Analisis Potensi Sektor Industri Pengola

Analisis Potensi Sektor Industri Pengolahan dan Pengaruh Tenaga Kerja
Terhadap Industri Pengolahan di Jawa Timur

Untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Ekonomi Regional

Oleh:

Siti Nur Umami

NIM 041511133087

1

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
ABSTRAKS

1
2


BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

3

1.2 Perumusan Masalah

5

1.3 Tujuan Penulisan

6

1.4 Kegunaan Penulisan

6

BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Teori Pembangunan Ekonomi


8

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

9

2.3 Teori Pembangunan Daerah

10

2.4 Peran Sektor Industri

11

2.5 Teori Basis Ekonomi

12

2.6 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik


13

2.7 Tenaga Kerja

15

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian

16

3.2 Metode Pengumpulan Data

16

3.3 Metode Analisis

16

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur

20

4.2 Potensi Sektor Industri Pengolahan

21

4.3 Pengaruh Tenaga Kerja Di Sektor Industri

29

2

BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan

30

5.2 Implikasi


31

DAFTAR PUSTAKA

32

3

Analisis Potensi Sektor Industri Pengolahan dan Pengaruh Tenaga Kerja
Terhadap Industri Pengolahan di Jawa Timur

Siti Nur Umami (NIM 04151133087)
(Siti.nur.umami-2015.feb.unair.ac.id)
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan produksi barang dan jasa
dalam kegiatan ekonomi masyarakat yang dapat dilihat melalui nilai PDRB dan
pendapatan perkapita (Anas, 2015). Kontribusi nilai setiap sektor terhadap
perekonomian Provinsi Jawa Timur selalu mengalami kenaikan setiap tahun. Salah
satu sektor yang memiliki kontribusi tinggi adalah sektor industri pengolahan yang

menyumbang sebesar 24.6 % dengan laju pertumbuhan 5.59 % pada tahun 2013
(BPS, 2016). Potensi industri pengolahan sebagai sektor hilir tidak diimbangi dengan
dukungan sektor pertanian dan pertambangan atau sektor hulu (Fitriya, 2016). Institue
for Development on Economics and Finance (Indef) menilai transformasi struktural
dari sektor hulu menjadi sektor industri pengolahan masih tergolong prematur.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalis potensi dan tantangan industri pengolahan
di Jawa Timur dengan menggunakan data sekunder seperti PDRB ADHK, kontribusi
dan jumlah tenga kerja. Metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient
(LQ), nilai shift share, dan analisis regresi sederhana. Dari penelitian didapatkan hasil
sektor industri pengolahan merupakan sektor basis. Berdasarkan hasil perhitungan
shift share sangat potensial dilihat dengan meningkatnya perekonomian. Sedangkan
menurut hasil analisis regresi sederhana didapatkan hasil positif atau sektor industri
pengolahan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja.
Kata Kunci : Location Quotient, PDRB ADHK, Sektor Industri Pengolahan, Shift
Share Analysis

4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan produksi barang dan
jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat yang dapat dilihat melalui nilai PDRB
dan pendapatan perkapita (Anas, 2015). Kontribusi sektor industri pengolahan
pada pertumbuhan ekonomi melalui nilai PDRB menunjukkan nilai yang tinggi
sebesar 24.6 % dengan laju pertumbuhan 5.59 % pada tahun 2013 (BPS, 2016).
Sektor industri diyakini mampu mengatasi permasalahan perekonomian di
negara-negara berkembang, yaitu dengan mengasumsikan bahwa sektor industri
mampu menjadi leading sektor bagi sektor lainnya. Sehingga sektor industri
dipersiapkan untuk mendorong perkembangan sektor yang terkait, baik
keterkaitan kedepan (forward linkage) atau keterkaitan kebelakang (backward
linkage) (Dumairy, 1996:230).
Konsepsi pembangunan ekonomi merupakan proses transformasi secara
sistematis dan berkelanjutan. Tujuan pembangunan ekonomi yaitu dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan pertambahan penduduk dan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong
pembangunan ekonomi diperlukan proses industrialisasi. Proses tersebut
mencakup perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian

masyarakat agraris menjadi masyarakat industry (Ernita dkk.,2013 dan
Pramusinta, 2012) .Dalam prosesnya meliputi interaksi antara perkembangan
teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdagangan dunia untuk meningkatkan
pendapatan dan mendorong perubahan struktur ekonomi (Pramusinta, 2012).
Struktur ekonomi Jawa Timur masih didominasi tiga sektor basis, yaitu
sektor perdagangan, hotel, dan restoran berkontribusi 33.24 %, sektor industri
pengolahan sebesar 24.6%, dan sektor pertanian berkontribusi sebesar 13.19%
(BPS Jatim, 2013). Berdasarkan data tersebut menunjukkan terjadi pergeseran
ekonomi di Jawa Timur. Sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor
industri pengolahan menggeser sektor primer pertanian. Sektor industri
pengolahan menjadi penting untuk dikembangkan di Jawa Timur karena menjadi
sektor penyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran (BPS Jatim, 2013))

5

Tabel 1.1
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut
Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2009-2013


Lapangan Usaha

2009

2010

2011

2012

2013*

1

Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan Dan
Perikanan

295 883.8


304 777.1

315 036.8

328 279.7

339 560.8

2

Pertambangan Dan
Penggalian

180 200.5

187 152.5

190 143.2


193 139.2

195 853.2

Industri Pengolahan
Listrik, Gas, Dan Air
Bersih

570 102.5

597 134.9

633 781.9

670 190.6

707 481.7

17 136.8

18 050.2

18 899.7

20 094.0

21 254.8

5

BANGUNAN

140 267.8

150 022.4

159 122.9

170 884.8

182 117.9

6

Perdagangan, Hotel
Dan Restoran

368 463.0

400 474.9

437 472.9

473 152.6

501 040.6

7

Pengangkutan Dan
Komunikasi

192 198.8

217 980.4

241 303.0

265 383.7

291 404.0

8

Keuangan,
Persewaan & Jasa
Persh.

209 163.0

221 024.2

236 146.6

253 000.4

272 141.6

205 434.2

217 842.2

232 659.1

244 807.0

258 198.4

2 178 850.4

2 314 458.8

2 464 566.1

2 618 932.0

2 769 053.0

3
4

9

Jasa - Jasa
Produk Domestik
Bruto

Sumber : BPS, Statistik Indonesia 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga
Konstan 2000 menurut lapangan usaha mulai tahun 2008 sampai tahun 2013. Dari
segi jumlah Produk Domestik Bruto terlihat bahwa mulai tahun 2008 sampai tahun
2013 selalu meningkat yaitu, 2082 456.1 milyar rupiah dan 2 769 053.0 milyar rupiah
dengan sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar 707 481.7 Milyar rupiah.

6

Tabel 1.2
Banyaknya Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Sub Sektor
Kegiatan di Jawa Timur Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sub Sektor Industri Pengolahan
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Industri Tekstil, Pakaian jadi, dan Barang Kulit
Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
Industri Kertas, dan Barang Cetakan
Industri dari Batu Bara dan Pengolahan Minyak
Industri Semen dan Barang Galian Non Logam
Industri Logam Dasar dan Barang Logam
Industri Alat Angkutan, Kendaraan, Mesin dan Peralatan
listrik
Industri Barang Lainnya
Sumber : BPS, 2012 (Data diolah)

Jumlah
Perusahaan
2263
1193
356
258
20
340
312

Jumlah
Tenaga Kerja
433626
150492
59512
51669
2340
44812
45678

260

40787

184

25371

Peran sektor pengolahan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dapat
melalui peningkatan output sektor industri pengolahan. Berdasarkan Tabel 1.2
terdapat penyerapan tenaga kerja. Selain itu, akan meningkatan penggunaan input
seperti, bangunan, mesin, peralatan, bahan bakar, dan bahan baku penolong (Data
BPS, 2013). Sehingga berdasarkan uraian di atas, maka dapat diperoleh data
yang menguatkan penulis untuk melakukan penelitian tentang analisis potensi
sektor industri pengolahan dan pengaruhnya terhadap tenaga kerja.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uarian latar belakang penelitian di atas, memberikan
gambaran Provinsi Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan yang diperoleh dikarenakan sektor industri pengolahan yang
meningkat positif. Keadaan industri pengolahan di Jawa Timur didominasi oleh
industri besar dan sedang.
Industri yang berdiri di Jawa Timur memiliki keberagaman jenis sub sektor
kegiatan. Hal ini memberikan kesempatan masyarakat untuk bekerja di sektor
industri. Tenaga kerja yang terserap memberikan produktivitas pada proses
produksi barang yang berbeda pula. Sehingga ini menyebabkan penulis ingin
mengetahui sub sektor yang berpotensi di Jawa Timur dalam menyumbang nilai
PDRB. Berdasarkan paparan tersebut dapat dirumuskan masalah yang terdapat
dalam penelitian ini sebagai berikut :

7

1) Bagaimana potensi sektor industri pengolahan di wilayah Provinsi
Jawa Timur?
2) Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap sektor industri
pengolahan di wilayah Provinsi Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis :
1) Potensi sektor industri pengolahan di wilayah Provinsi Jawa Timur
2) Pengaruh tenaga kerja terhadap sektor industri pengolahan di wilayah
Provinsi Jawa Timur
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dibagi menjadi 2 (dua), yaitu kegunaan secara teoritis
dan kegunaan secara praktis.
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infromasi dalam
memahami :
a. Potensi sektor industri pengolahan di Jawa Timur
b. Pengaruh tenaga kerja terhadap sektor industri pengolahan di wilayah
Provinsi Jawa Timur
1.4.2 Kegunaan Praktis
a. Meningkatkan pengetahuan bagi penulis dan berbagai pihak terkait
potemsi dan peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian
wilayah Provinsi Jawa Timur
b. Dapat digunakan bagi pemerintah daerah sebagai bahan masukan
dalam menentukan langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan

dengan

pengambilan

keputusan

yang

menyangkut

perekonomian daerah dan sebagai kajian tentang perkembangan
perekonomian di Provinsi Jawa Timur
c. Dapat digunakan sebagai data dasar bagi penelitian lebih lanjut yang
tertarik dalam masalah yang sama, yaitu terkait peranan sektor
8

industri pengolahan perekonomian daerah dan mengenai penelitian
yang menggunakan analisis Location Quotient (LQ), shift share, dan
analisis regresi sederhana

9

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Pembangunan Ekonomi
Menurut teori ilmu ekonomi pengertian pembangunan (development) secara
tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang
kondisi perekonomian yang dalam waktu yang lama bersifat statis, untuk dapat
menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional bruto atau GNI
(Gross National Income) sebesar 5-7 % atau lebih, indeks ekonomi yang

digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan ialah tingkat pertumbuhan kapita
(income per capita) atau GNI per kapita. Indeks ini pada dasarnya mengukur

kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih
cepat dari pada tingkat pertumbuhan penduduknya (Todaro, 2006:19).
Sementara Goulet (1977) dalam Wirutomo, dkk, (2003:6) mendefinisikan
pembangunan dalam definisi yang berbeda sebagai salah satu bentuk perubahan
sosial, dimana salah satu bentuk khusus (special case) pembangunan adalah
modernisasi, sementara industrialisasi adalah salah satu segi (a single facet) dari
pembangunan dalam Kartasasmita (1997). Seperti definisi pembanguan yang
disebutkan Goulet

sebagai

suatu bentuk

industrialisasi,

Misra (1981)

menyebutkan industralisasi sebagai bagian isu dari pembangunan, dimana
pembangunan mempunyai tujuh isu penting yang terdiri dari isu pertumbuhan
versus industri, isu pembangunan pertanian versus industri, isu pembangunan

pedesaan versus perkotaan, isu teknologi padat modal versus padat karya, isu
sentralisasi versus desentralisasi, isu modern versus tradisional, dan isu
perencanaan sosial ekonomi versus perencanaan fisik dalam Wirutomo, dkk,
(2003:6). Tiga pilar inti pembangunan menurut Todaro (2006: 28-29) sebagai
berikut :
1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan perlindungan.
10

2) Peningkatan standart hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja,
perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilainilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk
memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan
harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta
bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari
belitan sikap menghambat dan ketergantungan, bukan hanya terhadap
orang atau negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan
yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

Dari ketiga pilar inti pembangunan tersebut, terdapat beberapa teori-teori
dari beberapa tokoh perekonomian yang menyampaikan pendapatnya mengenai
teori pembangunan. Dalam garis besarnya teori-teori pembangunan ekonomi
digolongkan menjadi lima golongan besar yaitu aliran Klasik, Karl Marx,
Schumpeter, Neo Klasik dan Post Keynesian (Irawan dan Suparmoko, 1996:15).
Menurut aliran klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Thomas
Robert Malthus menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi liberal disebabkan
oleh adanya pacuan antara kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah
penduduk, dan perlu adanya kenaikan jumlah capital untuk investasi.
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang
apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak dalam
Arsyad (2010:12). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan proses peningkatan
produksi barang dan jasa di dalam kegiatan ekonomi masyarakat, pertumbuhan
menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan
meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam kegiatan perekonomian
pertumbuhan berarti perkembangan produksi barang dan jasa yang berlaku di

11

suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri,
perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, perkembangan sektor
jasa dan perkembangan produksi barang modal. Nilai kenaikan pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat dari besaran pendapatan nasional riil suatu negara.
Beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi menurut pendapat para ahli
yang dikutip dari Tarigan (2010:45-50) yaitu, teori pertumbuhan klasik yang
dipelopori oleh Adam Smith yang membahas masalah ekonomi dalam bukunya
An Inquiry Into The Nature and Causes of The Wealth of Nations (1776).

Menurut Smith masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan
kegiatan ekonomi, sistem ekonomi pasar bebas akan menciptakan efisiensi,
membawa ekonomi kepada kondisi full employment dan menjamin pertumbuhan
ekonomi mencapai posisi stasioner (stationary state). Pemerintah tidak perlu
terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian, tugas pemerintah adalah
menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta
berperan optimal dalam perekonomian.
2.3 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan
pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah
tersebut dalam Arsyad (2010:374). Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat
dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan
pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan antar sektor. Oleh karena itu adanya
kerjasama ini diharapkan sumber daya yang terdapat di daerah dapat dikelola
secara maksimal dan dapat menciptakan lapangan usaha baru, sehingga dapat
mengurangi angka pengangguran dan mengembangkan kegiatan perekonomian
di suatu daerah.

12

Menurut Adisasmita (2008:13), pembangunan daerah merupakan fungsi dari
potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi
modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,
komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antarwilayah,
kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan,
kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Menurut Glasson
and Marshall (2007:62), menyebutkan bahwa pembangunan regional termasuk
dalam proses multidimensi, seperti pembangunan ekonomi, pembangunan sosial
dan pembangunan politik atau administrasi.
Salah satu teori perubahan struktural yang paling terkenal adalah ModelDua-Sektor Lewis yang dikemukakan oleh W. Arthur Lewis, bahwa
pembangunan yang dilakukan akan mencapai suatu keberhasilan ketika
pembangunan yang dilakukan mampu untuk mengubah struktur perekonomian
yang telah ada. Menurut W. Arthur Lewis dalam Widodo (2006:6), membagi
perekonomian menjadi 2 (dua) sektor yaitu :
a. Sektor tradisional yang dicirikan oleh sebuah sistem pedesaan yang
subsisten yaitu dipedesaan tersebut terjadi kelebihan tenaga kerja
sehinggal produktifitas marginal didesa tersebut sama dengan nol.
Menurut Lewis kondisi ini merupakan akibat dari ketidak mampuan
sektor produksi didaerah tersebut untuk menampung jumlah tenaga
kerja.
b. Sektor industri perkotaan modern yaitu pada sektor ini memiliki
tingkat produksi marginal yang cukup tinggi karena jumlah tenaga
kerja yang tersedia relatif sama atau lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah tenaga kerja yang diminta oleh sektor produksi.
2.4 Peran Sektor Industri
Industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan
teknologi, inovasi spesialisasi, dalam produksi dan perdagangan antarnegara

13

yang pada akhirnya sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita
mendorong perubahan struktur ekonomi. Industrialisasi sering juga diartikan
sebagai suatu proses modernisasi ekonomi yang mencakup semua sektor
ekonomi yang mencakup semua ekonomi yang ada, yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan industri manufaktur (Tambunan, 2001).
Walaupun

sangat

penting

bagi

kelangsungan

pertumbuhan

ekonomi,

industrialisasi itu sendiri bukan tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah
satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan guna
mancapai tingkat pendapatan perkapita yang tinggi.
Industri mempunyai peranan sebagai (leading sector) sektor pemimpin dalam
Arsyad (2010:442), maksudnya dengan adanya pembangunan industri maka akan
memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya. Misalkan saja
sektor pertanian dan jasa, sebagai contoh pertumbuhan sektor industri yang pesat
akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan
baku bagi suatu industri. Serta industri tersebut memungkinkan juga
berkembangnya sektor jasa, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan,
lembaga pemasaran atau periklanan, yang kesemuanya itu akan mendukung
lajunya pertumbuhan industri.
Menurut Teori Ekonomi Pembangunan, semakin tinggi kontribusi sektor
Industri terhadap Pembangunan Ekonomi negaranya maka negara tersebut
semakin maju. Jika Suatu negara kontribusi sektor industrinya telah diatas 30%
maka dapat dikatakan negara tersebut tergolong negara maju (Sukirno Sadono,
2001:442).
2.5 Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari
wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan
kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat eksogen artinya

14

tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi
sebagai pendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lain, sedangkan pekerjaan non
basis adalah kegiatan yang bersifat endogen (tidak tumbuh bebas) artinya
kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah itu sendiri dan
pertumbuhannya tergantung pada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut
(Tarigan, 2010:56).
Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan
basis (Richardson, 1991). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu
wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan,
yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam
wilayah tersebut, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume
kegiatan non basis. Sebaliknya berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah, sehingga akan
menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.
2.6 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik
Teori pertumbuhan melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi
penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovits dan Solow
dikenal dengan model pertumbuhan Solow (Solow Growth Model). Pertumbuhan
ekonomi tergantung kepada pengembangan faktor0faktor produksi. Pandangan
ini dapat dinyatakan dalam fungsi berikut:

Y  f (K , L, T )

Dimana

Y = Tingkat pertumbuhan ekonomi
K = Tingkat pertumbuhan modal

L = Tingkat pertumbuhan penduduk/tenaga kerja

T = Tingkat pertumbuhan teknologi

15

Berdasarkan fungsi tersebut mengenai pertumbuhan atau proses penambahan
output yang dihasilkan suatu daerah, maka faktor-faktor yang dapat menentukan
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a) Tanah dan kekayaan alam lainnya
b) Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
c) Barang-barang modal dan tingkat teknologi
Teori pertumbuhan neo-klasik kemudian dijelaskan melalui model neoklasik, yaitu fungsi produksi adalam bentuk Cobb-Douglas.
Y = A Kα Lβ, α + β = 1
Dimana Y adalah PDRB, K dan L adalah modal dan tenaga kerja.
2.7 Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja.
Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batas usia
kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur
maksimum. Tenaga kerja (manpower) dibagi pula ke dalam dua kelompok yaitu
angkatan kerja (laborforce) dan bukan penduduk dalam usia yang bekerja, atau
yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan
yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah
tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak
mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan (Dumairy,1996).

16

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan data yang digunakan adalah
data time series (runtun waktu) dari tahun 2009 sampai 2013. Penelitian ini
dilakukan dengan objek penelitian yaitu Provinsi Jawa Timur dengan
membandingkan keadaan perekonomian di Indonesia. Data yang digunakan
berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan
dengan melihat Sub Sektor Industri Pengolahan, yaitu terdiri dari sembilan sub
sektor. Sub sektor industri pengolahan yang diperoleh dari Provinsi Jawa Timur
dan Indonesia.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah
menggunakan data sekunder. Data sekunder ini merupakan data yang diambil dari
instansi-instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pusat
Statistik Provinsi Jawa Timur. Data yang digunakan berupa PDRB sub sektor
industri pengolahan yang terdiri dari sembilan jenis industri periode 2009-2013
dan jumlah tenaga kerja dari masing-masing jenis industry dalam sektor industri
pengolahan di Provinsi Jawa Timur.
3.3 Metode Analisis
Analisis data yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan Analisis
Kuantitatif yang merupakan suatu metode analisis yang bersifat hitungan dengan
mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data yang berbentuk angka. Data
yang digunakan yaitu PDRB sub sektor industri pengolahan Provinsi Jawa Timur
atas dasar harga konstan periode tahun 2009-2013 dan tenaga kerja dalam
sembilan jenis industri. Dengan judul penelitian “Analisis Potensi Sektor Industri

17

Pengolahan dan Pengaruhnya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Timur”.
Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Analisis Location Quotient (LQ)
Metode LQ yaitu membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk
sektor tertentu di wilayah/daerah kita, dibandingkan dengan porsi lapangan
kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.

LQ 

Li / Lt
Ni / Nt

Di mana :
Li : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor i di Provinsi Jawa Timur
Lt : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor di Provinsi Jawa Timur
Ni : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor di Indonesia
Nt : Jumlah Tenaga Kerja Sub Sektor di Indonesia
Hasil dari analisis ini adalah apabila LQ > 1 artinya peranan sektor
tersebut di daerah itu lebih menonjol dari pada sektor lain di daerah tersebut
(Sektor Basis Ekonomi) dan sektor ini menjadi kekuatan daerah untuk
mengekspor produksnya ke luar daerah. Sebaliknya, apabila LQ < 1 maka
peranan sektor tersebut di daerah itu lebih kecil dari pada sektor lain (Sektor
Non Basis Ekonomi) dan sektor ini hanya menjadi pengimpor dari luar
daerah.
2. Analisis Shift Share
Lina Suherty (2008) menjelaskan analisis Shift Share sangat berguna
dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan
perekonomian nasional. Tarigan (2005,145) analisis ini lebih tajam
dibandingkan dengan analisis LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan
atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode Shift Share memperinci
penyebab perubahan atas beberapa variabel.

Arief Daryanto (2010:25) Analisis Shift Share mengakui adanya
perbedaan dan kesamaan antar wilayah. Analisis ini mengasumsikan bahwa
perubahan pendapatan, produksi atau tenaga kerja suatu wilayah dapat dibagi
dalam tiga komponen yaitu komponen pertumbuhan regional (regional growth
18

component

atau

komponen

national

shift),

komponen

pertumbuhan

proporsional (proportional or industrial mix growth component atau
proportional shift) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional
share growth component atau differential shift). Rumus analisis Shift Share

dalam Soepono (1993) adalah sebagai berikut :

Dij = Nij + Mij + Cij

Keterangan :
i

= Sektor-sektor ekonomi yang diteliti

j

= Variabel wilayah yang diteliti Provinsi Jawa Timur

n

= Variabel wilayah Provinsi Jawa Timur

D ij

= Perubahan sub sektor Industri pengolahan di daerah j (Provinsi Jawa

Timur)
N ij

= Pertumbuhan nasional sub sektor Industri pengolahan di daerah j

M ij

= Bauran industri subsektor industri pengolahan di daerah j

C ij

= Keunggulan kompetitif sub sektor pertanian di daerah j

Jika Dj > 0, maka pertumbuhan sub sektor i di Provinsi Jawa Timur lebih
cepat dari pertumbuhan sub sektor yang sama di Indonesia. Dan bila Dj < 0,
maka pertumbuhan sub sektor i di Provinsi Jawa Timur relatif lebih lambat
dari pertumbuhan sub sektor yang sama di Indonesia. Bila Pj > 0, maka
Provinsi Jawa Timur akan berspesialisasi pada sub sektor di tingkat Nasional
tumbuh lebih cepat. Sebaliknya bila Pj < 0, maka Provinsi Jawa Timur akan
berspesialisasi pada sub sektor yang ditingkat Nasional tumbuh lebih lambat.
a. Komponen Share (Nj)
Komponen Share adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja daerah
seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan provinsi
selama jangka waktu tertentu.
b. Komponen Net Shift (P+D)j

19

Komponen Net Shift (P+D)j adalah penyimpangan (deviation) dari komponen
Share (Nj) dalam pertumbuhan lapangan kerja daerah.

c. Komponen Proportional Shift (Pj)
Komponen Proportional Shift adalah komponen yang digunakan untuk
mengukur besarnya Shift Netto yang diakibatkan oleh perubahan PDRB di
daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerahdaerah yang
berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara Provinsi tumbuh cepat dan
negatif di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara
Provinsi tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot.
d. Komponen Differential Shift (Dj)
Komponen Differential Shift adalah Komponen yang digunakan untuk
mengukur besarnya Shift Netto yang diakibatkan oleh sektor tertentu yang
lebih cepat di daerah yang bersangkutan dari pada tingkat Provinsi atau
nasional.
3. Analisis Regresi Sederhana
Analisis linear sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan
matematis dalam bentuk persamaan atar variabel tidak bebas (dependent)
dengan variabel bebas (dependent) (Herliana, 2012). Berdasarkan teori
produksi cobb-douglas, maka data dari output, gaji, dan input dilakukan
transformasi log agar persamaan menjadi linear.
Persamaan model analisis regresi dalam penelitian ini, yaitu :

log Y   0 log  1 log x1   2 log x2  u
Keterangan
Y

= Output (Sektor industri pengolahan di Jawa Timur)

x1

= Gaji Tenaga Kerja (Sektor industri pengolahan di Jawa Timur)

x2

= Input modal (Sektor industri pengolahan di Jawa Timur)

20

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur
4.1.1 Keadaan Geografis
Provinsi Jawa Timur membentang antara 111° 0’ BT - 114° 4’ BT dan 7°
12’ LS - 8°48’ LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Bagian selatan berbatasan
dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, dan
daerah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Letak Jawa Timur yang
strategis memberikan keuntungan bagi daerah ini karena menjadi penghubung
antara wilayah Indonesia bagian barat dengan bagian tengah (Institut Pertanian
Bogor, 36).
Secara fisiografis, wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan
dalam tiga zona: zona selatan-barat (plato), merupakan pegunungan yang memiliki
potensi tambang cukup besar; zona tengah (gunung berapi), merupakan daerah
relatif subur terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi (dari Ngawi, Blitar,
Malang, hingga Bondowoso); dan zona utara dan Madura (lipatan), merupakan
daerah relatif kurang subur (pantai, dataran rendah dan pegunungan). Di bagian
utara

(dari

Bojonegoro,

Tuban,

Gresik,

hingga

Pulau

Madura)

ini

terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng yang relatif tandus
(pusdaling.jatimprov.go.id).
4.1.2 Kependudukan
Data jumlah penduduk dari hasil proyeksi yaitu sebesar 38.610.202 jiwa
pada tahun 2014 . Kota Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar,
yaitu 2.833.924 jiwa, diikuti Kabupaten Malang 2.527.087 jiwa dan Kabupaten
Jember 2.394.608 jiwa. Kepadatan penduduk Jawa Timur tahun 2014 adalah 804
jiwa setiap 1 km2. Kepadatan penduduk di kota, umumnya lebih tinggi dibanding
dengan kepadatan penduduk di kabupaten. Kota Surabaya mempunyai kepadatan
penduduk tertinggi yaitu 8.562 jiwa/km2 (Jawa Timur Dalam Angka, 2015).
21

4.2 Potensi Sektor Industri Pengolahan
4.2.1 Perekonomian Jawa Timur
Perekonomian Jawa Timur (Jatim) menunjukkan perlambatan pada
triwulan II 2014. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini tercatat sebesar 5,9%
(yoy), melambat 0,5% (yoy) dibandingkan triwulan I 2014 (6,4% , yoy) ). Angka
ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional yang tercatat sebesar 5,1%
(yoy). Saluran perlambatan ekonomi KTI pada Jatim terindikasi berpengaruh
melalui sektor non Industri dengan lag 2 (dua) periode. Tercatat kinerja sektor
pertambangan, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan serta sektor jasa mengalami perlambatan di kisaran 0,3% 4,3% (yoy) (Bank Indonesia, 2015).
Penurunan cukup dalam pada sektor jasa disebabkan oleh penghentian
belanja bantuan sosial dan hibah. Selain itu, adanya penambahan Batas Usia
Pensiun (BUP) turut berpengaruh pana penurunan jumlah pegawai negeri yang
direkrut. Penurunan kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan peternakan
disebabkan karena belum masuknya musim panen serta kenaikan biaya input
pertanian (pupuk), sehingga memperlambat kinerja sektor pertanian. Namun,
perlambatan ini masih tertahan oleh laju pertumbuhan 2 (dua) sektor utama Jatim,
yaitu sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (PHR)
(Bank Indonesia, 2015).
4.2.2 Industri Pengolahan Di Jawa Timur
Sektor Industri Pengolahan cenderung stabil pada triwulan II 2014. Industri
pengolahan mampu tumbuh sebesar 6,81% (yoy), stabil dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Sumber utama pertumbuhan ini terutama berasal dari sub

22

sektor industri semen dan barang galian yang meningkat sebesar 2,91% menjadi
6,72% (yoy), industri makanan, minuman dan tembakau yang tumbuh sebesar
0,98% menjadi 6,12% (yoy), industri tekstil meningkat sebesar 0,98% menjadi
11,67% (yoy), serta industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya yang
meningkat sebesar 0,54% menjadi 6,97% (yoy) (Bank Indonesia, 2015)
Pada kajian ekonomi regional yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun
2014 menyebutkan bahwa, Penurunan kinerja di sektor industri pengolahan terjadi
pada sub sektor industri alat angkut mesin dan peralatannya, industri logam dasar,
serta industri kertas. Pada triwulan II 2014, ketiga sektor tersebut hanya mampu
tumbuh menjadi masing-masing sebesar 7,83% (yoy), 11,26% (yoy) dan 6,53%
(yoy). Perlambatan di sub sektor industri alat angkut dan peralatannya disebabkan
karena perlambatan ekonomi KTI, sehingga penggunaan alat angkut mesin dan
peralatannya yang diimpor dari Jawa Timur cenderung menurun. Sementara itu,
perlambatan di sub sektor industri logam seiring dengan perlambatan sektor
konstruksi, baik pembangunan properti residensial maupun realisasi proyek
infrastruktur Pemerintah yang cenderung terbatas.
Tabel 4.1
Banyaknya Perusahaan Industri Besar/Sedang Menurut Sub Sektor
Kegiatan di Jawa Timur Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sub Sektor Industri Pengolahan
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Industri Tekstil, Pakaian jadi, dan Barang Kulit
Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
Industri Kertas, dan Barang Cetakan
Industri dari Batu Bara dan Pengolahan Minyak
Industri Semen dan Barang Galian Non Logam
Industri Logam Dasar dan Barang Logam
Industri Alat Angkutan, Kendaraan, Mesin dan Peralatan
listrik
Industri Barang Lainnya
Sumber : BPS, 2012 (Data diolah)

Jumlah
Perusahaan
2263
1193
356
258
20
340
312

Jumlah Tenaga
Kerja
433626
150492
59512
51669
2340
44812
45678

260

40787

184

25371

23

Meskipun terdapat perlambatan diberbagai sub sektor industry pengolahan,
namun sektor pengolahan memiliki kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dapat melalui peningkatan output sektor industri pengolahan.
Berdasarkan Tabel 1.2 terdapat penyerapan tenaga kerja. Selain itu, akan
meningkatan penggunaan input seperti, bangunan, mesin, peralatan, bahan bakar,
dan bahan baku penolong (Data BPS, 2013). Sehingga berdasarkan uraian di
atas, maka dapat diperoleh data yang menguatkan penulis untuk melakukan
penelitian tentang analisis potensi sektor industri pengolahan dan pengaruhnya
terhadap tenaga kerja.
Tabel 4.2
Produk Domestik Bruto Regional Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Timur (Miliar Rupiah),
2009-2013
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Subsektor Industri
Pengolahan
Industri Pengolahan
Makanan, Minuman,
Tembakau
Tekstil, Pakaian Jadi, dan
Kulit
Kayu dan Sejenisnya
Kertas, Percetakan dan
Penerbitan
Kimia, Minyak Bumi Karet
dan Plastik
Barang Galian non Logam,
Logam Dasar
Barang dari Logam, Mesin
dan Peralatan
Pengolahan lainnya

2009

2010

2011

2012

2013

83 299 893.42

86 900 779.13

92 171 191.46

98 017 056.47

103 497 232.68

45 170 406.97

47 175 579.65

50 128 722.79

53 809 756.53

57 077 658.81

2 564 655.55

2 685 264.58

2 776 688.62

2 823 991.38

2 969 045.76

1 845 640.20

1 799 319.90

965 794.68

2 015 165.51

2 165 378.60

14 666 540.74

15 420 432.38

16 083 768.72

16 749 735.74

17 214 014.02

8 110 967.24

8 344 844.63

9 020 876.59

9 918 950.24

10 749 270.64

2 721 494.91

2 741 959.47

3 137 569.11

3 208 264.78

3 511 771.18

3 227 875.82

3 441 989.12

3 636 459.99

3 962 094.37

4 121 654.92

2 912 599.55

3 025 131.23

3 106 283.51

3 190 012.34

3 205 859.54

2 079 712.41

2 266 258.17

2 315 027.45

2 339 085.58

2 482 579.22

Sumber : BPS, 2014 (Data diolah)

4.2.3 Analisis Dan Pembahasan
4.2.3.1 Analisis Potensi Location Quotient (LQ)
Hasil analisis dengan metode Location Quotient dapat di interpretasikan sebagai
berikut :
1. Jika LQ lebih besar dari (>1), berarti peranan sektor tersebut di daerah
bersangkutan lebih menonjol dari pada peranan sektor tersebut pada
perekonomian yang lebih tinggi.
24

2. Jika LQ lebih kecil dari (

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63