Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah
menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia, padi
merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia sebagai
negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam memenuhi
kebutuhan pangan penduduk. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan menjadi fokus
utama dalam pembangunan pertanian. Menurut data BPS (2011), konsumsi beras pada
tahun 2011 mencapai 139 kg kapita-1 tahun-1 dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa,
sehingga konsumsi beras nasional pada tahun 2011 mencapai 34 juta ton. Kebutuhan akan
beras terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari
pertumbuhan produksi pangan yang tersedia.
Sistem tanam padi yang biasa diterapkan petani adalah sistem tanam tegel dengan
jarak 20 X 20 cm atau lebih rapat lagi. Namun, saat ini telah dikembangkan sistem
penanaman yang baru yaitu sistem jajar legowo. Menurut Pahruddin (2004), jajar legowo
merupakan perubahan teknologi jarak tanam padi yang dikembangkan dari sistem tanam
tegel yang telah berkembang di masyarakat. Istilah legowo diambil dari Bahasa Jawa,
Banyumas, terdiri atas kata lego dan dowo, lego berarti luas dan dowo berarti
memanjang. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah pemberian kondisi pada setiap

barisan tanam padi untuk mengalami pengaruh sebagai tanaman pinggir. Secara umum,
tanaman pinggir menunjukkan hasil lebih tinggi daripada tanaman yang ada di bagian
dalam barisan.
Tanaman pinggir juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena persaingan
tanaman antar barisan dapat dikurangi. Penerapan cara tanam sistem legowo memiliki

beberapa kelebihan yaitu, sinar matahari dapat dimanfaatkan lebih banyak untuk proses
fotosintesis, pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman menjadi lebih
mudah dilakukan di dalam loronglorong. Selain itu, cara tanam padi sistem legowo juga
meningkatkan populasi tanaman. Umur pindah bibit tanaman padi harus tepat untuk
mengantisipasi perkembangan akar yang secara umum berhenti pada umur 42 hari
sesudah semai, sementara jumlah anakan produktif akan mencapai maksimal pada umur
49-50 hari sesudah semai (Astri, 2007). Penanaman bibit muda memiliki beberapa
keunggulan, antara lain tanaman dapat tumbuh lebih baik dengan jumlah anakan
cenderung lebih banyak dan perakaran bibit berumur kurang dari 15 hari lebih cepat
beradaptasi dan cepat pulih dari cekaman akibat dipindahkan dari persemaian ke lahan
pertanaman (BPTP Jambi, 2009). Secara umum, sistem tanam dan umur bibit pada
tanaman padi sawah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil padi
sawah. Walaupun demikian, umur bibit dan sistem tanam yang optimum masih belum
diketahui dengan tepat.


2.1.1 Varietas
Tanaman padi dapat dibedakan berdasarkan varietasnya. Varietas merupakan salah satu
teknologi utama yang mampu meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani.
Dengan tersedianya beberapa varietas padi, kini petani dapat memilih varietas yang sesuai
dengan kondisi lingkungan setempat, berdaya hasil dan benilai jual tinggi. Oleh karena itu
uji adaptasi varietas di suatu tempat perlu dilakukan oleh instansi terkait dalam upaya
mendapatkan varietas yang sesuai disuatu tempat. Varietas tanaman padi ini banyak
sekali. Dan hampir setiap tahun muncul dengan sifat genetik yang lebih baik.

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Varietas Ir 64

Gambar 2.3

Varietas Ciherang


Varietas Angke

2.2 Sistem Pendukung Keputusan

Sistem

pendukung

keputusan

adalah

Sistem

informasi

interaktif

yang


menyediakan informasi, pemodelan, dan pemanipulasian data. Sistem ini digunakan
untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semi terstruktur dan situasi
tidak terstruktur, dimana tidak seorang pun tahu secara pasti bagaimana keputusan
seharusnya dibuat (Alter, 2002). Menurut Dadan Umar Daihani (2001) Konsep Sistem
Pendukung Keputusan (SPK) pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh
Michael S. Scott Morton yang menjelaskan bahwa “Sistem Pendukung Keputusan adalah
suatu sistem yang berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil
keputusan dengan memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai
persoalan yang tidak terstruktur”. Selain itu Raymond McLeod, Jr. (1998), memberikan
defenisi sebagai berikut, “sistem pendukung keputusan merupakan sebuah sistem yang
menyediakan kemampuan untuk penyelesaian masalah dan komunikasi untuk
permasalahan yang bersifat semi-terstruktur”.

Sistem pendukung keputusan dibangun untuk mendukung solusi atas suatu
masalah atau untuk mengefaluasi suatu peluang. Sistem pendukung keputusan lebih
ditujukan untuk mendukung manajemen dalam melakukan pekerjaan yang bersifat
analitis dalam situasi yang kurang terstruktur dan dengan kriteria yang kurang jelas.

Sistem pendukung keputusan tidak dimaksudkan untuk mengotomatisasikan pengambilan
keputusan, tetapi memberikan perangkat interaktif yang memungkinkan pengambil

keputusan untuk melakukan berbagai analisis menggunakan modelmodel yang tersedia
(Kusrini, 2007)

Sistem pendukung keputusan (SPK) merupakan sebuah sistem yang memiliki kriteria
sebagai berikut (Turban, 1995) :
1. Penggunaan model, komunikasi antara pengambil keputusan dan sistem terjalin
melalui model-model matematis, jadi pengambil keputusan bertanggung jawab
membangun model matematis berdasarkan permasalahan yang dihadapinya.
2. Berbasis komputer, sistem ini mempertemukan penilaian manusia (pengambil
keputusan) dengan informasi komputer. Informasi komputer ini dapat berasal dari
perangkat lunak komputer yang merupakan implementasi dari metode numeris
untuk permasalahan matematis yang bersangkutan.
3. Fleksibel, sistem harus dapat beradaptasi terhadap timbulnya perubahan pada
permasalahan yang ada. Jadi pengambil keputusan harus dibolehkan untuk
melakukan perubahan pada model yang telah diberikannya kepada sistem, ataupun
memberikan model yang baru.
4. Interaktif dan mudah digunakan, pengambil keputusan bertanggung jawab untuk
menentukan apakah jawaban yang diberikan oleh sistem memuaskan atau tidak.
Bagaimanapun juga sistem bertugas mendukung, bukan menggantikan pengambil
keputusan. Jadi sistem harus memiliki kemampuan interaktif: pengambil

keputusan harus diijinkan untuk menjelajahi alternatif jawaban dengan cara
memvariasi parameter-parameter yang ada pada sistem.

Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan dapat terdiri dari beberapa subsistem, yaitu:
1. Subsistem manajemen data

Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang
relevan untuk sistuasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem
manajemen database (DBMS/Data Base Management System). Subsistem
manajemen data dapat diinterkoneksikan dengan data warehouse perusahaan,
suatu repositori untuk data perusahaan yang relevan untuk pengambilan
keputusan.
2. Subsistem manajemen model
Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan, statistik,
ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya yang memberikan kapabilitas
analitik dan manajemen perangkat lunak yang tepat. Bahasa-bahasa pemodelan
untuk membangun model-model kustom juga dimasukkan. Perangkat lunak ini
sering disebut sistem manajemen basis model. Komponen ini dapat dikoneksikan
kepenyimpanan korporat atau eksternal yang ada pada model.
3. Subsistem antarmuka pengguna

Pengguna berkomunikasi dengan dan memerintahkan sistem pendukung
keputusan melalui subsistem ini. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan
dari sistem. Para peneliti menegaskan bahwa beberapa kontribusi unik dari sistem
pendukung keputusan berasal dari interaksi yang intensif antara komputer dan
pembuat keputusan.
4. Subsistem manajemen berbasis-pengetahuan
Subsistem ini mendukung semua subsistem lain atau bertindak langsung sebagai
suatu komponen independen dan sifatnya optional.
5. Ia memberikan intelegensi untuk memperbesar pengetahuan si pengambil
keputusan. Subsistem ini dapat diinterkoneksikan dengan repositori pengetahuan
perusahaan (bagian dari sistem manajemen pengetahuan), yang kadang-kadang
disebut basis pengetahuan organisasional.

Berdasarkan definisi, sistem pendukung keputusan harus mencakup tiga komponen utama
dari DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Subsistem manajemen berbasis
pengetahuan adalah opsional, namun dapat memberikan banyak manfaat karena
memberikan intelijensi bagi tiga komponen utama tersebut. Seperti pada semua sistem
informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai komponen sistem pendukung
keputusan. Komponen-komponen tersebut membentuk sistem aplikasi sistem pendukung
keputusan yang dapat dikoneksikan ke intranet perusahaan, ke ekstranet, atau ke internet.

Arsitektur dari sistem pendukung keputusan ditunjukkan pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Arsitektur sistem pendukung keputusan

2.2.1

Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Dari pengertian Sistem Pendukung Keputusan maka dapat ditentukan karakteristiknya
antara lain (Kosasi, 2002) :
a. Mendukung proses pengambilan keputusan, menitik beratkan pada management by
perception.

b. Adanya antarmuka manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang kontrol
proses pengambilan keputusan.
c. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi
terstruktur dan tak struktur.
d. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan.
e. Memiliki subsistem-subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat
berfungsi sebagai kesatuan item.

f. Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi
seluruh tingkatan manajemen.
g. Sistem pendukung keputusan merupakan gabungan antara kumpulan model kualitatif
dan kuantitatif.
2.3 Simple Additive Weighting (SAW)
Metode Simpel Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal dengan istilah metode
penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode Simple Additive Weighting (SAW) adalah
mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua
atribut. Metode Simple Additive Weighting (SAW) membutuhkan proses normalisasi
matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua
alternatif yang ada .
X
Max

r =
{

Min X
X


Dimana:
rij = rating kinerja ternormalisasi
maxi = nilai maksimum

Jika j adalah atribut keuntungan benefit
Jika J adalah atribut biaya cost

mini = nilai minum dari setiap baris dan kolom
xij = baris dan kolom dari matriks
(rij) adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif pada atribut i=1,2,…,m dan
j=1,2,…,n.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai:
=∑

=



………………………………………………………………… (1)


Ada beberapa langkah dalam penyelesaian metode Simple Additive Weighting (SAW).
Yang diterapkan sebagai berikut:
1. Menentukan kriteria-kriteria yang dijadikan acuan dalam pendukung keputusan
yaitu Ci.
2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.
3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci).
4. Kemudian

melakukan

normalisasi

matriks

berdasarkan

persamaanyang

disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya)
sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R.
Hasil akhir diperoleh dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks
ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih
sebagai alternatif terbaik (Ai)

2.4 Promethee
Promethee adalah salah satu metode penentuan urutan atau prioritas dalam analisis
multikriteria atau MCDM (Multi Criterion Decision Making). Dugaan dari dominasi
kriteria yang digunakan dalam Promethee adalah penggunaan nilai dalam hubungan
outrangking. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan dan kestabilan. Semua

parameter yang dinyatakan mempunyai pengaruh nyata menurut pandangan ekonomi.
Data dasar untuk analisis dengan metode promethee dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Data Dasar analisis Promethee
.

.

...

...

...



...

...




...







...



...

...



...








.

...

...

...



...

...




...



...

...

...

.



...

...

...

...



...




Setiap kriteria boleh memiliki nilai dominasi kriteria atau bobot kriteria yang sama
atau berbeda, dan nilai bobot tersebut harus di atas 0 (Nol). Sebelum menghitung bobot
untuk masing-masing kriteria, maka dihitung total bobot dari seluruh kriteria terlebih
dahulu. Berikut rumus perhitungan bobot kriteria :
��
��

�=∑

atau ∑

=

…………………………………………………………. (2)

Maka didapat rumus perbandingan untuk setiap alternatif, sebagai berikut :
�(� , � ) = ∑

=

Rekomendasi
Dalam metode

x � � , � ………………………………………………….....(3)
fungsi
promethee

preferensi

untuk

keperluan

aplikasi

ada enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Untuk

memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama, maka digunakan
tipe fungsi preferensi. Ke Enam tipe preferensi dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2. Tipe-tipe Kriteria Dasar (P(d) : fungsi preferensi)
Tipe Preferensi Kriteria
Kriteria Umum (usual
criterion)

Defenisi

Parameter

0 jika d=0
-

H(d)
1 jika d≠0
0 jika -q≤d≤q

Kriteria Quasi

H(d)

Q
1 jika dq

Kriteria

Preferensi

Linier (Criterion with





jika -p≤d≤p
P

H(d)

linier preference

1 jika dp
0 jika |d|≤q

Kriteria Level (level
criterion)

H(d)

jika q

Dokumen yang terkait

Perbandingan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dan Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE) Dalam Pemilihan Sepeda Motor

18 100 121

Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

0 4 118

Perbandingan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dan Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE) Dalam Pemilihan Sepeda Motor

0 0 17

Perbandingan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dan Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE) Dalam Pemilihan Sepeda Motor

0 0 1

Perbandingan Algoritma Simple Additive Weighting (SAW) dan Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation (PROMETHEE) Dalam Pemilihan Sepeda Motor

0 0 30

Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

0 0 12

Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

0 0 2

Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

0 0 5

Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

0 8 2

Perbandingan Metode Simple Additive Weighting (Saw) Dan Promethee Dalam Pemilihan Kualitas Padi ( Studi Kasus : Balai Penyuluhan Pertanian Medan Krio Kecamatan : Sunggal )

0 0 26