Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak SD Kelas V-VI di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies Gigi
2.1.1

Pengertian Karies Gigi
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu email,

dentin dan sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Hal ini ditandai dengan demineralisasi jaringan keras
gigi diikuti oleh kerusakan bahan organiknya yang mengakibatkan terjadinya
invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan
periapeks yang dapat menyebabnya nyeri (Kidd, 1991).
Tanda-tanda karies biasanya gigi terlihat berwarna coklat kehitaman atau
noda-noda putih, yang bila diraba dengan sonde email belum tersangkut. Lamakelamaan bagian karies ini akan terasa kasar serta diikuti dengan tertahannya
sonde. Karies yang berwarna coklat kehitaman lebih lama menimbulkan lubang
pada gigi, sedangkan noda yang berwarna putih lebih cepat (Nurhaliza, 2015).
Pada umumnya karies gigi pada anak terjadi pada saat adanya gigi
campuran.Pertumbuhan gigi campuran ditunjukkan dengan pertumbuhan dan
perkembangan gigi susu yang diikuti dengan tumbuhnya gigi tetap di dalam
rongga mulut anak. Artinya di dalam rongga mulut anak terdapat dua macam gigi

yang sedang mengalami pertumbuhan, yaitu gigi susu dan gigi tetap (Paramita,
2000).
Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang karena adanya faktor-faktor
yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut
meliputi faktor gigi, mikroorganisme, substrat dan waktu (Tarigan, 2013).

6
Universitas Sumatera Utara

7

2.2 Klasifikasi Karies Gigi
2.2.1

Berdasarkan Stadium Karies
Pada klasifikasi ini, karies dibagi menurut dalamnya (Tarigan, 2013):

a. Karies Superfisialis
Karies baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena.
b. Karies Media

Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
c. Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah
mengenai pulpa. Karies profunda ini dapat kita bagi lagi menjadi:
1. Karies profunda stadium I : Karies telah melewati setengah dentin,
biasanya belum dijumpai radang pulpa.
2. Karies profunda stadium II : Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi
karies dengan pulpa. Biasanya disini telah terjadi radang pulpa.
3. Karies profunda stadium III : Pulpa telah terbuka dan dijumpai
bermacam-macam radang pulpa.
2.2.2

Berdasarkan Cara Meluasnya Karies

a. Karies Berpenetrasi
Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut.
Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.
b. Karies Nonpenetrasi
Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah
samping sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.


Universitas Sumatera Utara

8

2.2.3 Berdasarkan Lokasi Karies
Menurut G.V. Black dalam Tarigan (2013) kavitas atas 5 bagian diberi
tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas diklasifikasikan berdasarkan
permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian tersebut adalah:
a. Klas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (ceruk dan fisura) dari gigi
premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di
foramen caecum.
b. Klas II
Karies yang terdapat pada bagian aproksimal gigi-gigi molar atau
premolar yang umumnya meluas sampai ke bagian oklusal.
c. Klas III
Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi depan, tetapi belum
mencapai margo-inisisalis (belum mencapai sepertiga insisal gigi).
d. Klas IV

Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi-geligi depan dan
sudah mencapai mango-insialis (telah mencapai sepertiga insisal dari gigi).
e. Klas V
Karies yang terdapat pada bagian sepertiga leher dari gigi-geligi depan
maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun bukal dari
gigi.

Universitas Sumatera Utara

9

2.2.4

Berdasarkan Banyaknya Permukaan Gigi yang Terkena Karies

a. Karies Simpel
Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja, misalnya labial, bukal,
lingual, mesial, distal dan oklusal.
b. Karies Kompleks
Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan

gigi. Misalnya, mesio-, distoinsial, mesio-oklusal.
2.3 Faktor Yang Memengaruhi Karies Gigi
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu faktor saja, melainkan
disebabkan oleh banyak faktor (multifaktoral). Hal itu berarti banyak sekali
faktor yang yang menjadi penyebab timbulnya kejadian karies gigi.Dari beberapa
pengamatan terlihat jelas bahwa semakin dekat manusia tersebut hidup dengan
alam semakin sedikit dijumpai karies pada giginya. Dengan semakin cangihnya
pabrik makanan, semakin tinggi juga persentase karies pada masyarakat yang
mengonsumsi makanan hasil pabrik tersebut (Tarigan, 2013).
Ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab karies gigi yaitu faktor host
(gigi), mikroorganisme, substrat dan ditambah faktor waktu. Karies bisa terjadi
hanya kalau keempat faktor tersebut ada (Nurhaliza, 2015).

Universitas Sumatera Utara

10

Gambar2.1: Skema terjadinya karies gigi

a. Faktor Host (Gigi)

Secaraumum,kariesdianggapsebagai

penyakitkronispada

manusiayang

berkembangdalamwaktubeberapabulanatau tahun.Menurut Kidd (1991) kawasankawasan gigi yang memudahkan peletakan plak sehingga menyebabkan karies
yaitu :
1. Pit dan Fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit bukal
molar dan pit palatal insisif.
2. Permukaan harus didaerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak.
3. Email pada tepisan di daerah leher gigi sedikit diatas tepi gingival.
4. Permukaan akar yang terbuka merupakan daerah tempat melekatnya
plak pada pasien dengan resesi gingival karena penyakit periodentium.
5. Tepi tumpatan terutama yang kurang menempel.
6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

Universitas Sumatera Utara

11


Menurut Pintauli dan Hamada (2008), gigi susu lebih mudah terserang
karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu
mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya
lebih sedikit daripada gigi tetap. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya
prevalensi karies pada anak-anak.
Gigi-gigi peka terhadap kerusakan selama masa anak-anak dan masa
remaja. Pada anak-anak umur 6-12 tahun gigi yang sering mengalami karies
adalah gigi molar pertama bawah. Semakin bertambahnya umur maka semakin
banyak menungkinan dataran gigi yang terkena karies (Frencken, dkk, 1999).
a. Faktor Agen (Mikroorganisme)
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan
terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Plak ini mula-mula
berbentuk agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat dan tempat bertumbuhnya
bakteri (Tarigan, 2013).
Plak biasanya terdapat di tempat dimana gusi bertemu dengan leher gigi,
di dalam fisura pada permukaan pengunyahan, dan pada daerah sempit diantara
gigi-gigi. Plak terutama terdiri dari bakteri juga berisi sisa-sisa saliva, berbagai

sel-sel darah dan partikel-partikel dari makanan (Frencken, dkk, 1999).
Padaawal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang
paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis,
Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Ada

Universitas Sumatera Utara

12

penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi.Streptokokus
mutans dan laktobasilus merupakan bakteri yang kariogenik karena mampu
segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan.Bakteri-bakteri
tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada
permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang
sangat lengket dari karbohidrat makanan. Hal ini menyebabkan plak makin tebal
sehingga akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut.
Dalam mulut seseorang yang mengalami karies aktif jumlah streptokokus
mutans dan laktobasilus lebih banyak daripada mulut orang yang bebas karies
(Kidd, 1991).
b.


Faktor Substrat/Diet
Karies terjadi ketika proses remineralisasi menjadi lebih lambat

dibandingkan proses demineralisasi, serta adanya kehilangan mineral. Hal ini
dapat dicegah dengan menghindari makanan manis dan menghilangkan
plak(Tarigan, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi,
sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein
hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting
untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies (Pintauli dan Hamada, 2008).
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini dapat
dibagi menjadi 2 (Nurhaliza, 2015).

Universitas Sumatera Utara

13


1.

Isi dari makanan yang mengasilkan energi. Misalnya, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, serta mineral-mineral.

2.

Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan. Makanan yang bersifat
membersihkan gigi. Jadi, makanan merupakan penggosok alami, tentu
saja akan mengurangi kerusakan gigi. Makanan bersifat membersihkan ini
adalah apel, jambu air, bengkuang, dan lain sebagainya.

c.

Faktor Waktu
Interaksi antara ketiga faktor tersebut selama suatu periode akan

merangsang pembentukan karies, yang dimulai dengan munculnya white spot
pada permukaan gigi tanpa adanya kavitas akibat proses demineralisasi pada
bagian enamel. Kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri
atas periode perusakan dan perbaikan silih berganti. Oleh karena itu bila saliva
ada di dalam lingkungan gigi maka karies tidak menghancurkan gigi dalam
hitungan hari atau minggu melainkan dalam bulan atau tahun (Kidd, dkk, 1991).
Faktorwaktu yang dimaksudkan adalah lamanya pemaparan gigi terhadap
penyebab-penyebab di atas yang menyebabkan terjadinya karies dan bervariasi
pada setiap orang.Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang
menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan(Pintauli dan
Hamada,2008).

Universitas Sumatera Utara

14

2.4 Epidemiologi
2.4.1

Distribusi Frekuensi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), 60-90% anak

sekolah di dunia mengalami karies gigi (WHO, 2012). Pada tahun 2011-2012
prevalensi karies gigi pada anak-anak berusia 5-19 tahun di Amerika Serikat
adalah 17,5% dan pada usia 20-44 tahun adalah 27,4% (CDC, 2015).Prevalensi
karies gigi anak sekolah usia 12-14 tahun di Qatar adalah 85% (Al-Darwish, dkk,
2015).
Prevalensi karies aktifdi Indonesia adalah 53,2%. Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013 status karies gigi penduduk Indonesia berdasarkan indeks
D-T adalah:
a.

Berdasarkan jenis kelamin:laki-laki (1,58) dan perempuan (1,59)

b.

Berdasarkan umur : 12 tahun (1,02), 15 tahun (1,07), 18 tahun (1,14), 3544 tahun (2,0), 45-54 tahun (2,13), 55-64 tahun (2,15), 65 tahun ke atas
(1,84)

c.

Berdasarkan provinsi : Kalimantan Barat (3,2) dan Bangka Belitung (3,0),
Sumatera Utara (1,3).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meishi (2011) terhadap anak sekolah

dasar swasta di Medan ditemukan prevalensi karies gigi sebesar 94,10%.
2.4.2

Determinan

a.

Umur
Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari sudut gigi geligi

(Nurhaliza, 2015).

Universitas Sumatera Utara

15

1. Periode gigi campuran, di sini molar 1 paling sering terkena karies.
Anak usia 6-12 tahun masih kurang mengetahui dan mengerti
bagaimanacara memelihara kebersihan gigi dan mulut.
2. Periode pubertas (remaja) usia antara 14-20 tahun.
Pada masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan
pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga.Hal
inilah yang menyebabkan persentase karies lebih tinggi.
3. Usia antara 40-50 tahun.
Pada usia ini sudah terjadi retraksi atau menurunnya gusi dan papil
sehingga sisa-sisa makanan sering lebih sukar dibersihkan.
b.

Jenis Kelamin
Menurut Tarigan (2013) yang mengutip pendapat Milhahn-Turkeheim,

karies gigi yang dialami oleh perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak sekolah berjenis kelamin lakilaki memiliki rata-rata DMF-T lebih tinggi daripada anak berjenis kelamin
perempuan. Hal ini disebabkan karena lebih banyak anak perempuan yang
memiliki kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur (Worotitjan, dkk, 2013).
c.

Kebiasaan Menggosok gigi
Menggosok gigi adalah bagian penting dari rutinitas kebersihan mulutdari

berbagai kotoran yang melekat pada permukaan gigi dan gusi (ADA, 2016).
Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak
secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya
secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara

16

alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara
teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor
masalah gigi yang berpotensi menjadi karies (Pintauli dan Hamada, 2008).
Menggosok gigi dengan cara yang baik dan benar juga mampu
mengurangi plak di permukaan gigi sehingga dapat menurunkan angka kejadian
karies gigi. Hal ini dilihat dari frekuensi, waktu dan teknik menggosok gigi
(Andlaw, dkk, 1992)
c.1Frekuensi dan waktu menggosok gigi
Makanan yang kita makan akan menempel pada gigi, seperti permen dan
makanan manis lainnya memerlukan waktu yang relatif lama untuk
membersihkannya. Selama waktu inilah, yaitu segera sesudah makan sebagian
besar kerusakan gigi terjadi (Pintauli dan Hamada,2008).
Menurut American Dental Assosiation (ADA) (2016) lama waktu yang
tepat untuk menggosok gigi adalah 2 menit. Para ahli berpendapat bahwa dalam
menggosok gigi 2 kali sehari sudah cukup karena pembersihan sisa makanan
kadang-kadang tidak sempurna dan ada kemungkinan bahwa bila ada yang
terlewat pada pagi hari, pada waktu malam hari dapat dibersihkan. Waktu
terpenting menggosok gigi adalah malam hari sebelum tidur karena aliran air
ludah tidak seaktif siang hari dimana bakteri berkembang biak dari sisa makanan,
menggosok gigi pertama kali dilakukan pada pagi hari karena bakteri berkumpul
dalam mulut. Hal ini berarti menggosok gigi dilakukan dengan teknik yang benar
dan waktu yang benar, yaitu pada saat pagi setelah sarapan dan malam sebelum
tidur.

Universitas Sumatera Utara

17

c.2 Teknik Menggosok Gigi Yang Benar
Menggosok gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk
penyingkiran plak secara mekanis. Beberapa teknik menggosokgigiadalah
(Andlaw, dkk, 1992):
c.2.1Teknik Roll
Teknik ini dilakukan dengan cara ujung bulu sikat diletakkan dengan
posisi mengarah ke akar gigi dan arah bulu sikat pada margin gingiva, sehingga
sebagian bulu sikat menekan gusi. Ujung bulu sikat digerakkan perlahan-lahan
sehingga kepala sikat gigi bergerak membentuk lengkungan melalui permukaan
gigi searah dengan sumbu panjang gigi.Permukaan atas mahkota juga disikat.
c.2.2Teknik Charter
Teknik ini dilakukan dengan cara arah bulu sikat diletakkan pada margin
gingiva, arah ujung bulu sikat diletakkan pada permukaan gigi (oklusal),
membentuk sudut 45 derajat terhadap sumbu panjang gigi dan ke atas. Sikat gigi
digetarkan membentuk lingkaran kecil, tetapi ujung bulu sikat harus berkontak
denga tepi gusi.Setiap bagian dapat dibersihkan 2-3 gigi.Teknik ini merupakan
cara yang baik untuk pemeliharaan jaringan pendukung gigi, walaupun agak
sukar untuk dilakukan.
c.2.3 Teknik Bass
Teknik ini dilakukan dengan cara bulu sikat pada permukaan gigi
membentuk sudut 45 derajat dengan panjang gigi dan diarahkan ke akar gigi
sehingga menyentuh tepi gusi. Dengan cara demikian saku gusi dapat dibersihkan
dan tepi gusinya dapat dipijat. Sikat gigi digerakkan dengan getaran kecil-kecil

Universitas Sumatera Utara

18

ke depan dan ke belakang. Teknik ini hampir sama dengan teknik roll, hanya
berbeda pada cara pergerakan sikat giginya dan cara penyikatan permukaan
belakang gigi depan. Untuk permukaan belakang gigi depan, sikat gigi dipegang
secara vertikal.
c.2.4Teknik Fones atau Teknik Sirkuler
Teknik ini dilakukan dengan cara bulu sikat ditempelkan tegak lurus pada
permukaan gigi. Kedua rahang dalam keadaan mengatup.Sikat gigi digerakkan
membentuk lingkaran-lingkaran besar, sehingga gigi dan gusi rahang atas dan
bawah dapat disikat sekaligus.Daerah diantara 2 gigi tidak mendapat perhatian
khusus.Untuk permukaan belakang gigi, gerakan yang dilakukan sama tetapi
lingkarannya lebih kecil.
c.2.5 Teknik Stillman dimodifikasi
Teknik ini dianjurkan untuk pembersihan pada daerah dengan resesi
gingiva yang parah disertai tersingkapnya akar gigi, guna menghindari dekstruksi
yang lebih parah pada jaringan akibat abrasi sikat gigi.Teknik ini dilakukan
dengan cara meletakka arah bulu sikat pada margin gingiva. Gerakan yang
dilakukan gerakan memutar ke arah permukaan gigi rahang atas dan rahang
bawah serta margin gingiva. Teknik menggosok gigi yang dilakukan pada usia
sekolah adalah teknik roll. Teknik menggosok gigi pada anak lebih ditekankan
agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya, namun
dengan bertambahnya usia diharapkan teknik bass dapat dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

19

c.2.6 Teknik Vertikal
Teknik ini dilakukan untuk menggosok bagian depan gigi, kedua rahang
tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan
gigi belakang, gerakan yang dilakukan sama tetapi mulut dalam keadaan terbuka,
sedangkan teknik horizontal semua permukaan gigi disikat dengan gerakan ke
kiri dan ke kanan. Kedua teknik tersebut cukup sederhana, tetapi kurang baik
untuk dipergunakan karena dapat mengakibatkan resesi gingiva dan abrasi gigi
(Kidd, 1991).
d.

Penggunaan Pasta Gigi yang Mengandung Fluor
Fluor menyebabkan gigi, terutama email tahan terhadap asam yang

menyebabkan terbentuknya karies. Sangat efektif mengonsusmsi fluor pada saat
gigi sedang tumbuh dan mengeras, yaitu sampai usia sebelas tahun. Penambahan
fluor pada air adalah cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan fluor
pada anak-anak. Tetapi jika terlalu banyak mengandung fluor, bisa menyebabkan
timbulnya bintik-bintik atau perubahan warna pada gigi (Nurhaliza, 2015)
Penggunaan fluor dapat menurunkan karies sampai 25% (Berg and
Slayton, 2009). Seseorang yang menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor
semestinya sudah cukup membantu untuk pencegahan terhadap terjadinya karies
gigi, hanya saja perlu diperhatikan kembali cara menggosok gigi yang baik dan
benar agar pencegahan dari fluor dapat maksimal karena penggunaan fluor pada
pasta gigi terbukti dapat menurunkan karies (Tarigan, 2013).
Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluor yang disarankan untuk
anak usia di atas 2 tahun adalah sebesar biji jagung (Berg dan Slayton, 2009).

Universitas Sumatera Utara

20

d. Kebiasaan MakanMakanan Kariogenik
Menurut Suhardjo (2006), kebiasaan makan adalah cara individu atau
sekelompok individu memilih pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi
terhadap pengaruh fisiologik, psikologik, social dan budaya.
Makanan kariogenik adalah makanan manis dan lengket yang dapat
menyebabkan karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung
karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut (Arisman, 2004).
Makanan yang paling tinggi menyebabkan karies adalah karbohidrat.
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh. Ada 3 jenis
karbohidrat yaitu polisakarida, ologosakarida/disakarida dan monosakarida. Jenis
disakarida yang paling banyak dikonsumsi orang seperti sukrosa bersifat lebih
kariogenik daripada jenis lainnya. Disakarida dan monosakrida (glukosa) akan
difermentasi oleh bakteri dalam mulut dan menghasilkan asam yang akan
menyebabkan demineralisasi. Dibutuhkan waktu

minimum tertentu bagi

karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu
mengakibatkan demineralisasi email (Pintauli dan Hamada, 2008)
Makanan manis mengandung gula yang dapat menyebabkan plak
menebal dan streptokokus mutans merubah sukrosa menjadi asam yang melekat
di permukaan gigi. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan
menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan
demineralisasi email (Berg dan Slayton, 2009).
Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH
normal, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang

Universitas Sumatera Utara

21

sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasi email sehingga mengakibatkan karies gigi (Kidd,
1991).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budisuari, dkk (2010) menunjukkan
bahwa seseorang yang mempuyai kebiasaan sering makan manis cenderung
untuk mendapat karies 1,15 kali dibanding dengan seseorang yang tidak
mempunyai kebiasaan makan manis.
2.5 Pencegahan Karies Gigi
Pencegahan karies gigi bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup dengan
memperpanjang kegunaan gigi di dalam mulut.
2.5.1

Pencegahan Primordial
Tindakan ini ditujukan pada kesempurnaan struktur enamel dan dentin

atau gigi pada umumnya. Pemberian vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan
gigi sangat diperlukan seperti vitamin A, vitamin C, vitamin D, dan mineral
(Calcium, Phosfor, Fluor dan Magnesium). Oleh karena itu, sebelum terjadinya
pengapuran pada gigi bayi, ibu hamil dapat diberi makanan yang mengandung
unsur-unsur yang dapat menguatkan email dan dentin (Nurhaliza, 2015).
2.5.2

Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang dilakukan sebelum timbulnya

penyakit.Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan kesehatan (health
promotion) dan perlindungan khusus (specific promotion).Untuk peningkatan

kesehatan karies gigi dilakukan upaya pencegahan dengan metode (Tarigan,
2013) :

Universitas Sumatera Utara

22

1. Pengaturan diet, yaitu mengurangi asupan karbohidrat.
2. Kontrol plak, yaitu dengan cara menggosok gigi dengan baik dan
benar, menggunakan pasta gigi, serta pemilihan sikat gigi yang baik.
3. Penggunaan fluor, yaitu pemberian fluor dalam air minum,
pengolesan topikal serta penggunaan pasta gigi yang mengandung
fluor.
Menurut Putri, dkk (2008) pencegahan primer diarahkan kepada :
1. Kelompok kecil atau besar meliputi penyuluhan secara umum dan individu.
Penyuluhan umum meliputi penyuluhan tentang kesehatan dan pengaturan
makan serta kesehatan gigi seperti perlunya menghilangkan karang gigi dan
pembatasan makan makanan kecil.
2. Kelompok individu meliputi penyuluhan individu seperti keinginan
pembatasan makan-makanan kecil, pemeriksaan periodik, pemberian
instruksi tentang kesehatan mulut dan penghilangan karang gigi.
2.5.3

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan yang dilakukan sesudah

timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan adanya :
1.

Diagnosa dini
Penegakan diagnosis lesi karies menjadi hal yang sangat penting disadari

karena karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja melainkan proses
destruksi dan reparasi yang silih berganti.Pencegahan karies gigi pada tahap ini
adalah pemeriksaan detail secara periodik dengan pemeriksaan rontgen foto dan
pengobatan sistematis (incremental treatment)(Pintauli dan Hamada, 2008).

Universitas Sumatera Utara

23

2.

Tindakan
Gigi yang sakit atau berlubang tidak bisa disembuhkan dengan

sendirinya. Upaya pencegahan yang dilakukan adalah dengan penambalan gigi,
yaitu dengan tambalan biasa ataupun dengan tambalan sinar (Putri, dkk, 2008).
Selain itu apabila jaringan pulpa sudah mengalami radang atau infeksi
karena adanya karies perlu dilakukan perawatan saluran akar yaitu dengan
mengangkat jaringan pulpa yang mengalami radang atau terinfeksi (Imran,
2015).Selain itu bisa juga dilakukan pencabutan gigi, dan pemasangan protesa
cekat dan sebagian (pemasangan gigi palsu) apabila sudah kehilangan mahkota
gigi (Situmorang, 2005).
2.5.4

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari

perjalanan penyakit yang berarti memperbaiki keadaan cacat penderitaakibat
penyakit.Hal ini bertujuan untuk mencegah kehilangan fungsi gigi.Pemasangan
protesa penuh (gigi palsu) termasuk dalam kategori ini (Situmorang, 2005).
2.6Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang akan
menjadi tumpuan kualitas bangsa dalam konteks sumberdaya manusia yang akan
datang. Kelompok usia anak sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 66 juta atau
28% dari jumlah penduduk menurut hasil sensus penduduk 2010 (Kemenkes,
2014).

Universitas Sumatera Utara

24

Dalam perkembangannya anak-anak sangat suka dengan mengonsumsi
makanan hampir setiap waktu dan sudah tahu untuk memilih jenis makanan yang
disukai dan tidak disukai. Pada anak usia 9-10 tahun menyukai makanan seperti
pizza, es krim, kue basah dan kue kering. Pada anak usia 12 tahun lebih
menyukai makanan kudapan setelah pulang dari sekolah. Selain itu, perilaku
menggosok gigi sudah mulai dilakukan dengan baik pada anak usia tersebut
(Allen dan Marotz, 2010).
2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian karies gigi pada anak sekolah dasar kelas V-VI di Yayasan
Perguruan Sultan Iskandar MudaMedan Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Depeden

1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Kebiasaan Menggosok
Gigi
Karies Gigi
4. Penggunaan Pasta
Gigi Yang Mengandung
Fluor

Variabel Dependen

5. Kebiasaan Makan
Makanan Kariogenik
2. Jenis Kelamin

Universitas Sumatera Utara