat ditempuh dalam 3 (tiga) cara yaitu (1) memasukkan pada program- program utama SKP sebagai kegiatan, (2) jika kegiatan tidak memiliki relevansi program, dapat dimasukkan sebagai sub-kegiatan pada kegiatan-kegiatan yang memiliki nomenklatur program, (3) namun, jika sub-kegiatan masih mendapatkan kesulitan, langkah yang paling minimal atau memosisikan narkoba sebagai perspektif dari kegiatan-kegiatan SKPD.

  Langkah yang ketiga untuk menjadikan narkoba sebagai perspektif bisa disebut juga sebagai cara menyelipkan isu narkoba ke berbagai kegiatan-kegiatan SKPD. Artinya informasi narkoba tetap didapatkan oleh kelompok sasaran tanpa harus mengalokasikan waktu dan biaya khusus. Melalui skema ini sangat diharapkan antisipasi pencegahan narkoba di lingkungan SKPD terus menerus dilakukan mengingat tidak harus memerlukan sumber daya tersendiri.

XIV. PELAKSANAAN PROGRAM

  Pada tingkat pelaksanaan program, Satgas Narkoba wajib memastikan bahwa semua kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan perencanaan yang ada. Hal ini dimaksudkan supaya kegiatan yang terlaksana dilakukan secara sistematis, terkoordinasi, dan memiliki daya ungkit yang tinggi untuk mengubah wajah epidemi narkoba di lingkungan kerja SKPD.

  Yang perlu mendapatkan penekanan dalam operasionalisasi pelaksanaan adalah pelibatan seluruh anggota Satgas Narkoba pada setiap aktivitas. Cara ini sangat efektif dalam mendapatkan hasil kegiatan yang diinginkan mengingat partisipasi seluruh anggota Satgas Narkoba akan melahirkan kerjasama diantara anggota sehingga tugas-tugas yang ada dapat dibagi secara proporsional.

  Pelaksanaan program diarahkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Pembentukan lingkungan kondusif dapat ditempuh melalui disseminasi informasi yang menyentuh seluruh komponen masyarakat sehingga terbentuk persepsi yang benar dalam memandang epidemi narkoba yang pada akhirnya akan tertanam kesadaran yang mendalam untuk memberikan dukungan terhadap program pencegahan dan penanggulangan yang sedang berlangsung.

  Cara lain yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan kondusif adalah mendorong adanya perumusan dan penyusunan kebijakan operasional dari berbagai tingkatan organisasi sehingga pelaksanaan program memiliki kerangka yang kuat dalam operasionalisasinya. Kebijakan yang mendukung pada kahirnya akan bekerja dalam mensistematisasi kegiatan-kegiatan pencegahan, sehingga dengan demikian pelaksanaan program berlangsung dalam pendekatan sistemik. Pola penggerakan pelaksanaan program seperti ini akan memberikan dampak atau efek yang besar dalam mengubah tingkat epidemi narkoba yang saat ini cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus dan area yang terdampak. Pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan narkoba oleh Satgas Narkoba perlu bekerja sama dengan stakeholders untuk mendapatkan hasil kegiatan yang sesuai dengan target. Tidak mungkin semua kebutuhan program dapat diatasi seluruhnya oleh

  Satgas Narkoba mengingat karakteristik masalah yang melingkupi pengedaran narkoba sungguh sangat kompleks. Satgas terlebih dahulu melakukan identifikasi yang jelas tentang stakeholders yang berkepetingan terhadap isu yang akan diatasi oleh program. Satkeholders yang sudah diidentifikasi kemudian dilanjutkan dengan analisis peran yang bisa dilakukan pada suatu kegiatan. Hasil analisis stakeholders dan peran inilah yang menjadi dasar pelibatan program. Peran-peran stakeholders dalam pelaksanaan program dapat berupa peserta, narasumber, panitia, fasilitator, mentor, dan lainnya. Di bawah ini adalah matriks yang dapat digunakan untuk analisis stakeholders pada suatu kegiatan: Nama Kegiatan : Tujuan Kegiatan : Institusi Penyelenggara :

  Nama Bentuk

  No Peran

  Stakeholders Pelibatan

  1

  2

  3 Ds t Hal yang perlu diatur dengan baik pada proses pelaksanaan suatu program adalah metode yang akan digunakan. Pemilihan metode pelaksanaan program atau kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran yang menjadi beneficaries suatu program. Untuk mengetahui kebutuhan kelompok sasaran terkait dengan metode pelaksanaan program yang diharapkan dapat ditempuh melalui cara wawancara langsung dengan calon penerima program atau dapat pula melalui analisa terhadap data yang dipergunakan dalam perencanaan program yang kemungkinannya mencakup data tentang metode kegiatan yang diminati oleh kelompok sasaran kita.

XV. MEKANISME MONITORING DAN EVALUASI

  Monitoring adalah pemantauan terus menerus pada pelaksanaan suatu program atau kegiatan yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa pelaksaan program atau kegiatan tersebut sesuai dengan kondisi yang seharusnya. Evaluasi adalah penilaian yang sistematik dan objektif pada desain, implementasi, dan hasil yang dicapai oleh sebuah program atau kegiatan yang sedang atau telah berlagsung. Tujuan dari evaluasi adalah untuk memperbaiki kebijakan dan rencana intervensi selanjutnya berdasarkan feedback dari hasil evaluasi saat ini, serta sebagai mekanisme pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat.

  Berdasarkan waktu pelaksaannya evaluasi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatiif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika program sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pelaksanaan suatu program. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.

  Pada tingkat SKPD, monitoring dan evaluasi dan evaluasi juga harus dilaksanakan. Sebagaimana diketahui bahwa penanggungjawab operasional Satgas narkoba adalah SKPD masing-masing. Dalam mengemban kewajiban menyelenggarakan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba bekerja bersama dengan institusi mitra lain di daerah. Pemberi pelayanan publik yang langsung berhadapan dengan masyarakat adalah UPTD. Di area wilayah kerja ini, UPTD tidak bekerja sendiri. UPTD memiliki jejaring pada level di bawahnya, yaitu unit-unit pelayanan publik. Gambaran ini menjelaskan bahwa ada pembagian tanggungjawab berjenjang dalam penerapan tugas Satgas Narkoba ini. Oleh karena itulah, pelaksanaan monitoring dan evaluasi penerapan tupoksi Satgas juga dilaksanakan secara berjenjang.

  SKPD/Satga s UPTD/Gugus Tugas

  Unit Pelayanan Publik/ Sasaran Masyarakat Monitoring dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk yakni monitoring internal Satgas Narkoba hanya dalam lingkup SKPD dan monitoring diperluas dengan mengundang seluruh gugus-gugus tugas yang ada pada UPTD atau unit tugas yang bekerja secara langsung pada unit pelayanan publik. Monitoring internal sebaiknya dilakukan 1 (satu) kali dalam tiga bulan (monitoring triwulan) dan monitoring diperluas dilakukan sekali dalam enam bulan (semester). Metode supervisi lapangan perlu dilakukan sewaktu-waktu untuk memastikan fungsi dan tugas kelembagaan Satgas tetap pada jalurnya sekaligus untuk mendapatkan masukan terhadap optimalisasi fungsi kelembagaan ini.

XVI. TATACARA PELAPORAN

  Satgas Narkoba diwajibkan membuat laporan tentang proses dan hasil kerja satuan tugas ini dalam mengendalikan bahaya narkoba di lingkungan instansinya masing-masing. Tatacara pelaporan Satgas Narkoba perlu dituangkan dalam Petunjuk Teknis ini supaya laporan yang masuk memiliki sistematika yang teratur dengan batasan data yang sudah ditentukan. Dengan demikian pembacaan data menjadi lebih mudah untuk kepentingan tahapan analisis data dalam rangka memperoleh informasi yang lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sistematika laporan Satgas Narkoba memuat hal-hal dibawah ini:

  a. Pendahuluan Berisi latar belakang dan situasi penyalahgunaan narkoba dalam lingkup pengawasannya b. Tujuan

  Tujuan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan pada SKPD

  c. Kegiatan-Kegiatan Kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan pada periode tertentu

  d. Hasil Yang Diperoleh Berisi hasil-hasil yang sudah diperoleh tiap kegiatan yang sudah dilakukan. Sebaiknya diklasifikasikan hasil yang diperoleh pada tingkat gugus tugas (UPTD) dan hasil pada tingkat pelayanan publik. e. Hambatan/Tantangan Tuliskan apa saja yang menjadi hambatan selama pelaksanaan tugas, baik yang bersifat internal maupun eksternal f. Kesimpulan

  Berisi intisari atau rangkuman dari keseluruhan aktivitas Satgas Narkoba. Penyusunan laporan Satgas Narkoba yang ada pada SKPD dilakukan sekali dalam 1 (satu) tahun. Laporan yang sudah dibuat selanjutnya dikirimkan kepada Gubernur Provinsi Sulsel melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Setda Provinsi Sulsel. Laporan yang sudah diterima akan direview oleh tim expert bersama dengan staf Biro Bina Napza dan HIV-AIDS yang selanjutnya hasil review dikirimkan kepada SKPD untuk tindaklanjut. Secara skematik, tatacara pelaporan dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

  Gubernur Provinsi Sulsel

  Pelayanan

  UPTD

  Publik

  SATGAS Biro Bina

  Review NARKOBA SKPD

  Napza & HIV- AIDS

  feedback

XVII. KEBERLANJUTAN

  Adanya fenomena pembentukan suatu struktur kelembagaan yang hanya berfungsi disaat awal, namun dalam perjalanannya mengalami penurunan fungsional yang lambat laun berada pada kondisi tidak berfungsi sama sekali. Guna menghindari hal tersebut, maka perlu dipikirkan keberlanjutannya supaya program atau kegiatan pencegahan dan penanggulangan narkoba berkesinambungan. Strategi yang diharapkan dipakai oleh SKPD untuk menjamin adanya keberlanjutan fungsi dari Satgas Narkoba di lingkungannya adalah menempatkan Satgas Narkoba ini sebagai bagian dari struktur organisasinya. Proses melekatkan kedalam struktur oraganisasi SKPD di awali dengan analisis relevansi tugas Satgas Narkoba dengan tugas yang ada dalam unit-unit organisasi. Unit organisasi yang dianggap relevan membawahi kelembagaan Satgas narkoba ini atau tergantung dari kebijakan pimpinan SKPD.

  Jika skenario ini terlaksana, maka dipastikan setiap perencanaan dan penganggaran program yang diterapkan setiap tahunnya akan mengakomodir kegiatan-kegiatan pencegahan dan penanggulangan narkoba sebab sudah ada bagian/bidang kerja dalam SKPD yang mengendalikannya. Keberlanjutan peran dan fungsi Satgas Narkoba dapat juga dilakukan melalui perencanaan replikasi kelembagaan pada tingkat kabupaten/kota. Petunjuk teknis ini relatif masih mengatur operasionalisasi pembentukan Satgas narkoba di tingkat provinsi, namun keberlanjutannya diharapkan diadopsi oleh kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota terlebih dahulu merumuskan dan menyusun Peraturan Bupati/Walikota tentang fasilitasi Penanganan Darurat Narkoba yang selanjutnya menjadi dasar pembentukan Satgas, baik di lingkungan pemerintah, swasta, dunia usaha, maupun masyarakat. Satgas Narkoba di tingkat kabupaten/kota akan dibentuk secara berjenjang, mulai tingkatan kabupaten, kecamatan, sampai pada tingkatan desa/kelurahan.