Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)

TRANSMIGRASI SEBAGAI PEMBENTUK FORMASI SOSIAL
KAPITALIS DI DAERAH TUJUAN
(Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)

SOFYAN SJAF

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Transmigrasi Sebagai Pembentuk
Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran
di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Maret 2006

Sofyan Sjaf
NIM: A152030061

ABSTRAK

SOFYAN SJAF. Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di
Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh
FREDIAN TONNY dan IVANOVICH AGUSTA.
Program transmigrasi di usianya kurang lebih 50 tahun memberikan catatan
tersendiri perihal keberhasilan dan kegagalannya. Disatu sisi, tak dapat dipungkiri
bahwa program transmigrasi telah berhasil memberikan akses kepemilikan tanah
berbasis keluarga kepada komunitas transmigran yang dulunya sebagian besar
sebagai petani gurem dan tunakisma di daerah asalnya. Akan tetapi pada sisi yang
lain, perihal kegagalan produksi seringkali kita dengarkan karena mereka –
komunitas transmigran– yang ditempatkan pada daerah-daerah yang mempunyai
kondisi alam atau lahan marjinal, seperti lahan kering, lahan gambut berawa, dan

lain-lain. Perihal yang terakhir cenderung mendorong berlangsungnya penetrasi
kapitalisme yang efektif di daerah tujuan transmigrasi.
Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana berlangsungnya
pembentukan formasi sosial yang di dalamnya terdapat moda produksi terdiri dari
kekuatan produksi (force of production) dan hubungan produksi (relation of
production) pada komunitas transmigran di Wanaraya? Sementara itu tujuan
penelitian adalah menjelaskan kondisi infrastruktur yang mempengaruhi
pembentukan formasi sosial, perubahan organisasi produksi dan akibat dari
perubahan organisasi tersebut sehingga mampu menggerakkan nilai/norma
(suprastrukur), dan memahami persoalan atau dampak sosial akibat dari
transmigrasi itu sendiri.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengambil
kasus komunitas transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala,
Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: (1)
tahap pra-penelitian, berupa kunjungan lapangan di mana penelitian dilaksanakan.
Pra penelitian dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing pada tanggal 28–30
Agustus 2004 dan 17–18 September 2004; dan (2) tahap penelitian lapangan yang
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2005 berlokasi di Kecamatan
Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan formasi sosial komunitas

transmigran di Wanaraya dapat dilihat dari berlangsungnya sejarah komunitas
transmigran yang terbagi ke dalam tiga periode, yaitu: (1) periode behuma; (2)
periode “pasang” (1978–1983) dan periode “surut” (1984–2005). Masing-masing
periode tersebut menunjukkan moda produksi yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Adapun moda produksi tersebut dicirikan dengan usaha atau
kegiatan produksi yang terdiri dari: moda produksi subsistensi, moda produksi
komersil, dan moda produksi kapitalis.
Moda produksi subsistensi dapat dilihat pada usaha produksi behuma
komunitas lokal, dimana organisasi produksinya berbasis keluarga inti. Meskipun
demikian, hubungan faktor produksi sudah menunjukkan gejala hierarki antara
petani penggarap dan pembekal desa sehingga sebagian dari suplus produksi
diserap oleh pembekal desa. Adapun produksi komersil tercermin pada usaha

produksi padi-sawah pasang surut komunitas transmigran yang berorientasi nilai
guna dan nilai tukar (periode 1978 – 1983). Organisasi produksinya berbasis
keluarga inti, namun terdapat tenaga kerja di luar keluarga inti yang diperoleh
melalui pertukaran tenaga kerja berdasarkan kepentingan kebutuhan tenaga kerja
berbasis tolong menolong. Dengan demikian, struktur hubungan produksinya
cenderung egaliter dan sifatnya hubungan produksinya non-eksploitatif karena
penyerapan surplus produksi sepenuhnya dilakukan oleh keluarga inti.

Selain itu, moda produksi komersil dicerminkan dengan usahatani lainnya
(seperti sayuran, kacang tanah, dan usaha ternak sapi) dan usaha selain pertanian.
Organisasi produksinya sudah melibatkan keluarga luas (kerabat terdekat) dan di
luar keluarga inti sehingga menunjukkan struktur hubungan produksi pseudohierarki (transportasi klotok) dan hierarki yang cenderung eksploitasi (usaha
produksi sayuran dan kacang tanah, usaha ternak sapi, dan usaha bengkel
elektronik/sepeda motor). Surplus produksi diserap oleh keluarga inti sebagai
pemilik usaha. Sedangkan moda produksi kapitalis hadir pada periode “surut”
(1984–2005).
Moda produksi pada periode “surut” ini tercermin pada usaha produksi
membatang dan padi-sawah pasang surut. Modal (kapital) adalah alat produksi
utama dari kedua usaha produksi tersebut untuk membayar upah/sewa tenaga
kerja yang terlibat dalam usaha produksi tersebut. Untuk usaha produksi
membatang organisasi produksinya perusahaan skala kecil yang tidak berbadan
hukum dan dipimpin seorang bos batang, sedangkan organisasi produksi padisawah pasang surut merujuk usaha keluarga yang bertindak sebagai petani pemilik
modal yang mengupah tenaga kerja sekaligus sebagai pengusaha penyedia
teknologi usaha produksi tersebut (pupuk, kapur, dan traktor tangan). Dengan
demikian, struktur hubungan produksi adalah struktur hierarki antara pemilik
modal dan pekerja (petani upahan) yang memberikan kontribusi terhadap
melemahnya basis ikatan tolong menolong antar sesama komunitas transmgiran.
Tampilnya moda produksi kapitalis yang dominan terhadap dua moda

produksi lainnya di komunitas transmigran Wanaraya mempertegas transmigrasi
sebagai pembentuk formasi sosial kapitalis di daerah tujuan. Ini diawali dari
tergesernya sistem produksi behuma ekstensif yang identik dengan kegiatan
produksi komunitas lokal dan sekaligus mensubsidi lahan kepada komunitas
transmigran dengan sistem produksi sawah pasang surut yang intesif. Kondisi ini,
kemudian mendorong terjadinya jurang metabolik (metabolic gap) yang
melanggengkan penetrasi kapitalisme dengan watak kapitalismenya di Wanaraya
melalui berbagai usaha produksi. Selain itu, dominasi moda produksi kapitalis
dapat pula dilihat dari produksi subsistensi yang dilakukan oleh komunitas lokal
telah mensubsidi lahan produksi kepada komunitas transmigran untuk melakukan
usahatani sawah pasang surut intensif yang berorientasi nilai guna (use-value) dan
nilai tukar (exchange-value). Selanjutnya produksi padi-sawah pasang surut
mensubsidi pemenuhan kebutuhan pangan baik untuk pelaku produksi komersil
selain pertanian maupun pelaku produksi kapitalis itu sendiri.

TRANSMIGRASI SEBAGAI PEMBENTUK FORMASI SOSIAL
KAPITALIS DI DAERAH TUJUAN
(Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)


SOFYAN SJAF

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis

Nama
NIM

: Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di
Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran di
Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi

Kalimantan Selatan)
: Sofyan Sjaf
: A152030061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir. Fredian Tonny, MS.
Ketua

Ir. Ivanovich Agusta, M. Si.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan

Dr. Ir. M.T. Felix Sitorus, MS.

Tanggal Ujian: 2 Maret 2006


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M. Sc.

Tanggal Lulus:

Dipersembahkan kepada
Kedua orang yang mendidik dan membesarkanku:
ayah Drs. H. Sjafiuddin Daud (almarhum) dan ibu Hj. Nurpati

PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamiin !
Akhirnya penulisan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB
selesai juga. Banyak pihak yang telah memberi kontribusi penyelesaian studi ini
sehingga dalam prakata ini penulis merasa sangat perlu memberi ucapan terima
kasih.

Pertama kali ucapan terimakasih yang setulusanya penulis sampaikan


kepada Komisi Pembimbing yaitu Ir. Fredian Tonny, MS. (sebagai ketua) dan Ir.
Ivanovich Agusta, M. Si. (sebagai anggota) atas bimbingan mereka kepada
penulis selama proses pengerjaan tesis ini. Penulis sadari bahwa mereka berdua
dengan caranya masing-masing telah mengajarkan penulis untuk belajar konsisten
dan tertib dalam menggunakan paradigma atau teori dalam ilmu-ilmu sosial.
Ucapan terimakasih dan penghargaan setulusnya kemudian penulis
sampaikan kepada kedua orang yang telah mendidik dan membesarkan penulis
yaitu ayah Drs. H. Sjafiuddin Daud (almarhum) dan Ibu Hj. Nurpati. Lebih
sekedar itu, mereka berdua secara tidak langsung telah menanamkan prinsipprinsip memahami makna hidup ini dalam diri penulis. Khusus kepada ayah Drs.
H. Sjafiuddin Daud (almarhum), penulis selalu berdoa semoga Allah SWT
memberikan maqom tertinggi sesuai dengan kesabaran dan keikhlasan sewaktu
hidup yang almarhum contohkan kepada penulis.
Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. MT. Felix Sitorus, MS.
sebagai Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada program
studi yang dipimpinnya. Penulis sadari bahwa kesempatan belajar yang beliau
berikan telah mengantarkan penulis menemukan minat studi yang terpendam
dalam diri penulis selama ini. Kepada seluruh staf pengajar pada Program Studi
Sosiologi Pedesaan IPB, penulis ucapkan terimakasih atas ilmu yang diberikan

kepada penulis baik di dalam maupun di luar berlangsungnya perkuliahan. Tak
lupa kepada Dr. Sajogyo, penulis menaruh rasa hormat dan simpatik yang dengan
caranya sendiri menunjukkan kepada “generasi cucu” (termasuk penulis) sosok
guru sejati yang sudah jarang ditemukan di republik ini.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Rektor Universitas
Muhammadiyah Kendari atas kesempatan belajar yang diberikan, dan kepada
Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memungkinkan penulis
memperoleh dukungan dana BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional selama
kurang lebih satu setengah tahun. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan
kepada Dr. Muladno sebagai guru sekaligus sahabat dengan caranya sendiri telah
mengupayakan bantuan dana kepada penulis pada tahun-tahun pertama penulis
menempuh pendidikan S2.

Penulis sadari ketika berinteraksi dengan beliau

banyak hal yang penulis pelajari terutama bagaimana menjadi seorang intelektual
praksis dan bersahaja dengan kapasitas ilmu yang dimilikinya. Demikian pun
dengan Ir. Hj. Maskamian Andjam, MM., penulis ucapkan terimakasih atas
bantuan dana kepada penulis selama melaksanakan penelitian di Kalimantan

Selatan.
Kepada informan dan responden penulis di Wanaraya dengan tidak
menyebut satu per satu, ucapan terimakasih penulis sampaikan atas informasi dan
data yang diberikan sesuai kebutuhan penelitian. Tak lupa ucapan terimakasih
kepada Bapak Panji beserta keluarga yang telah berkenaan meminjamkan satu
kamar di rumahnya sebagai tempat penulis untuk menyelesaikan catatan lapangan
dan beristirahat disaat merasa lelah.
Secara khusus saya berterimakasih kepada Dr. Endriatmo Soetarto, atas
kesediaan dan komitmennya sebagai dosen penguji luar komisi pada saat penulis
menjalani ujian sidang untuk meraih gelar Magister Sains.

Juga terimakasih

penulis sampaikan kepada kanda Hasbullah Syaf, SP., M. Si. yang dengan caranya
sendiri telah membantu penulis dan Ir. La Ode Safuan, MP., Dr. Ir. Takdir Saili,
M. Si., teman-teman HIWACANA SULTRA (khususnya Nur Arafah, SP., M. Si.,
Bahdat, S. Si., M. Si., Bahar, S. Pi., Rsudin, S. Pt., Muhammad Syahdan, S. Pi.,
M. Si., Laode Muh. Yasin, S. Pi., dan lain-lain), serta teman-teman sepermainan
dan seperjuangan di Kendari (Syamsul Anam Ilahi, SE., Andi Ikhwan, S. Sos.,
M. Si., Ali Sahri, SP., dan Farid Sabara, A. Md.) yang terus menanyakan dan
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan S2 sehingga dapat
memikirkan “agenda hidup” ke depan yang tak kalah pentingnya.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih atas segala dukungan dan
bantuan langsung maupun tidak langsung kepada seluruh keluarga di Kendari
(Om Umar beserta keluarga, Mamanya Darma beserta keluarga, Mamanya Inung
beserta kedua keponakanku (Inung dan Ko’o), Kak Erna, Kak Mukti, dan Adik
Aisyah yang selalu memberi senyum dan setia menemani Mama Aji sepeninggal
almarhum ayah). Begitupun penulis ucapkan terimakasih atas kebersamaan dan
dukungannya selama ini kepada teman-teman kuliah di Program Studi Sosiologi
Pedesaan IPB (Heru Purwandari, Kalbi R., Rokhani, Purnomo, Taya Toru,
Pardamaean, Jeter, Jean, Rita, Agustina, dan Witrianto).
Akhirnya, kepada teman-teman penulis yang tak dapat disebutkan satu per
satu, penulis ucapkan terima kasih atas masukan, saran, dan kritikannya saat
bersama penulis. Banyak hal berarti yang telah mereka berikan kepada penulis,
tetapi secara khusus penulis sebutkan di sini yaitu Ir. Budi Baik Siregar, M. Si.,
Mohammad Shohibuddin, M. Si., dan Ir. Laksmi Savitri, M. Si., ketiganya teman
dan sahabat di Sajogyo Inside (sa!ns) yang banyak memberikan waktu dan
perhatiannya kepada penulis serta bersama-sama membangun sa!ns sebagai
gerakan ideologis, Muhammad Ruslan, S. Pi. sebagai sahabat sekaligus teman
diskusi berbagai tema mulai dari politik, religi, sastra sampai dengan tema-tema
yang bersifat pribadi. Kemudian kepada pegiat sa!ns, khususnya Yuni, Astrid,
Handa, Dini, Lili, Mastin, Feny, Lutfi, dan Dian, serta adik-adik HMI Cabang
Bogor, khusunya Musahidin, La Ode Rusyamin, Rukmiati, Topik, Wandi, Fatur,
dan Umi Wahyuni, penulis ucapkan terima kasih atas perhatian, komitmen,
kebersamaan dan pencerahan dalam melakukan aktivitas yang produktif untuk
perubahan ke arah yang lebih baik.

TRANSMIGRASI SEBAGAI PEMBENTUK FORMASI SOSIAL
KAPITALIS DI DAERAH TUJUAN
(Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)

SOFYAN SJAF

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Transmigrasi Sebagai Pembentuk
Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran
di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2006

Sofyan Sjaf
NIM: A152030061

ABSTRAK

SOFYAN SJAF. Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di
Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan). Dibimbing oleh
FREDIAN TONNY dan IVANOVICH AGUSTA.
Program transmigrasi di usianya kurang lebih 50 tahun memberikan catatan
tersendiri perihal keberhasilan dan kegagalannya. Disatu sisi, tak dapat dipungkiri
bahwa program transmigrasi telah berhasil memberikan akses kepemilikan tanah
berbasis keluarga kepada komunitas transmigran yang dulunya sebagian besar
sebagai petani gurem dan tunakisma di daerah asalnya. Akan tetapi pada sisi yang
lain, perihal kegagalan produksi seringkali kita dengarkan karena mereka –
komunitas transmigran– yang ditempatkan pada daerah-daerah yang mempunyai
kondisi alam atau lahan marjinal, seperti lahan kering, lahan gambut berawa, dan
lain-lain. Perihal yang terakhir cenderung mendorong berlangsungnya penetrasi
kapitalisme yang efektif di daerah tujuan transmigrasi.
Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana berlangsungnya
pembentukan formasi sosial yang di dalamnya terdapat moda produksi terdiri dari
kekuatan produksi (force of production) dan hubungan produksi (relation of
production) pada komunitas transmigran di Wanaraya? Sementara itu tujuan
penelitian adalah menjelaskan kondisi infrastruktur yang mempengaruhi
pembentukan formasi sosial, perubahan organisasi produksi dan akibat dari
perubahan organisasi tersebut sehingga mampu menggerakkan nilai/norma
(suprastrukur), dan memahami persoalan atau dampak sosial akibat dari
transmigrasi itu sendiri.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini mengambil
kasus komunitas transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala,
Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: (1)
tahap pra-penelitian, berupa kunjungan lapangan di mana penelitian dilaksanakan.
Pra penelitian dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing pada tanggal 28–30
Agustus 2004 dan 17–18 September 2004; dan (2) tahap penelitian lapangan yang
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2005 berlokasi di Kecamatan
Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan formasi sosial komunitas
transmigran di Wanaraya dapat dilihat dari berlangsungnya sejarah komunitas
transmigran yang terbagi ke dalam tiga periode, yaitu: (1) periode behuma; (2)
periode “pasang” (1978–1983) dan periode “surut” (1984–2005). Masing-masing
periode tersebut menunjukkan moda produksi yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Adapun moda produksi tersebut dicirikan dengan usaha atau
kegiatan produksi yang terdiri dari: moda produksi subsistensi, moda produksi
komersil, dan moda produksi kapitalis.
Moda produksi subsistensi dapat dilihat pada usaha produksi behuma
komunitas lokal, dimana organisasi produksinya berbasis keluarga inti. Meskipun
demikian, hubungan faktor produksi sudah menunjukkan gejala hierarki antara
petani penggarap dan pembekal desa sehingga sebagian dari suplus produksi
diserap oleh pembekal desa. Adapun produksi komersil tercermin pada usaha

produksi padi-sawah pasang surut komunitas transmigran yang berorientasi nilai
guna dan nilai tukar (periode 1978 – 1983). Organisasi produksinya berbasis
keluarga inti, namun terdapat tenaga kerja di luar keluarga inti yang diperoleh
melalui pertukaran tenaga kerja berdasarkan kepentingan kebutuhan tenaga kerja
berbasis tolong menolong. Dengan demikian, struktur hubungan produksinya
cenderung egaliter dan sifatnya hubungan produksinya non-eksploitatif karena
penyerapan surplus produksi sepenuhnya dilakukan oleh keluarga inti.
Selain itu, moda produksi komersil dicerminkan dengan usahatani lainnya
(seperti sayuran, kacang tanah, dan usaha ternak sapi) dan usaha selain pertanian.
Organisasi produksinya sudah melibatkan keluarga luas (kerabat terdekat) dan di
luar keluarga inti sehingga menunjukkan struktur hubungan produksi pseudohierarki (transportasi klotok) dan hierarki yang cenderung eksploitasi (usaha
produksi sayuran dan kacang tanah, usaha ternak sapi, dan usaha bengkel
elektronik/sepeda motor). Surplus produksi diserap oleh keluarga inti sebagai
pemilik usaha. Sedangkan moda produksi kapitalis hadir pada periode “surut”
(1984–2005).
Moda produksi pada periode “surut” ini tercermin pada usaha produksi
membatang dan padi-sawah pasang surut. Modal (kapital) adalah alat produksi
utama dari kedua usaha produksi tersebut untuk membayar upah/sewa tenaga
kerja yang terlibat dalam usaha produksi tersebut. Untuk usaha produksi
membatang organisasi produksinya perusahaan skala kecil yang tidak berbadan
hukum dan dipimpin seorang bos batang, sedangkan organisasi produksi padisawah pasang surut merujuk usaha keluarga yang bertindak sebagai petani pemilik
modal yang mengupah tenaga kerja sekaligus sebagai pengusaha penyedia
teknologi usaha produksi tersebut (pupuk, kapur, dan traktor tangan). Dengan
demikian, struktur hubungan produksi adalah struktur hierarki antara pemilik
modal dan pekerja (petani upahan) yang memberikan kontribusi terhadap
melemahnya basis ikatan tolong menolong antar sesama komunitas transmgiran.
Tampilnya moda produksi kapitalis yang dominan terhadap dua moda
produksi lainnya di komunitas transmigran Wanaraya mempertegas transmigrasi
sebagai pembentuk formasi sosial kapitalis di daerah tujuan. Ini diawali dari
tergesernya sistem produksi behuma ekstensif yang identik dengan kegiatan
produksi komunitas lokal dan sekaligus mensubsidi lahan kepada komunitas
transmigran dengan sistem produksi sawah pasang surut yang intesif. Kondisi ini,
kemudian mendorong terjadinya jurang metabolik (metabolic gap) yang
melanggengkan penetrasi kapitalisme dengan watak kapitalismenya di Wanaraya
melalui berbagai usaha produksi. Selain itu, dominasi moda produksi kapitalis
dapat pula dilihat dari produksi subsistensi yang dilakukan oleh komunitas lokal
telah mensubsidi lahan produksi kepada komunitas transmigran untuk melakukan
usahatani sawah pasang surut intensif yang berorientasi nilai guna (use-value) dan
nilai tukar (exchange-value). Selanjutnya produksi padi-sawah pasang surut
mensubsidi pemenuhan kebutuhan pangan baik untuk pelaku produksi komersil
selain pertanian maupun pelaku produksi kapitalis itu sendiri.

TRANSMIGRASI SEBAGAI PEMBENTUK FORMASI SOSIAL
KAPITALIS DI DAERAH TUJUAN
(Studi Kasus Komunitas Transmigran di Kecamatan Wanaraya,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan)

SOFYAN SJAF

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Tesis

Nama
NIM

: Transmigrasi Sebagai Pembentuk Formasi Sosial Kapitalis di
Daerah Tujuan (Studi Kasus Komunitas Transmigran di
Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi
Kalimantan Selatan)
: Sofyan Sjaf
: A152030061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir. Fredian Tonny, MS.
Ketua

Ir. Ivanovich Agusta, M. Si.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan

Dr. Ir. M.T. Felix Sitorus, MS.

Tanggal Ujian: 2 Maret 2006

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M. Sc.

Tanggal Lulus:

Dipersembahkan kepada
Kedua orang yang mendidik dan membesarkanku:
ayah Drs. H. Sjafiuddin Daud (almarhum) dan ibu Hj. Nurpati

PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamiin !
Akhirnya penulisan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB
selesai juga. Banyak pihak yang telah memberi kontribusi penyelesaian studi ini
sehingga dalam prakata ini penulis merasa sangat perlu memberi ucapan terima
kasih.

Pertama kali ucapan terimakasih yang setulusanya penulis sampaikan

kepada Komisi Pembimbing yaitu Ir. Fredian Tonny, MS. (sebagai ketua) dan Ir.
Ivanovich Agusta, M. Si. (sebagai anggota) atas bimbingan mereka kepada
penulis selama proses pengerjaan tesis ini. Penulis sadari bahwa mereka berdua
dengan caranya masing-masing telah mengajarkan penulis untuk belajar konsisten
dan tertib dalam menggunakan paradigma atau teori dalam ilmu-ilmu sosial.
Ucapan terimakasih dan penghargaan setulusnya kemudian penulis
sampaikan kepada kedua orang yang telah mendidik dan membesarkan penulis
yaitu ayah Drs. H. Sjafiuddin Daud (almarhum) dan Ibu Hj. Nurpati. Lebih
sekedar itu, mereka berdua secara tidak langsung telah menanamkan prinsipprinsip memahami makna hidup ini dalam diri penulis. Khusus kepada ayah Drs.
H. Sjafiuddin Daud (almarhum), penulis selalu berdoa semoga Allah SWT
memberikan maqom tertinggi sesuai dengan kesabaran dan keikhlasan sewaktu
hidup yang almarhum contohkan kepada penulis.
Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. MT. Felix Sitorus, MS.
sebagai Ketua Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada program
studi yang dipimpinnya. Penulis sadari bahwa kesempatan belajar yang beliau
berikan telah mengantarkan penulis menemukan minat studi yang terpendam
dalam diri penulis selama ini. Kepada seluruh staf pengajar pada Program Studi
Sosiologi Pedesaan IPB, penulis ucapkan terimakasih atas ilmu yang diberikan
kepada penulis baik di dalam maupun di luar berlangsungnya perkuliahan. Tak
lupa kepada Dr. Sajogyo, penulis menaruh rasa hormat dan simpatik yang dengan
caranya sendiri menunjukkan kepada “generasi cucu” (termasuk penulis) sosok
guru sejati yang sudah jarang ditemukan di republik ini.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Rektor Universitas
Muhammadiyah Kendari atas kesempatan belajar yang diberikan, dan kepada
Pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memungkinkan penulis
memperoleh dukungan dana BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional selama
kurang lebih satu setengah tahun. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan
kepada Dr. Muladno sebagai guru sekaligus sahabat dengan caranya sendiri telah
mengupayakan bantuan dana kepada penulis pada tahun-tahun pertama penulis
menempuh pendidikan S2.

Penulis sadari ketika berinteraksi dengan beliau

banyak hal yang penulis pelajari terutama bagaimana menjadi seorang intelektual
praksis dan bersahaja dengan kapasitas ilmu yang dimilikinya. Demikian pun
dengan Ir. Hj. Maskamian Andjam, MM., penulis ucapkan terimakasih atas
bantuan dana kepada penulis selama melaksanakan penelitian di Kalimantan
Selatan.
Kepada informan dan responden penulis di Wanaraya dengan tidak
menyebut satu per satu, ucapan terimakasih penulis sampaikan atas informasi dan
data yang diberikan sesuai kebutuhan penelitian. Tak lupa ucapan terimakasih
kepada Bapak Panji beserta keluarga yang telah berkenaan meminjamkan satu
kamar di rumahnya sebagai tempat penulis untuk menyelesaikan catatan lapangan
dan beristirahat disaat merasa lelah.
Secara khusus saya berterimakasih kepada Dr. Endriatmo Soetarto, atas
kesediaan dan komitmennya sebagai dosen penguji luar komisi pada saat penulis
menjalani ujian sidang untuk meraih gelar Magister Sains.

Juga terimakasih

penulis sampaikan kepada kanda Hasbullah Syaf, SP., M. Si. yang dengan caranya
sendiri telah membantu penulis dan Ir. La Ode Safuan, MP., Dr. Ir. Takdir Saili,
M. Si., teman-teman HIWACANA SULTRA (khususnya Nur Arafah, SP., M. Si.,
Bahdat, S. Si., M. Si., Bahar, S. Pi., Rsudin, S. Pt., Muhammad Syahdan, S. Pi.,
M. Si., Laode Muh. Yasin, S. Pi., dan lain-lain), serta teman-teman sepermainan
dan seperjuangan di Kendari (Syamsul Anam Ilahi, SE., Andi Ikhwan, S. Sos.,
M. Si., Ali Sahri, SP., dan Farid Sabara, A. Md.) yang terus menanyakan dan
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan pendidikan S2 sehingga dapat
memikirkan “agenda hidup” ke depan yang tak kalah pentingnya.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih atas segala dukungan dan
bantuan langsung maupun tidak langsung kepada seluruh keluarga di Kendari
(Om Umar beserta keluarga, Mamanya Darma beserta keluarga, Mamanya Inung
beserta kedua keponakanku (Inung dan Ko’o), Kak Erna, Kak Mukti, dan Adik
Aisyah yang selalu memberi senyum dan setia menemani Mama Aji sepeninggal
almarhum ayah). Begitupun penulis ucapkan terimakasih atas kebersamaan dan
dukungannya selama ini kepada teman-teman kuliah di Program Studi Sosiologi
Pedesaan IPB (Heru Purwandari, Kalbi R., Rokhani, Purnomo, Taya Toru,
Pardamaean, Jeter, Jean, Rita, Agustina, dan Witrianto).
Akhirnya, kepada teman-teman penulis yang tak dapat disebutkan satu per
satu, penulis ucapkan terima kasih atas masukan, saran, dan kritikannya saat
bersama penulis. Banyak hal berarti yang telah mereka berikan kepada penulis,
tetapi secara khusus penulis sebutkan di sini yaitu Ir. Budi Baik Siregar, M. Si.,
Mohammad Shohibuddin, M. Si., dan Ir. Laksmi Savitri, M. Si., ketiganya teman
dan sahabat di Sajogyo Inside (sa!ns) yang banyak memberikan waktu dan
perhatiannya kepada penulis serta bersama-sama membangun sa!ns sebagai
gerakan ideologis, Muhammad Ruslan, S. Pi. sebagai sahabat sekaligus teman
diskusi berbagai tema mulai dari politik, religi, sastra sampai dengan tema-tema
yang bersifat pribadi. Kemudian kepada pegiat sa!ns, khususnya Yuni, Astrid,
Handa, Dini, Lili, Mastin, Feny, Lutfi, dan Dian, serta adik-adik HMI Cabang
Bogor, khusunya Musahidin, La Ode Rusyamin, Rukmiati, Topik, Wandi, Fatur,
dan Umi Wahyuni, penulis ucapkan terima kasih atas perhatian, komitmen,
kebersamaan dan pencerahan dalam melakukan aktivitas yang produktif untuk
perubahan ke arah yang lebih baik.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Kendari pada tanggal 3 Oktober 1978 dari ayah
Drs. H. Sjafiuddin Daud (almarhum) dan ibu Hj. Nurpati. Penulis anak ketiga
dari tiga bersaudara. Pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas,
penulis selesaikan di kota kelahiran.
Pada tahun 1996, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
Sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak (THT), Jurusan Ilmu
Produksi Ternak (IPT), Fakultas Peternakan IPB dan menamatkannya pada tahun
2000. Pada tahun 2003, penulis diterima untuk melanjutkan studi pada Program
Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB dengan bantuan Beasiswa
Program Pascasarjana (BPPS) selama satu tahun enam bulan yang diperoleh dari
Departemen Pendidikan Nasional, Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Kendari (UMK). Selama mengikuti program Magister Sains
(S2), penulis aktif sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan
Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI), Tim Sinkronisasi Rancangan UndangUndang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Tim Evaluasi Pembangunan
Peternakan, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa
Islam (PB HMI), staf Ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana (WACANA) IPB,
Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HIWACANA) Sulawesi
Tenggara, dan pegiat di Yayasan Sajogyo Inti Utama.
Selain itu, penulis memberikan materi perkuliahan Peraturan Perundangan
dan Hukum Agraria di Fakultas Peternakan IPB. Penulis menjadi editor buku
berjudul “Dari Kandang Memandang Dunia” yang ditulis Dr. Muladno dengan
kata pengantar Emha Ainun Nadjib dan memprakarsai dilakukannya Diskusi Seri
Peternakan (DisNak) sebagai bahan masukan untuk Rencana Strategis
Pembangunan Peternakan pemerintahan SBY-JK yang diselenggarakan oleh PB
ISPI.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

xv

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................
Rumusan Masalah .................................................................................
Tujuan ...................................................................................................
Kegunaan ...............................................................................................

1
6
8
8

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

9

Pendekatan Teoritis................................................................................
Formasi Sosial (Social Formation)..................................................
Moda Produksi (Mode of Production).............................................
Perubahan Sosial dalam Dimensi Teknologi dan Eknonomi...........
Komunitas Transmigran...................................................................

9
9
14
18
23

Kerangka Pemikiran...............................................................................

27

METODE PENELITIAN...........................................................................

30

Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................
Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
Teknik Analisis Data .............................................................................

31
33
35

SEJARAH KOMUNITAS TRANSMIGRAN WANARAYA.................

37

Periode Behuma.....................................................................................
Periode “Pasang” (1978 – 1983)............................................................
Periode “Surut” (1984 – 2005)...............................................................

39
43
52

Ikhtisar...................................................................................................

68

MODA PRODUKSI SUBSISTEN.............................................................

72

Artikulasi Usaha Produksi Behuma.......................................................
Artikulasi Kegiatan Produksi Membatang.............................................
Ikhtisar...................................................................................................

74
76
78

MODA PRODUKSI KOMERSIL.............................................................

79

Artikulasi Usahatani Sawah Pasang Surut.............................................
Artikulasi Usahatani Sayuran dan Kacang Tanah..................................
Artikulasi Usaha Ternak Sapi................................................................
Artikulasi Usaha Produksi Selain Pertanian..........................................

80
86
88
93

Ikhtisar...................................................................................................

97

MODA PRODUKSI KAPITALIS.............................................................

99

Artikulasi Usaha Produksi Membatang.................................................
Artikulasi Usahatani Sawah Pasang Surut.............................................
Ikhtisar...................................................................................................

101
104
109

TRANSMIGRASI DAN FORMASI SOSIAL KAPITALIS...................

111

Transmigrasi: “Sesat Pikir” yang Menciptakan Jurang Metabolik........
Formasi Sosial Kapitalis di Daerah Tujuan: Dominasi Peran
Kelas Kapitalis Pinggiran.......................................................................
Ikhtisar...................................................................................................

114
121
126

KESIMPULAN DAN IMPLENTASI KEBIJAKAN...............................

129

Simpulan................................................................................................
Implementasi Kebijakan........................................................................

129
135

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

138

LAMPIRAN.................................................................................................

142

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Artikulasi Moda Produksi Menurut Khan............................................
2 Perbandingan Konsep Komunitas ala Marxis dan Selain Marxis........
3 Fokus Desa yang Diamati Sehubungan dengan Pertanyaan
Penelitian..............................................................................................
4 Fokus Pengamatan dan Teknik Pengumpulan Data.............................
5 Ciri-ciri Periode Behuma (sebelum tahun 1978).................................
6 Penggunaan Alat Produksi Disetiap Tahap Usahatani Sawah
Pasang Surut Produksi..........................................................................
7 Ciri-ciri Periode “Pasang” Komunitas Transmigran
(1978–1985).........................................................................................
8 Perbandingan Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penduduk Lokal,
Transmigran, dan Lokal dan Transmigran...........................................
9 Waktu Tanam dan Produktivitas Beberapa Jenis Komoditas
Pertanian di Wanaraya.........................................................................
10 Karakteristik Produksi Komoditas Pertanian di Wanaraya..................
11 Ciri-ciri Periode “Surut” Komunitas Transmigran (1986– 2005).......
12 Artikulasi Usaha Produksi Behuma......................................................
13 Artikulasi Usaha Produksi Membatang................................................
14 Artikulasi Usahatani Sawah Pasang Surut...........................................
15 Artikulasi Usahatani Sayuran dan Kacang Tanah................................
16 Artikulasi Usaha Ternak Sapi..............................................................
17 Artikulasi Usaha Produksi Transportasi Klotok dan Bengkel
Elektronik/Sepeda Motor.....................................................................
18 Artikulasi Usaha Produksi Membatang................................................
19 Jumlah Petani Pemilik dan Penggarap Berdasarkan Desa di
Wanaraya, Tahun 2002........................................................................
20 Jumlah Petani Pemilik Berdasarkan Desa di Wanaraya,
Tahun 2002...........................................................................................
21 Artikulasi Usahatani Sawah Pasang Surut...........................................
22 Persentasi Penduduk Menurut Golongan Rumah Tangga....................
23 Perbedaan Sistem Produksi Perladangan dan Sistem Produksi
Padi-Sawah...........................................................................................

15
26
32
34
42
47
51
53
59
61
65
75
77
85
87
91
95
102
105
106
108
115
118

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Formasi Sosial Masyarakat..................................................................
Moda Produksi Kapitalis Menurut Marx (Watson 1977).....................
Kerangka Pemikiran Formasi Sosial Komunitas Transmigran............
Peta Lokasi Penelitian..........................................................................
Proses Pembentukan Struktur Sosial Komunitas Transmigran
di Wanaraya..........................................................................................
Distribusi Tenaga Kerja dalam Keluarga Inti saat Tahap
Menanam pada Usahatani Sawah Pasang Surut...................................
Usaha Produksi Ternak Sapi Komunitas Transmigran di
Wanaraya..............................................................................................
Organisasi Produksi Usaha Ternak Sapi Pada Komunitas
Transmigran Wanaraya........................................................................
Usaha Produksi Transportasi Klotok Milik Salah Seorang
Anggota Komunitas Transmigran........................................................
Petani Pemilik-Penggarap dalam Tahap Menanam Pada Usaha
Produksi Padi-Sawah Pasang Surut......................................................

12
17
29
31
55
81
90
93
94
107

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Peta Pulau Kalimantan.........................................................................
2 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Wanaraya per Bulan.............
3 Penduduk Kecamatan Wanaraya pada Tahun-tahun
Tertentu, 1980 – 2004..........................................................................
4 Penduduk Kecamatan Wanaraya Menurut Jenis Pekerjaan,
Tahun 2002...........................................................................................
5 Potensi dan Fungsi Lahan Sawah Pasang Surut di Wanaraya.............
6 Produktivitas Beberapa Komoditas Pertanian di Wanaraya,
Tahun 1999 – 2002...............................................................................
7 Penduduk Kecamatan Wanaraya per Desa pada Tahun-tahun
Tertentu, 1980 – 2004..........................................................................
8 Jenis Rumput dan Kandungan Nilai Nutrisi.........................................
9 Catatan Refleksi dalam Pengumpulan Data di Lapangan....................

143
144
144
144
145
145
146
147
148

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Program transmigrasi di usianya kurang lebih lima puluh tahun memberikan catatan tersendiri perihal keberhasilan dan kegagalannya.

Tak dapat

dipungkiri bahwa keberhasilan program transmigrasi karena dapat memberikan
akses atas lahan/tanah kepada komunitas transmigran 14 yang dulunya sebagian
besar tergolong petani gurem dan tunakisma. Meskipun tidak terdapat data dalam
angka berapa besarnya jumlah petani gurem dan tunakisma yang mengikuti
program transmigrasi, akan tetapi berdasarkan sumber yang terpercaya bahwa
pada hakekatnya transmigrasi direkrut diantara petani tanpa lahan, penyewa lahan
kecil, buruh tani, dan buruh harian lainnya (Levang 2003:66, MacAndrew dan
Rahardjo 1979). Adapun kegagalan program transmigrasi seringkali diidentikan
dengan ketidakmampuan lahan berproduksi optimal karena mereka –komunitas
transmigran– ditempatkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi alam
yang mempunyai ekologi lahan marjinal, seperti lahan kering, lahan gambut
berawa, dan lain-lain.
Tahun 1978, menjelang berakhirnya Pembangunan Lima Tahun (Pelita)
tahap I, Pemerintahan Orde Baru mendatangkan penduduk dari Pulau Jawa secara
sengaja maupun tidak sengaja untuk menempati lokasi pemukiman baru di
Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Transmigran
dari Pulau Jawa tersebut tidak lain adalah satu dari sekian komunitas transmigran
di Indonesia yang menceritakan berlangsungnya pembentukan formasi sosial
kapitalis di daerah tujuan. Merujuk teori formasi sosial ala Stzompka (1994)
bahwa pembentukan formasi sosial yan terjadi pada komunitas transmigran
menunjukkan kontradiksinya pada level tertentu.
Kontradiksi dapat dilihat dari lingkungan sosial eksternal (kondisi alam)
yang bersifat turun temurun dengan kekuatan produksi yang tersedia.

14

Studi

Komunitas transmigran dalam tulisan ini didefinisikan sebagai penduduk yang sengaja
maupun tidak sengaja didatangkan untuk menempati suatu lokasi transmigran dari latar belakang
sosial-budaya beragam yang mempunyai organisasi produksi dalam sistem produksi yang relatif
beragam dan ditandai dengan hubungan produksi yang tidak setara disebabkan perbedaan struktur
sosial.

Heeren 15 menunjukkan bahwa kondisi lahan di luar Jawa yang memiliki tingkat
kesuburan relatif kurang menyebabkan pilihan penduduk Lampung Tengah untuk
melakukan

usahatani

perladangan

berpindah.

Masih

dimungkinkannya

perladangan berpindah oleh penduduk Lampung Tengah dikarenakan kepadatan
penduduk yang masih relatif kurang dan kepemilikan tanah yang berbasis marga.
Kedata-ngan para transmigran asal BRN 16 ke Lampung Tengah sebagai tujuan
daerah transmigran menyebabkan terjadinya konflik kepemilikan tanah antara
penduduk asli dengan para transmigran tersebut.
Demikianpun studi yang dilakukan Levang 17 menunjukkan kondisi alam
yang ditandai dengan lahan yang sering digenangi air (ekologi lahan gambut
berawa) atau lahan bertekstur histosol 18 memberikan pilihan atas alat produksi
(teknologi) yang digunakan orang Banjar dalam mengusahakan lahan gambut
berawa tersebut. Sebagai misal, varietas padi yang digunakan untuk melakukan
usahatani adalah varietas padi yang mempunyai siklus panjang (6–10 bulan)
sehingga panen sawah pasang surut hanya dapat dilakukan 1 kali setiap tahunnya
yang berbeda dengan panen padi sawah di Pulau Jawa. Demikian pun dengan
teknologi pengelolaan lahan yang menggunakan tajak, taju, dan ani-ani.
Aktivitas yang dilakukan orang Banjar tersebut, oleh kaum positivist yang
mengidap paham moderniasasi dianggap tidak efisein karena membutuhkan
tenaga kerja dan waktu yang panjang sehingga diperlukan teknologi yang lebih
intensif.

Kehadiran transmigran dengan membawa pengalaman bertani dari

daerah asalnya berupa teknik produksi yang intensif –varietas unggul,
pemupukan, penyiangan, dan panen dua kali– ternyata mengalami kontradiksi

15

H. J. Heeren: Transmigrasi di Indonesia, Jakarta 1979, hal. 87 – 91.
BRN adalah singkatan dari Biro Rekonstruksi Nasional merupakan lembaga pemerintah yang
berfungsi mengorganisasi dan memimpin rehabilitasi prajurit-prajurit yang dimobilisasi. Tujuan
BRN adalah penciptaan kesempatan kerja bagi berbagai kelompok veteran untuk merintis jalan
kembali bagi mereka secara teratur ke kehidupan sosial masyarakat biasa, serta untuk
memanfaatkan tenaganya untuk membangun negaranya kembali.
17
Patrice Levang: Ayo ke Tanah Sabrang, Jakarta 2003.
18
Menurut Harjowigeno (1993:251) bahwa jenis tanah histosol terbentuk bila produksi dan
penimbunan bahan organik lebih besar dari mineralisasinya. Keadaan demikian terdapat di
tempat-tempat yang selalu digenangi air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat. Oleh karena
itu, dekomposisi bahan organik terhambat dan terjadilah akumulasi bahan organik. Selanjutnya,
Harjowigeno mengatakan bahwa jenis tanah histosol ini mudah terbakar ketika drainasinya
mengalami perbaikan.
16

dengan kondisi alam atau ekologi di daerah tujuan sehingga seringkali terjadi
kegagalan dalam produksi padi-sawah pasang surut.
Kegagalan produksi sawah pasang surut yang dialami komunitas
transmigran mengkibatkan tidak sedikit dari mereka meninggalkan pemukiman
baru yang disediakan pemerintah. Umumnya alasan mereka –para transmigran–
meninggalkan daerah tujuan adalah kurangnya keterampilan teknik usahatani
sawah pasang surut dan kekurangan modal dalam peng-usahaan padi-sawah
pasang surut tersebut. Meskipun demikian, diantara mereka yang bertahan karena
berbekal kecakapan bertani di daerah asal dan kemauan belajar dari teknik orang
Banjar.

Dua faktor tersebut menyebabkan terjadinya “revolusi” dalam

berproduksi sehingga mendorong berlangsungnya kekuatan produksi yang
permanen.
Meskipun demikian, determinasi ekologi lahan gambut berawa yang
miskin unsur hara mendorong terjadinya penurunan produksi padi dari 200–300
kaleng/ha/tahun menjadi 10–50 kaleng/ha/tahun. 19 Penurunan produksi padi ini
dikarenakan unsur hara yang dihasilkan dari pembakaran saat pembukaan hutan
menghilang dengan cepat di lahan Kalimantan yang tingkat kesuburan
kimiawinya rendah.

Selain itu, drainasi yang terlalu dangkal tidak dapat

melarutkan asam yang berlebihan dan juga tidak dapat mencegah salinasi sawah. 20
Menurut mereka yang berperspektif ekologi Marxis bahwa kejadian seperti
demikian akan menciptakan jurang metabolik (metabolic gap), yaitu kehancuran
keadaan-keadaan kewujudan manusia yang ditentukan oleh alam. Jurang
metabolik tersebut, kemudian mendorong terwujudnya watak kapitalisme di
daerah tujuan yang semakin memperkuat dominasi peran kelas kapitalis pinggiran
(periferi capitalism class). Ketergantungan lahan pada input teknologi tinggi
menyebabkan peranan kapital tidak dapat dihindari komunitas transmigran dalam
pengusahaan lahan pasang surut.
Pentingnya peranan kapital dalam pengusahaan padi-sawah pasang surut
tersebut kemudian mendorong perubahan pada hubungan produksi.

19

Kasus

Data yang disajikan merujuk pada kasus yang dipilih oleh penulis selama melakukan
penelitian pada komunitas transmigran di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi
Kalimantan Selatan.
20
Patrice Levang: Op.cit, hal. 165.

komunitas transmigran di Wanaraya menunjukkan sistem pertukaran tenaga kerja
berbasis kebutuhan tenaga kerja (tolong menolong) yang pernah dilakukan sesama
komunitas transmigran kemudian digantikan dengan sistem sewa/upah tenaga
kerja. Menjual tenaga kerja oleh sebagian anggota komunitas transmigran tidak
lain dimaksudkan untuk mendapatkan modal yang selanjutnya dengan modal
tersebut diperuntukkan memenuhi keberlanjutan usahatani sawah pasang surut.
Dalam kondisi seperti ini, pembentukan struktur kelas baru dalam komunitas
transmigran tidak dapat dihindari.
Studi Girsang (1996) menunjukkan bahwa introduksi teknologi sawah
intensif pada komunitas transmigran di Desa Waihatu menyebabkan terbaginya
komunitas transmigran ke dalam tiga lapisan sosial, yaitu: (1) lapisan atas, rumah
tangga yang mempunyai modal pangan dan modal cadangan pengembangan usaha
serta mempunyai lahan luas; (2) lapisan tengah, rumah tangga yang hanya mampu
mencukupi modal cadangan pangan dan berlahan sempit serta tidak tergolong
miskin; dan (3) lapisan bawah adalah rumah tangga yang tidak berlahan dan
tergolong miskin.
Perbedaan struktur sosial komunitas transmigran Waihatu di atas,
kemudian mendorong berlangsungnya moda produksi kapitalis yang eksploitatif.
Kekuatan produksi berupa modal, lahan yang luas, dan teknologi pasca produksi
(penggilingan) yang dimiliki oleh lapisan atas dengan mudah memperoleh surplus
produksi melalui penyewaan lahan, sewa tenaga kerja, meminjamkan modal, dan
mengambil keuntungan melalui penggunaan mesin penggilingan terhadap lapisan
tengah dan bawah pada komunitas transmigran tersebut.
Komunitas transmigran Wanaraya sebagai kasus pilihan dalam studi ini
menunjukkan bahwa komunitas transmigran terbagi ke dalam dua struktur sosial,
yaitu petani pemilik modal dan petani pemilik-penggarap.

Berbeda dengan

komunitas transmigran di Desa Waihatu, umumnya kelas sosial komunitas
transmigran Wanaraya memiliki lahan minimal 2 hektar yang diperoleh dari
pemerintah. Sementara itu, program bantuan pinjaman yang diberikan pemerintah
kepada komunitas transmigran di Wanaraya berupa usaha ternak sapi, ternyata
tidak serta merta memperbaiki struktur ekonomi petani pemilik-penggarap sebagai
kelas terendah pada komunitas transmigran. Sebaliknya, bantuan pinjaman

tersebut semakin memperkuat posisi kelas pemodal terhadap kelas petani pemilikpenggarap.
Kekuatan produksi yang berbeda diantara dua struktur sosial komunitas
transmigran di atas, selanjutnya mendorong terjadinya hubungan produksi yang
eksploitatif, dimana surplus produksi yang hasilkan oleh petani pemilikpenggarap diserap oleh petani pemilik m