Penggunaan IAA dan BAP untuk Menstimulasi Organogenesis Tanaman Anthurium anderanum dalam Kultur In Vitro
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
SITI
SYARA.
Penggunaan
IAA
dan
BAP
Untuk
Menstimulasi
Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In Vitro.
Dibimbing oleh NURHAJATI ANSORI MATTJIK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap pembentukan planlet
Anthurium andreanum dalam kultur in vitro. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Juni hingga November 2005 yang bertempat di Laboratorium
Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB.
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Faktorfaktornya adalah konsentrasi IAA yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0.0 ppm (A0), 0.1
ppm (A1), 0.2 ppm (A2), 0.3 ppm (A3) dan 0.4 ppm (A4) serta konsentrasi BAP
yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0.0 ppm (B0), 1.0 ppm (B1), 2.0 ppm (B2) dan 3.0
ppm (B3). Dua
faktor tersebut menghasilkan 20 kombinasi perlakuan yang
masing-masing diulang sebanyak 10 kali, sehingga terdapat 200 satuan percobaan.
Setiap ulangan terdiri dari 1 botol yang berisi 1 eksplan.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari persiapan dan sterilisasi alat, persiapan
air kelapa, pembuatan media, sterilisasi dan penanaman bahan tanam, penanaman
eksplan dan pengamatan. Eksplan yang digunakan adalah potongan batang
Anthurium sepanjang 0.5 cm dengan memiliki satu buku yang diperoleh dari
proses perkecambahan secara in vitro. Peubah-peubah yang diamati yaitu, tinggi
tanaman, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar serta panjang akar terpanjang.
Interaksi antara IAA dan BAP pada beberapa kultur menunjukkan
pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus mulai terlihat pada pengamatan minggu
ke-2 setelah tanam. Pada awal kemunculannya, kalus berwarna hijau kekuningan
yang kemudian berubah menjadi hijau tua. Perlakuan air kelapa 15% (v/v) + 0.2
ppm IAA + 2.0 ppm BAP cenderung membentuk kalus lebih cepat.
Interaksi antara IAA dan BAP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
peubah tinggi tanaman, serta jumlah organ daun dan akar yang terbentuk.
Perlakuan IAA 0.3 ppm, BAP 2.0 ppm dan 1.0 ppm disertai penambahan air
kelapa 15%(v/v) cenderung mendorong pertumbuhan tinggi tanaman serta
pembentukan organ daun dan akar. Diduga bahwa 0.3 ppm IAA serta 2.0 ppm dan
1.0 ppm BAP secara efektif mampu mendorong sel-sel membesar membentuk
kalus hingga akhirnya sel-sel kalus kemudian berdiferensiasi membentuk organ
daun dan akar. Interaksi antara air kelapa 15%(v/v), 0.2 ppm IAA dan 2.0 ppm
BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas. Hal ini diduga
bahwa kombinasi tersebut secara efektif mampu meningkatkan kemampuan selsel berdiferensiasi membentuk tunas-tunas baru. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP disertai penambahan air kelapa 15%(v/v) memberikan pengaruh
nyata terhadap perkembangan sistem perakaran dengan menghasilkan panjang
akar terpanjang tertinggi (2.09 mm). Sedangkan interaksi air kelapa 15%(v/v)+0.2
ppm IAA+3.0 ppm BAP dan air kelapa 15%(v/v)+0.3 ppm IAA+3.0 ppm BAP
menghasilkan panjang akar terpanjang terendah (1.22 mm). Diduga bahwa auksin
yang terkandung pada jaringan tanaman tidak hanya berasal dari auksin sintetik
tapi juga berasal dari auksin endogen. Hal ini menyebabkan konsentrasi auksin
menjadi terlalu tinggi sehingga menghambat proses pemanjangan akar.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah eksplan memberikan respon
pertumbuhan berupa pembentukan kalus, tunas, daun serta akar. Perlakuan 0.3
ppm IAA serta 2.0 ppm dan 1.0 ppm BAP cenderung mendorong pertumbuhan
tinggi tanaman serta pembentukan organ daun dan akar. Interaksi antara 0.2 ppm
IAA dan 2.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas
dengan menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan sistem
perakaran dengan menghasilkan panjang akar terpanjang yang tertinggi.
Judul
:
PENGGUNAAN IAA dan BAP UNTUK MENSTIMULASI
ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Nama
:
Siti Syara
Nrp
:
A34301027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS
NIP 130 367 074
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Oktober 1982.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Mukhlis
Iskandar dan Imas Mahdiati.
Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kesatuan Bogor pada tahun 1987
dan SD Negeri Polisi 1 pada tahun 1989. Tahun 1995 penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 2 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU
Negeri 3 Bogor pada tahun 1998 dan lulus tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Hortikultura Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di
kebun hidroponik PD Grace Lembang (2003) dan menjadi asisten pada mata
kuliah Dasar-dasar Hortikultura (2005).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebagai
pemilik alam semesta ini karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Penggunaan IAA dan BAP Untuk
Menstimulasi Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In
Vitro”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Yang tercinta Mama, Papa, ‘Mbu, ‘Mbah dan ‘Mak (alm) untuk cinta, doa dan
dukungan yang tidak pernah putus. Semoga penulis diberi kesempatan untuk
bisa membahagiakan mereka.
2. Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah
bersedia menjadi dosen penguji.
4. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi selaku Pimpinan Laboratorium Bioteknologi
Departemen Agronomi dan Hortikultura untuk masukan-masukan yang sangat
membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi.
6. Pak Ulih Ciapus, Pak Yus INLITHI, Bu Umi SMUNTI, Pak Iip, rekan-rekan
dan seluruh staff Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
7. Teh Isti, de Eil, a Keni, a Wahyu dan seluruh keluarga besar yang telah
banyak membantu dan mendoakan penulis.
8. Yang tersayang Thury, ‘Na, Le, Noey, Tsuqo, Winna, Puri, Ali, Ayu dan
Windy untuk persahabatan, doa dan dukungannya dari jauh.
9. Batara Setiadi untuk waktu, pengertian, kesabaran, dukungan dan doanya
selama ini. Terima kasih karena kamu selalu ada.
10. Ahmad Ismail, Thank you so much for all these times and being so nice.
11. Anto, Encep, Fajar, Mono, Rully, Aldi, Maya, Surya dan seluruh Hortiez’ 38
untuk tahun-tahunnya selama masa perkuliahan.
12. Lesa Ilma Grenti dan Asep Yanuar Arifin yang telah banyak membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Hipotesis ..........................................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Botani Anthurium andreanum .........................................................
Syarat Tumbuh dan Budidaya Anthurium andreanum ....................
Kultur Jaringan Tanaman ................................................................
Eksplan .....................................................................................
Media ........................................................................................
Zat Pengatur Tumbuh ...............................................................
Air Kelapa ................................................................................
Kultur Jaringan Anthurium andreanum ...........................................
4
4
5
6
6
7
8
9
10
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Waktu dan Tempat ..........................................................................
Bahan dan Alat ................................................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ....................................................................
Pengamatan .....................................................................................
12
12
12
12
13
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Keadaan Umum ...............................................................................
Tinggi Tanaman ..............................................................................
Jumlah Tunas ..................................................................................
Jumlah Daun ....................................................................................
Jumlah Akar ....................................................................................
Panjang Akar Terpanjang ................................................................
17
17
19
21
22
24
27
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ................................................................................................
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
29
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Jumlah Tunas Pada 12
MST .......................................................................................................
2.
22
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Panjang Akar Terpanjang
Pada 12 MST .........................................................................................
Nomor
27
Halaman
Lampiran
3.
Komposisi Larutan Stok Media Murashige and Skoog (MS) .........
33
4. Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003 .......................... 34
5.
Daftar Harga Bunga Potong Segar .......................................................... 35
6.
Sidik Ragam Tinggi Tanaman ........................................................
36
7.
Sidik Ragam Jumlah Tunas ............................................................
37
8.
Sidik Ragam Jumlah Daun .............................................................
39
9.
Sidik Ragam Jumlah Akar .............................................................
40
10.
Sidik Ragam Panjang Akar Terpanjang ..........................................
41
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
SITI
SYARA.
Penggunaan
IAA
dan
BAP
Untuk
Menstimulasi
Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In Vitro.
Dibimbing oleh NURHAJATI ANSORI MATTJIK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap pembentukan planlet
Anthurium andreanum dalam kultur in vitro. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Juni hingga November 2005 yang bertempat di Laboratorium
Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB.
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Faktorfaktornya adalah konsentrasi IAA yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0.0 ppm (A0), 0.1
ppm (A1), 0.2 ppm (A2), 0.3 ppm (A3) dan 0.4 ppm (A4) serta konsentrasi BAP
yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0.0 ppm (B0), 1.0 ppm (B1), 2.0 ppm (B2) dan 3.0
ppm (B3). Dua
faktor tersebut menghasilkan 20 kombinasi perlakuan yang
masing-masing diulang sebanyak 10 kali, sehingga terdapat 200 satuan percobaan.
Setiap ulangan terdiri dari 1 botol yang berisi 1 eksplan.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari persiapan dan sterilisasi alat, persiapan
air kelapa, pembuatan media, sterilisasi dan penanaman bahan tanam, penanaman
eksplan dan pengamatan. Eksplan yang digunakan adalah potongan batang
Anthurium sepanjang 0.5 cm dengan memiliki satu buku yang diperoleh dari
proses perkecambahan secara in vitro. Peubah-peubah yang diamati yaitu, tinggi
tanaman, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar serta panjang akar terpanjang.
Interaksi antara IAA dan BAP pada beberapa kultur menunjukkan
pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus mulai terlihat pada pengamatan minggu
ke-2 setelah tanam. Pada awal kemunculannya, kalus berwarna hijau kekuningan
yang kemudian berubah menjadi hijau tua. Perlakuan air kelapa 15% (v/v) + 0.2
ppm IAA + 2.0 ppm BAP cenderung membentuk kalus lebih cepat.
Interaksi antara IAA dan BAP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
peubah tinggi tanaman, serta jumlah organ daun dan akar yang terbentuk.
Perlakuan IAA 0.3 ppm, BAP 2.0 ppm dan 1.0 ppm disertai penambahan air
kelapa 15%(v/v) cenderung mendorong pertumbuhan tinggi tanaman serta
pembentukan organ daun dan akar. Diduga bahwa 0.3 ppm IAA serta 2.0 ppm dan
1.0 ppm BAP secara efektif mampu mendorong sel-sel membesar membentuk
kalus hingga akhirnya sel-sel kalus kemudian berdiferensiasi membentuk organ
daun dan akar. Interaksi antara air kelapa 15%(v/v), 0.2 ppm IAA dan 2.0 ppm
BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas. Hal ini diduga
bahwa kombinasi tersebut secara efektif mampu meningkatkan kemampuan selsel berdiferensiasi membentuk tunas-tunas baru. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP disertai penambahan air kelapa 15%(v/v) memberikan pengaruh
nyata terhadap perkembangan sistem perakaran dengan menghasilkan panjang
akar terpanjang tertinggi (2.09 mm). Sedangkan interaksi air kelapa 15%(v/v)+0.2
ppm IAA+3.0 ppm BAP dan air kelapa 15%(v/v)+0.3 ppm IAA+3.0 ppm BAP
menghasilkan panjang akar terpanjang terendah (1.22 mm). Diduga bahwa auksin
yang terkandung pada jaringan tanaman tidak hanya berasal dari auksin sintetik
tapi juga berasal dari auksin endogen. Hal ini menyebabkan konsentrasi auksin
menjadi terlalu tinggi sehingga menghambat proses pemanjangan akar.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah eksplan memberikan respon
pertumbuhan berupa pembentukan kalus, tunas, daun serta akar. Perlakuan 0.3
ppm IAA serta 2.0 ppm dan 1.0 ppm BAP cenderung mendorong pertumbuhan
tinggi tanaman serta pembentukan organ daun dan akar. Interaksi antara 0.2 ppm
IAA dan 2.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas
dengan menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan sistem
perakaran dengan menghasilkan panjang akar terpanjang yang tertinggi.
Judul
:
PENGGUNAAN IAA dan BAP UNTUK MENSTIMULASI
ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Nama
:
Siti Syara
Nrp
:
A34301027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS
NIP 130 367 074
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Oktober 1982.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Mukhlis
Iskandar dan Imas Mahdiati.
Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kesatuan Bogor pada tahun 1987
dan SD Negeri Polisi 1 pada tahun 1989. Tahun 1995 penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 2 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU
Negeri 3 Bogor pada tahun 1998 dan lulus tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Hortikultura Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di
kebun hidroponik PD Grace Lembang (2003) dan menjadi asisten pada mata
kuliah Dasar-dasar Hortikultura (2005).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebagai
pemilik alam semesta ini karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Penggunaan IAA dan BAP Untuk
Menstimulasi Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In
Vitro”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Yang tercinta Mama, Papa, ‘Mbu, ‘Mbah dan ‘Mak (alm) untuk cinta, doa dan
dukungan yang tidak pernah putus. Semoga penulis diberi kesempatan untuk
bisa membahagiakan mereka.
2. Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah
bersedia menjadi dosen penguji.
4. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi selaku Pimpinan Laboratorium Bioteknologi
Departemen Agronomi dan Hortikultura untuk masukan-masukan yang sangat
membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi.
6. Pak Ulih Ciapus, Pak Yus INLITHI, Bu Umi SMUNTI, Pak Iip, rekan-rekan
dan seluruh staff Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
7. Teh Isti, de Eil, a Keni, a Wahyu dan seluruh keluarga besar yang telah
banyak membantu dan mendoakan penulis.
8. Yang tersayang Thury, ‘Na, Le, Noey, Tsuqo, Winna, Puri, Ali, Ayu dan
Windy untuk persahabatan, doa dan dukungannya dari jauh.
9. Batara Setiadi untuk waktu, pengertian, kesabaran, dukungan dan doanya
selama ini. Terima kasih karena kamu selalu ada.
10. Ahmad Ismail, Thank you so much for all these times and being so nice.
11. Anto, Encep, Fajar, Mono, Rully, Aldi, Maya, Surya dan seluruh Hortiez’ 38
untuk tahun-tahunnya selama masa perkuliahan.
12. Lesa Ilma Grenti dan Asep Yanuar Arifin yang telah banyak membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Hipotesis ..........................................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Botani Anthurium andreanum .........................................................
Syarat Tumbuh dan Budidaya Anthurium andreanum ....................
Kultur Jaringan Tanaman ................................................................
Eksplan .....................................................................................
Media ........................................................................................
Zat Pengatur Tumbuh ...............................................................
Air Kelapa ................................................................................
Kultur Jaringan Anthurium andreanum ...........................................
4
4
5
6
6
7
8
9
10
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Waktu dan Tempat ..........................................................................
Bahan dan Alat ................................................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ....................................................................
Pengamatan .....................................................................................
12
12
12
12
13
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Keadaan Umum ...............................................................................
Tinggi Tanaman ..............................................................................
Jumlah Tunas ..................................................................................
Jumlah Daun ....................................................................................
Jumlah Akar ....................................................................................
Panjang Akar Terpanjang ................................................................
17
17
19
21
22
24
27
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ................................................................................................
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
29
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Jumlah Tunas Pada 12
MST .......................................................................................................
2.
22
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Panjang Akar Terpanjang
Pada 12 MST .........................................................................................
Nomor
27
Halaman
Lampiran
3.
Komposisi Larutan Stok Media Murashige and Skoog (MS) .........
33
4. Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003 .......................... 34
5.
Daftar Harga Bunga Potong Segar .......................................................... 35
6.
Sidik Ragam Tinggi Tanaman ........................................................
36
7.
Sidik Ragam Jumlah Tunas ............................................................
37
8.
Sidik Ragam Jumlah Daun .............................................................
39
9.
Sidik Ragam Jumlah Akar .............................................................
40
10.
Sidik Ragam Panjang Akar Terpanjang ..........................................
41
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1.
Kondisi Serangan Cendawan ...............................................................
17
2.
Kondisi Pertumbuhan Kalus ................................................................
19
3.
Tinggi Planlet Pada Beberapa Taraf Konsentrasi IAA ........................
20
4.
Tinggi Planlet Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP .......................
20
5.
Kultur dengan perlakuan air kelapa 15%(v/v) + 0.2 ppm IAA + 2.0
ppm BAP ..............................................................................................
6.
21
Kultur dengan perlakuan air kelapa 15%(v/v) + 0.0 ppm IAA + 0.0
ppm BAP ..............................................................................................
21
Jumlah Daun Pada Beberapa Taraf Konsentrasi IAA ..........................
23
8.
Jumlah Daun Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP .........................
23
9.
Jumlah Akar Pada Beberapa Taraf Konsentrasi IAA ..........................
25
10.
Jumlah Akar Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP ..........................
26
7.
Nomor
Halaman
Lampiran
11.
Kondisi Pertumbuhan dan Perkembangan Planlet Anthurium andreanum
Pada Berbagai Kombinasi IAA dan BAP ..........................................
42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai daerah yang terletak di wilayah tropis memiliki
keunggulan dalam keanekaragaman tanaman. Hal tersebut ditunjukkan dengan
beraneka macamnya tanaman hias, baik itu tanaman hias bunga maupun tanaman
hias daun. Tanaman-tanaman hias tersebut memiliki penampilan yang menjadi ciri
khas masing-masing.
Dengan semakin meningkatnya permintaan akan tanaman hias baik dalam
pot maupun bunga potong di dalam negeri khususnya kota-kota besar, maka hal
ini mendorong para produsen untuk terus meningkatkan perkembangan produksi
tanaman hias. Konsumen terbesar berasal dari hotel, restoran dan perkantoran.
Umumnya permintaan mengalami peningkatan pada saat perayaan hari besar
keagamaan, kemerdekaan serta pernikahan. Dari sekian banyak bunga potong
yang dihasilkan, Anthurium merupakan salah satu jenis bunga yang juga dicari
oleh konsumen.
Anthurium diminati oleh konsumen karena memiliki bentuk yang unik dan
warna yang menarik. Hal-hal tersebut memberikan manfaat ganda pada
Anthurium itu sendiri, yaitu sebagai tanaman hias daun dan tanaman hias bunga.
Spesies Anthurium yang cocok digunakan sebagai tanaman hias terdiri dari tiga
macam, yaitu Anthurium andreanum, A.scherzerianum dan A.crystallinum.
A.andreanum merupakan salah satu jenis tanaman hias yang juga populer sebagai
bunga potong. Seludang bunganya yang berbentuk jantung dan memiliki beraneka
macam warna seperti merah, putih, merah muda atau hijau muda memberikan
nilai tambah pada Anthurium itu sendiri.
Bunga Anthurium memiliki lama kesegaran yang panjang yaitu sekitar 14
hari. Karena bunga ini begitu menonjol penampilannya, maka yang terdapat di
pasaran telah bebas dari hama penyakit tetapi masih dapat dijumpai cacat akibat
kerusakan fisik dan bentuk tangkai yang tidak lurus. Bunga Anthurium jenis hibrid
dijual individual per tangakai dan setiap kuntum dibungkus dengan plastik. Hal ini
dilakukan karena ukuran bunga yang cukup besar dan harga pertangkainya yang
relatif mahal (Kristina et al,1994).
Untuk perbanyakan A.andreanum dapat dilakukan dengan menggunakan
biji maupun pemisahan anakan. Namun cara-cara tersebut memiliki kelemahan
yaitu memakan waktu lama. Biji-biji Anthurium dapat dihasilkan dari proses
penyilangan. Penyerbukan sendiri bunga Anthurium jarang bisa terjadi, sebab
waktu matangnya bunga jantan dan betina tidak bersamaan (Prihmantoro, 1992).
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka perbanyakan
A.andreanum dapat dilakukan dengan cara teknik kultur jaringan. Kultur jaringan
merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplas,
sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi
aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Tujuan pokok dari perbanyakan
mikro ini adalah dapat memproduksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu
yang singkat (Gunawan, 1992).
Dalam perbanyakan secara kultur jaringan, peranan zat pengatur tumbuh
sangatlah besar.
Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman disebut
fitohormon, sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik
(Wattimena, 1988). Auksin dan Sitokinin merupakan dua golongan zat pengatur
tumbuh yang sering dipergunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan
dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ (Gunawan, 1992).
Gunawan (1992) menyatakan bahwa selain zat pengatur tumbuh sering
pula ditambahkan bahan organik lainnya kedalam media kultur jaringan, dalam
hal ini air kelapa merupakan salah satu bahan organik yang biasa digunakan. Air
kelapa dapat memberikan efek yang lebih baik pada pertumbuhan kalus bila
dalam media juga diberikan auksin. Bahan-bahan yang terkandung dalam air
kelapa antara lain, asam amino, asam-asam organik, asam nukleat, purin, gula,
gula alkohol, vitamin, mineral dan zat pengatur tumbuh.
Perbanyakan A. andreanum
secara kultur jaringan ini telah banyak
dilakukan oleh para peneliti karena masalah yang dihadapi yaitu dalam hal
budidaya. Oleh karena itu Kunisaki pada tahun 1980 melakukan penelitian
perbanyakan Anthurium secara in vitro pada media MS cair yang telah ditambah
dengan bahan-bahan kimia, zat pengatur tumbuh serta air kelapa. Berdasarkan
hasil penelitian, penggunaan zat pengatur tumbuh pada taraf konsentrasi tertentu
ternyata mampu meningkatkan proliferasi tunas-tunas. Proses ini merupakan alat
yang efektif untuk mendapatkan tanaman secara cepat (Hennen, 1983).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap pembentukan planlet
Anthurium andreanum dalam kultur in vitro
Hipotesis
1. Konsentrasi yang tepat dari IAA akan berpengaruh baik terhadap
pembentukan organ eksplan Anthurium andreanum.
2. Konsentrasi yang tepat dari BAP akan berpengaruh baik terhadap
pembentukan organ eksplan Anthurium andreanum.
3. Terdapat interaksi konsentrasi yang tepat antara IAA dengan BAP untuk
pembentukan organ eksplan Anthurium andreanum.
TINJAUAN PUSTAKA
Anthurium andreanum merupakan tanaman hias famili Araceae yang
berkerabat dekat dengan Spathiphyllum, Calla lilly, Aglonema, Caladium,
Dieffenbachia dan Philodendron. Tanaman ini berasal dari Colombia, Peru,
Brazil, Venezuela, Amerika Selatan dan Tengah. Anthurium sendiri termasuk
kedalam kelompok tanaman epifit.
Anthurium berasal dari kosakata Yunani yang berarti ‘bunga ekor’.
Disebut begitu karena seludang bunga berbentuk jantung, kemudian muncul
tongkol menyerupai ekor (www.minggupagi.com).
Kelebihan lain bunga Anthurium adalah kesegaran bunga ini yang bisa
bertahan lama. Bila berada di pohon, bunga bisa tetap segar selama sekitar 25
hari. Tapi bila dipotong, bisa bertahan kurang lebih 15 hari. Anthurium juga
diminati oleh konsumen karena keindahan warnanya yang terdiri dari berbagai
macam. Karena kelebihan-kelebihannya ini, Anthurium lebih tepat dijadikan
sebagai tanaman hias in door (www.minggupagi.com).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktorat Bina Produksi
Hortikultura, perkembangan produksi tanaman hias tahun 1996-2002 mengalami
perubahan yang signifikan. Total produksi tanaman hias tertinggi diperoleh pada
tahun 1996 sebesar 226 549 581 dan terendah sebesar 51 030 043 terjadi pada
tahun 1999. Pada tahun 2000, produksi tanaman hias mulai mengalami
peningkatan kembali dan pada tahun 2002 total produksi tanamana hias diperoleh
sebesar 118 855 089. Produksi bunga potong Anthurium sendiri menurut
Departemen Pertanian cenderung mengalami peningkatan pada beberapa tahun
belakangan. Tahun 2004 total produksi Anthurium diperoleh sekitar 1 285 061.
Botani Anthurium andreanum
Tanaman hias A. andreanum L. yang termasuk kedalam famili Araceae
merupakan tanaman herba perdu dengan ketinggian 0.7-1.5 m dan memiliki akar
rimpang. Tangkai daun berwarna hijau dengan panjang 35-60 cm dengan pangkal
daun berbentuk pelepah. Helaian daun berukuran 25-40 cm x 14-30 cm dengan
ujung meruncing (Steenis, 1978).
Menurut Steenis (1978), bunga pada A. andreanum berkumpul dalam
suatu tongkol (spadix) yang memiliki daun pelindung (seludang) pada bagian
pangkalnya. Selanjutnya Madison (1980) menambahkan bahwa tongkol (spadix)
pada A. andreanum memiliki ujung yang runcing.
Daun pelindung Anthurium memiliki bentuk menyerupai jantung atau
bulat telur dengan ujung meruncing dan pangkal yang memeluk tangkai. Beberapa
tulang daun yang berkumpul pada pangkal berwarna merah mengkilat kemudian
kehijau-hijauan (Steenis, 1978). A. andreanum memiliki tongkol yang lurus dan
daun pelindung yang berbentuk jantung (Swithinbank, 1991).
Syarat Tumbuh dan Budidaya Anthurium andreanum
Menurut Prihmantoro (1992), agar pertumbuhannya baik tanaman ini
membutuhkan tempat terbuka (ventilasi cukup) tapi tidak terkena sinar matahari
langsung (ternaungi) dengan intensitas cahayanya sekitar 40-60%. Daunnya akan
hangus terbakar bila cahaya matahari langsung mengenainya. Selain suhu,
kelembaban yang diperlukan yaitu sekitar 80-90% minimal 60%, demikian pula
dengan kelembaban tanah.
A. andreanum merupakan tanaman yang cocok berada di lingkungan
dengan suhu sekitar 18-28o C (Swithinbank, 1991 dan Davidson and Bland, 1993).
Suhu pada malam hari sekitar 4-10o C dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
ini menjadi lambat dan daunnya akan berubah menjadi kuning. Tanaman ini tidak
toleran pada suhu yang beku (www.oglesbytc.com).
Menurut Prihmantoro (1992), A. andreanum cocok ditanam didataran
dengan ketinggian 600-900 m dpl. Selanjutnya Davidson and Bland (1993)
menambahkan bahwa untuk pertumbuhannya yang optimal, A. andreanum
membutuhkan media tanam yang porous, mengandung kompos, basah sepanjang
waktu namun tidak boleh tergenang air serta memerlukan tanah yang kaya akan
bahan organik.
Perbanyakan Anthurium dapat dilakukan dengan biji maupun pemisahan
anakan. Biji-biji tersebut diperoleh dari proses persilangan dengan bantuan
manusia. Penyerbukan sendiri bunga Anthurium jarang bisa terjadi, sebab waktu
matangnya bunga jantan dan betina tidak bersamaan. Biji yang telah tua disemai
dalam media pasir atau spagnum moss. Kecambah dapat dipindahkan ke tempat
pembesaran 2 bulan kemudian dan baru bisa ditanam ke lahan setelah daunnya
berjumlah 5-7 helai serta memiliki ketinggian sekitar 20-25 cm. Bibit ditanam di
lahan dengan jarak tanam 15 cm x 25 cm, 25 cm x 25 cm atau 40 cm x 40 cm
tergantung pada ukuran varietas tanamannya (Prihmantoro, 1992).
Kultur Jaringan Tanaman
Menurut Hennen (1983), kultur jaringan tanaman merupakan suatu metode
untuk memproduksi tanaman yang berasal dari potongan kecil suatu jaringan atau
sel individu. Gunawan (1992) menyatakan bahwa kultur jaringan adalah suatu
metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel,
kelompok sel, jaringan dan organ, yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang utuh.
Eksplan
Menurut Conger (1980), eksplan adalah potongan dari jaringan atau organ
suatu tanaman untuk tujuan perbanyakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan perbanyakan dengan eksplan yaitu genotipe eksplan, ukuran eksplan,
jaringan asal eksplan dan umur fisiologi eksplan. Jaringan muda memiliki
kemampuan morfogenesis yang lebih tinggi dibandingkan jaringan yang tua.
Pernyataan diatas didukung oleh Wetherell (1982) dan Collin and Edwards (1998)
yang menyatakan bahwa untuk keberhasilan perbanyakan secara in vitro
sebaiknya tanaman yang dijadikan sebagai sumber eksplan merupakan tanaman
yang sehat dan tumbuh kuat serta menggunakan jaringan yang muda dan ukuran
eksplan yang cukup besar.
Jaringan yang berasal dari eksplan yang berbeda tapi memiliki spesies
yang sama dapat menunjukkan variasi morfologi (Thomas and Davey, 1975).
Tidak semua jaringan tanaman memiliki kemampuan yang sama untuk
berdiferensiasi. Eksplan yang berukuran sangat kecil memiliki daya tahan yang
rendah untuk dikulturkan. Banyak sedikitnya tunas yang dihasilkan dipengaruhi
oleh ukuran dari suatu eksplan. Pada tanaman Chrysanthemum, eksplan yang
berukuran 0.5 – 1.55 cm mampu memproduksi tunas yang lebih banyak (Conger,
1980).
Menurut Conger (1980), eksplan yang digunakan dapat berasal dari daun,
petiol, umbi, petal dan anther. Gunawan (1992) menambahkan bahwa eksplan
yang akan digunakan dalam perbanyakan kultur jaringan harus dalam keadaan
aseptik.
Media
Menurut
Paul
(1972),
media
merupakan
faktor
penting
untuk
mengkulturkan sel dan jaringan. Selanjutnya Thomas and Davey (1975)
menambahkan bahwa pertumbuhan dan morfologi suatu jaringan berhubungan
dengan komposisi media kultur, taraf konsentrasi hormon pertumbuhan, eksplan
yang digunakan serta spesies tanaman tersebut.
Komposisi suatu media adalah salah satu faktor yang memiliki peranan
penting untuk pertumbuhan dan morfogenesis jaringan tanaman di dalam
perbanyakan (Conger, 1980). Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak
hanya unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada
umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapatkan dari
atmosfer melalui fotosintesis (Gunawan, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian Harijadi dan Pamenang (1982), penggunaan
sukrosa 2% dan 15% (v/v) air kelapa muda pada media padat menyebabkan
eksplan anggrek Dendrobium pompadour dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Sedangkan untuk mempercepat perbanyakan plb yang terbentuk dapat
menggunakan medium padat tanpa sukrosa dengan penambahan air kelapa 20%.
Hal ini didukung oleh pernyataan Hennen (1983) bahwa penambahan sukrosa
sebagai sumber energi pada media kultur dapat membantu pertumbuhan eksplan.
Sukrosa tersebut diserap oleh jaringan tanaman dan digunakan jika tanaman
tersebut telah melakukan kegiatan fotosintesis.
Zat Pengatur Tumbuh
Dalam perbanyakan secara kultur jaringan, peranan Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT) sangatlah besar. ZPT yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon,
sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik
(Wattimena, 1988).
Menurut Moore (1979), hormon merupakan faktor penting dalam proses
perkembangan tanaman. Wattimena (1988) dan Salisbury and Ross (1992)
menyatakan bahwa hormon tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik yang
aktif dalam jumlah kecil (konsentrasi yang rendah) yang disintesiskan pada bagian
tertentu dari tanaman dan dipindahkan ke bagian lain dimana zat tersebut
menimbulkan respon secara biokimia, fisiologi dan morfologi.
Zat pengatur tumbuh adalah bahan organik bukan nutrient yang dalam
konsentrasi yang rendah dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan
serta perkembangan tanaman (Moore, 1979). Penggunaan zat pengatur tumbuh
pada konsentrasi yang rendah efektif dalam mengatur inisiasi dan perkembangan
tunas dan akar pada eksplan serta embrio pada media padat maupun cair (Beyl,
2000).
Auksin, sitokinin dan giberellin adalah hormon-hormon yang memiliki
peran ganda. Dalam propagasi secara in vitro, hormon-hormon ini sering
digunakan karena memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan eksplan
dan mempengaruhi pertumbuhan akar (Wareing and Phillips, 1970 dan Wetherell,
1982).
Menurut Wetherell (1982) dan Janick (1986), sitokinin dan auksin
memiliki pengaruh yang berlawanan oleh karena itu dalam pemakaian kedua ZPT
tersebut harus mempertimbangkan perbandingannya dalam media. Perbandingan
sitokinin-auksin yang tinggi baik untuk pembentukan tunas, sedangkan
perbandingan sitokinin-auksin yang rendah baik untuk pembentukan akar. Beyl
(2000) menyatakan bahwa auksin dan sitokinin adalah ZPT yang paling penting
dan sering digunakan pada kultur jaringan.
Thimann (1969) dan Wetherell (1982) menyatakan bahwa auksin
mendorong dalam pembesaran sel. Beyl (2000) menambahkan bahwa auksin
memiliki peranan dalam proses-proses perkembangan, termasuk pemanjangan sel
dan pembengkakan jaringan, dominasi apikal, pembentukan akar adventif dan
morfogenesis somatik.
Auksin merupakan ZPT yang efektif digunakan pada konsentrasi rendah
(Thimann, 1969 dan Moore, 1979). Pada konsentrasi yang rendah, auksin mampu
mendorong inisiasi akar dan pada konsentrasi yang tinggi menyebabkan terjadinya
pembentukan kalus (Beyl, 2000).
Wareing and Phillips (1981) dan Wattimena (1988) menyatakan bahwa
sitokinin memiliki peranan penting dalam proses pembelahan sel, selain itu
sitokinin juga berperan dalam proses senesen dan dominasi apikal. Wattimena
(1988) menambahkan bahwa selain memberikan beberapa efek fisiologis lainnya,
sitokinin juga mempengaruhi perkembangan embrio dan memperlambat proses
penghancuran butir-butir klorofil.
Menurut Wetherell (1982) dan Beyl (2000), selain pembelahan sel,
sitokinin mampu menstimulasi pertumbuhan tunas dalam kultur in vitro. Beyl
(2000) menambahkan bahwa pada konsentrasi yang tinggi (1 – 10 mg/l) sitokinin
dapat menginduksi pembentukan tunas.
Air Kelapa
Air kelapa merupakan salah satu persenyawaan organik kompleks yang
biasa ditambahkan kedalam media kultur jaringan. Air kelapa dapat memberikan
efek yang lebih baik pada pertumbuhan kalus bila dalam media juga diberikan
auksin (Gunawan, 1992).
Hasil penelitian Widiastoety dan Syafril (1993) menunjukkan bahwa
pembentukan akar terbanyak pada planlet anggrek Dendrobium terdapat pada
perlakuan penambahan air kelapa 15% pada medium padat namun terjadi
penurunan pertumbuhan planlet pada penambahan air kelapa 30%. Sedangkan
Wigati (2001) menunjukkan bahwa 100% eksplan tanaman snapdragon
mengalami multiplikasi pada perlakuan air kelapa 25% yang dikombinasikan
dengan BAP 0.5 mg/l dan IAA 0.1 mg/l.
Conger (1980) menyatakan bahwa dari semua bahan organik kompleks
yang ditambahkan pada media kultur jaringan, air kelapa merupakan yang terbaik.
Air kelapa biasanya ditambahkan pada media sekitar 3 – 15% (v/v). Tidak semua
air kelapa baik digunakan dalam kultur jaringan. Air kelapa muda menghasilkan
kualitas produk yang lebih baik sementara itu air dari kelapa yang tua justru dapat
menghambat pertumbuhan jaringan. Menurut Gunawan (1992), bahan-bahan yang
terkandung dalam air kelapa antara lain, asam amino, asam-asam organik, asam
nukleat, purin, gula, gula alkohol, vitamin, mineral dan zat pengatur tumbuh.
Kultur Jaringan Anthurium andreanum
Teknik perbanyakan secara kultur jaringan telah dilakukan pada tanamantanaman famili Araceae yaitu, Anthurium sp, Spathiphyllum sp. dan Zantedeschia
sp. Pada tahun 1980, Kunisaki melakukan penelitian pada tanaman Anthurium
andreranum Cv. Kaumana secara in vitro. Eksplan yang digunakan adalah tunas
vegetatif yang diperoleh dari tanaman dewasa. Eksplan dikulturkan pada media
MS cair yang telah ditambah dengan 0.4 mg/l thiamine-HCl, 0.5 mg/l Nicotinic
acid, 0.5 mg/l pyridoxine-HCl, 20 g/l sukrosa dan 15%(v/v) air kelapa serta BA
pada beberapa taraf konsentrasi. Berdasarkan hasil penelitian, 0.2-1.0 mg/l BA
mampu meningkatkan proliferasi tunas. Penggunaaan 0.2 mg/l BA merupakan
taraf yang optimum karena pada konsentrasi yang semakin tinggi dapat
meningkatkan pembentukan kalus dan tunas-tunas yang terbentuk akan berukuran
kecil (kerdil).
Kuehnle dan Sugii pada tahun 1991 melakukan dua percobaan pada
Anthurium. Percobaan pertama yaitu antara jaringan asal eksplan (daun dan petiol)
pada tujuh kultivar A. Andreanum dengan beberapa jenis media (media P, media
Pmod, media F&vS, media Cmod, media Dmod dan media D). Pada percobaan
pertama menunjukkan bahwa eksplan daun pada media Pmod memberikan
pengaruh nyata dengan menghasilkan persentase pembentukan kalus yang paling
tinggi. Media Pmod memberikan respon terbaik pada jaringan eksplan daun.
Eksplan petiol tidak memberikan pengaruh pada media P, media Pmod dan media
F&vS namun pada media Cmod dan D mampu menghasilkan kalus yang
terbanyak. Percobaan Kuehnle dan Sugii yang kedua yaitu antara beberapa jenis
media (media D, media Cmod dan Dmod) dengan tiga tanaman Anthurium hasil
persilangan (UH965, UH1060 dan UH1003). Berdasarkan hasil percobaan
diketahui bahwa UH1003 pada media Dmod mampu memproduksi tunas
terbanyak (32%). Selain itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan beregenerasi pada genotipe yang sama yang ditanam pada media
yang berbeda.
Penelitian pada A. andreanum kembali dilakukan oleh Whei pada tahun
1997. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis media dan ukuran
inokulum terhadap regenerasi tunas adventif. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa ukuran inokulum sangat mempengaruhi jumlah tunas yang
beregenerasi. Inokulum yang lebih besar memiliki kemampuan beregenerasi yang
lebih baik.
Prihatmanti (2002) melakukan penelitian pada A. andreanum dengan
perlakuan BAP, NAA dan air kelapa pada beberapa taraf konsentrasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa eksplan Anthurium dengan perlakuan NAA 0.2
mg/l memberikan respon berupa pembentukan kalus. Perlakuan BAP 1.0 mg/l dan
2.0 mg/l menunjukkan kecenderungan warna kalus menjadi hijau yang
selanjutnya diikuti organogenesis tunas. Penggunaan air kelapa 0% dan 10% yang
dikombinasikan dengan NAA 0.2 mg/l dan BAP 1.0 mg/l dan 2.0 mg/l
menunjukkan kecenderungan pertumbuhan eksplan yang lebih baik mulai dari
pembentukan kalus hingga organogenesis tunas, daun dan akar.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga November 2005
bertempat di Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah biji tanaman Anthurium andreanum,
media dasar MS, agar-agar, gula, air steril dan spirtus. ZPT berupa IAA, BAP dan
air kelapa 15%(v/v). Deterjen, Alkohol 70%, Bethadine, Dithane, Agreep dan
Clorox 10%, 20% dan 30% sebagai desinfektan.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, pH meter, cawan
petri, erlenmeyer, gelas ukur, pipet,
pengaduk gelas, hand sprayer, autoklaf,
Laminar Airflow Cabinet (LAC), alat-alat tanam (gunting dan pinset), botol
kultur, plastik, karet gelang, lampu UV, rak kultur dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Faktor pertama
adalah pemberian IAA dengan 5 taraf konsentrasi, yaitu 0.0 ppm (A0), 0.1 ppm
(A1), 0.2 ppm (A2), 0.3 ppm (A3) dan 0.4 ppm (A4). Faktor kedua adalah
pemberian BAP dengan 4 taraf konsentrasi, yaitu 0.0 ppm (B0), 1.0 ppm (B1), 2.0
ppm (B2) dan 3.0 ppm (B3). Kombinasi dua faktor tersebut akan menghasilkan 20
perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak 10 kali, sehingga terdapat 200
satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari 1 botol yang berisi 1 eksplan.
Model matematika yang digunakan adalah :
Yijk = µ + a i + ß j + (aß) ij + eijk
Dimana :
Yijk
= Respon perlakuan
µ
= Rataan umum
ai
= Pengaruh perlakuan IAA ke-i
ßj
= Pengaruh perlakuan BAP ke-j
(aß)ij
eijk
= Pengaruh interaksi perlakuan IAA ke-i dan BAP ke-j
= Galat percobaan
Data yang diperoleh diuji dengan uji F. Jika dalam sidik ragam perlakuan
berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan dan Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan untuk kegiatan penanaman harus dalam keadaan
steril. Botol kultur, cawan petri, alat-alat tanam (gunting dan pinset) dicuci
terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Setelah itu peralatan-peralatan tersebut
dibungkus dengan kertas lalu disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC dan
pada tekanan 17.5 psi (pound per square inch) selama satu jam. Penghitungan
waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Persiapan Air Kelapa
Air kelapa diperoleh dari buah kelapa yang masih muda dan segar yang
kemudian disaring dengan saringan dan disimpan didalam lemari es selama satu
malam. Air kelapa kemudian ditambahkan kedalam media MS sebanyak 15%
(v/v) untuk semua perlakuan.
Pembuatan Media
Media dibuat dengan mencampur larutan stok makro, mikro A, mikro B,
CaCl 2, Myo-inositol, stok Fe dan vitamin. Campur larutan stok tersebut dengan air
kelapa yang telah disaring sebanyak 15%(v/v) serta IAA dan BAP sesuai dengan
perlakuan kemudian tambah air aquades hingga volume menjadi 1 liter.
Tambahkan KOH/NaOH atau HCl hingga diperoleh pH 5.7. Masukan 30 g/l gula
dan 7 g/l agar-agar, aduk dan didihkan. Setelah mendidih tuang 25 ml larutan
kedalam botol kultur yang telah disterilisasi, tutup botol dengan plastik dan karet
gelang. Botol-botol yang berisi media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121°C dan bertekanan 17.5 psi selama 30 menit. Penghitungan waktu sterilisasi
dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Sterilisasi dan Penanaman Bahan Tanaman
Sterilisasi bahan tanaman dilakukan diluar dan didalam Laminar Airflow
Cabinet (LAC). Biji-biji Anthurium yang diperoleh dilapang dicuci terlebih
dahulu dengan deterjen dibawah air mengalir kemudian direndam dalam larutan
Dithane dan Agreep selama 2 jam. Biji yang telah direndam kemudian dicuci
kembali dibawah air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa Dithane dan Agreep.
Setelah dibersihkan, biji direndam dan dikocok dalam alkohol 70% selama 1
menit, angkat serta tiriskan kemudian dimasukkan kedalam LAC untuk proses
sterilisasi selanjutnya. Biji direndam dan dikocok dalam larutan clorox 30%
selama 10 menit, kemudian bilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Biji
direndam kembali dalam larutan clorox 20% dan dikocok selama 15 menit, bilas
dengan air steril sebanyak tiga kali. Rendam kembali biji dalam larutan clorox
10% dan kocok selama 20 menit, bilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Biji
yang sudah disterilisasi ditaruh pada cawan petri berisi air steril yang telah
ditambah tiga tetes betadine dan siap dikecambahkan pada media MS0 (tanpa
penambahan ZPT dan bahan
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
SITI
SYARA.
Penggunaan
IAA
dan
BAP
Untuk
Menstimulasi
Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In Vitro.
Dibimbing oleh NURHAJATI ANSORI MATTJIK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap pembentukan planlet
Anthurium andreanum dalam kultur in vitro. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Juni hingga November 2005 yang bertempat di Laboratorium
Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB.
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Faktorfaktornya adalah konsentrasi IAA yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0.0 ppm (A0), 0.1
ppm (A1), 0.2 ppm (A2), 0.3 ppm (A3) dan 0.4 ppm (A4) serta konsentrasi BAP
yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0.0 ppm (B0), 1.0 ppm (B1), 2.0 ppm (B2) dan 3.0
ppm (B3). Dua
faktor tersebut menghasilkan 20 kombinasi perlakuan yang
masing-masing diulang sebanyak 10 kali, sehingga terdapat 200 satuan percobaan.
Setiap ulangan terdiri dari 1 botol yang berisi 1 eksplan.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari persiapan dan sterilisasi alat, persiapan
air kelapa, pembuatan media, sterilisasi dan penanaman bahan tanam, penanaman
eksplan dan pengamatan. Eksplan yang digunakan adalah potongan batang
Anthurium sepanjang 0.5 cm dengan memiliki satu buku yang diperoleh dari
proses perkecambahan secara in vitro. Peubah-peubah yang diamati yaitu, tinggi
tanaman, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar serta panjang akar terpanjang.
Interaksi antara IAA dan BAP pada beberapa kultur menunjukkan
pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus mulai terlihat pada pengamatan minggu
ke-2 setelah tanam. Pada awal kemunculannya, kalus berwarna hijau kekuningan
yang kemudian berubah menjadi hijau tua. Perlakuan air kelapa 15% (v/v) + 0.2
ppm IAA + 2.0 ppm BAP cenderung membentuk kalus lebih cepat.
Interaksi antara IAA dan BAP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
peubah tinggi tanaman, serta jumlah organ daun dan akar yang terbentuk.
Perlakuan IAA 0.3 ppm, BAP 2.0 ppm dan 1.0 ppm disertai penambahan air
kelapa 15%(v/v) cenderung mendorong pertumbuhan tinggi tanaman serta
pembentukan organ daun dan akar. Diduga bahwa 0.3 ppm IAA serta 2.0 ppm dan
1.0 ppm BAP secara efektif mampu mendorong sel-sel membesar membentuk
kalus hingga akhirnya sel-sel kalus kemudian berdiferensiasi membentuk organ
daun dan akar. Interaksi antara air kelapa 15%(v/v), 0.2 ppm IAA dan 2.0 ppm
BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas. Hal ini diduga
bahwa kombinasi tersebut secara efektif mampu meningkatkan kemampuan selsel berdiferensiasi membentuk tunas-tunas baru. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP disertai penambahan air kelapa 15%(v/v) memberikan pengaruh
nyata terhadap perkembangan sistem perakaran dengan menghasilkan panjang
akar terpanjang tertinggi (2.09 mm). Sedangkan interaksi air kelapa 15%(v/v)+0.2
ppm IAA+3.0 ppm BAP dan air kelapa 15%(v/v)+0.3 ppm IAA+3.0 ppm BAP
menghasilkan panjang akar terpanjang terendah (1.22 mm). Diduga bahwa auksin
yang terkandung pada jaringan tanaman tidak hanya berasal dari auksin sintetik
tapi juga berasal dari auksin endogen. Hal ini menyebabkan konsentrasi auksin
menjadi terlalu tinggi sehingga menghambat proses pemanjangan akar.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah eksplan memberikan respon
pertumbuhan berupa pembentukan kalus, tunas, daun serta akar. Perlakuan 0.3
ppm IAA serta 2.0 ppm dan 1.0 ppm BAP cenderung mendorong pertumbuhan
tinggi tanaman serta pembentukan organ daun dan akar. Interaksi antara 0.2 ppm
IAA dan 2.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas
dengan menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan sistem
perakaran dengan menghasilkan panjang akar terpanjang yang tertinggi.
Judul
:
PENGGUNAAN IAA dan BAP UNTUK MENSTIMULASI
ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Nama
:
Siti Syara
Nrp
:
A34301027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS
NIP 130 367 074
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Oktober 1982.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Mukhlis
Iskandar dan Imas Mahdiati.
Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kesatuan Bogor pada tahun 1987
dan SD Negeri Polisi 1 pada tahun 1989. Tahun 1995 penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 2 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU
Negeri 3 Bogor pada tahun 1998 dan lulus tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Hortikultura Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di
kebun hidroponik PD Grace Lembang (2003) dan menjadi asisten pada mata
kuliah Dasar-dasar Hortikultura (2005).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebagai
pemilik alam semesta ini karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Penggunaan IAA dan BAP Untuk
Menstimulasi Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In
Vitro”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Yang tercinta Mama, Papa, ‘Mbu, ‘Mbah dan ‘Mak (alm) untuk cinta, doa dan
dukungan yang tidak pernah putus. Semoga penulis diberi kesempatan untuk
bisa membahagiakan mereka.
2. Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah
bersedia menjadi dosen penguji.
4. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi selaku Pimpinan Laboratorium Bioteknologi
Departemen Agronomi dan Hortikultura untuk masukan-masukan yang sangat
membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi.
6. Pak Ulih Ciapus, Pak Yus INLITHI, Bu Umi SMUNTI, Pak Iip, rekan-rekan
dan seluruh staff Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
7. Teh Isti, de Eil, a Keni, a Wahyu dan seluruh keluarga besar yang telah
banyak membantu dan mendoakan penulis.
8. Yang tersayang Thury, ‘Na, Le, Noey, Tsuqo, Winna, Puri, Ali, Ayu dan
Windy untuk persahabatan, doa dan dukungannya dari jauh.
9. Batara Setiadi untuk waktu, pengertian, kesabaran, dukungan dan doanya
selama ini. Terima kasih karena kamu selalu ada.
10. Ahmad Ismail, Thank you so much for all these times and being so nice.
11. Anto, Encep, Fajar, Mono, Rully, Aldi, Maya, Surya dan seluruh Hortiez’ 38
untuk tahun-tahunnya selama masa perkuliahan.
12. Lesa Ilma Grenti dan Asep Yanuar Arifin yang telah banyak membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Hipotesis ..........................................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Botani Anthurium andreanum .........................................................
Syarat Tumbuh dan Budidaya Anthurium andreanum ....................
Kultur Jaringan Tanaman ................................................................
Eksplan .....................................................................................
Media ........................................................................................
Zat Pengatur Tumbuh ...............................................................
Air Kelapa ................................................................................
Kultur Jaringan Anthurium andreanum ...........................................
4
4
5
6
6
7
8
9
10
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Waktu dan Tempat ..........................................................................
Bahan dan Alat ................................................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ....................................................................
Pengamatan .....................................................................................
12
12
12
12
13
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Keadaan Umum ...............................................................................
Tinggi Tanaman ..............................................................................
Jumlah Tunas ..................................................................................
Jumlah Daun ....................................................................................
Jumlah Akar ....................................................................................
Panjang Akar Terpanjang ................................................................
17
17
19
21
22
24
27
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ................................................................................................
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
29
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Jumlah Tunas Pada 12
MST .......................................................................................................
2.
22
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Panjang Akar Terpanjang
Pada 12 MST .........................................................................................
Nomor
27
Halaman
Lampiran
3.
Komposisi Larutan Stok Media Murashige and Skoog (MS) .........
33
4. Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003 .......................... 34
5.
Daftar Harga Bunga Potong Segar .......................................................... 35
6.
Sidik Ragam Tinggi Tanaman ........................................................
36
7.
Sidik Ragam Jumlah Tunas ............................................................
37
8.
Sidik Ragam Jumlah Daun .............................................................
39
9.
Sidik Ragam Jumlah Akar .............................................................
40
10.
Sidik Ragam Panjang Akar Terpanjang ..........................................
41
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PENGGUNAAN IAA DAN BAP
UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS
TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SITI SYARA
A34301027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
SITI
SYARA.
Penggunaan
IAA
dan
BAP
Untuk
Menstimulasi
Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In Vitro.
Dibimbing oleh NURHAJATI ANSORI MATTJIK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap pembentukan planlet
Anthurium andreanum dalam kultur in vitro. Pelaksanaan penelitian dilakukan
pada bulan Juni hingga November 2005 yang bertempat di Laboratorium
Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB.
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Faktorfaktornya adalah konsentrasi IAA yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0.0 ppm (A0), 0.1
ppm (A1), 0.2 ppm (A2), 0.3 ppm (A3) dan 0.4 ppm (A4) serta konsentrasi BAP
yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0.0 ppm (B0), 1.0 ppm (B1), 2.0 ppm (B2) dan 3.0
ppm (B3). Dua
faktor tersebut menghasilkan 20 kombinasi perlakuan yang
masing-masing diulang sebanyak 10 kali, sehingga terdapat 200 satuan percobaan.
Setiap ulangan terdiri dari 1 botol yang berisi 1 eksplan.
Pelaksanaan penelitian terdiri dari persiapan dan sterilisasi alat, persiapan
air kelapa, pembuatan media, sterilisasi dan penanaman bahan tanam, penanaman
eksplan dan pengamatan. Eksplan yang digunakan adalah potongan batang
Anthurium sepanjang 0.5 cm dengan memiliki satu buku yang diperoleh dari
proses perkecambahan secara in vitro. Peubah-peubah yang diamati yaitu, tinggi
tanaman, jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar serta panjang akar terpanjang.
Interaksi antara IAA dan BAP pada beberapa kultur menunjukkan
pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus mulai terlihat pada pengamatan minggu
ke-2 setelah tanam. Pada awal kemunculannya, kalus berwarna hijau kekuningan
yang kemudian berubah menjadi hijau tua. Perlakuan air kelapa 15% (v/v) + 0.2
ppm IAA + 2.0 ppm BAP cenderung membentuk kalus lebih cepat.
Interaksi antara IAA dan BAP tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
peubah tinggi tanaman, serta jumlah organ daun dan akar yang terbentuk.
Perlakuan IAA 0.3 ppm, BAP 2.0 ppm dan 1.0 ppm disertai penambahan air
kelapa 15%(v/v) cenderung mendorong pertumbuhan tinggi tanaman serta
pembentukan organ daun dan akar. Diduga bahwa 0.3 ppm IAA serta 2.0 ppm dan
1.0 ppm BAP secara efektif mampu mendorong sel-sel membesar membentuk
kalus hingga akhirnya sel-sel kalus kemudian berdiferensiasi membentuk organ
daun dan akar. Interaksi antara air kelapa 15%(v/v), 0.2 ppm IAA dan 2.0 ppm
BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas. Hal ini diduga
bahwa kombinasi tersebut secara efektif mampu meningkatkan kemampuan selsel berdiferensiasi membentuk tunas-tunas baru. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP disertai penambahan air kelapa 15%(v/v) memberikan pengaruh
nyata terhadap perkembangan sistem perakaran dengan menghasilkan panjang
akar terpanjang tertinggi (2.09 mm). Sedangkan interaksi air kelapa 15%(v/v)+0.2
ppm IAA+3.0 ppm BAP dan air kelapa 15%(v/v)+0.3 ppm IAA+3.0 ppm BAP
menghasilkan panjang akar terpanjang terendah (1.22 mm). Diduga bahwa auksin
yang terkandung pada jaringan tanaman tidak hanya berasal dari auksin sintetik
tapi juga berasal dari auksin endogen. Hal ini menyebabkan konsentrasi auksin
menjadi terlalu tinggi sehingga menghambat proses pemanjangan akar.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah eksplan memberikan respon
pertumbuhan berupa pembentukan kalus, tunas, daun serta akar. Perlakuan 0.3
ppm IAA serta 2.0 ppm dan 1.0 ppm BAP cenderung mendorong pertumbuhan
tinggi tanaman serta pembentukan organ daun dan akar. Interaksi antara 0.2 ppm
IAA dan 2.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan tunas
dengan menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Interaksi antara 0.4 ppm IAA dan
1.0 ppm BAP memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan sistem
perakaran dengan menghasilkan panjang akar terpanjang yang tertinggi.
Judul
:
PENGGUNAAN IAA dan BAP UNTUK MENSTIMULASI
ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum
DALAM KULTUR IN VITRO
Nama
:
Siti Syara
Nrp
:
A34301027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS
NIP 130 367 074
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr
NIP 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 18 Oktober 1982.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Mukhlis
Iskandar dan Imas Mahdiati.
Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kesatuan Bogor pada tahun 1987
dan SD Negeri Polisi 1 pada tahun 1989. Tahun 1995 penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 2 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU
Negeri 3 Bogor pada tahun 1998 dan lulus tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima di Program Studi Hortikultura Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui
jalur USMI. Selama masa perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di
kebun hidroponik PD Grace Lembang (2003) dan menjadi asisten pada mata
kuliah Dasar-dasar Hortikultura (2005).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebagai
pemilik alam semesta ini karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Penggunaan IAA dan BAP Untuk
Menstimulasi Organogenesis Tanaman Anthurium andreanum Dalam Kultur In
Vitro”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Yang tercinta Mama, Papa, ‘Mbu, ‘Mbah dan ‘Mak (alm) untuk cinta, doa dan
dukungan yang tidak pernah putus. Semoga penulis diberi kesempatan untuk
bisa membahagiakan mereka.
2. Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Dr. Ir. Agus Purwito, MSc dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah
bersedia menjadi dosen penguji.
4. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi selaku Pimpinan Laboratorium Bioteknologi
Departemen Agronomi dan Hortikultura untuk masukan-masukan yang sangat
membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi.
6. Pak Ulih Ciapus, Pak Yus INLITHI, Bu Umi SMUNTI, Pak Iip, rekan-rekan
dan seluruh staff Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
7. Teh Isti, de Eil, a Keni, a Wahyu dan seluruh keluarga besar yang telah
banyak membantu dan mendoakan penulis.
8. Yang tersayang Thury, ‘Na, Le, Noey, Tsuqo, Winna, Puri, Ali, Ayu dan
Windy untuk persahabatan, doa dan dukungannya dari jauh.
9. Batara Setiadi untuk waktu, pengertian, kesabaran, dukungan dan doanya
selama ini. Terima kasih karena kamu selalu ada.
10. Ahmad Ismail, Thank you so much for all these times and being so nice.
11. Anto, Encep, Fajar, Mono, Rully, Aldi, Maya, Surya dan seluruh Hortiez’ 38
untuk tahun-tahunnya selama masa perkuliahan.
12. Lesa Ilma Grenti dan Asep Yanuar Arifin yang telah banyak membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
PENDAHULUAN ......................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan ..............................................................................................
Hipotesis ..........................................................................................
1
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
Botani Anthurium andreanum .........................................................
Syarat Tumbuh dan Budidaya Anthurium andreanum ....................
Kultur Jaringan Tanaman ................................................................
Eksplan .....................................................................................
Media ........................................................................................
Zat Pengatur Tumbuh ...............................................................
Air Kelapa ................................................................................
Kultur Jaringan Anthurium andreanum ...........................................
4
4
5
6
6
7
8
9
10
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
Waktu dan Tempat ..........................................................................
Bahan dan Alat ................................................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Pelaksanaan Penelitian ....................................................................
Pengamatan .....................................................................................
12
12
12
12
13
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
Keadaan Umum ...............................................................................
Tinggi Tanaman ..............................................................................
Jumlah Tunas ..................................................................................
Jumlah Daun ....................................................................................
Jumlah Akar ....................................................................................
Panjang Akar Terpanjang ................................................................
17
17
19
21
22
24
27
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ................................................................................................
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
29
LAMPIRAN ................................................................................................
33
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1.
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Jumlah Tunas Pada 12
MST .......................................................................................................
2.
22
Pengaruh Interaksi IAA dan BAP Terhadap Panjang Akar Terpanjang
Pada 12 MST .........................................................................................
Nomor
27
Halaman
Lampiran
3.
Komposisi Larutan Stok Media Murashige and Skoog (MS) .........
33
4. Data Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2003 .......................... 34
5.
Daftar Harga Bunga Potong Segar .......................................................... 35
6.
Sidik Ragam Tinggi Tanaman ........................................................
36
7.
Sidik Ragam Jumlah Tunas ............................................................
37
8.
Sidik Ragam Jumlah Daun .............................................................
39
9.
Sidik Ragam Jumlah Akar .............................................................
40
10.
Sidik Ragam Panjang Akar Terpanjang ..........................................
41
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1.
Kondisi Serangan Cendawan ...............................................................
17
2.
Kondisi Pertumbuhan Kalus ................................................................
19
3.
Tinggi Planlet Pada Beberapa Taraf Konsentrasi IAA ........................
20
4.
Tinggi Planlet Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP .......................
20
5.
Kultur dengan perlakuan air kelapa 15%(v/v) + 0.2 ppm IAA + 2.0
ppm BAP ..............................................................................................
6.
21
Kultur dengan perlakuan air kelapa 15%(v/v) + 0.0 ppm IAA + 0.0
ppm BAP ..............................................................................................
21
Jumlah Daun Pada Beberapa Taraf Konsentrasi IAA ..........................
23
8.
Jumlah Daun Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP .........................
23
9.
Jumlah Akar Pada Beberapa Taraf Konsentrasi IAA ..........................
25
10.
Jumlah Akar Pada Beberapa Taraf Konsentrasi BAP ..........................
26
7.
Nomor
Halaman
Lampiran
11.
Kondisi Pertumbuhan dan Perkembangan Planlet Anthurium andreanum
Pada Berbagai Kombinasi IAA dan BAP ..........................................
42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai daerah yang terletak di wilayah tropis memiliki
keunggulan dalam keanekaragaman tanaman. Hal tersebut ditunjukkan dengan
beraneka macamnya tanaman hias, baik itu tanaman hias bunga maupun tanaman
hias daun. Tanaman-tanaman hias tersebut memiliki penampilan yang menjadi ciri
khas masing-masing.
Dengan semakin meningkatnya permintaan akan tanaman hias baik dalam
pot maupun bunga potong di dalam negeri khususnya kota-kota besar, maka hal
ini mendorong para produsen untuk terus meningkatkan perkembangan produksi
tanaman hias. Konsumen terbesar berasal dari hotel, restoran dan perkantoran.
Umumnya permintaan mengalami peningkatan pada saat perayaan hari besar
keagamaan, kemerdekaan serta pernikahan. Dari sekian banyak bunga potong
yang dihasilkan, Anthurium merupakan salah satu jenis bunga yang juga dicari
oleh konsumen.
Anthurium diminati oleh konsumen karena memiliki bentuk yang unik dan
warna yang menarik. Hal-hal tersebut memberikan manfaat ganda pada
Anthurium itu sendiri, yaitu sebagai tanaman hias daun dan tanaman hias bunga.
Spesies Anthurium yang cocok digunakan sebagai tanaman hias terdiri dari tiga
macam, yaitu Anthurium andreanum, A.scherzerianum dan A.crystallinum.
A.andreanum merupakan salah satu jenis tanaman hias yang juga populer sebagai
bunga potong. Seludang bunganya yang berbentuk jantung dan memiliki beraneka
macam warna seperti merah, putih, merah muda atau hijau muda memberikan
nilai tambah pada Anthurium itu sendiri.
Bunga Anthurium memiliki lama kesegaran yang panjang yaitu sekitar 14
hari. Karena bunga ini begitu menonjol penampilannya, maka yang terdapat di
pasaran telah bebas dari hama penyakit tetapi masih dapat dijumpai cacat akibat
kerusakan fisik dan bentuk tangkai yang tidak lurus. Bunga Anthurium jenis hibrid
dijual individual per tangakai dan setiap kuntum dibungkus dengan plastik. Hal ini
dilakukan karena ukuran bunga yang cukup besar dan harga pertangkainya yang
relatif mahal (Kristina et al,1994).
Untuk perbanyakan A.andreanum dapat dilakukan dengan menggunakan
biji maupun pemisahan anakan. Namun cara-cara tersebut memiliki kelemahan
yaitu memakan waktu lama. Biji-biji Anthurium dapat dihasilkan dari proses
penyilangan. Penyerbukan sendiri bunga Anthurium jarang bisa terjadi, sebab
waktu matangnya bunga jantan dan betina tidak bersamaan (Prihmantoro, 1992).
Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka perbanyakan
A.andreanum dapat dilakukan dengan cara teknik kultur jaringan. Kultur jaringan
merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplas,
sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi
aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Tujuan pokok dari perbanyakan
mikro ini adalah dapat memproduksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu
yang singkat (Gunawan, 1992).
Dalam perbanyakan secara kultur jaringan, peranan zat pengatur tumbuh
sangatlah besar.
Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman disebut
fitohormon, sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik
(Wattimena, 1988). Auksin dan Sitokinin merupakan dua golongan zat pengatur
tumbuh yang sering dipergunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan
dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ (Gunawan, 1992).
Gunawan (1992) menyatakan bahwa selain zat pengatur tumbuh sering
pula ditambahkan bahan organik lainnya kedalam media kultur jaringan, dalam
hal ini air kelapa merupakan salah satu bahan organik yang biasa digunakan. Air
kelapa dapat memberikan efek yang lebih baik pada pertumbuhan kalus bila
dalam media juga diberikan auksin. Bahan-bahan yang terkandung dalam air
kelapa antara lain, asam amino, asam-asam organik, asam nukleat, purin, gula,
gula alkohol, vitamin, mineral dan zat pengatur tumbuh.
Perbanyakan A. andreanum
secara kultur jaringan ini telah banyak
dilakukan oleh para peneliti karena masalah yang dihadapi yaitu dalam hal
budidaya. Oleh karena itu Kunisaki pada tahun 1980 melakukan penelitian
perbanyakan Anthurium secara in vitro pada media MS cair yang telah ditambah
dengan bahan-bahan kimia, zat pengatur tumbuh serta air kelapa. Berdasarkan
hasil penelitian, penggunaan zat pengatur tumbuh pada taraf konsentrasi tertentu
ternyata mampu meningkatkan proliferasi tunas-tunas. Proses ini merupakan alat
yang efektif untuk mendapatkan tanaman secara cepat (Hennen, 1983).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP terhadap pembentukan planlet
Anthurium andreanum dalam kultur in vitro
Hipotesis
1. Konsentrasi yang tepat dari IAA akan berpengaruh baik terhadap
pembentukan organ eksplan Anthurium andreanum.
2. Konsentrasi yang tepat dari BAP akan berpengaruh baik terhadap
pembentukan organ eksplan Anthurium andreanum.
3. Terdapat interaksi konsentrasi yang tepat antara IAA dengan BAP untuk
pembentukan organ eksplan Anthurium andreanum.
TINJAUAN PUSTAKA
Anthurium andreanum merupakan tanaman hias famili Araceae yang
berkerabat dekat dengan Spathiphyllum, Calla lilly, Aglonema, Caladium,
Dieffenbachia dan Philodendron. Tanaman ini berasal dari Colombia, Peru,
Brazil, Venezuela, Amerika Selatan dan Tengah. Anthurium sendiri termasuk
kedalam kelompok tanaman epifit.
Anthurium berasal dari kosakata Yunani yang berarti ‘bunga ekor’.
Disebut begitu karena seludang bunga berbentuk jantung, kemudian muncul
tongkol menyerupai ekor (www.minggupagi.com).
Kelebihan lain bunga Anthurium adalah kesegaran bunga ini yang bisa
bertahan lama. Bila berada di pohon, bunga bisa tetap segar selama sekitar 25
hari. Tapi bila dipotong, bisa bertahan kurang lebih 15 hari. Anthurium juga
diminati oleh konsumen karena keindahan warnanya yang terdiri dari berbagai
macam. Karena kelebihan-kelebihannya ini, Anthurium lebih tepat dijadikan
sebagai tanaman hias in door (www.minggupagi.com).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktorat Bina Produksi
Hortikultura, perkembangan produksi tanaman hias tahun 1996-2002 mengalami
perubahan yang signifikan. Total produksi tanaman hias tertinggi diperoleh pada
tahun 1996 sebesar 226 549 581 dan terendah sebesar 51 030 043 terjadi pada
tahun 1999. Pada tahun 2000, produksi tanaman hias mulai mengalami
peningkatan kembali dan pada tahun 2002 total produksi tanamana hias diperoleh
sebesar 118 855 089. Produksi bunga potong Anthurium sendiri menurut
Departemen Pertanian cenderung mengalami peningkatan pada beberapa tahun
belakangan. Tahun 2004 total produksi Anthurium diperoleh sekitar 1 285 061.
Botani Anthurium andreanum
Tanaman hias A. andreanum L. yang termasuk kedalam famili Araceae
merupakan tanaman herba perdu dengan ketinggian 0.7-1.5 m dan memiliki akar
rimpang. Tangkai daun berwarna hijau dengan panjang 35-60 cm dengan pangkal
daun berbentuk pelepah. Helaian daun berukuran 25-40 cm x 14-30 cm dengan
ujung meruncing (Steenis, 1978).
Menurut Steenis (1978), bunga pada A. andreanum berkumpul dalam
suatu tongkol (spadix) yang memiliki daun pelindung (seludang) pada bagian
pangkalnya. Selanjutnya Madison (1980) menambahkan bahwa tongkol (spadix)
pada A. andreanum memiliki ujung yang runcing.
Daun pelindung Anthurium memiliki bentuk menyerupai jantung atau
bulat telur dengan ujung meruncing dan pangkal yang memeluk tangkai. Beberapa
tulang daun yang berkumpul pada pangkal berwarna merah mengkilat kemudian
kehijau-hijauan (Steenis, 1978). A. andreanum memiliki tongkol yang lurus dan
daun pelindung yang berbentuk jantung (Swithinbank, 1991).
Syarat Tumbuh dan Budidaya Anthurium andreanum
Menurut Prihmantoro (1992), agar pertumbuhannya baik tanaman ini
membutuhkan tempat terbuka (ventilasi cukup) tapi tidak terkena sinar matahari
langsung (ternaungi) dengan intensitas cahayanya sekitar 40-60%. Daunnya akan
hangus terbakar bila cahaya matahari langsung mengenainya. Selain suhu,
kelembaban yang diperlukan yaitu sekitar 80-90% minimal 60%, demikian pula
dengan kelembaban tanah.
A. andreanum merupakan tanaman yang cocok berada di lingkungan
dengan suhu sekitar 18-28o C (Swithinbank, 1991 dan Davidson and Bland, 1993).
Suhu pada malam hari sekitar 4-10o C dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
ini menjadi lambat dan daunnya akan berubah menjadi kuning. Tanaman ini tidak
toleran pada suhu yang beku (www.oglesbytc.com).
Menurut Prihmantoro (1992), A. andreanum cocok ditanam didataran
dengan ketinggian 600-900 m dpl. Selanjutnya Davidson and Bland (1993)
menambahkan bahwa untuk pertumbuhannya yang optimal, A. andreanum
membutuhkan media tanam yang porous, mengandung kompos, basah sepanjang
waktu namun tidak boleh tergenang air serta memerlukan tanah yang kaya akan
bahan organik.
Perbanyakan Anthurium dapat dilakukan dengan biji maupun pemisahan
anakan. Biji-biji tersebut diperoleh dari proses persilangan dengan bantuan
manusia. Penyerbukan sendiri bunga Anthurium jarang bisa terjadi, sebab waktu
matangnya bunga jantan dan betina tidak bersamaan. Biji yang telah tua disemai
dalam media pasir atau spagnum moss. Kecambah dapat dipindahkan ke tempat
pembesaran 2 bulan kemudian dan baru bisa ditanam ke lahan setelah daunnya
berjumlah 5-7 helai serta memiliki ketinggian sekitar 20-25 cm. Bibit ditanam di
lahan dengan jarak tanam 15 cm x 25 cm, 25 cm x 25 cm atau 40 cm x 40 cm
tergantung pada ukuran varietas tanamannya (Prihmantoro, 1992).
Kultur Jaringan Tanaman
Menurut Hennen (1983), kultur jaringan tanaman merupakan suatu metode
untuk memproduksi tanaman yang berasal dari potongan kecil suatu jaringan atau
sel individu. Gunawan (1992) menyatakan bahwa kultur jaringan adalah suatu
metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel,
kelompok sel, jaringan dan organ, yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman yang utuh.
Eksplan
Menurut Conger (1980), eksplan adalah potongan dari jaringan atau organ
suatu tanaman untuk tujuan perbanyakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan perbanyakan dengan eksplan yaitu genotipe eksplan, ukuran eksplan,
jaringan asal eksplan dan umur fisiologi eksplan. Jaringan muda memiliki
kemampuan morfogenesis yang lebih tinggi dibandingkan jaringan yang tua.
Pernyataan diatas didukung oleh Wetherell (1982) dan Collin and Edwards (1998)
yang menyatakan bahwa untuk keberhasilan perbanyakan secara in vitro
sebaiknya tanaman yang dijadikan sebagai sumber eksplan merupakan tanaman
yang sehat dan tumbuh kuat serta menggunakan jaringan yang muda dan ukuran
eksplan yang cukup besar.
Jaringan yang berasal dari eksplan yang berbeda tapi memiliki spesies
yang sama dapat menunjukkan variasi morfologi (Thomas and Davey, 1975).
Tidak semua jaringan tanaman memiliki kemampuan yang sama untuk
berdiferensiasi. Eksplan yang berukuran sangat kecil memiliki daya tahan yang
rendah untuk dikulturkan. Banyak sedikitnya tunas yang dihasilkan dipengaruhi
oleh ukuran dari suatu eksplan. Pada tanaman Chrysanthemum, eksplan yang
berukuran 0.5 – 1.55 cm mampu memproduksi tunas yang lebih banyak (Conger,
1980).
Menurut Conger (1980), eksplan yang digunakan dapat berasal dari daun,
petiol, umbi, petal dan anther. Gunawan (1992) menambahkan bahwa eksplan
yang akan digunakan dalam perbanyakan kultur jaringan harus dalam keadaan
aseptik.
Media
Menurut
Paul
(1972),
media
merupakan
faktor
penting
untuk
mengkulturkan sel dan jaringan. Selanjutnya Thomas and Davey (1975)
menambahkan bahwa pertumbuhan dan morfologi suatu jaringan berhubungan
dengan komposisi media kultur, taraf konsentrasi hormon pertumbuhan, eksplan
yang digunakan serta spesies tanaman tersebut.
Komposisi suatu media adalah salah satu faktor yang memiliki peranan
penting untuk pertumbuhan dan morfogenesis jaringan tanaman di dalam
perbanyakan (Conger, 1980). Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak
hanya unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada
umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapatkan dari
atmosfer melalui fotosintesis (Gunawan, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian Harijadi dan Pamenang (1982), penggunaan
sukrosa 2% dan 15% (v/v) air kelapa muda pada media padat menyebabkan
eksplan anggrek Dendrobium pompadour dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Sedangkan untuk mempercepat perbanyakan plb yang terbentuk dapat
menggunakan medium padat tanpa sukrosa dengan penambahan air kelapa 20%.
Hal ini didukung oleh pernyataan Hennen (1983) bahwa penambahan sukrosa
sebagai sumber energi pada media kultur dapat membantu pertumbuhan eksplan.
Sukrosa tersebut diserap oleh jaringan tanaman dan digunakan jika tanaman
tersebut telah melakukan kegiatan fotosintesis.
Zat Pengatur Tumbuh
Dalam perbanyakan secara kultur jaringan, peranan Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT) sangatlah besar. ZPT yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon,
sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik
(Wattimena, 1988).
Menurut Moore (1979), hormon merupakan faktor penting dalam proses
perkembangan tanaman. Wattimena (1988) dan Salisbury and Ross (1992)
menyatakan bahwa hormon tanaman didefinisikan sebagai senyawa organik yang
aktif dalam jumlah kecil (konsentrasi yang rendah) yang disintesiskan pada bagian
tertentu dari tanaman dan dipindahkan ke bagian lain dimana zat tersebut
menimbulkan respon secara biokimia, fisiologi dan morfologi.
Zat pengatur tumbuh adalah bahan organik bukan nutrient yang dalam
konsentrasi yang rendah dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan
serta perkembangan tanaman (Moore, 1979). Penggunaan zat pengatur tumbuh
pada konsentrasi yang rendah efektif dalam mengatur inisiasi dan perkembangan
tunas dan akar pada eksplan serta embrio pada media padat maupun cair (Beyl,
2000).
Auksin, sitokinin dan giberellin adalah hormon-hormon yang memiliki
peran ganda. Dalam propagasi secara in vitro, hormon-hormon ini sering
digunakan karena memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan eksplan
dan mempengaruhi pertumbuhan akar (Wareing and Phillips, 1970 dan Wetherell,
1982).
Menurut Wetherell (1982) dan Janick (1986), sitokinin dan auksin
memiliki pengaruh yang berlawanan oleh karena itu dalam pemakaian kedua ZPT
tersebut harus mempertimbangkan perbandingannya dalam media. Perbandingan
sitokinin-auksin yang tinggi baik untuk pembentukan tunas, sedangkan
perbandingan sitokinin-auksin yang rendah baik untuk pembentukan akar. Beyl
(2000) menyatakan bahwa auksin dan sitokinin adalah ZPT yang paling penting
dan sering digunakan pada kultur jaringan.
Thimann (1969) dan Wetherell (1982) menyatakan bahwa auksin
mendorong dalam pembesaran sel. Beyl (2000) menambahkan bahwa auksin
memiliki peranan dalam proses-proses perkembangan, termasuk pemanjangan sel
dan pembengkakan jaringan, dominasi apikal, pembentukan akar adventif dan
morfogenesis somatik.
Auksin merupakan ZPT yang efektif digunakan pada konsentrasi rendah
(Thimann, 1969 dan Moore, 1979). Pada konsentrasi yang rendah, auksin mampu
mendorong inisiasi akar dan pada konsentrasi yang tinggi menyebabkan terjadinya
pembentukan kalus (Beyl, 2000).
Wareing and Phillips (1981) dan Wattimena (1988) menyatakan bahwa
sitokinin memiliki peranan penting dalam proses pembelahan sel, selain itu
sitokinin juga berperan dalam proses senesen dan dominasi apikal. Wattimena
(1988) menambahkan bahwa selain memberikan beberapa efek fisiologis lainnya,
sitokinin juga mempengaruhi perkembangan embrio dan memperlambat proses
penghancuran butir-butir klorofil.
Menurut Wetherell (1982) dan Beyl (2000), selain pembelahan sel,
sitokinin mampu menstimulasi pertumbuhan tunas dalam kultur in vitro. Beyl
(2000) menambahkan bahwa pada konsentrasi yang tinggi (1 – 10 mg/l) sitokinin
dapat menginduksi pembentukan tunas.
Air Kelapa
Air kelapa merupakan salah satu persenyawaan organik kompleks yang
biasa ditambahkan kedalam media kultur jaringan. Air kelapa dapat memberikan
efek yang lebih baik pada pertumbuhan kalus bila dalam media juga diberikan
auksin (Gunawan, 1992).
Hasil penelitian Widiastoety dan Syafril (1993) menunjukkan bahwa
pembentukan akar terbanyak pada planlet anggrek Dendrobium terdapat pada
perlakuan penambahan air kelapa 15% pada medium padat namun terjadi
penurunan pertumbuhan planlet pada penambahan air kelapa 30%. Sedangkan
Wigati (2001) menunjukkan bahwa 100% eksplan tanaman snapdragon
mengalami multiplikasi pada perlakuan air kelapa 25% yang dikombinasikan
dengan BAP 0.5 mg/l dan IAA 0.1 mg/l.
Conger (1980) menyatakan bahwa dari semua bahan organik kompleks
yang ditambahkan pada media kultur jaringan, air kelapa merupakan yang terbaik.
Air kelapa biasanya ditambahkan pada media sekitar 3 – 15% (v/v). Tidak semua
air kelapa baik digunakan dalam kultur jaringan. Air kelapa muda menghasilkan
kualitas produk yang lebih baik sementara itu air dari kelapa yang tua justru dapat
menghambat pertumbuhan jaringan. Menurut Gunawan (1992), bahan-bahan yang
terkandung dalam air kelapa antara lain, asam amino, asam-asam organik, asam
nukleat, purin, gula, gula alkohol, vitamin, mineral dan zat pengatur tumbuh.
Kultur Jaringan Anthurium andreanum
Teknik perbanyakan secara kultur jaringan telah dilakukan pada tanamantanaman famili Araceae yaitu, Anthurium sp, Spathiphyllum sp. dan Zantedeschia
sp. Pada tahun 1980, Kunisaki melakukan penelitian pada tanaman Anthurium
andreranum Cv. Kaumana secara in vitro. Eksplan yang digunakan adalah tunas
vegetatif yang diperoleh dari tanaman dewasa. Eksplan dikulturkan pada media
MS cair yang telah ditambah dengan 0.4 mg/l thiamine-HCl, 0.5 mg/l Nicotinic
acid, 0.5 mg/l pyridoxine-HCl, 20 g/l sukrosa dan 15%(v/v) air kelapa serta BA
pada beberapa taraf konsentrasi. Berdasarkan hasil penelitian, 0.2-1.0 mg/l BA
mampu meningkatkan proliferasi tunas. Penggunaaan 0.2 mg/l BA merupakan
taraf yang optimum karena pada konsentrasi yang semakin tinggi dapat
meningkatkan pembentukan kalus dan tunas-tunas yang terbentuk akan berukuran
kecil (kerdil).
Kuehnle dan Sugii pada tahun 1991 melakukan dua percobaan pada
Anthurium. Percobaan pertama yaitu antara jaringan asal eksplan (daun dan petiol)
pada tujuh kultivar A. Andreanum dengan beberapa jenis media (media P, media
Pmod, media F&vS, media Cmod, media Dmod dan media D). Pada percobaan
pertama menunjukkan bahwa eksplan daun pada media Pmod memberikan
pengaruh nyata dengan menghasilkan persentase pembentukan kalus yang paling
tinggi. Media Pmod memberikan respon terbaik pada jaringan eksplan daun.
Eksplan petiol tidak memberikan pengaruh pada media P, media Pmod dan media
F&vS namun pada media Cmod dan D mampu menghasilkan kalus yang
terbanyak. Percobaan Kuehnle dan Sugii yang kedua yaitu antara beberapa jenis
media (media D, media Cmod dan Dmod) dengan tiga tanaman Anthurium hasil
persilangan (UH965, UH1060 dan UH1003). Berdasarkan hasil percobaan
diketahui bahwa UH1003 pada media Dmod mampu memproduksi tunas
terbanyak (32%). Selain itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan beregenerasi pada genotipe yang sama yang ditanam pada media
yang berbeda.
Penelitian pada A. andreanum kembali dilakukan oleh Whei pada tahun
1997. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis media dan ukuran
inokulum terhadap regenerasi tunas adventif. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa ukuran inokulum sangat mempengaruhi jumlah tunas yang
beregenerasi. Inokulum yang lebih besar memiliki kemampuan beregenerasi yang
lebih baik.
Prihatmanti (2002) melakukan penelitian pada A. andreanum dengan
perlakuan BAP, NAA dan air kelapa pada beberapa taraf konsentrasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa eksplan Anthurium dengan perlakuan NAA 0.2
mg/l memberikan respon berupa pembentukan kalus. Perlakuan BAP 1.0 mg/l dan
2.0 mg/l menunjukkan kecenderungan warna kalus menjadi hijau yang
selanjutnya diikuti organogenesis tunas. Penggunaan air kelapa 0% dan 10% yang
dikombinasikan dengan NAA 0.2 mg/l dan BAP 1.0 mg/l dan 2.0 mg/l
menunjukkan kecenderungan pertumbuhan eksplan yang lebih baik mulai dari
pembentukan kalus hingga organogenesis tunas, daun dan akar.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga November 2005
bertempat di Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah biji tanaman Anthurium andreanum,
media dasar MS, agar-agar, gula, air steril dan spirtus. ZPT berupa IAA, BAP dan
air kelapa 15%(v/v). Deterjen, Alkohol 70%, Bethadine, Dithane, Agreep dan
Clorox 10%, 20% dan 30% sebagai desinfektan.
Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, pH meter, cawan
petri, erlenmeyer, gelas ukur, pipet,
pengaduk gelas, hand sprayer, autoklaf,
Laminar Airflow Cabinet (LAC), alat-alat tanam (gunting dan pinset), botol
kultur, plastik, karet gelang, lampu UV, rak kultur dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua
faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Faktor pertama
adalah pemberian IAA dengan 5 taraf konsentrasi, yaitu 0.0 ppm (A0), 0.1 ppm
(A1), 0.2 ppm (A2), 0.3 ppm (A3) dan 0.4 ppm (A4). Faktor kedua adalah
pemberian BAP dengan 4 taraf konsentrasi, yaitu 0.0 ppm (B0), 1.0 ppm (B1), 2.0
ppm (B2) dan 3.0 ppm (B3). Kombinasi dua faktor tersebut akan menghasilkan 20
perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak 10 kali, sehingga terdapat 200
satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari 1 botol yang berisi 1 eksplan.
Model matematika yang digunakan adalah :
Yijk = µ + a i + ß j + (aß) ij + eijk
Dimana :
Yijk
= Respon perlakuan
µ
= Rataan umum
ai
= Pengaruh perlakuan IAA ke-i
ßj
= Pengaruh perlakuan BAP ke-j
(aß)ij
eijk
= Pengaruh interaksi perlakuan IAA ke-i dan BAP ke-j
= Galat percobaan
Data yang diperoleh diuji dengan uji F. Jika dalam sidik ragam perlakuan
berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan dan Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan untuk kegiatan penanaman harus dalam keadaan
steril. Botol kultur, cawan petri, alat-alat tanam (gunting dan pinset) dicuci
terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Setelah itu peralatan-peralatan tersebut
dibungkus dengan kertas lalu disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC dan
pada tekanan 17.5 psi (pound per square inch) selama satu jam. Penghitungan
waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Persiapan Air Kelapa
Air kelapa diperoleh dari buah kelapa yang masih muda dan segar yang
kemudian disaring dengan saringan dan disimpan didalam lemari es selama satu
malam. Air kelapa kemudian ditambahkan kedalam media MS sebanyak 15%
(v/v) untuk semua perlakuan.
Pembuatan Media
Media dibuat dengan mencampur larutan stok makro, mikro A, mikro B,
CaCl 2, Myo-inositol, stok Fe dan vitamin. Campur larutan stok tersebut dengan air
kelapa yang telah disaring sebanyak 15%(v/v) serta IAA dan BAP sesuai dengan
perlakuan kemudian tambah air aquades hingga volume menjadi 1 liter.
Tambahkan KOH/NaOH atau HCl hingga diperoleh pH 5.7. Masukan 30 g/l gula
dan 7 g/l agar-agar, aduk dan didihkan. Setelah mendidih tuang 25 ml larutan
kedalam botol kultur yang telah disterilisasi, tutup botol dengan plastik dan karet
gelang. Botol-botol yang berisi media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121°C dan bertekanan 17.5 psi selama 30 menit. Penghitungan waktu sterilisasi
dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Sterilisasi dan Penanaman Bahan Tanaman
Sterilisasi bahan tanaman dilakukan diluar dan didalam Laminar Airflow
Cabinet (LAC). Biji-biji Anthurium yang diperoleh dilapang dicuci terlebih
dahulu dengan deterjen dibawah air mengalir kemudian direndam dalam larutan
Dithane dan Agreep selama 2 jam. Biji yang telah direndam kemudian dicuci
kembali dibawah air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa Dithane dan Agreep.
Setelah dibersihkan, biji direndam dan dikocok dalam alkohol 70% selama 1
menit, angkat serta tiriskan kemudian dimasukkan kedalam LAC untuk proses
sterilisasi selanjutnya. Biji direndam dan dikocok dalam larutan clorox 30%
selama 10 menit, kemudian bilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Biji
direndam kembali dalam larutan clorox 20% dan dikocok selama 15 menit, bilas
dengan air steril sebanyak tiga kali. Rendam kembali biji dalam larutan clorox
10% dan kocok selama 20 menit, bilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Biji
yang sudah disterilisasi ditaruh pada cawan petri berisi air steril yang telah
ditambah tiga tetes betadine dan siap dikecambahkan pada media MS0 (tanpa
penambahan ZPT dan bahan