Karakteristik dan Klasifikasi Tanah pada Satuan Lahan Volkan Tua di Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Satuan Lahan Volkan
Gunung volkanik bukanlah suatu bentuk yang permanen. Gunung
volkanik memiliki masa aktif. Para ilmuan mengklasifikasikan gunung volkanik
berdasarkan aktivitasnya (kejadian erupsi) menjadi empat kategori yaitu gunung
volkanik aktif, intermiten, dorman, dan tidak aktif. Gunung volkanik aktif selalu
mengalami erupsi. Volkanik intermiten mengalami erupsi dengan selang waktu
tertentu. Gunung volkanik dorman ialah gunung api yang inaktif saat ini, tetapi
ada kemungkinan aktif kembali dimasa mendatang. Adapun gunung volkanik
tidak aktif (extinct) adalah gunung api yang sudah tidak mengalami erupsi lagi
dan tinggal sejarah (Hackett et al., 2012). Wilayah atau lahan disekitar gunung
volkanik disebut lahan volkan. Pada masing-masing tipe gunung volkanik diatas,
karakteristik lahan yang dimiliki juga yang berbeda-beda.
Di Sumatera Utara, satuan lahan volkan dibedakan atas dua yaitu, volkan
tua dan volkan muda. Satuan lahan volkan tua adalah lahan yang berbahan induk
dari gunung volkanik yang telah berumur Tersier. Sedangkan volkan muda
merupakan lahan yang berbahan induk dari gunung volkanik yang telah berumur
Kuarter (Darul dkk, 1989).
Dalam catatannya tentang geologi Sumatera, van Bemmelen (1949)
menjelaskan, aktivitas volkanik pada zaman Tersier dan Kuarter terjadi dalam tiga
siklus yang berbeda, tetapi terus - menerus, yaitu: Neogin Tua (Oligosin AkhirMid Miosin); Neogin Muda (Mid Miosin - awal Kuarter ); dan Kuarter Muda.

Siklus pertama dimulai dengan 'Andesit Tua', dan berakhir dengan pengangkatan
Bukit Barisan pada zaman Mid-Miosin. Siklus kedua dimulai dengan letusan

Universitas Sumatera Utara

bahan beku dasar dan diakhiri dengan fase asam yang bertepatan dengan episode
kedua dari pengangkatan Bukit Barisan (Crow, 2005).
Aktifitas volkanik Tersier yang ada seluruh Sumatera terjadi pada zaman
Paleosin; Akhir Mid - Eosin; Eosin Akhir - Oligosin Akhir (akhir Eosin - Oligosin
Awal dan fase Akhir Oligosin - Awal Miosin); Akhir Miosin Awal – Mid Miosin;
dan Miosin Akhir – Pliosin. Berdasarkan geologi Sumatera, diketahui aktifitas
Gunung Sipiso – piso dan Gunung Simbolon dimulai pada zaman Miosin Akhir –
Pliosin (Crow, 2005).
Menurut USGS Geologic Names Committee and the Association of

American State Geologists (AASG), zaman Kuarter terbagi menjadi dua yaitu
Pleistosin dan Holosin. Di Sumatera Utara, aktifitas volkanik berumur Kuarter di
mulai dari zaman Pleistosin (Gasparon, 2005).
Gunung volkanik yang telah berumur Tersier telah mengalami proses –
proses geomorfik (erosi, penorehan dan pendataran) dipermukaannya serta terjadi

proses tektonik lainnya (pelipatan, pematahan). Akibatnya landscap volkanik
tua telah kehilangan bentuk kerucut aslinya. Sebaliknya, gunung volkanik
yang berumur Kuarter belum mengalami perubahan bentuk akibat pelipatan
ataupun pengangkatan sehingga bentuk kerucutnya masih jelas dan utuh
(Darul dkk, 1989).
Bahan induk volkan tua tersusun dari bahan lava intermedier dan basis.
Abu volkan intermedier dicirikan oleh sedikitnya kandungan gelas volkan, sedikit
atau tanpa kuarsa, sedikit hornblende, sedikit atau tanpa biotit. Komposisi mineral
dengan asosiasi augit, hiperstin dan labradorit menunjukkan bahan volkan bersifat
intermedier (Arifin, 1994; Hikmatullah, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Bahan induk pada satuan lahan volkan muda di Sumatera Utara umumnya
tersusun dari bahan tuf masam dan intermedier. Tanah yang berkembang dari
bahan tuf masam dan intermedier didominasi oleh gelas vulkanik 23%, augit
11%, hiperstein 14%, labradorit 8%, bitownit 3%, dan turmalin 1%. Mineral
mudah lapuk lainnya yang dijumpai dalam jumlah sedikit adalah epidot
(Sukarman dan Dariah, 2014).
Tanah Berbahan Induk Volkan

Genesis dan Morfologi
Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari hasil letusan gunung
api, dimana pada saat gunung api mengalami erupsi mengeluarkan tiga jenis
bahan yang siap untuk dimuntahkannya yaitu berupa bahan padatan, cair dan gas.
Bahan padatan dapat berupa pasir, debu dan abu vulkan (tefra), batu apung
sedangkan bahan cair dapat berupa lava. Bahan-bahan volkanis tersebut memiliki
fraksi koloid yang didominasi oleh mineral non kristalin seperti alofan, imogolit,
ferihidrit, atau komplek Al-humus. Selanjutnya, bahan volkanis ini akan menjadi
bahan induk penyusun tanah (Hardjowigeno, 1993; Shoji, 1993a).
Produk-produk volkanik yang akan menjadi bahan induk tanah mengalami
proses yang berbeda-beda. Lava merupakan magma pijar yang keluar melalui
patahan (celah) akan membeku menjadi batuan dan mengalami pelapukan menjadi
bahan induk. Produk lainnya adalah lahar yang merupakan aliran material
volkanik berupa campuran batu, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang
terjadi di lereng gunung akan mengendapkan aluvium volkanik disepanjang
alirannya,dan menghasilkan tanah Andisol (Mukhlis, 2011).
Tanah yang terbentuk dari material hasil letusan gunung volkanik
memiliki banyak perbedaan sifat morfologi, fisik dan kimia yang jarang

Universitas Sumatera Utara


ditemukan pada tanah-tanah yang berasal dari bahan induk lainnya. Sifat-sifat
khas yang dimiliki, sebagian besar disebabkan oleh pembentukan bahan nonkristalin dan akumulasi karbon organik, yang merupakan dua proses pedogenik
dominan yang terjadi pada tanah vulkanik. Pembentukan bahan non-kristalin
secara langsung berhubungan dengan sifat-sifat dari produk-produk keluaran
erupsi gunung volkanik sebagai bahan induk, yaitu pelapukan cepat dari partikel
kaca (Ugolini dan Dahlgren, 2002).
Ejekta volkanik berupa tefra (abu vulkanik) yang mengalami pelapukan
akan menghasilkan sejumlah besar bahan berbentuk non kristalin dan proses ini
disebut ‘Andosolisasi’. Namun, pembentukan bahan non kristalin dari pelapukan
tefra , tidak spesifik untuk Andisol tapi juga ditemukan pada Spodosol. Terdapat
perbedaan utama antara andosolisasi dengan podsolisasi. Andosolisasi ditandai
dengan akumulasi Fe, Al, dan karbon organik terlarut dalam horizon A dengan
sedikit pencucian ke horizon B, dan pembentukan horizon B didominasi oleh
pelapukan in situ. Lain halnya dengan podsolisasi yang merupakan proses
penambahan lapisan atas oleh kanopi dan lapisan humus yang menyebabkan
horizon yang seharusnya diatas (0, E dan Bhs) terdorong kedalam dengan bantuan
asam organic. Asam organik memainkan peran yang signifikan seperti penurunan
pH, mencegah disosiasi asam karbonat, pembentukan kompleks mobile dengan
Fe, Al dan logam lainnya dan migrasi logam larut - kompleks humus ke horizon

B di mana mereka dijerap (Shoji et al., 1993a).
Pada tanah-tanah abu vulkanik yang berada di wilayah tropika basah,
proses pembentukan tanah meliputi : hidrolisis secara intensif, andosolisasi,
irreversible drying, melanisasi dan pembentukan padas. Proses hidrolidis secara

Universitas Sumatera Utara

intensif merupakan proses yang sangat penting terutama pada tingkat awal
perkembangan tanah (Munir, 1995).
Debu vulkanis (tefra) kaya akan mineral liat amorf atau alofan yang
mengandung Al dan Fe larut. Logam – logam ini akan dibebaskan oleh proses
hancuran iklim yang kemudian membentuk kompleks stabil dengan bahan organic
hasil pelapukan tanaman, terakumulasi pada permukaan membentuk warna gelap
atau coklat kegelapan pada horizon A (Kimble et al.,1999).
Tanah dari bahan volkanik dapat memiliki horizon AC, ABC atau
multisekuen. Tanah muda dibentuk dari abu tebal, pumice, atau cinder
menunjukkan profil AC. Pengendapan

tefra yang terputus-putus dan


pembentukan tanah terjadi berkali-kali menghasilkan Andisol dengan profil
multisekuen (berulang). Tanah seperti ini dikelompokkan kedalam sub group
thaptik. Pengaruh vegetasi pada pengembangan Andisol diketahui untuk
biosekuen Melaudand dan Fulvudand (Shoji et al., 1993b).
Meskipun secara umum tanah Andosol di Indonesia mempunyai susunan
horison A-Bw-C, tetapi mungkin bisa mememiliki memiliki horison AC atau
horison tertimbun. Sebagai contoh, tanah Andosol muda terbentuk dari abu
vulkanik tebal, batu apung atau scoria (cinder) menunjukkan profil AC. Tanah
Andosol juga banyak yang mempunyai horison timbunan (A-Bw-C-2A-2Bw-2C)
yang diakibatkan oleh kejadian erupsi gunung berapi yang berulang-ulang.
Sebagai contoh tanah Andosol dari Gunung Kimangbuleng, Flores merupakan
salah satu tanah Andosol tertimbun atau multisequum (Sukarman dan Dariah,
2014). Dalam klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2014), sifat

Universitas Sumatera Utara

multisequum ini dijadikan sebagai salah satu pembeda kategori subgrup (sifat
Thaptic), contohnya adalah Thaptic Hapludands (Sukarman dan Dariah, 2014).
Sifat Fisik dan Kimia
Ciri khas tanah yang berasal dari bahan vulkanik adalah memiliki

kumpulan mineral

unik yang didominasi oleh mineral liat non - kristalin.

Umumnya, mineral liat non - kristalin pada tanah - tanah berbahan induk ejekta
vulkanik meliputi: alofan, imogolit, opaline silika, dan ferihidrit. Keunikan sifat
fisika dan kimia dari tanah berbahan induk vulkanik dipengaruhi oleh Al dan Fe
aktif (Dahlgren et al., 1993).
Tanah abu volkanik

menampilkan berbagai karakteristik kimia yang

mencerminkan pengaruh dari bahan induk dan tingkat pelapukannya. Dari sifat
kimia, bahan organik tanah, alumunium, besi dan silika aktif adalah unsur-unsur
yang paling menonjol mengatur reaksi kimia pada tanah vulkanis. Bentuk-bentuk
utama Al dan Fe aktif adalah alofan, imogolit, kompleks Al-humus, dan ferihidrit
(Nanzyo et al., 1993a).
Sifat kimia yang muncul pada tanah abu volkanik, selain karena komposisi
yang kaya unsur aluminium, juga disebabkan oleh sifat yang sangat reaktif dari
fraksi koloid dan luas permukaan yang tinggi. Karakteristik kimia yang ditemukan

pada tanah berbahan vulkanik antara lain kapasitas tukar kation, KTK meningkat
pada saat pH meningkat dan sebaliknya, kejenuhan basa umumnya rendah
(kecuali jenis eutric dan tanah yang sangat muda). Saat liat secara dominan
mengandung alofan dan imogolit, pH relative tinggi (>5), sebaliknya saat liat
dominan mengandung kompleks Al dan Fe - humus bersama dengan lapisan
silikat, pH relative rendah (