Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi Sengkubak [Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.] Di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat

KAJIAN ETNOBOTANI DAN ASPEK KONSERVASI
SENGKUBAK [Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.]
DI KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

UTIN RIESNA AFRIANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI
TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Etnobotani dan Aspek
Konservasi Sengkubak [Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.] di Kabupaten
Sintang Kalimantan Barat belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

Desember 2007

Utin Riesna Afrianti
NRP. E051054085

ABSTRACT
UTIN RIESNA AFRIANTI. The study of Etnobotany and Conservation Aspect
of Sengkubak [Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.] in Sintang, West
Kalimantan. Supervised by AGUS HIKMAT and AGUS PRIYONO KARTONO.
This study was Sintang Regency carried out in sub districts of Dedai, Sintang,
Kelam Permai and Sepauk, West Kalimantan by using interview and direct
sampling for collecting vegetation data. Sampling methods for characteristics of
vegetation was conducted by using combination line transect and square line. The
result indicated that the leaves of the P. cauliflora used as natural tasty by Dayak
and Melayu ethnic. Other utilization has not been recognized yet. The average
density of P. cauliflora in secondary forests was 14 individuals/ha; the height
average is 1.5 m, diameter is 0.73 cm, 68.98% of P. cauliflora are seedling. P.
cauliflora mostly can be found at 50 – 150 meters above sea level (m asl). The

spatial distribution pattern of P. cauliflora tends to be clumped. They have
positive associated with rubber plantation (Hevea brasilliensis) and Syzygium
zeylanicum for tree level; Hopea dryobalanoides and Palaquium rostratum for
pole level. Cultivation effort and the preservation of tembawang forest (mixed
rubber plantation) from conversion to other land uses are important aspect of P.
cauliflora conservation.
Key words: Etnobotany, Conservation, Pycnarrhena cauliflora, Dayak, Melayu.

ABSTRAK
UTIN RIESNA AFRIANTI. Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi
Sengkubak [Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.] Di Kabupaten Sintang
Kalimantan Barat. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan AGUS PRIYONO
KARTONO.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Dedai, Sintang, Kelam Permai dan
Sepauk, Kabupaten Sintang Kalimantan Barat menggunakan wawancara dan
metode kombinasi jalur dengan garis berpetak. Hasilnya menunjukkan bahwa
daun sengkubak digunakan oleh etnik Dayak dan Melayu sebagai penyedap rasa
alami, pemanfaatan untuk kepentingan lainnya relatif belum diketahui. Pada
formasi hutan sekunder sengkubak memiliki potensi rata-rata 14 ind/ha, rata-rata
tinggi batangnya adalah 1,5 m, potensi anakan 68,98%, rata-rata diameternya 0,73

cm. Sengkubak dapat ditemukan pada ketinggian 50-150 m dpl. Sengkubak
memiliki sebaran spasial cenderung mengelompok, dan berasosiasi positif dengan
Hevea brasilliensis dan Syzygium zeylanicum (tingkat pohon) dan Hopea
dryobalanoides dan Palaquium rostratum (tingkat tiang). Meningkatkan budidaya
dan tetap mempertahankan keberadaan hutan tembawang (hutan karet alam
campuran) dari konversi lahan untuk penggunaan lain merupakan aspek penting
dalam konservasi sengkubak.
Kata kunci : Etnobotani, konservasi, sengkubak, Dayak, Melayu.

© Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


RINGKASAN

UTIN RIESNA AFRIANTI. Kajian Etnobotani dan Aspek Konservasi
Sengkubak [Pycnarrhena cauliflora (Miers.) Diels.] Di Kabupaten Sintang
Kalimantan Barat. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan AGUS PRIYONO
KARTONO.
Komunitas etnis Melayu dan Dayak di Kabupaten Sintang memiliki
pengetahuan tradisional mengenai penggunaan daun sengkubak (Pycnarrhena
cauliflora) sebagai penyedap rasa alami masakan. Pengetahuan tersebut
merupakan warisan leluhur kedua etnis tersebut. Diperlukan penelitian mengenai
etnobotani sengkubak pada etnis Melayu dan Dayak Sintang dan aspek
konservasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek etnobotani
meliputi persepsi masyarakat mengenai pemanfaatan sengkubak, budidayanya,
pergeseran penggunaannya, jenis sengkubak menurut masyarakat, dan
mengidentifikasi aspek konservasi sengkubak meliputi bagaimana kondisi
populasi sengkubak dan habitat sengkubak, faktor-faktor yang mengancam
kelestariannya dan implikasi konservasi sengkubak di Kabupaten Sintang.
Metode penelitian secara garis besar terdiri dari 2 (dua) kegiatan utama,
yaitu pengumpulan data primer berupa wawancara untuk kajian etnobotani dan
inventarisasi potensi sumberdaya sengkubak (P. cauliflora) dan spesies tumbuhan

lain dilakukan pada tipe hutan sekunder di Kabupaten Sintang, pengisian
kuesioner dan pengumpulan data sekunder. Penelitian di laksanakan selama 3
(tiga bulan) yaitu bulan Mei-Juli 2007.
Daun sengkubak saat ini masih digunakan oleh sebagian masyarakat Dayak
dan Melayu Sintang sebagai penyedap rasa alami. Pengetahuan manfaat
sengkubak untuk keperluan penyedap rasa, pengobatan, nilai magis dan
pengetahuan mengenai manfaat terhadap bagian-bagian yang dapat digunakan
(daun, batang, buah) dari sengkubak, serta pengetahuan cara mengolah sengkubak
sebagai penyedap rasa (diremas, diiris-iris, ditumbuk) adalah berbeda antara etnis
Dayak dan Melayu Sintang. Tingkat seringnya menggunakan daun sengkubak
sebagai penyedap rasa tidak berbeda antara suku Dayak dan Melayu jika di lihat
berdasarkan tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, asal etnis, jarak antara tempat
tinggal pengguna sengkubak dengan tempat hidupnya sengkubak, namun berbeda
jika berdasarkan kelompok umur (15-54 tahun dan > 54 tahun). Pengetahuan
penggunaan sengkubak telah berkurang terutama di kalangan generasi muda etnis
Dayak dan Melayu. Pemanfaatan sengkubak yang dilakukan oleh masyarakat
dengan cara memanen langsung dari alam, sengkubak tidak dibudidayakan tetapi
tumbuh secara liar di hutan-hutan sekunder (karet alam campuran dan hutan adat).
Kondisi populasi sengkubak di formasi hutan sekunder Sintang rata-rata
kerapatannya 14 ind/ha. Sengkubak cenderung menyebar secara mengelompok,

dan sengkubak mempunyai asosiasi positif dengan Ubah (Syzygium zeylanicum)
pada tingkat pohon, (X2 = 4,4408 dan X20,05(1) = 3,841) di hutan Sirang. Dengan
derajat asosiasi 0,375 (Jaccard Index) dan 0,545 (Dice Index). Sengkubak juga
berasosiasi positif dengan Nyatoh (Palaquium rostratum) pada tingkat tiang (X2 =
6,511 dan X20,05(1) = 3,841), dengan derajat asosiasi 0,400 (JI) dan 0,571 (DI),

asosiasi sengkubak juga terjadi dengan karet (Hevea brasilliensis) pada tingkat
pohon (X2 = 5,590 dan X20,05(1) = 3,841), dengan derajat asosiasi 0,200 (JI) dan
0,333 (DI), dengan keladan (Hopea dryobalanoides) dengan (X2 = 5,590 dan
X20,05(1) = 3,841), dengan derajat asosiasinya yaitu 0,375 (JI) dan 0,545 (DI).
Pada tingkat semai di habitat P. cauliflora ditemukan 69 spesies tumbuhan,
dengan spesies yang dominan adalah Hevea brasilliensis (INP 26,15%), Hopea
dryobalanoides (INP 16,31%), dan Syzygium zeylanicum (INP 15,32%). Pada
tingkat pancang ditemukan 89 spesies tumbuhan, dimana Hevea brasilliensis
merupakan spesies dominan pertama dengan INP 48,37%, Horsfieldia irya (INP
20,82%) dan Litsea elliptica merupakan spesies dominan ketiga (INP 13,64%).
Pada tingkat tiang di habitat P. cauliflora ditemukan 69 spesies tumbuhan, dimana
Hevea brasilliensis masih merupakan spesies dominan dalam populasi tingkat
tiang dengan INP 59,31%, diikuti oleh tiang dari spesies-spesies Horsfieldia irya
(INP15,16%) dan Syzygium zeylanicum (14,48%). Eleteriospermum tapos (INP

16,7%). Pada tingkat pohon ditemukan 72 spesies tumbuhan, Hevea brasilliensis
merupakan jenis dominan yang memiliki INP tertinggi (58,27%), diikuti Litsea
elliptica dengan INP 21,5% dan Eleteriospermum tapos dengan INP 16,70%.
Hutan sekunder yang menjadi habitat sengkubak memiliki nilai
keanekaragaman spesies yang termasuk dalam kategori sedang hingga tinggi pada
semua tingkat pertumbuhan spesies berkisar 2,09-3,14, kekayaan spesies pada
berbagai tingkat pertumbuhan berkisar 3,56-8,76 dan kemerataan spesies
bervariasi pada berbagai tingkat pertumbuhan mulai dari 0,66 (tingkat semai)
hingga 0,90 pada tingkat pertumbuhan pancang. Wilayah hutan Suak I dan Suak
II (2-3) memiliki kesamaan komunitas yang cukup tinggi (IS>50%) pada semua
tingkat pertumbuhan, hutan Sirang dengan Suak I, Suak II dan hutan Medang
dapat dikategorikan memiliki kesamaan komunitas rendah (IS50%) pada semua
tingkat pertumbuhan, hutan Sirang dengan Suak I, Suak II dan hutan Medang
dapat dikategorikan memiliki kesamaan komunitas rendah (IS