Peran ASEAN Intergovermental Commission On human Right (AICHR) Terhadap Penanganan Kejahatan Perdagangan Manusia di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdagangan manusia atau yang dikenal dengan sebutan human trafficking
merupakan bentuk kejahatan transnasional baru yang semakin marak terjadi
namun sulit untuk dideteksi. Kejahatan dalam bentuk ini biasa ditemui di negaranegara berkembang yang memiliki jumlah populasi penduduk yang besar dengan
perbedaan jumlah penduduk perempuan dan laki–laki yang tidak seimbang. Selain
itu hal yang paling besar melatar belakangi terjadinya kejahatan dalam bentuk ini
adalah adanya kesenjangan ekonomi dengan banyak tuntutan kebutuhan tenaga
kerja murah yang biasanya berasal dari luar negeri. Alasan mengapa hampir setiap
negara terlibat dalam jejaring perdagangan manusia adalah bahwa negara dapat
berfungsi

sebagai

negara

asal,

yaitu


negara

dimana

orang–orangnya

diperdagangkan ke luar, sebagai negara tujuan, yaitu negara tersebut menjadi
tujuan praktek perdagangan manusia, dan atau sebagai negara transit, yaitu negara
tersebut menjadi persinggahan sementara dalam rute perdagangan manusia. 1

1

Winterdyk, J & Reichel, P. Introduction to Special Issue : Human Trafficking : Issues and
Prespective. Hal 6. European Journal of Criminilogy.
diakses 21 Juni 2017

1

Universitas Sumatera Utara


Perdagangan manusia bisa dianggap perbudakan modern. 2 Selama 30 tahun
yang lalu, 30 juta orang Asia menjadi korban perdagangan manusia (Cara
exploitasi sexual saja) tetapi selama abad 16-19, jumlah orang Afrika yang dijual
di dalam perusahaan perbudakan 12 juta. 3 Diduga bahwa pada saat ini, seluruh
dunia 12,3 juta orang menderita sebagai akibat menjadi korban perdagangan
manusia, 4 dan bahwa sedikit-dikitnya tiga juta orang Indonesia menjadi korban
perdagangan manusia. 5 Juga, perdagangan manusia merupakan perusahaan
kejahatan yang paling tinggi di seluruh dunia setelah perdagangan narkoba dan
perdagangan senjata. 6 Jadi jelas perdagangan manusia adalah hal yang sangat
jahat dan perlu diberantas. Meskipun begitu, hanya sedikit sekali penjahat
perdagangan manusia yang ditanggkap. Sebagai contoh hanya 50 penjahat
perdagangan manusia ditangkap oleh polisi selama tahun 2008 dan hanya 139
ditangkap selama tahun 2009. 7

2

Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010,
p5


3

HIV and Human development Development Resource Network (HDRN), Not Her Real Name,
(HDRN) for UNDP-TAHA, 2006, p23

4

Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010,
p7

5

Ibid p177

6

HIV and Human development Development Resource Network (HDRN), Not Her Real Name,
(HDRN) for UNDP-TAHA, 2006, p34

7


Department of State, United States of America, Trafficking in Persons Report 10th edition, 2010,
178.

2

Universitas Sumatera Utara

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angka perdagangan
anak di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya 8, seperti terlihat pada Tabel
1.
Tabel 1. Jumlah Kasus Perdagangan Anak di Indonesia Tahun 2011-2014
No

Tahun

Jumlah Kasus Perdagangan Anak

1


2011

160

2

2012

173

3

2013

184

4

2014


263

Sumber : KPAI, 2015 9
Sejak 2011 hingga Juli 2015, tercatat ada sebanyak 860 kasus yang
dilaporkan. Secara rinci, pada 2011 terjadi 160 kasus, 2012 sebanyak 173 kasus,
2013 sebanyak 184 kasus, 2014 ada 263 kasus, dan hingga bulan Juli 2015 KPAI
mendapati laporan perdagangan anak sebanyak 80 kasus. Meski negara sudah
melindungi anak dari perdagangan manusia dengan berbagai perangkat peraturan,
termasuk Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Namun, dalam implementasi belum sesuai dengan yang diharapkan.
Persoalan human trafficking merupakan persoalan bersama yang harus
segera dicarikan solusi ragam penyelesaiannya. Kurangnya kesuburan tanah pada

8

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-catat-ratusan-anak-diperjualbelikan-tangkap-penjual-bayirp25-juta-lewat-online/
9

Ibid


3

Universitas Sumatera Utara

wilayah Madura karena mayoritas keluarganya adalah petani, minimnya
perekonomian serta tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang semakin
meningkat, pendidikan yang rendah, dan ketiadaan lapangan pekerjaan bagi
perempuan, merupakan beberapa faktor pendorong keluar (push factor) utama
para perempuan untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita yang kemudian menjadi
korban perdagangan manusia. Di samping itu, terdapat faktor-faktor pendorong
keluar lain yang bersifat personal. Sedangkan faktor penarik (pull factor) para
perempuan Madura bekerja ke Arab Saudi dan Malaysia adalah tingginya imingiming upah bulanan yang akan mereka dapatkan setiap bulannya. 10
Di Indonesia, perdagangan orang telah terjadi dalam kurun waktu yang
lama. Namun, karena tiadanya Undang-Undang yang komprehensif dengan
hukum penegakan dan ditambah dengan kurangnya kepekaan pejabat pemerintah
serta kesadaran masyarakat, kejahatan ini terus menjadi persoalan dan tantangan
utama yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat. International Organization
for Migration (IOM), sejak tahun 2005 telah mengidentifikasi dan membantu
korban perdagangan orang di Indonesia sebanyak 3.339 orang. Dimana hampir
90% dari korban adalah perempuan, dan lebih dari 25% adalah anak-anak.

perdagangan orang di Indonesia menjadi permasalahan yang sangat penting untuk
di bahas, mengingat bahwa banyak warga Indonesia yang menjadi objek dari

10

Iskandar Dzulkarnain, 2015, Perempuan Korban Perdagangan Manusia di Madura, Karsa, Vol.
23 No. 1, hal. 54.

4

Universitas Sumatera Utara

perdagangan orang itu sendiri sehingga perlu adanya upaya terpadu dari semua
pihak, terutama pihak pemerintah. 11
Dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan
perempuan yang berorientasi pada perlindungan korban, sangat diperlukan suatu
konsistensi penegakan hukum yang berpusat pada korban, yang “mengawinkan”
sasaran yang diinginkan atas penegakkan hukum terhadap pelaku dengan
kebutuhan dan hak-hak dari korban. 12
Aparat penegak hukum mempunyai tugas untuk mencegah permasalahan

perdagangan anak dengan menggunakan, perundang undangan yang ada pada saat
ini. Upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan ini dilakukan ditingkat
internasional, regional, dan lokal, dengan melakukan kerjasama terhadap instansi
terkait, dalam hal ini pihak kepolisian. Aparat penegak hukum harus bisa bekerja
sama dan bekerja keras guna menanggulangi permasalahan perdagangan anak.
Aparat penegak hukum ditingkat lokal yakni kepolisian sebagai penyidik harus
bisa menerapkan dengan tepat peraturan perundang undangan yang ada di
Indonesia untuk menjerat pelaku agar bisa memberikan efek jera terhadap pelaku
tindak pidana perdagangan anak. Peraturan yang terkait dalam permasalahan
perdagangan anak adalah Undang-Undang No 21 tahun 2007 tentang
11

Maslihati Nur Hidayati, 2912, Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang
Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Sei Pranata
Sosial, Vol. 1 No. 3, hal. 163
12

DTP Kusumawardhani, 2010. Pencegahan dan Penanggulangan Perdagangan Perempuan yang
Berorientasi Perlindungan Korban, Jurnal Masyarakat & Budaya, Vol. 12 No. 2, hal. 356


5

Universitas Sumatera Utara

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (selanjutnya disebut UndangUndang Perdagangan Orang). Selain itu aparat terkait harus dengan giat
melakukan kegiatan guna mencegah permasalahan perdagangan anak. 13
Isu perdagangan manusia merupakan implikasi dari fenomena kemiskinan.
Hal ini kemudian menjadi permasalahan yang lebih kompleks karena menjadi
kejahatan lintas negara yang terorganisir atau yang bisa disebut dengan a
transnational – Crime. 14 Menurut Protokol Palermo tahun 2000, definisi human
trafficking

atau

perdagangan

manusia

adalah


perekrutan,

pengiriman,

pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau
penggunaan kekerasan, atau bentuk pemaksaan lain seperti penculikan, penipuan,
kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau
menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. 15 Poin utama dari
definisi tersebut dikaitkan dengan persoalan perbudakan adalah bahwa adanya
upaya eksploitasi manusia untuk tujuan tertentu. Meskipun hampir sebagaian
besar kasus perdagangan manusia merupakan tindakan kriminal yang melintas

13

L.M Lapian Gandi dan Geru H Hetty,2005, Trafficking Anak dan Wanita, Rineka Cipta, Jakarta,
hal 134.
14

Nazala, RM, Transnational Actors – Organized Crime, dalam ceramah kelas Tranasionalisme
Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober 2013

15

United Nation, Protocol to Prevent, Suppress, and Punish Trafficking Ni Persons, Especially
Woman and Children, Suplementing The UN Convention Against Transnational Organized Crime
, 2000

6

Universitas Sumatera Utara

batas antar negara tetapi juga tidak menutup kemungkinan kejahatan ini terjadi
dalam satu negara.
Oleh karena banyaknya kasus perdagangan manusia di kawasan Asia
Tenggara, mendorong negara-negara ASEAN untuk membentuk ASEAN
Intergovernmental Commission On Human Rights (AICHR) pada tahun 2009 di
Kamboja.
Keamanan Internasional merupakan isu yang penting di era globalisasi saat
ini. Ketika berbicara mengenai keamanan internasional tidak lagi hanya
menekankan pada keamanan negara, tetapi juga berkaitan dengan keamanan
manusia (Human Security). Secara konvensional, permasalahan mengenai
keamanan biasanya identik dengan hubungan antar negara yang dapat diartikan
sebagai upaya suatu negara menjaga serta melindungi keamanan negaranya dari
serangan ataupun ancaman-ancaman oleh pihak lain, khususnya yang berkaitan
dengan ancaman militer. Model keamanan seperti ini disebut sebagai keamanan
tradisional.
Dalam perkembangannya, konsep keamanan mengalami pergeseran dari
keamanan tradisional yang lekat dengan isu ancaman militer ke keamanan nontradisional. Konsep keamanan non-tradisional mengenai keamanan manusia
dalam paper ini akan difokuskan mengenai kejahatan perdagangan manusia yang
saat ini marak terjadi di dunia. Perdagangan manusia menjadi isu yang hangat
dalam era globalisasi seperti saat ini karena eksistensi kejahatan ini telah

7

Universitas Sumatera Utara

mewabah di banyak negara di dunia termasuk di Indonesia. Perdagangan manusia
tidak hanya merupakan persoalan tindak kriminalitas semata tetapi juga
menyangkut mengenai pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Hal ini
berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak manusia yang paling fundamental
yaitu hak untuk kebebasan, mendapat kehidupan yang lebih baik, memperoleh
kesejahteraan serta hak manusia sebagai makhluk yang memiliki martabat. Dalam
kejahatan perdagangan manusia, esensi-esensi tersebut telah dilanggar karena
memperlakukan manusia layaknya barang yang diperjual-belikan sebagai
komoditas komersial yang menguntungkan untuk kemudian dapat dengan
mudahnya dieksploitasi.
Di Indonesia, kasus perdagangan manusia adalah kejahatan yang memiliki
rating yang tinggi serta marak terjadi. Dengan jumlah penduduk yang besar serta
wilayah yang luas, akan berpotensi untuk kejahatan model ini berkembang dengan
pesat, ditambah pula banyaknya jaringan sindikat perdagangan manusia yang
telah melahirkan kejahatan lintas negara (transnational crime) memudahkan
kejahatan ini untuk tumbuh subur. Permasalahan mengenai perdagangan manusia
kini semakin mencuat karena upaya dari pemerintah mengenai pemberantasan
kejahatan ini dinilai masih minim serta kurang efektif. Perlindungan terhadap
warganegara merupakan hal yang sangat mutlak karena hal tersebut merupakan
kewajiban negara, namun disamping itu perlu adanya kerjasama antar aktor nonnegara dalam dunia internasional untuk menjamin terciptanya keamanan manusia.

8

Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersurat
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang perlu dijawab dan dicarikan jalan
pemecahannya dan perumusan masalah merupakan konteks dari penelitian dimana
memberikan arah terhadap penelitian yang dilakukan. Berdasarkan pemaparan
pada bagian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu, Bagaimana peran ASEAN Intergovermental Commision on
Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di
Indonesia ?

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam
batasan penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk
mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian
tersebut. Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian
dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan
masalah. Adapun masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah yang menjadi dasar pembentukan ASEAN Intergovernmental
Commission On Human Rights (AICHR)?
2. Bagaimana peran ASEAN

Intergovermental Commision on Human Right

(AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia?
9

Universitas Sumatera Utara

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dasar pembentukan ASEAN Intergovernmental Commission
On Human Rights (AICHR)
2. Untuk mengetahui peran ASEAN Intergovermental Commision on Human
Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di
Indonesia.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat
memberikan kontribusi pemikiran mengenai peran ASEAN Intergovermental
Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan
perdagangan manusia di Indonesia.
2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian tentang
peran ASEAN

Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR)

terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia. Serta
dapat menjadi referensi bagi departemen Ilmu Politik FISIP USU.

10

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat
dalam memahami peran ASEAN

Intergovermental Commision on Human

Right (AIHCR) terhadap penanganan kejahatan perdagangan manusia di
Indonesia.
F. Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian, teori-teori merupakan alat atau “tool” untuk
menjelaskan fenomena yang akan diteliti. Teori-teori yang digunakan harus
mampu untuk menjelaskan gejala-gejala yang terjadi dalam sebuah peristiwa
dalam hal ini adalah peristiwa politik. Menurut Miriam Budiardjo, teori adalah
bahasan dan renungan atas tujuan kegiatan, cara-cara mencapai tujuan,
kemungkinan-kemungkinan atau prediksi dan kewajiban yang diakibatkan oleh
tujuan. 16

F.1. Organisasi Internasional

Para sarjana hukum internasional pada umumnya tidak merumuskan definisi
organisasi internasional secara langsung, namun cenderung memberikan ilustrasi
yang substansinya mengarah pada kriteria-kriteria serta elemen-elemen dasar atau
minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama organisasi
internasional.
16

Miriam Budiardjo. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka. Hal. 30.

11

Universitas Sumatera Utara

Beberapa definisi dan pengertian organisasi internasional yang disarikan
dari beberapa sumber dan literatur yang dikemukakan oleh para ahli hukum
internasional, antara lain :
Bowwet D.W. “Tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik
internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini
merupakan organisasi permanen (sebagai contoh, jawatan pos atau kereta api)
yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan
perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria
tertentu mengenai tujuannya”. 17
J.G. Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta
wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang modern. Starke
berpendapat : ”In the first place, just as the function of the modern state and the
rights, duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of
municipal law called state contitutional law, so international institution are
similiarly conditioned by a body of rules may will be described as international
constititional law”. (Pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai
hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya, semua
itu diatur oleh hukum nasional yang dinamakan hukum tata negara sehingga

17

Bowett D.W, The Law of International Institutions, 2nd.ed., London, Butter Worth, 1970,
Hlm.5- 6.

12

Universitas Sumatera Utara

dengan demikian organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan
negara modern yang diatur oleh hukum konstitusi internasional). 18
Sumaryo Suryokusumo berpendapat ”Organisasi internasional adalah suatu
proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari
tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi
internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama menyesuaikan dan mencari
kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama
serta mengurangi pertikaian yang timbul”. 19Beliau juga mendeskripsikan
karakteristik dari organisasi internasional sebagai berikut : ”Mengenai organisasi
internasional yang mencolok ialah merupakan suatu organisasi yang permanen
untuk melanjutkan fungsinya yang telah ditetapkan. Organisasi itu mempunyai
suatu instrumen dasar (constituen instrument) yang akan memuat prinsip-prinsip
dan tujuan, stuktur maupun cara organisasi itu bekerja. Organisasi internasional
dibentuk berdasarkan perjanjian. Organisasi itu mengadakan kegiatan sesuai
dengan persetujuan atau rekomendasi serta kerjasama dan bukan semata-mata
bahwa kegiatan itu haruslah dipaksakan/dilaksanakan”.
Organisasi internasional akan lebih lengkap dan menyeluruh jika
didefinisikan sebagai berikut : ”Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara,
dengan di dasari struktur organisasi jelas dan lengkap serta diharapkan atau
18

Starke J.G, Introduction to International Law, 8th.ed. Butter worth, London,1977, hlm.639-641.

19

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Bandung, Alumni, 1993,
hlm. 45

13

Universitas Sumatera Utara

diproyeksikan

untuk

berlangsung

serta

melaksanakan

fungsinya

secara

berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan
yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan
pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang
berbeda”. 20
Oleh karena itu, suatu organisasi internasional terdiri dari unsur-unsur :
1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara;
2. Mencapai tujuan – tujuan yang disepakati bersama;
3. Baik antar pemerintah atau non – pemerintah;
4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

F.2. Teori Rule of Law

Rule of law merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan
bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur
yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Rule of law adalah
konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi
supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of
law adalah rule by the law bukan rule by the man.
20

Teuku May Rudi, Hukum Internasional 2, Bandung, Eresco, 2001, hlm.93-94

14

Universitas Sumatera Utara

Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin
“Rule Of Law”. Menurut Fried Man 21, Rule of law merupakan doktrin dengan
semangat dan idealisme keadilan yang tinggi. Rule of law dibedakan antara :
1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu organized public power atau
kekuasaan umum yang terorganisasikan, misalnya negara
2. Pengertian

hakiki

(ideological

sense)

erat

hubungannya

dengan

menegakkan rule of lawkarena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum
yang baik dan buruk.
Pengertian Rule Of Law berdasarkan subtansiatau isinya sangat berkaitan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara.
Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule Of
Law dalam kehidupan negaranya, meskipun negara tersebut adalah negara
otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit menentukan
pengertian Rule Of Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan
pengertian yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini maka Rule Of Law dalam hal
munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari suatu
masyarakat tertentu.
Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law tertera
dalam UUD 1945 dan pasal-pasal UUD negara RI tahun 1945. Inti dari Rule Of
21

Wiwit Kurniawati. 2013. Rule of Law dan Negara Hukum http://thesourthborneo22.blogspot.
com/2013/01/rule-of-law-dan-negara-hukum.html

15

Universitas Sumatera Utara

Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan
sosial.
Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Formal (UUD 1945)
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1: 3)
2. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa
kecuali (pasal 27:1)
3. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D:1)
4. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil danlayak dalam hubungan kerja ( pasal 28 D: 2)
Prinsip-prinsip Rule of Law secara Materiil / Hakiki :
a.

Berkaitan erat dengan the enforcement of the Rule of Law

b.

Keberhasilan the enforcement of the rule of law tergantung pada kepribadian
nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982)

c.

Rule of law mempunyai akar sosial dan akar budaya Eropa

d.

Rule

of

law

juga

merupakan

suatu

legalisme,

aliran

pemikiran

hukum,mengandung wawasansosial, gagasan tentang hubungan antarmanusia,
masyarakat dan negara.

16

Universitas Sumatera Utara

e.

Rule of law merupakan suatu legalisme liberal. 22
Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule Of Law, yaitu :

1. Supremasi aturan-aturan hukum
2. Kedudukan yang sama dimuka hukum
3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-undang serta keputusan
pengadilan. 23

F.3. Teori Kebijakan
Ada beberapa teori tentang kebijakan diantara menurut Edi Suharto
menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip
untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten
dalam mencapai tujuan tertentu. 24Menurut Ealau dan Pewitt kebijakan adalah
sebuah ketetapan yang berlaku,dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan
berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.

22

Ibid

23

Ibid

24

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan sosial sebagai Kebijakan publik. Bandung:Alfabeta. Hal. 7

17

Universitas Sumatera Utara

Menurut Titmuss

mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang

mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuam tertentu. 25
Selain 3 teori diatas kebijakan pun dapat di definisikan sesuai dengan teori
yang mengikutinya,antara lain yaitu:
1. Teori Kelembagaan memandang kebijakan sebagai aktivitas kelembagaan
dimana struktur dan lembaga pemerintah merupakan pusat kegiatan politik.
2. Teori Kelompok yang memandang kebijakan sebagai keseimbangan kelompok
yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada suatu saat tertentu. Kebijakan
pemerintah dapat juga dipandang sebagai nilai-nilai kelompok elit yang
memerintah
3. Teori Elit memandang Kebijakan pemerintah sebagai nilai-nilai kelompok elit
yang memerintah.
4. Teori Rasional memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan secara
efisien melalui sistem pengambilan keputusan yang tetap.
5. Teori Inkremental, kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap kebijakan
masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada sekarang
ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu yang
disertai modifikasi secara bertahap.

25

Eko Wahyudiyanto. 2011. Teori Kebijakan. http://wahyudianto-eko.blogspot.com/2011/01/teorikebijakan.html

18

Universitas Sumatera Utara

6. Teori Permainan memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional dalam
situasi-situasi yang saling bersaing.
7. Teori kebijakan yang lain adalah Teori Campuran yang merupakan gabungan
model rasional komprehensif dan inkremental. 26

F.4. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR)

Proses pembentukan badan HAM ASEAN tidaklah mudah melainkan harus
melalui perdebatan di kalangan masing-masing pemimpin negara ASEAN. Sudah
tentu bahwa masing-masing negara anggota ASEAN mempunyai kepentingannya
sendiri yang tidak mau diganggu oleh negara manapun, terlebih apabila
kepentingan nasional negara tersebut bercampur dengan kepentingan individu
yang ada didalamnya, seperti Myanmar misalnya yang pada saat itu masih
dikuasai oleh rejim militer, atau Vietnam dan Laos yang menganut sistem
pemerintahan komunis, seta bahkan Singapura dan Kamboja yang juga dipimpin
oleh pemerintahan otoriter pada masa itu. Sementara Indonesia, Thailand, Filipina
walaupun masih mempunyai beberapa persoalan HAM di dalamnya, menjadi
motor penggerak terbentuknya badan HAM ASEAN yang lebih baik. 27

26

Ibid

27

Wahyudi Djafar, Ardimanto Putra, Hilman Handoni, Memperkuat Perlindungan Hak Asasi
Manusia di ASEAN, INFID dan ICCO, 2014, hlm. 23

19

Universitas Sumatera Utara

Usaha untuk membangun sebuah mekanisme Hak Asasi Manusia (HAM)
ditingkat regional telah dimulai di berbagai belahan dunia terutama pasca Perang
Dunia ke-II. Pasca pembentukan PBB, Majelis Umum mendorong agar negaranegara sekawasan membentuk lembaga HAM regional. Hal ini karena negaranegara yang memiliki kesamaan budaya, sejarah dan geografis atau sekawasan
dipandang lebih efektif.
Perkembangan pembentukan badan ini paling tidak mulai bisa dilihat dari
pertemuan tingkat menteri ASEAN, yang berlangsung pada Juli 2008. Pertemuan
ini menyepakati pembentukan High Level Panel on Establishment for ASEAN
Human Rights Body, yang diberikan tugas untuk menyusun bersama ToR ASEAN
Human Rights Body dalam kurun waktu 1 tahun sejak pembentukannya.
Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Pasal 14 Piagam ASEAN,
tentang mandate pembentukan ASEAN Human Rights Body. Awalnya, nama yang
diusulkan untuk ASEAN Human Rights Body adalah ASEAN Commission on
Human Rights, tidak memakai kata Intergovernmental karena keinginan atas
sifatnya yang lebih mandiri. Akan tetapi kenyataannya karena negosiasi politik
memang yang lebih berperan, akhirnya yang disepakati ASEAN Intergovernmental
Commission on Human Rights (AICHR). 28
ASEAN Charter atau Piagam ASEAN yang telah diratifikasi oleh 10 negara
di kawasan Asia Tenggara ini menjadi landasan konstitusional untuk membentuk
28

Ibid. Hlm. 24

20

Universitas Sumatera Utara

AICHR. Pada Piagam ASEAN pasal 14 memerintahkan kepada ASEAN untuk
membentuk sebuah badan ASEAN. Akhirnya pada KTT ASEAN ke 15 di Hua
Hun, Thailand tanggal 23 Oktober 2015 AICHR diresmikan.
Dalam hal komposisi, AICHR terdiri dari wakil-wakil dari 10 negara
anggota ASEAN yang bertanggung jawab kepada pemerintah yang menunjuknya.
Sebagai organisasi yang bernaung di ASEAN, AICHR bekerja dengan seluruh
badan-badan sektoral ASEAN didalam 3 Pilar ASEAN yakni, Pilar Politik dan
Keamanan ASEAN, Pilar Ekonomi ASEAN, dan Pilar Sosial dan Budaya
ASEAN. AICHR melakukan konsultasi, kordinasi dan kolaborasi dengan seluruh
3 komunitas ASEAN tersebut. Yang tidak kalah penting adalah AICHR juga
melakukan review dan rekomendasi kepada masing-masing pilar/komunitas,
terutama untuk persoalan-persoalan HAM yang ada didalam ruang lingkup
masing-masing pilar tersebut.

F.5. Penanganan Kejahatan

Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya
berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu
kota dan kota kota besar lainnya semakin meningkat bahkan di beberapa daerah
dan sampai kekota kota kecil, upaya penanggulangan kejahatan telah dilakukan
oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai

21

Universitas Sumatera Utara

program serta kegiatan yang telah dilakukan sambil terus mencari cara yang
paling tepat dan efektif dalam mengatasi masalah tersebut. 29
Penaggulangan yaitu segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap orang
maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan mengusahakan
pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi
manusia yang ada. 30
Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap
masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan sangat
meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam
masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi kejahatan
tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah dan terus dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan
sambil terus menerus mecari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi
masalah tersebut. Menurut Barda Nawawi Arief upaya atau kebijakan untuk
melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan
kriminal. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas,
yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/upaya- upaya untuk
kesejahteraan sosial dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan

29

Irsan Koesparmono,2008, Perlindungan Anak dan Wanita, Akademika Presindo,Jakarta, hal
143.
30

Barda Nawawi Arief, Arief, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum
Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007.hlm. 49

22

Universitas Sumatera Utara

masyarakat.

Kebijakan

penanggulangan

kejahatan

dilakukan

dengan

menggunakan sarana ”penal” (hukum pidana), maka kebijakan hukum pidana
khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan dan mengarah
pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa ”social welfare” dan
“social defence”. 31
Dalam

pelaksanaannya

ada

dua

upaya

yang

digunakan

untuk

menanggulangi kejahatan, yaitu :
1) Upaya pencegahan (preventif).
Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah
terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih
baik dari pada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali,
sebagaimana semboyan dalam kriminologi yaitu usaha usaha untuk memperbaiki
penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan
ulangan. Sangat beralasan bila upaya preventif diutamakan karena upaya preventif
dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis 32.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
kejahatan 33:

31

Ibid. hlm. 77

32

Adam Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, PT . Raja Grafindo, Jakarta, hal.158

33

Ninik Waskita, 2012, Kejahatan Dalam Mapenulisrakat, Citra Aditya, Bandung, hal.46.

23

Universitas Sumatera Utara

a.

Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan kebutuhan untuk mengembangkan
dorongan dorongan sosial atau tekanan tekanan sosial dan tekanan ekonomi
yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang kearah perbuatan jahat.

b.

Memusatkan

perhatian

kepada

individu-individu

yang

menunjukan

potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan
gangguan gangguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat
kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan
suatu kesatuan yang harmonis.
Cara tersebut diatas menunjukan bahwa kejahatan dapat kita tanggulangi
apabila keadaan ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi
seseorang ke arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik.
Dengan kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan. Sedangkan faktor
faktor biologis, psikologis merupakan faktor yang sekunder saja. 34
Jadi dalam upaya preventif itu adalah bagaimana kita melakukan suatu
usaha yang positif, serta bagaimana kita menciptakan suatu kondisi seperti
keadaan ekonomi, lingkungan, juga kultur masyarakat yang menjadi suatu daya
dinamika dalam pembangunan dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan
ketegangan ketegangan sosial yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang

34

Ibid, hal. 150.

24

Universitas Sumatera Utara

juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama. 35
2) Upaya penanggulangan (represif)
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara
konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan
upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan
perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan
yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan
masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan anak lain juga tidak akan
melakukannya mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat.
Upaya represif dalam pelaksanaannya dilakukan pula dengan metode
perlakuan (treatment) dan penghukuman (punishment). Lebih jelas uraiannya
sebagai berikut :
a) Perlakuan (treatment)
Perlakuan berdasarkan penerapan hukum , yang membedakan berat dan
ringannya suatu perlakuan adalah pertama perlakuan yang tidak menerapkan
sanksi sanksi pidana, artinya perlakuan yang paling ringan diberikan kepada anak
yang belum terlanjur melakukan kejahatan. Dalam perlakuan ini, suatu
penyimpangan dianggap belum begitu berbahaya sebagai upaya pencegahan.

35

Ibid, hal.161.

25

Universitas Sumatera Utara

Kedua perlakuan dengan sanksi pidana secara tidak langsung, artinya tidak
berdasarkan putusan yang menyatakan suatu hukum terhadap si pelaku
kejahatan. 36
Adapun yang diharapkan dari penerapan perlakuan, perlakuan ini ialah
tanggapan baik dari pelanggar hukum terhadap perlakuan yang diterimanya.
Perlakuan ini di titikberatkan pada usaha pelaku kejahatan agar dapat kembali
sadar akan kekeliruannya dan kesalahannya, dan dapat kembali bergaul didalam
masyarakat seperti sedia kala.
b) Penghukuman (punishment)
Jika ada pelanggar hukum yang tidak memungkinkan untuk diberikan
perlakuan, mungkin karena kronisnya atau terlalu beratnya kesalahan yang telah
dilakukan, maka perlu diberikan penghukuman yang sesuai dengan PerUndangUndangan dalam hukum pidana. Oleh karena Indonesia sudah menganut sistem
pemasyarakatan, bukan lagi sistem kepenjaraan yang penuh dengan penderitaan,
maka dengan sistem pemasyarakatan hukuman dijatuhkan pada pelanggaran
hukum adalah hukuman yang semaksimal mungkin dengan berorientasi pada
pembinaan dan perbaikan pelaku kejahatan. 37

36

Muladi, Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,Bandung,
hal.20.
37

Soerdjono D,2008, Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, hal.14

26

Universitas Sumatera Utara

Jadi dengan sistem pemasyarakatan disamping narapidana harus menjalani
hukumannya di lembaga pemasyarakatan, merekapun dididik dan dibina serta
dibekali dengan suatu keterampilan agar kelak setelah keluar menjadi anak yang
berguna didalam masyarakat dan bukan lagi menjadi seseorang narapidana yang
meresahkan masyarakat, karena segala perbuatan jahat mereka dimasalalu yang
sudah banyak merugikan masyarakat, sehingga kehidupan yang mereka jalani
setelah mereka keluar dari penjara menjadi lebih baik karena kesadaran mereka
untuk melakukan perubahan didalam dirinya maupun bersama dengan masyarakat
disekitar dia bertempat tinggal.

F.6. Perdagangan Manusia

Pengertian perdagangan manusia (trafficking) mempunyai arti yang berbeda
bagi setiap orang. Perdagangan manusia meliputi sederetan masalah dan isu
sensitif yang kompleks yang ditafsirkan berbeda oleh setiap orang, tergantung
sudut pandang pribadi atau organisasinya. 38
Pada masa lalu, masyarakat biasanya berfikir bahwa perdagangan manusia
adalah memindahkan perempuan melewati perbatasan, di luar keinginan mereka
dan memaksa mereka memasuki dunia prostitusi. Seiring berjalannya waktu

38

Ruth Rosenberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, International Catholic
Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS),
2003

27

Universitas Sumatera Utara

masyarakat lebih memahami mengenai isu perdagangan manusia yang kompleks
dan sekarang melihat bahwa pada kenyataannya perdagangan manusia melibatkan
berbagai macam situasi. 39
Perluasan definisi perdagangan sebagaimana dikutip dari Wijers dan LapChew yaitu perdagangan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan
dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu
negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif,
tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile
marriage). 40
Definisi yang luas ini menunjukkan bahwa lebih banyak orang Indonesia
yang telah mengalami kekerasan yang berkaitan dengan perdagangan manusia
daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini membawa kepada suatu konsepsi
baru mengenai perdagangan.

G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualititatif. Penelitian kualititatif adalah mengkaji perspektif partisipan
dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif
39

Pendampingan Korban Perdagangan Manusia dalam Proses Hukum di Indonesia: Sebuah
Panduan Untuk Pendampingan Korban, American Center for International Labor Solidarity
(ACILS) dan International Catholic Migration Commission (ICMC), 2004, Hal.. 5
40

Op. Cit. Ruth Rosenberg

28

Universitas Sumatera Utara

ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut
adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah
dimana peneliti merupakan instrumen kunci.
G.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptitif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan
untuk menjelaskan hal ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian
deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai
keadaan objek atau subjek amatan secara rinci. 41
G.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan normatif.
G.3. Defenisi Konsep
Defenisi operasional merupakan pengambaran prosedur untuk memasukan
unit-unit analisis kedalam kategori-kategori tertentu dari tiap-tiap variabel . Dalam
penelitian ini definisi operasional, yaitu:

41

Bagong suyanto dan sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 17-18.

29

Universitas Sumatera Utara

1. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) adalah
suatu lembaga atau badan yang dibentuk Negara-negara Asia Tenggara dalam
menangani kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang termasuk dalamnya
kejahatan perdagangan manusia.
2. Penanganan kejahatan adalah segala daya upaya yang dilakukan oleh setiap
orang maupun lembaga pemerintahan ataupun swasta yang bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan dan kesejahteraan hidup sesuai
dengan hak-hak asasi manusia yang ada
3. Perdagangan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak),
dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu negara atau
ke luar negeri, untuk semua bentuk perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya
prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan (servile marriage).
G.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis untuk meneliti
adalah wawancara terhadap berbagai narasumber yang berkompeten serta
penelitian kepustakaan atau library research. Penulis menginventarisir konvensikonvensi internasional, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian, makalah dan
buku-buku yang berkaitan dengan materi yang menjadi objek penelitian untuk
selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai satu kesatuan yang utuh.

30

Universitas Sumatera Utara

H. Metode Analisa Data
Dalam peneletian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode
analisis kualiitatif. Metode analisis kualitatif, yaitu dengan analisis data berupa
konsep, pendapat, opini yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian
di lapangan yang diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan kemudian
diambil kesimpulan.
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul dengan melalui metode penelitian,
data tersebut perlu diolah dan dianalisa dengan baik agar data tersebut bermakna.
Adapun metode yang peneliti gunakan adalah metode deduktif, yaitu cara berpikir
analitik yang berangkat dari dasar-dasar pernyataan yang bersifat umum pada
pernyataan yang bersifat khusus, dengan penalaran yang bersifat rasional.
Kemudian

dianalisis

secara

komparatif,

yaitu

menkaji

peran

ASEAN

Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR) terhadap penanganan
kejahatan perdagangan manusia tersebut cara membandingkan data yang
diperoleh dengan hasil penelitian kepustakaan.

I. Sistematika Penelitian

BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang
masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

31

Universitas Sumatera Utara

penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II

: PROFIL ASEAN INTERGOVERMENT COMMISION ON
HUMAN RIGHT (AICHR)
Bab ini menjelaskan deskripsi singkat mengenai profil ASEAN
Intergovermental Commision on Human Right (AIHCR)

BAB III

: PERAN ASEAN INTERGOVERMENT COMMISION ON
HUMAN RIGHT (AICHR) TERHADAP PENANGANAN
KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA
Bab ini berisi analisis

yang diperoleh

dari jurnal dan buku

mengenai peran ASEAN

Intergovermental Commision on

Human

terhadap

Right

(AIHCR)

penanganan

kejahatan

perdagangan manusia tersebut
BAB IV

: PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis,
dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh.

32

Universitas Sumatera Utara