TUGAS BIOMASSA ( BRAZIL)

Bahan bakar etanol di Brasil
Brasil adalah negara dengan produksi bahan bakar etanol kedua terbesar di dunia, sekaligus
pengekspor terbesar bahan bakar etanol. Brasil dan Amerika Serikat memimpin dalam jumlah
produksi bahan bakar etanol. Kedua negara ini memproduksi 87.8% produksi etanol industri
dunia pada tahun 2010.Pada tahun 2010, Brasil memproduksi 26,2 miliar liter (6,92 miliar
galon AS) bahan bakar etanol, 30,1% dari jumlah etanol dunia yang digunakan untuk bahan
bakar
Brasil dianggap sebagai negara yang pertama kali memberlakukan ekonomi bahan bakar bio
secara berkelanjutan serta dianggap juga sebagai pemimpin industri bahan bakar bio.Negara
ini dijadikan model bagi beberapa negara lain, dan etanol dari gula yang dihasilkan negara ini
merupakan model bahan bakar alternatif paling sukses sampai saat ini Hanya, beberapa
penulis menganggap bahwa suksesnya etanol di Brasil itu disebabkan karena teknologi
pertaniannya yang maju, disertai dengan luas lahan yang besar, sehingga program yang ada di
Brasil ini hanya cocok dipraktikkan di beberapa negara tropis di Amerika Latin, Karibia,
dan Afrika
Program bahan bakar etanol di Brasil yang sudah berjalan selama 30 tahun berasal dari
teknologi pertanian gula paling efisien di dunia. Mereka menggunakan peralatan yang
modern dan tebu yang murah sebagai bahan mentah, selain itu ampas tebu juga digunakan
untuk menghasilkan panas dan tenaga, yang akhirnya menghasilkan harga yang sangat
kompetitif, dengan hasil yang sepadan. Pada tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan
Amerika Serikat menetapkan etanol gula tebu di Brasil sebagai bahan bakar bio paling maju

karena mereka dapat mereduksi 61% dari total siklus hidup emisi gas rumah kaca.
Saat ini, tidak ada lagi kendaraan kecil di Brasil yang hanya menggunakan bahan bakar
bensin saja. Sejak tahun 1976, pemerintah mewajibkan semua mobil di Brasil harus bisa
menggunakan bahan bakar campuran etanol dengan bensin, yang besarannya beragam, mulai
dari 10% sampai 22%. Mobil-mobil dengan mesin bensin biasa harus dikonfigurasi kembali,
tetapi hanya minor saja. Tahun 1993, pemerintah mewajibkan campuran etanol dalam bahan
bakar dinaikkan menjadi 22% (E22). Pada tahun 2003, batasan ini ditetapkan menjadi
minimum 20% dan maksimumm 25%. Sejak tanggal 1 Juli 2007, peraturannya diubah lagi
menjadi 25% etanol dan 75% bensin. Kemudian, pada bulan April 2011, batasan bawahnya
diubah menjadi 18%, disebabkan karena jumlah persediaan etanol berkurang dan harganya
tinggi.

Industri mobil di Brasil mengembangkan kendaraan bahan bakar fleksibel yang dapat
menggunakan campuran etanol beragam, antara 20-25% (E20-25) sampai yang memakai
bahan bakar etanol saja (E100). Mulai diperkenalkan pada tahun 2003, kendaraan berbahan
bakar fleksibel ini laris di pasaran. Pada tahun 2009, mobil berbahan bakar fleksibel
mencatatkan pangsa pasar 92.3% dari seluruh penjualan mobil dan truk kecil baru
Tebu sudah ditanam di Brasil sejak tahun 1532, semenjak gula adalah saah satu komoditas
pertama yang diekspor ke Eropa oleh orang-orang Portugis. Tebu digunakan pertama kali
sebagai bahan bakar etanol di akhir 1920-an dan awal 1930-an, dengan masuknya mobil

pertama kali ke negara itu. Produksi bahan bakar etanol mencapai puncak selama Perang
Dunia II, dan karena kapal selam Jerman menghancurkan pasokan minyak, maka campuran
etanol sebagai bahan bakar meningkat sampai 50% pada tahun 1943. Setelah perang usai,
harga minyak yang murah menyebabkan campuran etanol pada bahan bakar hanya digunakan
secara sporadis, kebanyakan hanya dipakai untuk mengambil keuntungan dari surplus stok
gula di negara itu. Pada tahun 1970-an, tepatnya saat Krisis minyak 1973, pasokan minyak
berkurang dan kesadaran publik akan pemenuhan energi sendiri kembali meningkat. Sebagai
hasilnya, pemerintah Brasil mulai mempromosikan bioetanol sebagai bahan bakar. Program
Alkohol Nasional -Pró-Álcool- (bahasa Portugis: 'Programa Nacional do Álcool'),
diluncurkan pada tahun 1975, merupakan program nasional yang dibiayai oleh pemerintah
untuk mengatasi masalah ini. Etanol ini diproduksi dari tebu.

Produksi
Indikator ekonomi dan produksi

Produksi etanol di Brasil menggunakan tebu sebagai bahan baku utamanya, serta
mengandalkan teknologi generasi pertama dari pengolahan etanol yaitu memanfaatkan
kandungan sukrosa pada tebu. Produksi etanol telah bertumbuh 3,77% setahun sejak tahun
1975 dan perbaikan sana-sini telah dilakukan, terutama di proses produksi pada fase
agrikultural dan industrial. Pengembangan yang lebih jauh akan meningkatkan produksi

etanol sampai 9.000 liter per hektarnya.
Ada 378 pabrik etanol di seluruh dunia yang beroperasi di Brasil pada bulan Juli 2008, 126 di
antaranya memproduksi etanol saja dan 252 memproduksi gula sekaligus etanol. Ada 15
pabrik tambahan lagi yang hanya memproduksi gula. Semua pabrik ini mempunyai kapasitas
terpasang sebesar 538 juta metrik ton tebu per tahunnya, dan ada 25 pabrik lagi yang sedang
dibangun yang akan beroperasi tahun 2009 yang akan menambah kapasitas produksi 50 juta
ton per tahun. Satu pabrik kira-kira menghabiskan biaya 150 juta dolar AS dan membutuhkan
luas lahan tebu sebesar 30.000 hektar untuk memenuhi kapasitas pabrik.
Produksi etanol di Brasil terkonsentrasi di wilayah Tengah dan Tenggara dari negara ini,
dipimpin oleh negara bagian São Paulo, dengan 60% dari seluruh produksi etanol negara,
diikuti oleh Paraná (8%), Minas Gerais (8%) dan Goiás (5%).2 kawasan ini adalah penghasil
90% etanol Brasil sejak tahun 2005 dan musim panen berlangsung pada bulan April sampai
November. Kawasan Timur Laut negara ini merupakan penghasil 10% etanol negara, dengan
dipimpin oleh Alagoas dengan kontribusi sebanyak 2% dari total produksi. Musim panen di
kawasan utara-timur laut berlangsung pada bulan September sampai Maret, dan rata-rata
produktivitasnya lebih rendah daripada kawasan selatan-tengah. Karena adanya perbedaan
produksi ini, maka statistik produksi gula dan etanol di Brasil biasanya dilaporkan 2 tahun
sekali, tidak tiap tahun.
Untuk musim panen 2008/09, 44% dari hasil panen tebu diolah menjadi gula, 1%
menjadi minuman beralkohol, dan 55% untuk produksi etanol. Etanol yang dihasilkan pada

tahun 2008/2009 kira-kira sebanyak 24,9 miliar liter (6,58 miliar galon AS) sampai 27,1

miliar liter (7,16 miliar galon AS), dengan kebanyakan dari produksi mereka ini ditujukan
untuk kebutuhan dalam negeri, dan hanya 4,2 miliar liter saja yang diekspor. Dari jumlah
yang diekspor itu, 2,5 miliar liter di antaranya dikirim ke Amerika Serikat. Pertumbuhan
lahan tebu meningkat dari 7 juta menjadi 7,8 juta hektar dari tahun 2007 ke 2008,
kebanyakan menggunakan padang rumput yang tidak terurus. Pada tahun 2008 Brasil
memiliki 276 juta hektar lahan subur, 72% di antaranya digunakan untuk padang rumput,
16,9% untuk tanaman, dan 2,8% di antaranya untuk tebu, berarti lahan untuk etanol ini baru
1,5% dari luas total lahan subur yang ada di negara itu.
Karena gula dan etanol berasal dari tanaman yang sama dan proses industrinya pun
terintegrasi, maka statistik pekerjaan di negara itu biasanya juga ditampilkan bersamaan.
Pada tahun 2000 ada 642.848 pekerja yang bekerja di sektor industri ini, dan karena produksi
etanol terus bertambah, pada tahun 2005 sudah ada 982.604 pekerja di ladang tebu, di
antaranya 439.573 orang bekerja di ladang tebu, 439.573 pekerja di pengolahan gula, dan
128.363 pekerja di pabrik etanol. Lapangan pekerjaan di bagian etanol meningkat 88,4% dari
tahun 2000 sampai 2005, sedangkan lapangan pekerjaan di ladang tebu hanya meningkat
16,2% saja karena ekspansi penggunaan alat-alat mekanikal untuk meningkatkan
produktivitas. Negara bagian dengan pekerja terbanyak pada tahun 2005 adalah São Paulo
(39.2%), Pernambuco (15%), Alagoas (14.1%), Paraná (7%), and Minas Gerais (5.6%)


Teknologi pertanian
Sebuah

aspek

penting

dalam

pengembangan

industri

etanol

di

Brasil


adalah

investasi penelitian dan pengembangan di pertanian oleh pihak pemerintah maupun pihak
swasta. EMBRAPA, perusahaan negara yang menangani penelitian di bidang pertanian,
bersamaan dengan penelitian yang dikembangkan oleh institut dan universitas setempat
menjadikan Brasil adalah salah satu negara inovator bidang bioteknologi dan agronomi.
Teknologi agrikultural untuk tanaman tebu mereka adalah yang paling efisien di dunia.
Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk berkonsetrasi meningkatkan efisiensi pada
input dan proses sehingga bisa mengoptimalkan hasil yang diperoleh. Hasilnya adalah hasil
etanol yang didapat semakin meningkat dalam 29 tahun, dari sebelumnya 2,024 liter per
hektar pada tahun 1975 menjadi 5,917 liter per hektar pada tahun 2004, sehingga ada
peningkatan produktivitas kira-kira 3.77% per tahunnya. Pengembangan bioteknologi di
Brasil termasuk dengan pengembangan varietas lain dari tebu yang bisa menghasilkan lebih

banyak energi. Peningkatan juga terjadi pada hasil tebu yang diperoleh, dari 95 kg/hektar
menjadi 140 kg/hektar dalam kurun waktu 1977 sampai 2004. Inovasi di proses industri
meningkatkan hasil ekstraksi tebu dalam jangka waktu 1977 sampai 2003. Peningkatan rataratanya adalah 0.3%; beberapa tempat pengolahan telah mencapai efisiensi ekstraksi sebesar
98%.
Penelitian


bioteknologi

dan

pengembangan

genetik

telah

membawa

pengembangan strain baru yang lebih tahan terhadap penyakit, bakteri, atau hama, juga lebih
tahan terhadap gangguan perubahan lingkungan. Nantinya, hal ini bisa membawa kemajuan
bagi perluasan lahan tanaman tebu di negara ini. Pada tahun 2008, ada lebih dari 500 jenis
varietas tebu yang ditanam di Brasil. Di antarasemua varietas itu, sekitar 51 di antaranya
ditemukan dalam 10 tahun terakhir ini. 4 program penelitian, 2 privat dan 2 publik,
didedikasikan untuk pengembangan genetik yang lebih jauh. Sejak pertengahan 1990-an,
laboratorium bioteknologi Brasil telah mengembangkan varietas transgenik, tetapi belum
untuk tujuan komersial. Identifikasi dari 40.000 gen gula diselesaikan tahun 2003 dan ada

beberapa grup penelitian yang memperdalam genom, masih pada tahap eksperimen, tetapi
hasil komersialnya diperkirakan akan selesai dalam waktu 5 tahun.

Proses produksi
Sukrosa yang diesktrak dari tebu hanya mengandung 30% energi kimia yang dipunyai oleh
sebuah tanaman dewasa; 35% lagi ada di daun-daun dan batangnya, yang dibuang selama
panen, dan 35%nya lagi ada di material (bagasse) yang dibuang setelah proses penekanan.
Kebanyakan proses pengolahan tebu di Brasil berlangsung secara terintegrasi, sehingga
produksi gula, proses pengolahan etanol, dan listrik yang didapat dari produk sampingan.
Tahap-tahap

produksi

gula

dan

etanol

pada


skala

adalah penggilingan, produksi listrik, fermentasi, distilasi etanol,

besar

di

antaranya

Penggilingan dan penyulingan
Setelah dipanen, biasanya tebu akan diangkut dengan truk semi trailer. Setelah
melalui kontrol kualitas maka tebu akan dicuci, dipotong, kemudian diparut dengan pisau.
Setelah itu kemudian bahan baku ini akan diekstrak untuk memperoleh semacam jus
(disebut garapa di Brasil) mengandung 10-15% sukrosa, dan bagasse, residu serat. Target
utama dari proses penggilingan adalah untuk mengekstrak sukrosa dari tebu sebanyak
mungkin, dan juga memproduksi bagasse dengan uap sesedikit mungkin, karena nantinya
bagasse ini akan dibakar, sehingga pabrik ini nantinya akan memenuhi kebutuhan energi
sendiri dan mengaliri listriknya secara mandiri. Jus tebu atau garapa ini kemudian disaring

dan diberi tambahan bahan kimia dan kemudian dipasteurisasi. Sebelum evaporasi, jus ini
disaring lagi, dan menghasilkan vinasse, cairan yang kaya akan bahan organik. Hasil
semacam sirup dari evaporasi kemudian dipresipitasi oleh kristalisasi yang nantinya akan
menghasilkan

campuran

kristal

bening

dan molasses. Pemusing digunakan

untuk

memisahkan gula dari molasses, dan kristal akan dicuci dengan penambahan uap dan
dikeringkan dengan semburan udara. Ketika pendinginan, kristal gula terpisah dari sirup. Dari
tahap ini, proses penyulingan gula dilanjutkan untuk memproduksi kelas gula yang berbedabeda, molasses sendiri akan diproses untuk menghasilkan etanol.
Fermentasi, distilasi, dan dehidrasi
Molasses akan diproses sehingga menjadi molasses steril yang bebas kotoran, siap untuk

difermentasi.

Dalam

proses fermentasi gula

akan

berubah

menjadi

etanol

dengan

penambahan khamir. Waktu fermentasi sangatlah beragam, dari 4 sampai 12 jam dan akan
menghasilkan cairan yang mengandung alkohol 5-7% dari total volume (°GL), disebut
sebagai wine fermentasi. Khamir kemudian dipisahkan dari wine menggunakan pemusing.
Setelah dilakukan pemanasan, nanti hasilnya berupa etanol hidrat dengan konsentrasi etanol
sekitar 96%. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi tertinggi yang bisa diperolej
melalui distilasi azeotropik, kandungan airnya sendiri bisa mencapai angka 4,9% dari
volume. Etanol hidrat ini hanya boleh digunakan pada kendaraan berbahan bakar etanol saja
atau yang fleksibel. Proses ini biasanya akan diteruskan yaitu proses dehidrasi. Proses ini
biasanya dilakukan dengan penambahan zat kimia, sehingga konsentrasi etanol bisa naik
sampai 99% dan disebut etanol anhidrat. Etanol anhidrat ini baru bisa digunakan sebagai
bahan bakar campuran bensin.

Ekspor
Brasil adalah negara pengekspor etanol terbesar di dunia. Pada tahun 2007, Brasil
mengekspor 933,4 juta galon AS (3.532,7 juta liter) etanol, sebanding dengan 20% jumlah
produksi mereka, dan hampir 50% dari jumlah ekspor etanol global. Sejak tahun 2004,
eksportir

Brasil

memiliki

Serikat, Belanda, Jepang, Swedia, Jamaika, El

pelanggan
Salvador, Kosta

utama

di Amerika

Rika, Trinidad

&

Tobago, Nigeria, Meksiko, India, dan Korea Selatan.
Negara-negara di kawasan Cekungan Karibia banyak mengimpor etanol dari Brasil, tetapi
tidak banyak yang ditujukan untuk dipakai sendiri. Negara-negara ini memproses ulang
produk tersebut, biasanya dengan mengubah etanol hidrat dari Brasil menjadi etanol anhidrat,
lalu kemudian mengekspornya kembali ke Amerika Serikat. Hal ini akan meningkatkan nilai
barang tersebut, juga menghindari pajak 2,5% dan tarif tambahan 0,54 dolar AS per galon,
karena sudah ada perjanjian perdagangan antara Amerika Serikat dengan Karibia
yaitu Caribbean Basin Initiative (CBI). Tapi, proses ini juga dibatasi oleh kuota, yaitu hanya
7% dari konsumsi etanol A.S. Meskipun akhirnya ekspor langsung ke A.S. jatuh drastis pada
tahun 2007, tetapi impor dari 4 negara CBI justru semakin melonjak, pertumbuhannya naik
dari 15,5% pada tahun 2006 menjadi 25,8% pada tahun 2007, merepresentasikan bagaimana
naiknya proses re-ekspor ke A.S. ini, yang akhirnya juga bisa mengkompensasi sebagian
kehilangan ekspor ke A.S. Situasi semacam ini menimbulkan perhatian di A.S., karena
mereka sedang berusaha untuk membangun kerjasama untuk meningkatkan produksi etanol
di kawasan Amerika Latin dan Karibia.
Amerika Serikat, yang merupakan tujuan pemasaran etanol paling besar buat Brasil, sekarang
ini mengenakan tarif impor dari Brasil sebesar 0,54 dolar AS per galonnya, yang bertujuan
untuk meningkatkan produksi etanol dan melindungi industri etanol di negara mereka. Pada
sejarahnya, sebenarnya tarif 0,54 dolar ini digunakan untuk mengimbangi kredit pajak impor
federal yang sudah ada, yaitu sebesar 45 sen per galonnya tidak peduli berasal dari negara
mana etanol itu diimpor. Ekspor etanol Brasil ke A.S. mencapai 1 miliar dolar AS pada tahun
2006, peningkatannya sangat luar biasa mengingat pada tahun 2005 nilainya hanya 98 juta
dolar AS (ada peningkatan 1.020%),tetapi turun drastis pada tahun 2007 karena produksi
etanol dari jagung di Amerika meningkat tajam. Seperti pada tabel, Amerika Serikat tetaplah
tujuan impor terbesar bagi etanol Brasil, meskipun Uni Eropa dan negara-negara CBI juga
sudah mengimpor dengan jumlah yang hampir sama

Kebanyakan mobil yang ada di Brasil beroperasi menggunakan bahan bakar (etanol E100)
atau gasohol (E25 blend), karena campuran etanol anhidrat 25% merupakan bahan bakar
standar di Brasil. Sejak tahun 2003, muncullah kendaraan bahan bakar fleksibel yang dapat
beroperasi dengan menggunakan campuran bensin dan etanol berapapun. Mobil-mobil ini
memiliki sensor elektronik yang dapat mendeteksi bahan bakar apa yang dipakai, dan dapat
mengatur pembakaran mesin agar sesuai. Adanya mobil ini memungkinkan penggunanya
memakai bahan bakar yang paling murah. Penjualan kendaraan bahan bakar fleksibel
mencapai angka 9,3 juta unit pada bulan September 2009, 39% dari jumlah kendaraan bahan
bakar bensin yang ada. Pada pertengahan tahun 2010 sudah ada 70 model kendaraan bahan
bakar fleksibel yang ada di pasar dan produksi sampai Desember 2010 telah mencapai angka
12,5 juta unit termasuk dengan 500.000 motor bahan bakar fleksibel.
Karena bahan bakar etanol memiliki kandungan energi yang lebih rendah, maka kendaraan
bahan bakar fleksibel yang memakai bahan bakar ini juga hanya dapat menempuh jarak yang
lebih kecil. Tapi, hal ini diimbangi dengan harga etanol yang juga lebih rendah 25-30% per
galonnya dari harga bensin. Maka, para konsumen di Brasil pun biasanya mendapatkan saran
dari media untuk mengisi kendaraan mereka dengan bahan bakar etanol hanya ketika harga
etanol lebih murah 30% dari harga bensin. Hal ini disebabkan karena harga etanol di negara it
juga sangat berfluktuatif, tergantung dari hasil panen tanaman tebu tahun itu.
Sejak tahun 2005, harga etanol di Brasil menjadi sangat kompetitif karena tidak lagi
diberikan subsidi oleh pemerintah, meskipun sebenarnya harga bensin juga konstan sejak
pertengahan tahun 2005, di waktu ketika harga minyak dunia hanya 60 dolar AS per barrel.
Bensin di Brasil sebenarnya memiliki pajak yang sangat tinggi, sekitar 54%,sedangkan pajak
bahan bakar etanol jauh lebih rendah, hanya sekitar 12% sampai 30% tergantung dari negara
bagiannya. Sampai bulan Oktober 2008, harga rata-rata untuk bahan bakar bensin E25 adalah
4,39 dolar AS per galon sedangkan harga rata-rata untuk etanol adalah 2,69 dolar AS per
galon. Perbedaan harga yang mencolok ini menyebabkan konsumsi etanol meningkat, dan di
akhir Juli 2008, ketika harga minyak mentah di pasa dunia melonjak drastis dan nilai
tukar real Brasil dengan dolar AS mencapai titik terendah, rata-rata harga ritel bensin di
Brasil mencapai 6 dolar AS per galonnya. Rasio harga bensin dengan etanol jauh di atas 30%
pada periode ini di hampir semua negara bagian, kecuali di negara bagian yang jauh dari
sentra produksi etanol dan di bulan-bulan ketika panen tebu sedikit. Menurut pada produsen

Brasil, etanol akan tetap kompetitif di pasar Brasil ketika harga minyak mentah tidak sampai
jatuh di bawah 30 dolar AS per barel.
Pada tahun 2008, konsumsi seluruh bahan bakar etanol di Brasil, telah melampaui konsumsi
bensin di negara itu, dengan volume sekitar 27.000 meter kubik per harinya. Di bulan
Februari 2008, kombinasi antara konsumsi etanol hidrat dan etanol anhidrat telah melewati
50% konsumsi bensin yang dibutuhkan untuk menjalankan armada itu sendiri. Jumlah
konsumsi etanol bulanan untuk etanol anhidrat (yang dipakai untuk bahan bakar E25) dan
etanol hidrat (yang dipakai untuk E100) mencapai 1.432 miliar liter, sedangkan konsumsi
bensin sendiri adalah 1.411 miliar liter. Meskipun jika dilihat sekilas volume penjualan etanol
sudah lebih besar daripada bensin, tetapi jika dilihat dari energi yang dihasilkan, maka etanol
hanya menyumbang 17,6% dari total konsumsi energi di negara itu, sedangkan bensin
menyumbang 23,3% dan diesel menyumbangkan 49.2%.
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2003, penjualan etanol turun 8,5% pada tahun 2010 jika
dibandingkan dengan tahun 2009. Total konsumsi etanol hidrat dan anhidrat di negara itu
turun 2,9% sedangkan konsumsi bensin malah meningkat 17,5%. Volume total penjualan
etanol pun menjadi 22,2 miliar liter, jika dibandingkan dengan konsumsi bensin yang 22,7
miliar liter. Berkurangnya konsumsi etanol hidrat ini disebabkan karena harga gula yang
mahal di pasar dunia, mencapai harga tertingginya dalam 30 tahun pada tahun 2010.
Tingginya harga gula ini menyebabkan pabrik-pabrik pengolahan tebu menjadi lebih banyak
memproduksi gula daripada memproduksi etanol, sehingga pasokan etanol pun berkurang
dan harga E100 pun meningkat, yang ujung-ujungnya harga bahan bakar etanol ini menjadi
tidak kompetitif. Faktor lainnya yang berkontribusi terhadap perubahan ini adalah impor
kendaraan berbahan bakar bensin yang meningkat pada tahun 2010.
Perbandingan dengan Amerika Serikat
Industri etanol berbasis tebu di Brasil lebih efisien daripada industri etanol berbasis jagung di
Amerika Serikat. Etanol tebu memiliki nilai keseimbangan energi 7 kali lebih baik daripada
etanol yang diperoleh dari jagung. Pendistilasian Brasil memiliki kemampuan untuk
memproduksi etanol dengan harga 22 sen per liternya, sedangkan etanol dari jagung biayanya
adalah 30 sen per liter. Biaya produksi etanol di Amerika Serikat lebih tinggi 30% karena
amilum dari jagung harus diubah dahulu menjadi gula sebelum didistilasi menjadi alkohol.
Meskipun ada perbedaan harga ini, tetapi Amerika Serikat tidak mengimpor etanol lebih

banyak etanol lagi dari Brasil karena mereka mempunyai tarif sebesar 54 sen per galon yang
sudah diberlakukan sejak 1980.
Penanaman tebu membutuhkan iklim tropis atau subtropis, dengan curah hujan minimum
adalah 600 mm (24 in). Tebu merupakan salah satu tanaman pefotosintesis terefisien dari
semua jenis tanaman, mereka mempunyai kemampuan untuk mengubah sampai 2% energi
matahari

menjadi

biomassa.

Produksi

tebu

di

Amerika

Serikat

dilakukan

di Florida, Louisiana, Hawaii, dan Texas. 3 pabrik pertama yang mengolah etanol dari bahan
bakar tebu di Amerika Serikat mulai beroperasi di Louisiana pertengahan tahun 2009. Pabrik
pengolahan gula di Lacassine, St. James dan Bunkie akan memeproduksi etanol dari tebu
dengan menggunakan teknologi dari Kolombia sehingga mereka bisa mendapatkan
keuntungan dari produksi etanol. 3 pabrik ini akan memproduksi 100 juta galon AS (378,5
juta liter) etanol dalam lima tahun. Pada tahun 2009, 2 pabrik etanol tebu lainnya sedang
dikembangkan di Kauai, Hawaii dan Imperial Valley, California.

Referensi
1. F.O. Lichts. "Industry Statistics: 2010 World Fuel Ethanol Production". Renewable Fuels
Association. Diakses tanggal 2011-04-30.

2. "Biofuels: The Promise and the Risks, in World Development Report 2008" (PDF). The World Bank.
2008. pp. 70–71. Diakses tanggal 2008-05-04.

3. Daniel Budny and Paulo Sotero, editor (2007-04). "Brazil Institute Special Report: The Global
Dynamics of Biofuels" (PDF). Brazil Institute of the Woodrow Wilson Center. Diakses tanggal 200805-03.

4. Inslee, Jay; Bracken Hendricks (2007). "6. Homegrown Energy". Apollo's Fire. Island Press,
Washington, D.C. pp. 153–155, 160–161. ISBN 9781597261753.

5. Larry Rother (2006-04-10). "With Big Boost From Sugar Cane, Brazil Is Satisfying Its Fuel
Needs". The New York Times. Diakses tanggal 2008-04-28.

6. "Biofuels in Brazil: Lean, green and not mean". The Economist. 2008-06-26. Diakses
tanggal 2008-11-28.

7. Sperling, Daniel and Deborah Gordon (2009). "4 Brazilian Cane Ethanol: A Policy Model. The
authors consider that ethanol production in Brazil is a unique situation and it is not replicable, they
think there is no other country where it makes sense to convert sugar or starch crops to ethanol,
particularly the US.". Two billion cars: driving toward sustainability. Oxford University Press, New
York. pp. 95–96. ISBN 9780195376647.

8. Thomas L. Friedman (2008). Hot, Flat, and Crowded. Farrar, Strauss and Giroux, New York.
p. 190. ISBN 9780374166854. The author considers that ethanol can be a transport solution for
Brazil, but one that only can be replicated in other tropical countries, from Africa to the Caribbean.

9. Hausmann, Ricardo and Rodrigo Wagner (October 2009). "Certification Strategies, Industrial
Development and a Global Market for Biofuels". Belfer Center for Science and International Affairs
and Sustainability Science Program, Center for International Development, John F. Kennedy
School of Government, Harvard University. Diakses tanggal 2010-02-09. Discussion Paper 200915. The authors found that for some countries in Central Africa and Latin America ethanol can
represent a large industry, at least relative to current exports. The list of the relative importance of
biofuels (sugarcane ethanol in particular and replicating the Brazilian production system) is
headed by Suriname, Guyana, Bolivia, Paraguay, DR of Congo, and Cameroon. See pp. 5–6

10. Mitchell, Donald (2010). Biofuels in Africa: Opportunities, Prospects, and Challenges. The World
Bank, Washington, D.C. pp. xix–xxxii. ISBN 978-0821385166. See Executive Summary and
Appendix A: The Brazilian Experience.

11. Garten Rothkopf (2007). "A Blueprint for Green Energy in the Americas". Inter-American
Development Bank. Diakses tanggal 2008-08-22. See chapters Introduction (pp. 339–444) and
Pillar I: Innovation (pp. 445–482)

12. {{citeweb = http://www.eners.ch/plateforme/medias/macedo_2004.pdf%7Cauthor=Macedo Isaias,
M. Lima Verde Leal and J. Azevedo Ramos da Silva|title=Assessment of greenhouse gas
emissions in the production and use of fuel ethanol in Brazil|publisher=Secretariat of the
Environment, Government of the State of São Paulo|year=2004|accessdate=2008-05-09|
format=PDF |archiveurl
= http://web.archive.org/web/20080528051443/http://www.eners.ch/plateforme/medias/macedo_2
004.pdf