Eco spatial behavior approach of settlement occupancy In Kota Baru Bandar Kemayoran Flats

PENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR
PENGHUNIAN RUMAH SUSUN
KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN

BAMBANG DELIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pendekatan Eco-spatial
Behavior Penghunian Rumah Susun Kota Baru Bandar Kemayoran adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diujikan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi ini


Bogor, Maret 2011
Bambang Deliyanto

NIM P062050584

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

PENDEKATAN ECO-SPATIAL BEHAVIOR
PENGHUNIAN RUMAH SUSUN
KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN

BAMBANG DELIYANTO

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Disertasi : Pendekatan Eco-spatial Behavior Penghunian
Rumah Susun Kota Baru Bandar Kemayoran
Nama
: Bambang Deliyanto
NIM
: P062050584

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.
Ketua


Dr. Ir. Aris Munandar, MS
Anggota

Dr. Harsiti
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 23 September 2011


Tanggal Lulus :

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Sumardjo
2. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA
2. Dr. Ir. Eko D. Heripoerwanto, MCP

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 ini ialah
Pendekatan Eco Spatial Behavior Penghunian Rumah Susun Kota Baru
Bandar Kemayoran
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku
ketua Komisi Pembimbing yang dengan sabar memberikan kontribusi
pemikiran, saran dan bimbingannya kepada penulis. Karena saat-saat
terakhir menjelang ujian terbuka beliau sakit sehingga tugas sebagai Ketua
dialihkan kepada anggota Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin,
MS beliau sangat membantu penulis dalam menyelesaian dan mengontrol

kemajuan penulisan disertasi melalui zemi yang dilaksanakan secara teratur,
juga kepada ibu Dr. Harsiti selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah
dengan sabar memberikan kontribusi pemikiran tentang perilaku dan
ketelitian tata cara penulisan . Terima kasih disampaikan kepada Dr. Etty
Riani atas perhatian, dukungan, dorongan semangat untuk menyelesaikan
penulisan disertasi. Terima kasih juga kepada Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS-PSL) Prof. Dr. Ir. Cecep
Kusmana, MS dan seluruh staff sekretariat PSL atas perhatian, dukungan,
dan dorongan semangat. Kepada Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr selaku Dekan
Sekolah Pascasarjana, disampaikan terima kasih atas perhatiannya.
Terimasih kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo dan Dr. Ir. Arya H. Dharmawan,
M.Sc.Agr sebagai penguji luar komisi pada saat ujian tertutup, serta
masukannya untuk penyempurnaan penulisan disertasi.
Rasa terima terima kasih juga penulis sampaikan kepada pengurus
Persatuan Penghuni Rumah Susun Kemayoran, Karang Taruna rumah susun
Kemayoran , serta mahasiswa Planologi Universitas Tarumanagara yang
telah membantu dalam mewawancarai dan pengisian kuesioner oleh
responden sehingga penelitian ini bisa terselesaikan. Terima kasih secara
khusus disampaikan kepada Universitas Terbuka yang telah memberikan
kesempatan dan dukungan beasiswa kepada penulis.

Akhirnya penulis mengucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan
dan perhatiannya dalam menyelesaikan disertasi ini terutama teman-teman
seangkatan mas Widodo, pak Deddy, pak Thoha, pa Toto, pak Sutopo, serta
mas Harry. Secara khusus kepada almarhum ayahnda Asrori Yusuf dan
ibunda Hj. Rohayah Asrori yang telah membesarkan dan mendidik secara
baik dalam menghadapi kehidupan. Kepada istri terkasih Melly Prabawati,
anak-anak tercinta Nandha dan Asto yang telah memberikan perhatian
penuh, dorongan semangat dan selalu sabar dalam menemani penulis setiap
saat.
Penulis sangat berharap hasil penelitian dapat bermanfaat bagi
pemangku kepentingan yang terkait dengan permukiman, walaupun masih
banyak penelitian lanjutan yang perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari halhal yang belum tercakup dalam penelitian ini.
Bogor, September 2011
Bambang Deliyanto

L A M P I R AN

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Januari 1956 dari ayah
Alm. Asrori Yusuf (Kol. Purn) dan ibu Hj. Rohaya Asrori. Penulis merupakan

putra ketiga dari empat bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan SD di
Magelang (Jawa Tengah), SMP dan SMA di Jakarta. Pendidikan jenjang
D3 diselesaikan pada Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Trisakti Jakarta
(1982), dan jenjang S1 penulis selesaikan pada Universitas yang sama
(1985). Sebagai dosen PNS Universitas Terbuka penulis mendapat
beasiswa dari Dikti untuk menyelesaikan pendidikan S2 Ilmu Lingkungan Ekologi Manusia di Universitas Indonesia (1993) dan beasiswa (2005 –
2008) dari Universitas Terbuka untuk pendidikan S3 pada Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah Pascasarjana
IPB.
Selain sebagai dosen, penulis sejak mahasiswa sudah berkarya dalam
bidang arsitektur, beberapa bangunan dan masterplan telah dirancang,
diantaranya adalah sebagai arsitek Gedung Graha Wisuda IPB yang
dibangun pada tahun 90 an, dan beberapa masterplan Kebun Raya di
Indonesia. Penulis juga mengajar sebagai dosen tidak tetap pada Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Tarumanagara sejak
1991. Beberapa buku ajar seperti Lingkungan Sosial Budaya, Manajemen
Lahan, Pengantar Amdal, dan Konservasi SDA & Lingkungan yang
diterbitkan oleh Universitas Terbuka untuk Program Studi

Pengelolaan


Lingkungan yang penulis tulis sejak 1993. Kini penulis aktif kembali di
Universitas Terbuka sebagai dosen pada Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Lingkungan.

ABSTRACT
BAMBANG DELIYANTO. Eco-spatial Behavior Approach of Settlement
Occupancy In Kota Baru Bandar Kemayoran Flats. Under direction of
HADI SUSILO ARIFIN, ARIS MUNANDAR, and HARSITI
Eco-spatial Behavior (ESB) is the embodiment of spatial setting that
resulted from human action, which are in appropriated with the principles of
ecology. These actions include human behavior towards space such as
attitude, motivation, human action and achievement; and the fluctuation of the
non-sensation system elements, which can form a pattern of human behavior.
ESB will affect and be affected the quality of built environments, such as
residential flat. In order to rejuvenate the environment Kota Baru Bandar
Kemayoran in the 1980s have been aquality decreasing gradually. The study
has used system approach and post occupancy evaluation method. The
objectives of study are (1) to evaluate the technical performance, function and
behavior post-occupancy of residential occupancy in low cost housing flats (2)

to evaluate the indicators and ESB performance of residential low cost housing
Flats, (3) to identify antecedents to behave ESB occupancy response, and (4)
develop a model and ESB application scenario in the low cost Housing flats
Bandar Kemayoran. The result showed that the achievement of technical
performance of the flats building is 57% - 60%, performance achievement for
occupancy function is 80% - 90%, and perception of the value of residential
flats reaches 2.5 to 3.8 on a scale of 5 . Value of ESB performance is between
2 - 4. The antecedents of preserve the environment and behavior (ESB 1) and
environmental coping efforts (ESB 2) are the attributes of presence or absence
of opportunities, easy doing, and the norm (social pressure) which requires
that will keep up the environment. The antecedents of motivation to improve
the welfare of the inhabitants (ESB3) is the belief in the success and benefits of
behaviors such as the benefits from action to increase the quality of home,
income, health, pleasure and knowledge of residential flats. Organizational
activity (ESB4) preceded by antecedent attributes such as awareness of
environmental condition, occupant is adaptability, and residential regulation.
The results simulation of the dynamics system for social model of ESB indicate
that the number of occupants, spatial response, ESB, and public participation
is declining, different from economic model of the ESB simulation that shows
the welfare of residents is increasing. The environment model for the simulation

ESB model shows the quality of residential flats is progressively decreasing,
although the number of waste decreased.
Key words : antecedents, dynamic system, scenario, spatial response.

RINGKASAN
BAMBANG DELIYANTO. Pendekatan Eco-spatial Behavior Pada Penghunian
Rumah Susun Kota Baru Bandar Kemayoran. Dibimbing oleh HADI SUSILO
ARIFIN, ARIS MUNANDAR, dan HARSITI.
Pembangunan rumah susun (rusun) merupakan salah satu bentuk
implementasi Agenda 21 yang diprioritaskan oleh Pemerintah Daerah dalam
merehabilitasi kawasan kumuh (slum) di kota-kota besar khususnya DKI Jakarta.
Penghunian rusun telah memunculkan kebiasaan baru yang menimbulkan
permasalahan bagi penghuninya dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Ketidakberhasilan penghuni dalam beradaptasi ini dapat menimbulkan tekanan
jiwa (stress) dan gangguan kesehatan. Sikap negatif ini akan berdampak pada
menurunnya kualitas lingkungan, dan pada akhirnya akan menurunkan kualitas
sumberdaya manusia. Untuk mengantisipasi kegagalan interaksi penghuni dengan
lingkungannya yang kompleks dan dinamis tersebut diperlukan penelitian untuk
mengamati spatial behavior khususnya eco-spatial behavior (ESB) penghunian
rusun melalui pendekatan sistem. Penelitian ini dilakukan di rusun Kota Baru

Bandar Kemayoran (KBBK). Tujuan penelitian: (1) mengetahui performansi
pascahuni penghunian rusun di KBBK, yang mencakup performansi teknis, fungsi
hunian, dan gejala persepsi lingkungan; (2) menentukan indikator dan mengetahui
performansi ESB penghunian di permukiman rusun KBBK; (3) mengidentifikasi
anteseden agar penghuni berperilaku ESB dalam penghuniannya di permukiman
rusun KBBK; (4) menyusun skenario pendekatan ESB pada penghunian rusun
melalui pengembangan Model ESB.
Penelitian dilaksanakan selama periode Oktober 2009 – Januari 2010
dengan populasi seluruh kepala keluarga (KK) penghuni rusun di KBBK. Subyek
penelitian adalah KK pemilik dan penghuni Blok bangunan Apron, Boeing, Conver,
dan Dakota. Jumlah sampel 105 KK yang dipilih dari 2076 KK dengan
menggunakan cluster random sampling berdasarkan Blok bangunan yang secara
administratif adalah satu Rukun Warga. Data dikumpulkan melalui alat bantu
kuesioner terstruktur yang telah dikalibrasi. Data karakteristik penghuni dan
performansi ESB merujuk pada 3 komponen dasar pembangunan berkelanjutan
yaitu karakteristik lingkungan hunian, ekonomi, dan sosial. Persepsi performansi
teknis bangunan merujuk pada 49 komponen persyaratan teknis pembangunan
rumah susun sederhana bertingkat tinggi (Permen PU no 05/PRT/M/2007). Data
persepsi fungsional bangunan merujuk pada 9 kriteria fungsi hunian dari Kaiser.
Data persepsi penghunian atas seting spasial rusun merujuk pada penilaian gejala
persepsi lingkungan dari Bell (1978) untuk mengetahui gejala perilaku. Hasil dari
dan performansi ESB dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui keterkaitan
performansi ESB dengan komponen karakteristik dan perilaku penghuni dilakukan
analisis Biplot.
Pemilihan alternatif pendekatan ESB penghunian rusun dan komponenkomponen yang dominan dianalisis dengan AHP yang diolah melalui perangkat
lunak Criterium Decision Plus versi student. Atribut anteseden yang
mempengaruhi penghuni berperilaku ESB dianalisis melalui analisis Biplot.
Skenario pendekatan ESB penghunian rusun yang berkelanjutan untuk kondisi
saat ini dan kondisi akan datang diperoleh dengan melakukan analisis sintesis dari
hasil analisis sistem dinamik, dengan data yang diperoleh dari hasil POE, E-ESB,
Analisis Biplot, dan AHP. Analisis sistem dinamik menggunakan perangkat lunak
Powersim Constructor 2.5.
Analisis performansi teknis menunjukkan bahwa hanya satu komponen
teknis yang mencapai nilai 100 % untuk setiap blok bangunan rusun yaitu

keterlindungan dari bahaya petir dan kelistrikan. Ketercapaian performansi terkecil
adalah aman dari bahaya kebakaran (27,78%) dan kenyamanan (19,23%).
Ketercapaian performansi teknis lainnya walaupun belum mencapai 100 %, tetapi
sudah di atas 50 %. Secara agregat ketercapaian performansi teknis masingmasing Blok bangunan rusun dikategorikan sedang (Apron=58,7; Boing=60,29;
Conver=60,29; dan Dakota= 57,11).
Analisis performansi fungsional bangunan rusun menunjukkan bahwa 3 dari
9 item performansi seluruh telah mencapai ketercapaian 100 %. Ketiga item
tersebut adalah berfungsi sebagai shelter; aman dari gangguan fisik dan
psikologis; serta lokasi yang dekat dengan aksesibilitas fasilitas sosial ekonomi.
Performansi item fungsional hunian dengan ketercapaian di atas 60 % adalah
fungsi bangunan rusun sebagai tempat mengasuh anak (83,33 %), sebagai tempat
simbol jati diri penghuni (50%-66,7%) , sebagai tempat berinteraksi sosial (83,33%
- 100%) dan sebagai tempat yang dapat memberikan kesenangan di waktu luang
(leisure). Secara agregat ketercapaian performansi fungsional masing-masing
Blok bangunan rusun dikategorikan tinggi (Apron=80,56; Boing=84,26;
Conver=87,96; dan Dakota=83,33).
Analisis terhadap 4 komponen sikap (covert) indikator ESB menunjukkan
bahwa komponen motivasi untuk peningkatan kualitas lingkungan permukiman
yang dihuni mempunyai skor yang tertinggi (4,18 pada skala 5) seperti merawat
rumah, meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan pengetahuan penghunian,
dan memanfatkan fasilitas lingkungan untuk aktivitas leisure. Skor terendah (2,54)
adalah komponen kesadaran dalam berorganisasi, seperti kemauan ikut dan aktif
baik perhimpunan penghuni (PPRSK) maupun kelompok-kelompok kegiatan sosial
seperti pengajian, arisan dan lain-lain. Komponen tindakan ESB (overt)
memperoleh skor tertinggi (4,4) adalah tindakan pelestarian lingkungan, seperti:
tindakan menjaga ketertiban, menjaga keamanan lingkungan, kerukunan warga
merawat dan memanfaatkan benda dan enerji secara efisien , dan skor terendah
(1,27) adalah sama dengan komponen sikap ESB yaitu keaktifan dan
keikutsertaan dalam berorganisasi. (
Analisis Biplot menunjukkan bahwa penghuni rusun
T21 dan T36
mempunyai kemiripan karakteristik jawaban atas persepsi penghuni rusun, seperti
persepsi kondisi ekosistem, fungsional seting hunian, seting spasial, dan persepsi
sosial. Persepsi penghuni rusun T18 dan T42 memiliki perilaku karakteristik yang
berbeda dengan persepsi penghuni rusun T21 dan T36. Seting spasial T18
mempunyai teras bersama yang lebih luas dapat berfungsi sebagai ruang publik
sekelompok hunian yang terletak pada satu lantai yang sama, sehingga dapat
menstimulus penghuninya untuk saling berkomunikasi. Penghuni T42 lebih
sejahtera dan mayoritas pendidikan penghuninya lebih tinggi dibandingkan dengan
penghuni rusun tipe lainnya. Kepadatan penghuni T42 (10.5 m2/jw) memenuhi
persyaratan standard kepadatan berdasarkan WHO (10m2/jw) dan Kementerian
PU (8m2/jw), dan mempunyai kepadatan penghuni lebih tinggi dibandingkan
dengan tipe lainnya ( T18=4.05 m2/jw; T21=5.74 m2/jw; T36=8.88 m2/jw). Namun
secara hubungan sosial, analisis Biplot menunjukkan bahwa T18, T21, dan T36
lebih baik dibandingkan T42.
Nilai keragaman ESB di rusun KBBK cukup tinggi dibandingkan nilai
keragaman ekosistem, fungsi hunian, permormansi teknis rusun, dan respons
spasial yang mempunyai keragaman yang kecil. Nilai keragaman ini ditunjukkan
oleh panjang pendeknya atribut vektor pada Biplot. Perilaku ESB lebih dekat
dengan T18 dibandingkan dengan tipe lainnya, namun untuk atribut ekosistem,
fungsi hunian, dan respons spasial relativ berjarak sama terhadap semua tipe.
Analisis Biplot untuk anteseden penghuni berperilaku ESB menunjukkan
bahwa perilaku melestarikan lingkungan (ESB 1) dan upaya coping lingkungan

(ESB 2) mempunyai hubungan positif dengan atribut adanya tekanan secara sosial
untuk melakukan pemeliharaan lingkungan (G), kemudahan melakukan upaya (H),
dan ada tidaknya kesempatan untuk melakukan coping (J). Atribut anteseden yang
memicu motivasi penghuni untuk meningkatkan kesejahteraan (ESB3) adalah
adanya atribut keyakinan akan keberhasilan melakukan perilaku meningkatkan
kesejahteraan (E), seperti tindakan meningkatkan kualitas rumah, penghasilan,
kesehatan, kesenangan, dan pengetahuan penghunian rusun. Keyakinan akan
keberhasilan meningkatkan kualitas rumah, penghasilan, kesehatan, kesenangan,
dan pengetahuan penghunian rusun inilah yang akan memicu motivasi penghuni
untuk meningkatkan kesejahteraan. ESB3 juga distimulus oleh atribut yang
merasakan manfaat dari hasil seseorang berperilaku ESB (F), seperti manfaat dari
tindakan meningkatkan kualitas rumah, penghasilan, kesehatan, kesenangan, dan
pengetahuan penghunian rusun. Perilaku dalam berkelembagaan penghuni (ESB
4) lebih distimulus oleh atribut anteseden kesadaran lingkungan (A), kemampuan
adaptasi (B) dan tata aturan penghunian (D) dibandingkan dengan atribut
anteseden lainnya. Tata aturan tinggal di rusun mewajibkan warganya berhimpun
dalam perhimpunan penghuni,
Hasil simulasi eksisting sistem dinamik causal loop model dan sub-sub
model (sosial, ekonomi, dan lingkungan) menghasilkan bahwa terjadi penurunan
jumlah penghuni rusun yang cukup besar dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu
dari 6.223 jiwa menjadi 5.514 jiwa, dan apabila disimulasikan maka pada tahun
2030 akan diperoleh jumlah penghuni rusun sekitar 4.368 jiwa. Hal ini positif,
karena menuju daya tampung atau daya dukung hunian rusun di KBBK. Tingkat
respon spatial atau eco- spatial behavior dari tahun 2004 hingga tahun 2009, yaitu
dari 74,43% menjadi 68,96% dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030
akan diperoleh respons spatial sebesar 60,20%.
Kondisi eksisting ESB cenderung mengalami penurunan dari awal tahun
simulasi hingga akhir tahun Pada akhir tahun simulasi (2030) penurunan simulasi
yang terjadi berturut-turut antara lain organisasi menurun menjadi 31,31%, coping
menurun menjadi 57,15%, Motivasi sejahtera menurun menjadi 52,70% dan
Pelestarian menurun menjadi 40,25%.
Hasil simulasi sub model sosial terlihat penurunan tingkat partisipasi,
persepsi penghunian, anteseden dalam berperilaku Pada akhir tahun simulasi
(2030) partisipasi menurun menjadi 47,19%, persepsi menurun menjadi 58,26%,
anteseden menurun menjadi 59,15% dan sikap dalam berperilaku menurun
menjadi 39,42%. Pada sisi lain terjadi penambahan tingkat pendapatan penghuni
yang pada tahun akhir simulasi 2030 mengalami peningkatan cukup besar, yaitu
Rp. 10.748.689,39.
Namun simulasi sub model lingkungan menunjukkan
penurunan kualitas lingkungan akhir tahun simulasi (2030) adalah sebesar
56,19%.
Faktor atau komponen yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan
penghunian permukiman rusun KBBK dengan analisis AHP didapat : 1) Coping
dan Adjustment, 2) Interaksi Sosial, 3) Standard teknis dan desain spasial yang
adaptabel, dan 4) Fungsional spasial hunian. Berdasarkan keempat kondisi (state)
faktor-faktor tersebut disusun skenario (1) Skenario Pesimis, (2) Skenario Moderat,
dan (3) Skenario Optimis untuk dapat memprediksi suatu kondisi di masa yang
akan datang. Hasil simulasi ketiga skenario tersebut menghasilkan bahwa
skenario moderat dan optimis menggambarkan pendekatan ESB dapat menunjang
keberlanjutan penghunian rusun. Dari kedua skenario tersebut dipilih kebijakan
yang memprioritaskan pada skenario moderat .
Kata kunci : anteseden, respons spasial, sistem dinamik, skenario.

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xviii

DAFTAR GAMBAR

xix

DAFTAR LAMPIRAN

xxii

I.

PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang

1

1.2. Kerangka Pikir

5

1.3. Perumusan Masalah

8

1.4. Tujuan Penelitian

10

1.5. Manfaat Penelitian

11

1.6. Novelty

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

13

2.1. Konsep Dasar Spatial Lingkungan Buatan

13

2.1.1. Pengertian Spasial

13

2.1.2. Lingkungan Buatan

15

2.1.3. Lingkungan Permukiman Rumah Susun

16

2.2. Perilaku Manusia

23

2.2.1. Pengertian Perilaku

23

2.2.2. Perilaku Manusia dan Interaksinya dengan Lingkungan

24

2.3. Perilaku Spasial

34

2.3.1.

Konsep Perilaku Spasial

34

2.3.2.

Pola Perilaku Spasial

36

2.3.3.

Seting Perilaku

38

2.4. Eco-Spatial Behavior

41

2.4.1.

Konsep Eco-Spatial Behavior

41

2.4.2.

Prinsip-Prinsip yang dapat Mendukung Eco-Spatial Behavior

42

2.4.3.

Indikator Eco-Spatial Behavior Penghunian Rumah Susun

48

2.5. Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu

51

2.5.1.

Coping Terhadap Rumah Susun

51

2.5.2.

Adaptasi Penghuni Terhadap Rumah Sederhana

51

2.5.3.

Rumah Susun Bagi Anak, Wanita dan Lanjut Usia

52

2.6. Alat-alat Analisis Penelitian

59

xii

2.6.1. Evaluasi Pascahuni (Post Occupancy Evaluation)

59

2.6.2. Metode Biplot

61

2.6.3. Proses Hierarki Analitik

61

2.6.4. Pendekatan Sistem

63

2.6.5. Model

65

III. METODE PENELITIAN

69

3.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian

69

3.1.1. Pemilihan Lokasi

69

3.1.2. Waktu Penelitian

70

3.2. Jenis Data Pendukung dan Karakteristik Responden

70

3.3. Jenis Data dan Peubah yang Diamati

72

3.3.1. Jenis Data dan Peubah yang Diamati untuk Performansi Teknis,
Fungsi Hunian, dan Perilaku (Tujuan Penelitian 1)

72

3.3.2.Jenis Data dan Peubah yang Diamati untuk Performansi ESB
(Tujuan Penelitian 2)

74

3.3.3. Jenis Data dan Peubah yang Diamati untuk Menemukenali
Anteseden ESB Penghunian Rumah Susun (Tujuan Penelitian 3)

80

3.3.4. Jenis Data dan Peubah yang Diamati untuk Menyusun
Model ESB Penghunian Rumah Susun (Tujuan Penelitian 4)
3.4. Metode Pengumpulan Data

82
85

3.4.1. Pengumpulan Data untuk Performansi Teknis, Fungsi Hunian,
dan Perilaku (Tujuan Penelitian 1)
3.4.2. Pengumpulan Data untuk Performansi ESB (Tujuan Penelitian 2)

85
86

3.4.3. Pengumpulan Data untuk Menemukenali Anteseden ESB
Penghunian Rumah Susun (Tujuan Penelitian 3)

86

3.4.4. Pengumpulan Data untuk Menyusun Model ESB Penghunian Rumah
Susun (Tujuan Penelitian 4)
3.4.5. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
3.5. Teknik Analisis Data

86
87
87

3.5.1. Teknik Analisis Data untuk Performansi Teknis, Fungsi Hunian,
dan Perilaku (Tujuan Penelitian 1)

89

3.5.2. Teknik Analisis Data untuk Performansi ESB (Tujuan Penelitian 2) 91
3.5.3. Teknik Analisis Data untuk Menemukenali Anteseden ESB
Penghunian Rumah Susun (Tujuan Penelitian 3)

91

xiii

3.5.4. Teknik Analisis Data untuk Menyusun Model ESB Penghunian
Rumah Susun (Tujuan Penelitian 4)

92

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

101

4.1. Gambaran Umum Kota Baru Bandar Kemayoran

101

4.1.1. Pembangunan Kota Baru Bandar Kemayoran

101

4.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Kelurahan Kebon Kosong

102

4.2. Seting Spasial Rumah Susun Sederhana Kota Baru Bandar Kemayoran

V.

105

4.2.1. Legalitas dan Seting Penghunian Rumah Susun

105

4.2.2. Tipe Unit Rumah Susun

108

4.2.3. Prasarana Lingkungan

114

4.2.4. Fasilitas Lingkungan Rumah Susun

116

4.2.5. Seting Spasial dan Wilayah Administratif Rumah Susun KBBK

117

EVALUASI PASCAHUNI

5.1. Performansi Teknis Bangunan Rumah Susun

121
124

5.1.1. Hasil Performansi Teknis

124

5.3.5. Persepsi Penghuni Terhadap Performansi Teknis Rumah Susun

125

5.2. Performansi Fungsional Bangunan Rumah Susun

127

5.2.1. Performansi Fungsional bangunan rumah susun sebagai bangunan
hunian
5.2.2. Efektifitas pemanfaatan ruang hunian

130

5.2.3. Persepsi Penghuni Terhadap Fungsional Rumah Susun

136

5.3. Perilaku Penghunian

VI.

127

138

5.3.1. Perilaku Kesejahteraan Penghunian

140

5.3.2. Perilaku Sosial Penghunian

141

5.3.3. Perilaku Penghuni Terhadap Seting Spasial

142

5.3.4. Persepsi Penghuni Terhadap Seting Spasial Rumah Susun

135

ECO-SPATIAL BEHAVIOR PENGHUNIAN RUMAH SUSUN

145

6.1. Pelestarian Lingkungan

145

6.2. Tindak Penyesuaian Diri (Coping) Terhadap Lingkungan

148

6.3. Motivasi Kesejahteraan

151

6.4. Keaktifan Berorganisasi

154

xiv

6.5. Analisis Keterkaitan Karakteristik Penghuni Rumah Susun
Terhadap ESB

157

VII. ANTESEDEN BERPERILAKU ECO-SPATIAL BEHAVIOR

161

VIII. PENDEKATAN SISTEM

169

8.1. Analisis Kebutuhan Sistem

169

8.2. Formulasi Masalah

170

8.3. Identifikasi Sistem

171

8.4. Simulasi Model

176

8.4.1. Sub-Model Sosial

176

8.4.2. Sub-Model Ekonomi

181

8.4.3. Sub-Model Lingkungan

183

8.5. Simulasi Model Existing
8.5.1. Sub-Model Sosial

186

8.5.2. Sub-Model Ekonomi

190

8.5.3. Sub-Model Lingkungan

191

8.6. Validasi Model

IX.

186

193

8.6.1. Validasi Struktur Model

194

8.6.2. Uji Konstruksi Kesesuaian Struktur

194

8.6.3. Uji Kestabilan Struktur

194

8.6.4. Validasi Kinerja Model

198

DESAIN KEBIJAKAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN DI KOTA BARU
BANDAR KEMAYORAN

9.1. Penyusunan Skenario

203
203

9.1.1. Simulasi Model Sosial

209

9.1.2. Simulasi Model Ekonomi

217

9.1.3. Simulasi Model Lingkungan

218

9.2. Perbandingan Simulasi Skenario

220

9.3. Arahan Kebijakan ESB Penghunian Rumah Susun KBBK

224

X.

229

SIMPULAN DAN SARAN

10.1. Simpulan
10.2. Saran

229
230

xv

DAFTAR PUSTAKA

233

DAFTAR ISTILAH / GLOSSARY

241

LAMPIRAN

247

xvii

DAFTAR TABEL
Tabel
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.14
3.15
3.16
3.17
3.18
3.19
3.20
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6

Judul
Gejala spasial dan berbagai cara pandangan ilmu
Rumah dalam pemenuhan kebutuhan manusia
Gejala persepsi akibat adanya hubungan interpersonal manusia
dalam suatu seting spasial dan lingkungan spasial yang terbentuk
Variasi perilaku masyarakat midwest yang ditentukan oleh
penduduk dalam memanfaatkan waktu terbesarnya
Kasus penghunian suatu permukiman rumah susun
Prinsip – prinsip yang dapat mendukung terwujudnya eco-spatial
behavior
Indikator dan tolok ukur keberhasilan eco-spatial behavior pada
penghuni rumah susun
Penelitian terdahulu yang relevan
Skala perbandingan AHP
Jenis data pendukung dan kerateristik responden
Jenis dan sumber data evaluasi pascahuni
Komponen eco-spatial behavior dan aspek yang diukur
Kisi-kisi jenis data sikap peduli terhadap lingkungan (ESB 1)
Kisi-kisi jenis data sikap adaptasi secara mental dalam coping
lingkungan (ESB 2)
Kisi-kisi jenis data motivasi meningkatkan kesejahteraan (ESB 3)
Kisi-kisi jenis data kesadaran berorganisasi ( ESB 4)
Kisi-kisi jenis data tindakan pelestarian fungsi lingkungan (ESB 1)
Kisi-kisi jenis data tindakan coping lingkungan ( ESB 2 )
Kisi-kisi tindakan meningkatkan kesejahteraan ( ESB 3 )
Kisi-kisi tindakan berorganisasi ( ESB 4)
Atribut dan komponen berperilaku ESB
Kisi-kisi jenis data anteseden penghuni berperilaku ESB
Data untuk peubah sosial
Kebutuhan data untuk peubah model ekonomi
Kebutuhan data untuk peubah model lingkungan
Tujuan, jenis data, teknik dan keluaran analisis
Jumlah komponen penilaian dan bobot performansi rusun
Struktur matrik data antaseden penghuni berperilaku ESB
Kriteria alternatif pendekatan ESB
Jumlah penduduk kelurahan Kebon Kosong
Jumlah penduduk menurut agama
Mata pencaharian penduduk
Tingkat pendidikan
Jumlah dan lokasi fasilitas kesehatan
Jenis hiburan dan kepariwisataan

Halaman
14
18
38
40
41
46
50
55
62
71
72
74
74
75
75
75
76
76
76
76
78
78
79
80
81
84
86
88
91
99
99
100
100
101
101

xviii

Halaman
Tabel Judul
4.7 Tipe unit satuan rumah susun dan jumlah berdasarkan
104
pemanfaatannya
4.8 Seting spasial penyusunan RT/RW berdasarkan nama blok dan
115
ti[pe rumah susun
5.1 Ketercapaian performansi rumah susun
123
6.1 Bentuk usaha dalam meningkatkan kesejahteraan penghunian
153
6.2 Tipe unit rusun berdasarkan atribut penghuni rusun
158
7.1 Atribut dan komponen berperilaku ESB
163
7.2 Data anteseden penghuni berperilaku ESB
163
7.3 Perbandingan antara sikap dan tindakan berperilaku ESB
166
8.1 Analisis kebutuhan ESB penghunian permukiman rumah susun di
169
KBBK
8.2 Kriteria validasi dengan pedigree matriks Y
199
201
8.3 Assessment trend data informasi
8.4 Perhitungan skor terhadap kriteria penilaian
201
9.1 Alternatif pendekatan ESB berdasarkan kondisi awal seting
203
spasial dan seting perilaku
9.2 Nilai tingkat kepentingan antara aspek seting spasial fungsional
205
dan perilaku ESB
9.3 Hasil interpretasi kondisi eksisting dan tiap skenario
207
9.4if f Faktor-faktor penentu tingkat kepentingan faktor-faktor yang
207
berpengaruh pada sistem ESB penghunian rumah susun KBBK
9.5 Hasil perbandingan dan persen perbedaan tiap skenario
221
9.6 Keterkaitan arahan kebijakan antara faktor dominan dan
224
komponen pendekatan ESB penghunian rumah susun
9.7 Arahan kegiatan pada masing-masing faktor pengungkit
226

xix

DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1
1.2
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
3.1
3.2
3.3
3.4
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6

Judul
Skema rumusan masalah
Bagan kerangka berpikir
Proses menghuni sebagai interaksi antara impian dan
kenyataan
Komponen sikap menyatu dalam kontinum evaluatif
Konsepsi skematik hirarki sikap
Pengaruh individu dan lingkungan terhadap perilaku
dapat melalui proses 1 maupun proses 2
Model tindak penyesuaian diri
Bentuk coping yang terdiri dari adaptasi dan adjustment
Paradigma perilaku, pemahaman ruang, dan perilaku
spasial
Interface antara perilaku manusia dan lingkungan
Perilaku spasial melalui proses perilaku individu
Proses evaluasi pascahuni
Tahap pendekatan sistem
Lokasi penelitian
Tahap penelitian dan analisis yang digunakan
Teknik analisis dan tahapan penyusunan skenario
pendekatan ESB penghunian rusun
Struktur hirarki pemilihan alternatif pendekatan ESB
penghunian rumah susun
Rencana induk bagian wilayah Kota Baru Bandar
Kemayoran
Rencana tata letak rumah susun Kota Baru Bandar
Kemayoran
Denah lantai dasar dan tipikal T 18A
Denah lantai dasar dan tipikal T 18B
Denah lantai dasar dan tipikal T 21
Denah lantai dasar dan tipikal T 36A
Denah lantai dasar dan tipikal T 36B
Denah lantai dasar dan tipikal T 42
Pembagian wilayah administrasi kelurahan
Seting pengelompokan blok rumah susun
Ketercapaian performansi teknis
Diagram balok dan boxplot persepsi performansi teknis
Bagian bangunan yang kurang terawat
Ketercapaian performansi fungsional bangunan hunian
Ruang yang dibutuhkan penghuni berdasarkan tipe
Tempat-tempat dan suasana tempat berkumpul keluarga

Halaman
8
11
22
27
28
31
33
33
35
36
37
60
65
70
89
93
95
102
107
109
110
111
112
113
114
118
119
125
126
127
130
131
132

xx

Gambar Judul
5.7
Tempat-tempat dan suasana tempat bermain anak
5.8
Tempat remaja bermain dan panggung hiburan sebagai
salah satu tempat berkumpul remaja dalam berekspresi
5.9
Selasar/teras bersama yang lua dan dapur bersama unit
rumah susun T18 sebagai tempat bersosialisasi antar
warga penghuni
5.10
Warung yang terletak di lantai dasar dan halaman di
sekitar unit rumah susun T21, T36, dan T42 sebagai
tempat bersosialisainya antar warga penghuni
5.11
Tempat sosialisasi warga dan suasana halaman sebagai
tempat sosialisasi antar warga
5.12
Diagram balok dan boxplot persepsi fungsi hunian
5.13
Diagram balok dan boxplot persepsi penghunian
5.14
5.15
5.16
5.17
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
6.10
6.11
7.1
7.2
7.3
7.4
7.5
8.1
8.2

Diagram balok dan boxplot persepsi kesejahteraan
Diagram balok dan boxplot persepsi sosial
Diagram balok dan boxplot persepsi kondisi lingkungan
Diagram balok dan boxplot persepsi spasial lingkungan
hunian
Diagram balok sikap kepedulian pelestarian lingkungan
hunian rumah susun
Tindakan pelestarian lingkungan hunian rumah
Diagram balok dan boxplot coping mental penghunian
h susun
Bentuk coping tindakan adjusment terhadap unit rumah
susun yang di huni
Coping tindakan penghunian rumah
Coping tindakan berdasarkan sifat ruang
Motivasi kesejahteraan penghuni rumah susun
Sikap dan tindakan penghuni rumah susun dalam
berorganisasi
Seting spasial hunian rumah susun di KBBK terkait
dengan tempat-tempat berorganisasi
Sikap dan tindakan penghuni rumah susun dalam
berperilaku ESB
Biplot penghunian rumah susun di KBBK
Skema anteseden penghuni berperilaku ESB
Biplot anteseden berperilaku ESB
Biplot anteseden ABCD terhadap ESB
Hubungan komponen ESB terhadap atribut anteseden
Keterkaitan antar komponen eco- spasial behavior
Variabel – variabel yang mempengaruhi pengembangan
ESB penghunian rumah susun KBBK
Diagram lingkar sebab akibat sistem pengembangan
perilaku spasial pada permukiman rumah susun

Halaman
133
134
135

135

136
137
138
139
140
141
142
146
147
148
150
151
151
152
154
156
157
158
162
164
164
165
168
173
175

xxi

Gambar Judul
8.3
Diagram lingkar sebab akibat sub-model sosial
Stock flow diagram sub-model sosial dalam sistem
8.4
pendekatan ESB penghunian rumah susun KBBK
8.5
Diagram lingkar sebab akibat sub-model ekonomi
Stock flow diagram sub-model ekonomi dalam sistem
8.6
pendekatan ESB penghuni rumah susun di KBBK
8.7
Diagram lingkar sebab akibat sub-model lingkungan
Stock flow diagram sub-model lingkungan dalam sistem
8.8
pengembangan ESB penghunian rumah susun KBBK
8.9
Simulasi model pertambahan dan pengurangan
penghuni rumah susun
8.10
Simulasi model tingkat kesejahteraan penghuni rumah
susun
8.11
Simulasi model tingkat respons spasial penghuni rumah
susun
Simulasi model untuk keaktifan berorganisasi, coping
8.12
dalam beradaptasi, motivasi untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kepedulian dalam melestarikan
lingkungan
8.13
Simulasi model tingkat kecukupan penggunaan
8.14
Simulasi model tingkat partisipasi, persepsi, anteseden,
dan sikap perilaku penghuni rumah susun
8.15
Simulasi
model
ekonomi
berdasarkan
tingkat
pendapatan penghuni rumah susun
8.16
Simulasi model lingkungan berdasarkan kualitas
lingkungan
8.17
Simulasi model jumlah sampah
8.18
Simulasi model jumlah limbah
9.1
Skematik hirarki pendekatan ESB pada penghuni rumah
susun
9.2
Hasil AHP pendekatan ESB pada penghuni rumah susun
9.3
Simulasi model pertambahan dan pengurangan
penghuni rumah susun
9.4
Simulasi model tingkat kesejahteraan penghuni rumah
susun
9.5
Simulasi model tingkat respons spasial penghuni rusun
9.6
Simulasi model tingkat kecukupan penggunaan pada
kondisi optimis, moderat, pesimis, dan eksisting.
9.7
Simulasi model tingkat partisipasi, persepsi, anteseden
dan sikap penghuni rumah susun kondisi pesimis.
9.8
Simulasi model untuk ESB pada kondisi optimis,
moderat, pesimis, dan eksisting.
9.9
Simulasi
model
ekonomi
berdasarkan
tingkat
pendapatan penghuni rumah susun
9.10
Simulasi model lingkungan berdasarkan kualitas

Halaman
177
178
181
182
184
188
186
187
187

188
189
190
190
191
192
192
204
206
210
211
212
213
215
217
217
218

xxii

Gambar Judul
lingkungan
9.11
Simulasi model jumlah sampah
9.12
Simulasi model jumlah limbah

Halaman
219
220

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul
1.

Lampiran Bab V. Evaluasi Pascahuni

Halaman
247

2. a. Penilaian Performansi Teknis

251

3. b. Penilaian Performansi Fungsi Hunian

251

4. Lampiran Bab VI - ESB Penghunian Rumah Susun

252

5. Lampiran Bab VIII - Pendekatan Sistem

254

6. Lampiran Bab IX - Desain Kebijakan Penghunian
Rumah Susun di KBBK

259

7. Kuesioner

273

Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bertambahnya jumlah penduduk dan sempitnya lahan untuk kegiatan
pembangunan dan pertanian merupakan salah satu masalah dunia yang
dihadapi dewasa ini, baik di perdesaan maupun di perkotaan (Santun, 2006).
Gejala ini dapat dilihat dari meningkatnya penduduk dunia yang tinggal di kota
dari 1,983 milyar pada tahun 1985, 3 milyar pada tahun 2000 dan akan mencapai
5 milyar pada tahun 2025 (WCED, 1988; SKEPHI), Hal ini juga terjadi di
Indonesia, jumlah penduduk perkotaan dalam beberapa dekade mengalami
pertambahan yang sangat pesat. Pada tahun 2004 persentase penduduk
perkotaan mencapai 48,3 persen. Kondisi ini terus meningkat seperti keadaan
tahun 1971 yang hanya sebesar 17,4 persen menjadi sebesar 22,27 persen
pada tahun 1980 dan pada tahun 1995 sebesar 35,9 persen. Diperkirakan pada
tahun 2025 proporsi penduduk perkotaan akan mencapai 68,3 persen (Indrawati,
2005).
Hal tersebut menunjukkan bahwa dunia semakin mengkota dan kota
semakin mendunia, diikuti dengan sistem ekonomi yang semakin menuju pada
sistem ekonomi perkotaan, dengan jaring-jaring komunikasi, produksi, dan
perdagangan yang saling tumpang tindih (WCED, 1988). Pesatnya kegiatan
perekonomian pada kota-kota besar tersebut umumnya diikuti dengan fenomena
ekslusivisme permukiman kota dan kian meningkatnya kesenjangan sosial antar
kelompok masyarakat kota. Sementara itu, di tingkat internal kota muncul
tantangan meningkatnya permintaan terhadap pelayanan publik, seperti
transportasi massal, air bersih dan sanitasi, enerji, pekerjaan yang layak,
perumahan dan lingkungan yang aman, bersih serta sehat (Indrawati, 2005).
Gejala masih lemahnya manajemen perkotaan di kota-kota besar
Indonesia termasuk DKI Jakarta

ditandai dengan meningkatnya kemacetan,

polusi, kriminalitas, banjir, dan rendahnya mutu pelayanan publik. Oleh karena itu
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan publik, pemerintah kota harus

2 Bambang Deliyanto

mampu meningkatkan1 kapasitasnya untuk menghasilkan dan mengelola infra
struktur, pelayanan, dan permukiman perkotaannya. Salah satu upaya yang
pernah dicoba untuk mengatasi besarnya tantangan perkotaan di DKI Jakarta
tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Inpres No. 13/1976 tentang
Pengembangan Wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek)
untuk meringankan tekanan penduduk DKI Jakarta. Kebijakan ini ternyata
sampai dengan tahun 1997 telah mendorong dikeluarkannya 1.592 Ijin Lokasi
untuk pembangunan perumahan dan permukiman seluas 121.631 ha oleh
Pemda setempat. Dinyatakan Bappeda DKI (1997) dalam Properti Indonesia,
Oktober 1997, bahwa pada tahun 1997 Kabupaten dan Kodya Bogor telah
bertambah 130 permukiman baru; Kabupaten dan Kodya Bekasi bertambah 107
permukiman baru; dan Kabupaten dan Kodya Tangerang bertambah 152
permukiman baru. Jumlah tersebut baru merupakan realisasi sebagian dari 1.592
Ijin Lokasi, dan baru mencapai 16.609 ha dari 121.631 ha.
Kebijakan tersebut, di sisi lain ternyata berdampak negatif pada kualitas
lingkungan di wilayah tersebut. Dari 193 situ yang ada di Jabotabek, 65%
menjadi permukiman dalam kurun waktu 20 tahun terakhir; luas area DKI yang
terkena banjir dari 21,36% tahun 1992 menjadi 79,71% pada tahun 2002
(Bappeda, 2002); alokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) 1965-1985: 37% turun menjadi 25,85% pada RTRW
1985-2005, kini RTH yang dialokasikan RT/RW 2005-2010 tinggal 13,94%
(Yoga, 2006), ironisnya kini RTH di DKI Jaya tinggal 9% . Akibat ketidaksiapan
Pemerintah Kota dalam mengelola lingkungan menyebabkan kualitas udara
Jakarta menduduki peringkat terkotor ke 3 di dunia. Ketidaksiapan ini juga
memberikan dampak sosial dalam bentuk kriminal seperti perampokan,
penodongan, dan penggunaan narkoba yang menurut data adalah merupakan
tiga kejahatan yang paling kerap terjadi (Kusumawijaya, 2006).
Ketidak-sanggupan Pemerintah Kota dalam meningkatkan pelayanan infra
struktur dan permukiman mengakibatkan menjamurnya permukiman kumuh dan
liar2 dengan kepadatan yang terus meningkat, diikuti dengan berjangkitnya

1
2

WCED (1988) menyebutkan diperlukan peningkatan fasilitas pelayanan hingga 65 % dalam kurun waktu 15 tahun
hingga tahun 2000-an.
Gambaran rendahnya kualitas biofisik permukiman kota dapat dilihat dari adanya rumah liar dan kumuh yang
mencapai 500 ribu KK di Jakarta, 40 ribu di Bandung, 90 ribu KK Semarang, dan 125 ribu KK di Surabaya pada
tahun 1991 (Manuwoto, 1991).Kini di Jakarta menurun menjadi121.884 KK, Provinsi Jabar 109.716 KK (BPS, 2010)

Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy

3

penyakit menular yang berkaitan dengan lingkungan yang kurang sehat3.
Masalah permukiman kumuh dan permukiman liar tersebut apa bila tidak
dibenahi akan terus meningkat. Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro
tahun 1992 mengamanatkan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan di
sektor permukiman dan lingkungan hidup, maupun sektor lainnya seperti sektor
pertambangan dan energi, serta transportasi yang telah diratifikasi oleh banyak
negara termasuk Indonesia.
Beberapa upaya dan kebijakan stratejik dilakukan oleh Pemerintah Pusat
untuk mengurangi peningkatan dampak negatif dari kebijakan pembangunan
permukiman dan memperbaiki kualitas lingkungan permukiman kumuh dan liar di
perkotaan. Lima kebijakan pengelolaan lingkungan untuk memecahkan masalah
lingkungan permukiman kumuh dan liar adalah (1) program pemindahan
penduduk, (2) bantuan penataan lingkungan permukiman, (3) perbaikan
kampung, (4) rehabilitasi kawasan kumuh, (5) peremajaan lingkungan4
permukiman kumuh dan membangun permukiman susun (Komarudin, 1999).
Membangun permukiman susun melalui kegiatan peremajaan lingkungan
merupakan

upaya

yang

menjadi

prioritas

Pemerintah

Daerah

dalam

merehabilitasi kawasan kumuh di perkotaan. Di sisi lain, peralihan kebiasan atau
budaya menghuni

permukiman tidak susun (landed houses) ke permukiman

susun akan memunculkan permasalahan penghunian bagi penghuni terutama
dalam

beradaptasi

dengan

lingkungan

permukiman

rumah

susun.

Ketidakmampuan beradaptasi ini dapat menimbulkan tekanan jiwa (stress) dan
gangguan kesehatan pada penghuninya (Bell, 1978; Holahan, 1982; Wirawan
1992). Frick (2006) mengatakan, interaksi sosial antar manusia dalam rumah
susun seringkali kurang akrab dibandingkan dengan kampung atau desa.
Kehidupan sosial di rumah susun yang dikenal sebagai kehidupan masyarakat
modern menuntut kesiapan sikap, perilaku, dan pola hidup tertentu. Pada
umumnya dijumpai bahwa kondisi penghuni belum dibekali oleh sikap dan
kesiapan mental maupun perilaku yang cocok untuk hidup di rumah susun.
3

Di Jakarta 25,82% rumah tidak mempunyai got atau mempunyai got tetapi alirannya lambat dan tergenang, 59,43%
rumah tangga merasakan gangguan polusi (BPS, 2004).
4 Prinsip peremajaan lingkungan permukiman kumuh adalah memukimkan kembali penghuni permukiman kumuh
(Jakarta 86.147 bangunan) yang diremajakan ke dalam lingkungan permukiman (program 1000 tower) rumah susun
yang baru, sehat, bersih, teratur dan tertib. Pembangunan Rumah susun ini dilakukan sebagai salah satu solusi
kelangkaan dan mahalnya lahan maupun perkembangan kebutuhan masyarakat akan perumahan, serta kepadatan
daerah yang tinggi di daerah perkotaan (60% - 75% luas lahan tertutup bangunan, kepadatan bangunan 80 – 150 unit
per Ha) .

4 Bambang Deliyanto

Mayoritas

calon penghuni bertahun-tahun tinggal dan hidup di lingkungan

permukiman kumuh yang serba tidak teratur dan tidak tertib harus menempatkan
diri ke dalam pola hidup masyarakat rumah susun (bertingkat) yang serba
teratur, tertib, tertata, terbatas teritorinya, dan dikendalikan oleh peraturan dan
norma-norma sosial tertentu. Proses pengubahan sistem nilai seperti tersebut
memerlukan waktu dan proses belajar yang cukup lama. Masyarakat yang
bertahun-tahun terbiasa hidup dengan pola dan gaya hidup mereka sendiri,
bertetangga yang sifatnya horizontal, harus menyesuaikan diri pada lingkungan
permukiman baru yang sama sekali berbeda. Hidup yang biasa melekat dengan
tanah, bercocok tanam, memelihara unggas/ binatang, dibiasakan untuk hidup
bertetangga secara vertikal, keluar rumah harus naik-turun tangga, tidak gaduh,
tenggang rasa antar tetangga dan antara etnik, toleransi menggunakan dan
memelihara ruang dan benda bersama, menjaga kebersihan di ringkungan unit
masing-masing, dan mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku. Beberapa
perilaku yang sering terjadi di lingkungan permukiman rumah susun misalnya
duduk-duduk di tangga, bersuara keras, menyetel radio/tape/televisi keras-keras,
anak-anak berlarian di selasar dan berteriak-teriak, membuang sampah tidak
pada tempatnya, meletakkan barang bekas di ruang bersama, menjemur pakaian
di jendela/balkon, dan kurang peduli terhadap kehidupan tetangga dan
kebersihan lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya kesenjangan kultural

(cultural gap) antara kehidupan di permukiman tidak susun dengan
kehidupan di rumah susun, penghuni menjumpai suatu kondisi yang berbeda
sama sekali dengan apa yang dialami sebelumnya di hunian tidak bertingkat
atau susun, mereka mengalami kejutan yang dapat berpengaruh terhadap
perilaku sosialnya. Kesenjangan kultural ini dimungkinkan karena menurut
psikolog John S. Nimpuno bahwa tingkah laku manusia tidak bisa dilepaskan
dari ketergantungannya pada tiga sistem, yaitu sistem lingkungan hidup
biofisik, sistem sosial dan sistem konsep/orientasi budaya (Darmiwati, 2000).
Masalah sosial juga dapat muncul akibat adanya penyeragaman bentuk
bangunan yang direncanakan oleh Arsitek (Halim, 2005), seperti penyeragaman
bentuk bangunan rumah susun untuk penghuni yang berasal dari berbagai
daerah dengan karakteristik budaya yang berbeda-beda. Variasi unit rumah
susun yang sangat beranekaragam (dari tipe 21 sampai 72, dari sederhana
sampai mewah) menurut Frick (2006) dan Newman (1972) dapat memunculkan
kekumuhan dan kriminalitas yang tinggi, seperti yang terjadi pada permukiman

Eco Spatial Behavior Approach Of Settlement Occupancy

5

rumah susun di Pruitt-Igoe, St Louis, Missori AS, sehingga permukiman rumah
susun tersebut dihancurkan pada tahun 1972.
Kesenjangan kultural tersebut di atas dapat menimbulkan sikap negatif
penghuni terhadap lingkungan permukiman rumah susun, sikap tersebut dapat
mendorong pada kondisi permukiman yang tidak berkelanjutan atau fungsi
lingkungan permukiman tidak lestari. Fungsi lingkungan permukiman akan
terlaksana dengan optimal bila didukung oleh sikap positif penghuni terhadap
lingkungan, baik secara kognisi, afeksi, maupun konasi, juga didukung adanya
peningkatan motivasi hidup sehat, serta peningkatan status sosial ekonomi yang
mencakup pendidikan, pendapatan, kualitas rumah, dan kualitas hidup (Harsiti,
2002, Gamal, 2009). Bila fungsi lingkungan permukiman ini bisa lestari dan
berkelanjutan pada ujungnya dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia
sebagai penghuninya, seperti yang dinyatakan oleh Kirmanto (2002), bahwa
dalam

kerangka

hubungan

ekologis

antara

manusia

dan

lingkungan

permukimannya terlihat bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang
akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman
tempat masyarakat tinggal.
Uraian tersebut di atas menunjukkan adanya transaksi antara individu
(manusia) dengan seting fisiknya Gifford (1987), seperti juga yang dikemukakan
Kurt Lewin dalam teori medan (field theory) bahwa perilaku
karakteristik individu

adalah fungsi

dan lingkungannya. Adanya hubungan timbal balik5 ini,

maka diperlukan kegiatan penelitian yang mengevaluasi apakah performansi
seting lingkungan buatan (rumah susun) yang dibangun untuk meremajakan
lingkungan

tidak menimbulkan permasalahan baik secara teknis, fungsional

maupun perilaku bagi penghuninya, dan apakah performansi perilaku penghuni
sudah berperilaku ekologis? Sehingga diharapkan dapat menjaga kualitas
lingkungan secara berkelanjutan selama dihuni.

Frick (2006), menyatakan

bahwa di Indonesia masih sangat miskin akan penelitian tersebut, apalagi suatu
penelitian yang menggabungkan kegiatan evaluasi pascahuni dan evaluasi
perilaku ekologis ke dalam suatu model eco-spatial behavior (ESB) yang dapat
memprediksikan

kualitas

lingkungan

rumah

susun

dimasa

mendatang

berdasarkan berbagai skenario penghunian.

5

Seperti yang diungkapkan oleh Winston Churchill (mantan Perdana Menteri Inggris): ”Kita membentuk bangunan dan
kemudian bangunan kitalah yang membentuk kita”, (Halim, 2005)

6 Bambang Deliyanto

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan penelitian
evaluasi performansi seting rumah susun dan performansi perilaku ekologis
penghuni hasil peremajaan lingkungan, serta penyusunan model pendekatan
ESB penghunian rumah susun.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi adanya interaksi antara perilaku penghuni dengan seting
spasial huniannya kepada stakeholder yang terkait dengan permukiman,
khususnya hunian rumah susun.

1.2. Perumusan Masalah

Membangun rumah susun tidak sekedar membangun bangunan fisik
rumah saja, tetapi juga mencakup aspek sosial budaya dan ekonomi masyarakat
penghuni. Oleh karena itu rumah susun secara teknis dan fisik harus bisa dihuni
(livable), secara sosial budaya harus sesuai kebiasaan budaya penghuni
(habitable), dan bisa dihuni secara berkelanjutan (sustainable) baik secara
sosial, ekonomi, dan lingkungan atau ekologis (Timmer and Seymoar, 2006;
Fann, 2006; Munasinghe, 1993)
Rumah susun KBBK ini dibangun dalam rangka peremajaan lingkungan
kumuh di pusat kota. Pembangunan rumah susun ini dibangun untuk memenuhi
salah satu kebutuhan fungsi kawasan yaitu fungsi hunian. Untuk memenuhi
fungsi tersebut dilakukan perancangan seting perilaku (behavior setting) dari
aktivitas penghunian rumah susun melalui perancangan seting spasial (disain
arsitektural) rumah susun. Behavioral Setting menurut Roger Barker (1968)
adalah kombinasi yang stabil antara perilaku dan milleu ruangnya (milleu adalah
nilai ruang yang ditentukan oleh kondisi atau fungsi spatial tertentu akibat adanya
sistem aktivitas di dalamnya). Penghunian kembali permukiman yang telah
menjadi rumah susun ini, ada yang berhasil dan ada yang tidak, yang berhasil
menunjukkan adanya toleransi penghuni terhadap behavior setting baru,
sebaliknya yang tidak berhasil merupakan bentuk intoleran penghuni terhadap
behavior setting baru karena adanya kesenjangan budaya (cultural gap) antara
penghunian rumah tidak susun dan penghunian rumah susun. Menurut Bell
(1978), diperlukan pe