PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (STUDI PADA SUB SEKTOR FOOD AND BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2010 – 2015)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi yang semakin maju dan berkembang, terdapat
banyak inovasi, teknologi dan persaingan bisnis yang semakin ketat sehingga
memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah strategi dan cara berpikir
secara global. Dengan adanya inovasi teknologi yang semakin mempercepat
melakukan berbagai aktivitas dengan segala keterbatasan dan kelebihannya
menjadikan persaingan di dalam bisnis semakin kompetitif. Hal ini menyebabkan
perusahaan harus mengubah strategi berbisnis menjadi bisnis yang mempunyai
berbagai pengetahuan-pengetahuan di dalam bisnisnya (knowledge business).
Dengan perkembangan inovasi dan teknologi yang kompetitif di dalam
dunia bisnis saat ini membuat perusahaan bergantung pada suatu penciptaan
transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri agar dapat
meningkatkan kemakmuran perusahaan tersebut. Kemajuan ekonomi global
berbasis informasi dan teknologi mempengaruhi pengelolaan bisnis dan strategi
dalam bersaing di perusahaan. Kemampuan bersaing kini tidak hanya terletak
pada kepemilikan aset berwujud tetapi lebih pada inovasi, system informasi,
pengelolaan organisasi dan sumber daya yang dimiliki.
Dengan adanya persaingan tersebut, maka perusahaan dituntut untuk
melakukan kinerja yang baik dan tujuan yang jelas. Setiap perusahaan pada
umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan nilai perusahaan
yang tercermin dari harga sahamnya. Untuk menjalankan perusahaan para
pemegang saham terkadang menyerahkannya pada manajer. Pada saat ini, para
pelaku bisnis lebih menitikberatkan pada aset pengetahun (knowledge asset)
sebagai aset tak berwujud karena pengetahuan juga sudah dijadikan sebagai mesin
baru dalam persaingan usaha. Kini perusahaan mengakui pentingnya modal
1
2
intelektual yang bersifat abstrak dan tidak nyata untuk dijadikan penggerak utama
dalam pengembangan bisnis. Adanya fenomena perdagangan bebas yang
menciptakan struktur ekonomi global menyebabkan arus lalu lintas barang, jasa,
modal dan tenaga kerja dapat berpindah dari satu negara ke negara lain tanpa
adanya batasan dan rintangan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran
paradigma dari penekanan paradigma physical capital ke paradigma baru yang
memfokuskan pada intellectual capital. Ukuran yang tepat tentang physical
yaitu
capital
dana-dana
keuangan
dan
intellectual
potential
yang
direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemampuan yang
melekat pada karyawan-karyawan tersebut. Sumber daya manusia mempunyai
peranan utama dalam proses peningkatan produktifitas karena alat produksi dan
teknologi pada hakekatnya diciptakan oleh manusia dan juga dioperasikan oleh
manusia.
Pendapat mengenai pergeseran paradigma physical capital ke paradigma
intellectual capital didukung oleh Bontis. Di Indonesia, pada umumnya
perusahaan-perusahaan
menggunakan
akuntansi
tradisional
yang
lebih
menekankan pada penggunaan tangible assets, padahal seiring dengan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, tingkat ketertarikan akan
intangible assets pun semakin meninggi (Bontis, 2000). Menurut PSAK No. 16
Revisi Tahun 2011 disebutkan bahwa aset merupakan semua kekayaan yang
dimiliki oleh seseorang atau perusahaan baik berwujud maupun tak berwujud
yang berharga atau bernilai yang akan mendatangkan manfaat bagi seseorang atau
perusahaan tersebut. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang berlaku di Indonesia disebutkan bahwa aset adalah sumber daya yang
dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan diharapkan
akan menghasilkan manfaat ekonomis di masa depan bagi perusahaan.
3
Dari berbagai definisi aset di atas dapat ditarik beberapa karakteristik dari
aset, yaitu :
1. Aset merupakan manfaat ekonomi yang diperoleh di masa depan,
2. Aset dikuasai oleh perusahaan, dalam artian dikendalikan oleh perusahaan,
dan
3. Aset merupakan hasil dari transaksi atau peristiwa masa lalu.
Menurut Frank, (1999), aset dibedakan menjadi dua, yaitu aset berwujud
dan aset tidak berwujud. Aset berwujud adalah aset yang nilainya bergantung
pada wujud fisiknya, seperti bangunan, tanah, mesin dll. Sedangkan aset yang
tidak berwujud adalah aset yang tidak memiliki wujud secara nyata yang dimiliki
guna menghasilkan maupun menyerahkan barang dan jasa, contoh dari aset tidak
berwujud adalah hak paten, merk dagang, goodwill dan yang lainnya. Aset
berwujud berarti modal perusahaan yang dapat dilihat, disentuh dan digunakan.
Dengan berkembangnya teknologi modal tidak hanya semata-mata diartikan
sebagai aset berwujud, tetapi lebih jauh lagi yang menyangkut tentang nilai
(value). Kemampuan perusahaan untuk memobilisasi dan mengeksploitasi aset tak
berwujudnya menjadi jauh lebih menentukan daripada melakukan investasi dan
melakukan pengelolaan aset berwujud. Modal intelektual kini dirujuk sebagai
faktor penyebab sukses yang penting dan karenanya akan semakin menjadi suatu
perhatian bagi perusahaan dalam kajian strategi organisasi dan strategi
pembangunan. Intellectual Capital merupakan bagian dari aset tidak berwujud
(intangible asset). Intellectual capital juga didefinisikan sebagai kombinasi dari
sumberdaya-sumberdaya intangible dan kegiatan-kegiatan yang membolehkan
organisasi mentransformasi sebuah keuangan dan sumberdaya manusia dalam
sebuah kecakapan sistem untuk menciptakan stakeholder value. Intellectual
Capital atau modal intelektual diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan
nilai perusahaan. Nilai yang dimilikinya tidak berhubungan dengan wujud
fisiknya.
Perubahan dari modal bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor –
based business) menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan
4
pengetahuan), menyebabkan perusahaan harus mampu meningkatkan pengetahuan
bisnis mereka untuk dapat mencapai competitive advantage dalam bisnis mereka,
pengetahuan bisnis ini disebut juga intellectual capital (IC). Hal ini juga
menyebabkan kesulitan untuk memperkirakan nilai sebuah perusahaan, karena
tidak hanya aset fisik, tetapi kita juga harus memperkirakan nilai intellectual
capital (IC) dari sebuah perusahaan. Kesulitan ini diperkirakan sifat intellectual
capital (IC) yang bersifat aktiva tidak berwujud (intangible asset).
Pada awal perkembangannya, modal hanya ditinjau dari aspek fisik yang
berarti bahwa modal suatu perusahaan adalah segala sesuatu yang bisa dilihat,
disentuh dan digunakan untuk menunjang kegiatan operasioanal perusahaan.
Modal yang awalnya hanya berorientasi pada fisik berkembang semata-mata tidak
hanya berwujud (fisik) yang dimiliki perusahaan, tetapi lebih jauh menyangkut
tentang nilai (value). Tidak hanya modal fisik dan modal finansial dan berperan
dalam penciptaan nilai dalam perusahaan. Munculnya abad informasi dan
globalisasi, perusahaan tidak dapat hanya mengandalkan keunggulan kompetitif
yang berkesinambungan hanya dengan menerapkan teknologi baru ke dalam
modal fisik secara tepat atau hanya menerapkan dengan baik manajemen aset dan
kewajiban.
Kemampuan
sebuah
perusahaan
untuk
memobilisasi
dan
mengeksploitasi aset tak berwujudnya menjadi jauh lebih menentukan daripada
melakukan investasi dan mengelola aset yang berwujud (Ekowati, 2011). Modal
intelektual didudukan di tempat stategis dalam konteks kinerja atau kemajuan
suatu organisasi atau masyarakat. Hal ini dikarenakan pertama, fenomena
pergeseran tipe masyarakat dari masyarakat industrialis dan jasa ke masyarakat
pengetahuan. Kedua, pada tataran mikro perusahaan, tampak agak sulit untuk
tidak menyertakan atau mengaitkan perkembangan ini di dalam konteks
persaingan dan pencarian basis keunggulan kompetitif (Rupidara dalam
Ekowati, 2011).
Intellectual Capital diidentifikasikan sebagai kesatuan dari berbagai jenis
intangible asset yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan penciptaan nilai
dalam perusahaan (Ross dan Roos, 1997; Bontis, 1998; Marr dan Ross, 2005;
5
Subramaniam dan Yound, 2005 dalam Huang dan Wu, 2010). Internasional
Federation of Accountants (IFAC) mendefinisikan Intellectual Capital sebagai
sinonim dari Intellectual Property (kekayaan intelektual), Intellectual Asset (aset
intelektual, Knowledge asset (aset pengetahuan), modal ini dapat diartikan sebagai
saham atau modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan.
Terdapat faktor yang mempengaruhi pengungkapan intellectual capital dalam
laporan tahunan adalah kinerja intellectual capital. Perusahaan yang mempunyai
kinerja intellectual capital yang baik cenderung untuk mengungkapkan
intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan dengan lebih baik. Dengan kata
lain, semakin baik kinerja intellectual capital perusahaan maka semakin tinggi
tingkat pengungkapannya. Hal ini dikarenakan pengungkapan informasi tentang
intellectual capital dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan kepercayaan
stakeholders terhadap perusahaan. Terdapat pendekatan yang digunakan dalam
penilaian dan pengukuran knowledge asset (aset pengetahuan) tersebut adalah
Intellectual Capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai
bidang, baik manajemen, teknologi
informasi, sosiologi, maupun akuntansi
(Petty dan Guthrie,2000). Perusahaan perlu mengembangkan strategi untuk
dapat bersaing dipasaran. Manfaat lain yang diperoleh perusahaan dengan
melaporkan Intellectual Capital, selain untuk mengkomunikasikan keunggulan
mereka, perusahaan juga dapat menarik sumber daya yang dimilikinya sehingga
dapat menciptakan suatu value added (nilai tambah).
Nilai Perusahaan sangat penting bagi perusahaan karena dengan nilai
perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang
saham. Memaksimalkan kemakmuran pemegang saham dapat diterjemahkan
menjadi memaksimalkan harga saham perusahaan. Meskipun perusahaan
memiliki tujuan-tujuan yang lain, namun memaksimalkan harga saham adalah
tujuan yang paling penting (Brigham dan Houston, 2011). Harga pasar dari
saham perusahaan yang terbentuk antara penjual dan pembeli disaat transaksi
disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari
nilai aset perusahaan sesungguhnya.
6
Tujuan meningkatkan nilai perusahaan semestinya menjadi dasar untuk
pengambilan keputusan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan. Nilai
perusahaan yang didasarkan melalui indikator nilai pasar saham yang digunakan
oleh para manajer keuangan untuk melakukan pengambilan keputusan. Dengan
mengetahui tujuan manajemen keuangan secara benar dalam proses pengambilan
keputusan sehingga dengan keputusan yang benar dan tepat akan meningkatkan
nilai perusahaan dan akhirnya akan berdampak pada kemakmuran perusahaan
tersebut.
Tujuan utama ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk
menciptakan nilai tambah (value added). Sedangkan untuk dapat menciptakan
value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu danadana keuangan) dan intellectual potencial (direpresentasikan oleh karyawan
dengan segala potensi dan kemampuan yang melekat pada mereka). Terbatasnya
ketentuan standar akuntansi tentang IC mendorong para ahli untuk membuat
model pengukuran dan pelaporan IC (Ulum et. Al., 2014). Salah satu model yang
sangat popular di berbagai negara adalah Value Added Intellectual Coefficient
(VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998). VAICTM menunjukan
bagaimana sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – value added
capital employed), human capital (VAHU – value added human capital), dan
structural capital (STVA – structural capital value added) telah secara efisiensi
dimanfaatkan oleh perusahaan. VAICTM tidak mengukur IC, tetapi ia mengukur
dampak dari pengelolaan IC (Ulum et. al., 2008). Asumsinya, jika suatu
perusahaan memiliki IC yang baik, dan dikelola dengan baik pula, maka tentu
akan ada dampak yang ditimbulkan.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia serta
memiliki sumber daya yang melimpah. Fenomena intellectual capital mulai
berkembang setelah munculnya PSAK No.19 tentang aktiva tidak berwujud.
Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan
kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002). Salah satunya
7
yaitu penelitian Sarayuth Saengchan (2008) meneliti peran modal intelektual
dalam menciptakan nilai dalam industri perbankan di Thailand. Tujuan penelitian
tersebut adalah untuk menyelidiki secara empiris hubungan antara efisiensi
penciptaan nilai dan kinerja keuangan perusahaan dengan menangkap persepsi
modal intelektual dalam industri perbankan dan mengidentifikasi nilai dari
variabel dalam perbankan ini. Data penelitian tersebut diambil dari Bank of
Thailand dan Bursa Efek Thailand dengan menggunakan metode Value Added
Intellectual Cofficient (VAIC) sebagai variabel independen, dan variabel
dependennya yaitu Return On Asset (ROA) dan Cost to Asset (CTA).
Sampai saat ini perusahaan di Indonesia dan perubahan dunia masih
menggunakan conventional based dalam mengembangkan bisnisnya. Perusahaan
tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap factor-faktor human capital,
structural capital, dan capital employed atau customer capital atau relational
capital. Padahal pada saat ini ketiga komponen tersebut sangat penting dalam
membangun Intellectual Capital dalam perusahaan khususnya di Indonesia.
Dengan munculnya ekonomi baru, secara prinsipnya mendorong lebih
berkembang teknologi informasi dan ilmu pengetahuan. Perusahaan-perusahaan di
Indonesia akan lebih mampu bersaing, apabila perusahaan tersebut dapat
mengaplikasikan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui kreatifitas dan
inovasi yang dapat dihasilkan dari intellectual capital yang dimiliki perusahaan.
Menurut Abidin (2000), Intellectual capital masih belum dikenal secara
luas di Indonesia. Ini disebabkan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih
memilih menggunakan modal konvensional dalam membangun bisnisnya
sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di
Indonesia sendiri jika diamati banyak merek terkenal yang tidak memproduksi
sendiri produk yang dijualnya. Perusahaan-perusahaan tersebut pada dasarnya
menjual merek, ini disebabkan karena masih sedikitnya perhatian perusahaan
terhadap Intellectual Capital dengan ketiga komponennya yaitu human capital,
custormer capital, dan struktural capital.
8
Human Capital adalah merupakan upaya untuk mengelola dan
mengembangkan kemampuan manusia untuk mencapai tingkat signifikansi yang
lebih tinggi secara kinerjanya. Human capital meliputi sumber daya manusia,
pengetahuan dan kompetensi, pendidikan karyawan serta informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan, umur, dan yang lainnya. Human capital penting
karena merupakan sumber inovasi dan pembaharuan strategi yang dapat diperoleh
dari brainstorming melalui riset laboratorium, impian manajemen, process
reengineering, dan perbaikan atau pengembangan keterampilan pekerja.
Strukture Capital berkaitan dengan kompetensi perusahaan dalam
menjalankan kegiatan rutin perusahaan. Strukture Capital adalah infrastruktur
pendukung, proses dan basis data organisasi yang memungkinan modal insani
dalam menjalankan fungsinya. Modal struktural merupakan kemampuan
organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan
strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja
intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya sistem
operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi
manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan.
Modal struktural juga meliputi perihal seperti gedung, perangkat keras, perangkat
lunak, proses, paten, dan hak cipta.
Customer capital atau relational capital berkaitan dengan bagaimana
perusahaan dapat menjalin hubungan baik dengan para pemangku kepentingan
eksternal yang berbeda, seperti pelanggan, distributor, kreditur, dan yang lainnya.
Customer capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang
dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik pemasok, pelanggan yang
loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan. Hal ini
mencakup pengembangan pengetahuan mengenai pelanggan, pemasok, dan
asosiasi industrial atau yang berkaitan dengan pemerintah. Capital atau relational
capital adalah modal yang terdiri dari perihal yang bisa dengan jelas
teridentifikasi seperti hak cipta, perizinan, waralaba, namun juga bisa meliputi
perihal yang tidak tampak konkret seperti interaksi dengan pelanggan dan
9
masyarakat.
Pengetahuan
yang
komprehensif
dalam
bidang
pemasaran
(marketing) dan hubungan dengan pelanggan (customer relations).
Dalam dunia ekonomi industri saat ini, fasilitas produksi, lokasi fisik,
dan proses produksi yang efisien adalah sumber daya yang penting bagi
perusahaan sehingga dapat mempertahankan persaingan pasar. Metode pelaporan
biaya yang berfokus memberikan gambaran yang memadai dari kinerja
perusahaan. Namun, perdagangan global telah mengubah secara bertahap kearah
pasar pembeli. Seperti pasar pada saat ini ketika para konsumen merasa jenuh
maka konsumen tidak dapat menerima semua barang yang diproduksi. Konsumen
manjadi lebih paham dan lebih menuntut untuk mengarah ke peningkatan
kecepatan inovasi dan mengurangi siklus hidup produk. Diferensiasi inovasi
menjadi penting, kemampuan dan aset seperti penelitian dan pengembangan
(R&D), kreativitas, citra merek, paten, dan hak cipta adalah penting untuk
mencapai keunggulan kompetitif. Ini juga berarti bahwa tradisional alat pelaporan
biaya yang berfokus tidak dapat memberikan informasi yang memadai pada
kinerja perusahaan. (ihyaul.staff.umm.ac.id).
Salah satu efek yang terlihat dari kemungkinan kerugian di relevansi
informasi akuntansi adalah kesenjangan meningkatkan antara nilai pasar dan nilai
buku ekuitas selama tahun 1980 dam 1990-an. Hal ini tidak dapat dijelaskan
dengan tingkat pertumbuhan lama kontemporer tapi sebagian karena investor
mulai menghargai tingkat peningkatan investasi di IC sebagai sumber potensial
profitabilitas masa depan (Nakamura, 1999).
Industri Barang Konsumsi merupakan salah satu bagian dari Perusahaan
Manufaktur yang ada di Indonesia. Industri Barang Konsumsi masih menjadi
pilihan untuk menginvestasikan dana para investor karena dalam Industri Barang
konsumsi saham-saham yang ditawarkan memiliki potensi yang baik. Industri
Barang Konsumsi terbagi menjadi 5 sub sektor, Sub Sektor Makanan Dan
Minuman, Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor Kosmetik Dan
Barang Keperluan Rumah Tangga, Dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga.
Seluruh sub sektor yang ada pada Industri Barang Konsumsi merupakan produk-
10
produk yang mendasar untuk para konsumen, seperti makanan, minuman, obat,
kosmetik, dll. Maka dari itu karena merupakan produk-produk yang dibutuhkan
para konsumen sehingga bersifat konsumtif dan diminati oleh para produsen
dalam industri ini sehingga memiliki tingkat penjualan yang tinggi.
Industri Barang Konsumsi merupakan penopang dalam Perusahaan
Manufaktur. Industri makanan dan minuman di Indonesia memiliki peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini menjadi satu dari
sejumlah sektor yang dijadikan prioritas pemerintah dalam mendorong industri
sebagai penggerak ekonomi nasional. Sub sektor makanan dan minuman
merupakan sub sektor dari Industri Barang dan konsumsi. Sub suktor Industri
Barang Konsumsi memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Sektor Industri Aneka Industri dan Sektor Industri Dasar dan Kimia. Berikut
merupakan rata-rata pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010 – 2014 :
Tabel 1.1
Rata-rata Pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010 – 2014
KELOMPOK PERUSAHAAN
RATA-RATA
MANUFAKTUR
PERTUMBUHAN (%)
NO
Sub
Sektor
Industri
Makanan
dan
1
Minuman
8.7
2
Sub Sektor Elektronik
8.1
3
Sub Sektor Industri Logam dan Sejenisnya
7.4
4
Sub Sektor Industri Tekstil dan Garmen
5.2
5
Sub Sektor Industri Mesin dan Alat Berat
2.7
6
Sub Sektor Industri Plastik
2.2
Sumber : Laju Pertumbuhan Industri www.bps.go.id
Pada Tabel 1.1. menggambarkan bahwa sub sektor yang menempati posisi
dalam laju pertumbuhan Perusahaan Manufaktur adalah sub sektor makanan dan
minuman. Sub sektor makanan dan minuman merupakan sub sektor dari Industri
Barang dan konsumsi. Pada posisi kedua ditempati oleh sub sektor industri
elektronik. Industri ini merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Aneka
11
Industri. Posisi ketiga ditempati oleh sub sektor industri logam dan sejenisnya.
Industri ini merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Industri Dasar dan Kimia.
Posisi keempat dan kelima ditempati oleh sub sektor tekstil dan garmen dan sub
sektor mesin dan alat berat yang merupakan bagian dari Sektor Aneka Industri.
Dan posisi keenam ditempati oleh sub sektor industri plastik. Industri ini
merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Industri Dasar dan Kimia.
Sektor industri Food and Beverage merupakan salah satu sektor yang terus
mengalami peningkatan dan perkembangan yang pesat. Pada sub sektor food and
beverage dipilih sebagai objek karena tersajinya laporan keuangan (neraca,
laba/rugi) yang dipublikasikan, pemilihan sektor industri
food and beverage
adalah karena saham tersebut merupakan saham-saham yang paling tahan krisis
ekonomi dibanding sektor lain karena dalam kondisi krisis atau tidak, sebagian
besar produk makanan dan minuman tetap dibutuhkan, industri makanan dan
minuman (mamin) di Indonesia memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Sektor tersebut menjadi satu dari sejumlah sektor yang
dijadikan prioritas pemerintah dalam menopang industri sebagai penggerak
ekonomi nasional.
Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas dapat tergambar
bahwa subsektor mamin termasuk subsektor industri yang stabil dan strategis.
Laju pertumbuhan sub sektor industri mamin yang tidak pernah negatif dan
bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang lainnya. Hal ini
disebabkan oleh jumlah penduduk yang sangat besar dan terus bertambah
sehingga kebutuhan pasar domestik sangat besar, sesuai dengan data BPS pada
2012, jumlah penduduk Indonesia tercatat 245,19 juta jiwa dengan pertumbuhan
rata-rata per tahun mencapai 1,66%. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya
potensi pasar Indonesia untuk berbagai produk, termasuk produk mamin.
Menteri Perindustrian Saleh Husen mengatakan, pertumbuhan industri
mamin pada semester I tahun 2015 memang sempat mengalami perlambatan,
yakni hanya sekitar 8%, dibandingkan pada semester I tahun 2014 sebesar
10,14%. Walaupun demikian, pertumbuhan industri mamin pada semester I tahun
12
2015 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri nonmigas pada
periode yang sama, yaitu 5,26%. (www.republika.co.id)
Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi
penopang pertumbuhan pendapatan ini. Adhi (2015) Industri mamin di Indonesia
memilki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang
menunjukan bahwa pertumbuhan dan nilai investasi di sektor pangan selalu
meningkat dalam beberapa kurun waktu terakhir.
Pada masa mendatang, tantangan yang dihadapi oleh industri mamin
Indonesia akan semakin berat. Persaingan menjadi lebih semakin ketat. Apalagi
dengan akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir
tahun 2015. Adhi (Ketua Umum GAPMMI), industri mamin Indonesia perlu
merapatkan barisan untuk memperkuat daya saing, sekaligus menciptakan iklim
bisnis yang sehat. (sumber:http://www.gapmmi.or.id/).
Pertumbuhan ekonomi yang tetap stabil dan daya beli masyarakat yang
cukup baik membuat konsumsi mamin di Indonesia mengalami peningkatan
tajam. Investasi di industri mamin juga meningkat tajam, baik investasi lokal
maupun asing. Hal ini juga menjadi peningkatan pencapaian pertumbuhan industri
mamin. Data Kementerian Perindustrian mempertlihatkan penanaman modal
dalam negeri di industri makanan pada tahun sebelumnya yang tercatat senilai
Rp. 11,2 triliun, naik 40% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2011
yakni senilai Rp. 7,9 triliun.
Adapun, total nilai investasi asing di industri tersebut pada tahun lalu naik
61,4% dari US$1,1 miliar pada tahun 2011 menjadi US$1,7 miliar yang menjadi
kontributor ketiga terbesar penanaman modal di bidang manufaktur. “Peningkatan
kebutuhan masyarakat seiring dengan kenaikan jumlah penduduk juga menjadi
salah
satu
faktor
pendorong
meningkatnya
produksi,”
ujarnya
(www.neraca.co.id).
Dipilih perusahaan food amd beverage sebagai objek penelitian ini karena
perusahaan food and beverage merupakan salah satu perusahaan yang memegang
13
peranan penting dalam kebutuhan masyarakat. Industri food and beverage
merupakan perusahaan yang stabil, dalam keadaan apapun karena orang akan
tetap mengkonsumsi makanan dan minuman sebagai kebutuhan dasar sehingga
diperkirakan perusahaan tersebut mempunyai kinerja keuangan yang cukup baik,
saham-saham yang stabil,dan mengalami perkembangan dan peningkatan dari
tahun ke tahunnya. Hal tersebut membuat investor tertarik menanamkan modalnya
pada perusahaan yang akhirnya berdampak pada return dan nilai perusahaan.
Namun terdapat fenomena fluktuasi pada nilai perusahaan pada
perusahaan food and beverage. Dapat dilihat terjadi fluktuatif nilai perusahaan
yang terjadi pada perusahaan food and beverage pada tahun 2010 – 2015 adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.2
Perkembangan Nilai Perusahaan (PBV) Pada Perusahaan Sub Sektor
Food and Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa terjadi pergerakan yang
fluktuatif pada nilai perusahaan food and beverage. Terjadi peningkatan dari
tahun 2010 – 2012 tetapi terjadi penurunan dari tahun 2012 – 2013. Sedangkan
terjadi kembali pergerakan yang fluktuatif, pada tahun 2013 – 2014 mengalami
14
peningkatan tetapi terjadi kembali pergerakan yang menurun dari tahun 2014 –
2015.
Fenomena mengenai intellectual capital dan nilai perusahaan pada
perusahaan food and beverage yang dikatakan mengalami peningkatan tetapi tidak
tercermin dalam pasar modal. Perusahaan food and beverage yang berada di pasar
bursa justru mengalami penurunan harga saham. Penurunan harga saham
berdampak pada nilai perusahaan yang diproksikan dengan Price to Book Value
juga mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Berikut ini adalah tabel
perkembangan antara Nilai perusahaan (PBV) dan Value Added Capital Employed
(VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Value Added (STVA)
dan Intellectual Capital (VAICTM) pada Perusahaan Sub Sektor Food and
Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015.
Tabel 1.3
Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural Value Added (STVA), dan Nilai Perusahaan Pada
Perusahaan Sub Sektor Food and Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015
VARIABEL
2010
2011
2012
2013
2014
2015
VACA
2.274
2.234
2.322
2.614
2.994
2.712
VAHU
53.528 63.413
71.924
73.639
78.606
61.105
STVA
1.022
1.012
1.020
1.022
1.021
1.024
VAIC
56.824 66.667
75.265
77.273
82.621
64.841
PBV
3.334
6.966
5.522
7.621
5.717
Sumber: data diolah
3.403
15
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2010
2011
VACA
2012
VAHU
2013
STVA
2014
VAIC
2015
PBV
Gambar 1.1 Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural Value Added (STVA), dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan
Sub Sektor Food and Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015
Berdasarkan tabel 1.2. diketahui terjadi fenomena gap yaitu ditandai
dengan adanya ketidakkonsistenan hubungan antara data dari tahun 2010 – 2015.
Pergerakan VACA pada tahun 2010 – 2012 mengalami penurunan tetapi PBV
pada tahun 2010 – 2012 mengalami peningkatan. Pergerakan VACA pada tahun
2012 – 2014 mengalami peningkatan tetapi berbeda jika dibandingkan dengan
PBV pada tahun 2012 – 2014 yang mengalami penurunan dan peningkatan dari
tahun ke tahunnya. Sedangkan VACA pada tahun 2014 – 2015 terjadi penurunan
dan PBV pun mengalami penurunan. Pergerakan VAHU pada tahun 2010 – 2012
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, sama hal dengan VAHU
pergerakan PBV mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Pergerakan nilai
variabel VAHU sama seperti hal dengan nilai variabel VACA, pada tahun 2012 –
2014 mengalami peningkatan tetapi nilai PBV pada tahun tersebut mengalami
ketidakstabilan yang juga mengalami penurunan dan peningkatan dari tahun ke
tahunnya. VAHU pada tahun 2014 – 2015 mengalami penurunan sedangkan PBV
pada tahun tersebut pun mengalami penurunan. Pergerakan STVA pada tahun
2010 – 2012 mengalami penurunan dan peningkatan sedangkan pergerakan pada
PBV mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Pergerakan nilai variabel
16
STVA mengalami peningkatan dari tahun 2012 – 2015, berbeda dengan nilai
variabel PBV yang tidak konsisten dari tahun 2012 – 2015. PBV pada tahun 2012
– 2013 mengalami penurunan, 2013 – 2014 mengalami peningkatan, dan 2014 –
2015 yang mengalami penurunan. Pergerakan VAIC pada tahun 2010 – 2014
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya dan pada tahun 2014 – 2015
mengalami penurunan sedangkan pergerakan pada PBV pada tahun 2010 – 2015
yang terjadi dari tahun ke tahun tidak konsisten. Pada tahun 2010 – 2012 nilai
PBV mengalami peningkatan, pada tahun 2012 – 2013 mengalami penurunan dan
terjadi peningkatan kembali dari tahun 2013 – 2015.
Sub sektor food and beverage merupakan sektor yang memiliki persentase
yang tinggi dibandingkan dengan sub sektor yang lainnya sebesar 8.7% . Sub
sektor food and beverage merupakan industri yang penting dalam penopang dan
memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fenomena mengenai
intellectual capital dan nilai perusahaan pada food and beverage yang dikatakan
mengalami peningkatan dan pertumbuhan yang meningkat tetapi ini tidak tidak
tercermin dari hasil data. Pertumbuhan industi food and beverage cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya namun justru terjadi fenomana
gap yang inkonsisten yang terjadi dari hasil data yang menunjukan pergerakan
berfluktuatif dari tahun 2010 – 2015.
Penelitian tentang modal intelektual telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya antara lain Tan et. al (2007) di Bursa Efek Singapore yangn
menujukan bahwa IC (VAICTM ) berhubungan positif dengan kinerja perusahaan
dan kinerja perusahaan di masa mendatang. Hasil yang sama diperoleh Bontis
(1998) dan Berkaoui (2003) menyatakan bahwa IC (VAICTM ) berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Chen et.al. (2005), dan Rubhyanti
(2008), yang menunjukan bahwa modal intelektual memiliki pengaruh positif
terhadap nilai pasar, sedangkan hasil yang berbeda diperoleh Firer dan Williams
(2003) serta Kuryanto dan Muchamad (2008), Yuniasih dkk (2010), Solikhah
(2010) serta Sunarsih dan Mendra (2012) yang menunjukan hal yang sama
bahwa modal intelektual tidak berpengaruh pada nilai pasar perusahaan.
17
Dari berbagai penelitian tersebut memberikan indikasi adanya manfaat
modal intelektual dan perlu adanya penelitian empiris tentang modal intelektual,
akan tetapi dari berbagai penelitian sebelumnya terdapat inkonsistensi dari hasil
penelitian sebelumnya.
Berdasarkan
uraian
diatas
dengan
berpijak
terhadap
penelitian
sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Pengaruh
Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Sub Sektor Food
and Beverage Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015)”.
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan tersebut di atas maka
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Capital Employee Effciency (VACA) terhadap Nilai
Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015?
2. Bagaimana pengaruh Human Capital Effciency (VAHU) terhadap Nilai
Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 –
2015?
3. Bagaimana pengaruh Structural Capital Effciency (STVA) terhadap Nilai
Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015?
4. Bagaimana pengaruh Intellectual Capital yang terdiri atas Value Added
Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), dan
Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Nilai Perusahaan pada
Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh Capital Employee Effciency (VACA)
terhadap Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode
2010 – 2015.
18
2. Untuk menganalisis pengaruh Human Capital Effciency (VAHU) terhadap
Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 –
2015.
3. Untuk menganalisis pengaruh Structural Capital Effciency (STVA)
terhadap Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode
2010 – 2015.
4. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri atas Value
Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU),
dan Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Nilai Perusahaan
pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan informasi khususnya
yang berkaitan tentang Intellectual Capital.
b. Sebagai
upaya
untuk
mendukung
pengembangan
ilmu
manajemen pada umumya, serta khususnya yang berkaitan
dengan Intellectual Capital.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi para pengambil keputusan guna menentukan
kebijkasanaan dalam perusahaan. Dengan adanya penelitian ini dapat
memberi dan menambah wawasan dalam hal ilmu ekonomi khususnya
mengenai intellectual capital. Dan bagi pihak penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu
ekonomi dan dapat digunakan untuk bahan penelitian sebagai referensi
19
tambahan serta sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Sistematika Skripsi
Dalam skripsi ini penulis membagi dalam lima bab
BAB I
: Merupakan bagian pendahuluan yang terdiri beberapa sub bab,
yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Disini, penulis mengangkat mengenai permasalahan Intellectual
Capital terhadap Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and
Beverage.
BAB II
: Berisi tinjauan pustaka yang terdiri beberapa sub bab, yang
meliputi tentang teori-teori yang menjadi dasar pemikiran
penelitian tentang intellectual capital, komponen intellectual
capital, definisi nilai perusahaan, kajian penelitian sebelumnya,
kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III
: Berisi metode penelitian yang terdiri dari sub bab, yang meliputi
tentang objek penelitian, unit analisis, populasi dan teknik
sampling, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,
operasionalisasi data, dan metode analisis yang dilakukan untuk
mencapai tujuan penelitian.
BAB IV
:
Merupakan inti dari penelitian yang menguraikan gambaran
umum objek penelitian dan analisis data, menjelaskan hasil
penelitian dan pembahasan.
BAB V
: Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang
diperlukan untuk pihak yang berkepentingan.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi yang semakin maju dan berkembang, terdapat
banyak inovasi, teknologi dan persaingan bisnis yang semakin ketat sehingga
memaksa perusahaan-perusahaan untuk mengubah strategi dan cara berpikir
secara global. Dengan adanya inovasi teknologi yang semakin mempercepat
melakukan berbagai aktivitas dengan segala keterbatasan dan kelebihannya
menjadikan persaingan di dalam bisnis semakin kompetitif. Hal ini menyebabkan
perusahaan harus mengubah strategi berbisnis menjadi bisnis yang mempunyai
berbagai pengetahuan-pengetahuan di dalam bisnisnya (knowledge business).
Dengan perkembangan inovasi dan teknologi yang kompetitif di dalam
dunia bisnis saat ini membuat perusahaan bergantung pada suatu penciptaan
transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri agar dapat
meningkatkan kemakmuran perusahaan tersebut. Kemajuan ekonomi global
berbasis informasi dan teknologi mempengaruhi pengelolaan bisnis dan strategi
dalam bersaing di perusahaan. Kemampuan bersaing kini tidak hanya terletak
pada kepemilikan aset berwujud tetapi lebih pada inovasi, system informasi,
pengelolaan organisasi dan sumber daya yang dimiliki.
Dengan adanya persaingan tersebut, maka perusahaan dituntut untuk
melakukan kinerja yang baik dan tujuan yang jelas. Setiap perusahaan pada
umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan nilai perusahaan
yang tercermin dari harga sahamnya. Untuk menjalankan perusahaan para
pemegang saham terkadang menyerahkannya pada manajer. Pada saat ini, para
pelaku bisnis lebih menitikberatkan pada aset pengetahun (knowledge asset)
sebagai aset tak berwujud karena pengetahuan juga sudah dijadikan sebagai mesin
baru dalam persaingan usaha. Kini perusahaan mengakui pentingnya modal
1
2
intelektual yang bersifat abstrak dan tidak nyata untuk dijadikan penggerak utama
dalam pengembangan bisnis. Adanya fenomena perdagangan bebas yang
menciptakan struktur ekonomi global menyebabkan arus lalu lintas barang, jasa,
modal dan tenaga kerja dapat berpindah dari satu negara ke negara lain tanpa
adanya batasan dan rintangan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran
paradigma dari penekanan paradigma physical capital ke paradigma baru yang
memfokuskan pada intellectual capital. Ukuran yang tepat tentang physical
yaitu
capital
dana-dana
keuangan
dan
intellectual
potential
yang
direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemampuan yang
melekat pada karyawan-karyawan tersebut. Sumber daya manusia mempunyai
peranan utama dalam proses peningkatan produktifitas karena alat produksi dan
teknologi pada hakekatnya diciptakan oleh manusia dan juga dioperasikan oleh
manusia.
Pendapat mengenai pergeseran paradigma physical capital ke paradigma
intellectual capital didukung oleh Bontis. Di Indonesia, pada umumnya
perusahaan-perusahaan
menggunakan
akuntansi
tradisional
yang
lebih
menekankan pada penggunaan tangible assets, padahal seiring dengan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, tingkat ketertarikan akan
intangible assets pun semakin meninggi (Bontis, 2000). Menurut PSAK No. 16
Revisi Tahun 2011 disebutkan bahwa aset merupakan semua kekayaan yang
dimiliki oleh seseorang atau perusahaan baik berwujud maupun tak berwujud
yang berharga atau bernilai yang akan mendatangkan manfaat bagi seseorang atau
perusahaan tersebut. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang berlaku di Indonesia disebutkan bahwa aset adalah sumber daya yang
dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan diharapkan
akan menghasilkan manfaat ekonomis di masa depan bagi perusahaan.
3
Dari berbagai definisi aset di atas dapat ditarik beberapa karakteristik dari
aset, yaitu :
1. Aset merupakan manfaat ekonomi yang diperoleh di masa depan,
2. Aset dikuasai oleh perusahaan, dalam artian dikendalikan oleh perusahaan,
dan
3. Aset merupakan hasil dari transaksi atau peristiwa masa lalu.
Menurut Frank, (1999), aset dibedakan menjadi dua, yaitu aset berwujud
dan aset tidak berwujud. Aset berwujud adalah aset yang nilainya bergantung
pada wujud fisiknya, seperti bangunan, tanah, mesin dll. Sedangkan aset yang
tidak berwujud adalah aset yang tidak memiliki wujud secara nyata yang dimiliki
guna menghasilkan maupun menyerahkan barang dan jasa, contoh dari aset tidak
berwujud adalah hak paten, merk dagang, goodwill dan yang lainnya. Aset
berwujud berarti modal perusahaan yang dapat dilihat, disentuh dan digunakan.
Dengan berkembangnya teknologi modal tidak hanya semata-mata diartikan
sebagai aset berwujud, tetapi lebih jauh lagi yang menyangkut tentang nilai
(value). Kemampuan perusahaan untuk memobilisasi dan mengeksploitasi aset tak
berwujudnya menjadi jauh lebih menentukan daripada melakukan investasi dan
melakukan pengelolaan aset berwujud. Modal intelektual kini dirujuk sebagai
faktor penyebab sukses yang penting dan karenanya akan semakin menjadi suatu
perhatian bagi perusahaan dalam kajian strategi organisasi dan strategi
pembangunan. Intellectual Capital merupakan bagian dari aset tidak berwujud
(intangible asset). Intellectual capital juga didefinisikan sebagai kombinasi dari
sumberdaya-sumberdaya intangible dan kegiatan-kegiatan yang membolehkan
organisasi mentransformasi sebuah keuangan dan sumberdaya manusia dalam
sebuah kecakapan sistem untuk menciptakan stakeholder value. Intellectual
Capital atau modal intelektual diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan
nilai perusahaan. Nilai yang dimilikinya tidak berhubungan dengan wujud
fisiknya.
Perubahan dari modal bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor –
based business) menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan
4
pengetahuan), menyebabkan perusahaan harus mampu meningkatkan pengetahuan
bisnis mereka untuk dapat mencapai competitive advantage dalam bisnis mereka,
pengetahuan bisnis ini disebut juga intellectual capital (IC). Hal ini juga
menyebabkan kesulitan untuk memperkirakan nilai sebuah perusahaan, karena
tidak hanya aset fisik, tetapi kita juga harus memperkirakan nilai intellectual
capital (IC) dari sebuah perusahaan. Kesulitan ini diperkirakan sifat intellectual
capital (IC) yang bersifat aktiva tidak berwujud (intangible asset).
Pada awal perkembangannya, modal hanya ditinjau dari aspek fisik yang
berarti bahwa modal suatu perusahaan adalah segala sesuatu yang bisa dilihat,
disentuh dan digunakan untuk menunjang kegiatan operasioanal perusahaan.
Modal yang awalnya hanya berorientasi pada fisik berkembang semata-mata tidak
hanya berwujud (fisik) yang dimiliki perusahaan, tetapi lebih jauh menyangkut
tentang nilai (value). Tidak hanya modal fisik dan modal finansial dan berperan
dalam penciptaan nilai dalam perusahaan. Munculnya abad informasi dan
globalisasi, perusahaan tidak dapat hanya mengandalkan keunggulan kompetitif
yang berkesinambungan hanya dengan menerapkan teknologi baru ke dalam
modal fisik secara tepat atau hanya menerapkan dengan baik manajemen aset dan
kewajiban.
Kemampuan
sebuah
perusahaan
untuk
memobilisasi
dan
mengeksploitasi aset tak berwujudnya menjadi jauh lebih menentukan daripada
melakukan investasi dan mengelola aset yang berwujud (Ekowati, 2011). Modal
intelektual didudukan di tempat stategis dalam konteks kinerja atau kemajuan
suatu organisasi atau masyarakat. Hal ini dikarenakan pertama, fenomena
pergeseran tipe masyarakat dari masyarakat industrialis dan jasa ke masyarakat
pengetahuan. Kedua, pada tataran mikro perusahaan, tampak agak sulit untuk
tidak menyertakan atau mengaitkan perkembangan ini di dalam konteks
persaingan dan pencarian basis keunggulan kompetitif (Rupidara dalam
Ekowati, 2011).
Intellectual Capital diidentifikasikan sebagai kesatuan dari berbagai jenis
intangible asset yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan penciptaan nilai
dalam perusahaan (Ross dan Roos, 1997; Bontis, 1998; Marr dan Ross, 2005;
5
Subramaniam dan Yound, 2005 dalam Huang dan Wu, 2010). Internasional
Federation of Accountants (IFAC) mendefinisikan Intellectual Capital sebagai
sinonim dari Intellectual Property (kekayaan intelektual), Intellectual Asset (aset
intelektual, Knowledge asset (aset pengetahuan), modal ini dapat diartikan sebagai
saham atau modal yang berbasis pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan.
Terdapat faktor yang mempengaruhi pengungkapan intellectual capital dalam
laporan tahunan adalah kinerja intellectual capital. Perusahaan yang mempunyai
kinerja intellectual capital yang baik cenderung untuk mengungkapkan
intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan dengan lebih baik. Dengan kata
lain, semakin baik kinerja intellectual capital perusahaan maka semakin tinggi
tingkat pengungkapannya. Hal ini dikarenakan pengungkapan informasi tentang
intellectual capital dapat meningkatkan reputasi perusahaan dan kepercayaan
stakeholders terhadap perusahaan. Terdapat pendekatan yang digunakan dalam
penilaian dan pengukuran knowledge asset (aset pengetahuan) tersebut adalah
Intellectual Capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai
bidang, baik manajemen, teknologi
informasi, sosiologi, maupun akuntansi
(Petty dan Guthrie,2000). Perusahaan perlu mengembangkan strategi untuk
dapat bersaing dipasaran. Manfaat lain yang diperoleh perusahaan dengan
melaporkan Intellectual Capital, selain untuk mengkomunikasikan keunggulan
mereka, perusahaan juga dapat menarik sumber daya yang dimilikinya sehingga
dapat menciptakan suatu value added (nilai tambah).
Nilai Perusahaan sangat penting bagi perusahaan karena dengan nilai
perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang
saham. Memaksimalkan kemakmuran pemegang saham dapat diterjemahkan
menjadi memaksimalkan harga saham perusahaan. Meskipun perusahaan
memiliki tujuan-tujuan yang lain, namun memaksimalkan harga saham adalah
tujuan yang paling penting (Brigham dan Houston, 2011). Harga pasar dari
saham perusahaan yang terbentuk antara penjual dan pembeli disaat transaksi
disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari
nilai aset perusahaan sesungguhnya.
6
Tujuan meningkatkan nilai perusahaan semestinya menjadi dasar untuk
pengambilan keputusan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan. Nilai
perusahaan yang didasarkan melalui indikator nilai pasar saham yang digunakan
oleh para manajer keuangan untuk melakukan pengambilan keputusan. Dengan
mengetahui tujuan manajemen keuangan secara benar dalam proses pengambilan
keputusan sehingga dengan keputusan yang benar dan tepat akan meningkatkan
nilai perusahaan dan akhirnya akan berdampak pada kemakmuran perusahaan
tersebut.
Tujuan utama ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk
menciptakan nilai tambah (value added). Sedangkan untuk dapat menciptakan
value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu danadana keuangan) dan intellectual potencial (direpresentasikan oleh karyawan
dengan segala potensi dan kemampuan yang melekat pada mereka). Terbatasnya
ketentuan standar akuntansi tentang IC mendorong para ahli untuk membuat
model pengukuran dan pelaporan IC (Ulum et. Al., 2014). Salah satu model yang
sangat popular di berbagai negara adalah Value Added Intellectual Coefficient
(VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998). VAICTM menunjukan
bagaimana sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – value added
capital employed), human capital (VAHU – value added human capital), dan
structural capital (STVA – structural capital value added) telah secara efisiensi
dimanfaatkan oleh perusahaan. VAICTM tidak mengukur IC, tetapi ia mengukur
dampak dari pengelolaan IC (Ulum et. al., 2008). Asumsinya, jika suatu
perusahaan memiliki IC yang baik, dan dikelola dengan baik pula, maka tentu
akan ada dampak yang ditimbulkan.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia serta
memiliki sumber daya yang melimpah. Fenomena intellectual capital mulai
berkembang setelah munculnya PSAK No.19 tentang aktiva tidak berwujud.
Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk
digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan
kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2002). Salah satunya
7
yaitu penelitian Sarayuth Saengchan (2008) meneliti peran modal intelektual
dalam menciptakan nilai dalam industri perbankan di Thailand. Tujuan penelitian
tersebut adalah untuk menyelidiki secara empiris hubungan antara efisiensi
penciptaan nilai dan kinerja keuangan perusahaan dengan menangkap persepsi
modal intelektual dalam industri perbankan dan mengidentifikasi nilai dari
variabel dalam perbankan ini. Data penelitian tersebut diambil dari Bank of
Thailand dan Bursa Efek Thailand dengan menggunakan metode Value Added
Intellectual Cofficient (VAIC) sebagai variabel independen, dan variabel
dependennya yaitu Return On Asset (ROA) dan Cost to Asset (CTA).
Sampai saat ini perusahaan di Indonesia dan perubahan dunia masih
menggunakan conventional based dalam mengembangkan bisnisnya. Perusahaan
tersebut belum memberikan perhatian lebih terhadap factor-faktor human capital,
structural capital, dan capital employed atau customer capital atau relational
capital. Padahal pada saat ini ketiga komponen tersebut sangat penting dalam
membangun Intellectual Capital dalam perusahaan khususnya di Indonesia.
Dengan munculnya ekonomi baru, secara prinsipnya mendorong lebih
berkembang teknologi informasi dan ilmu pengetahuan. Perusahaan-perusahaan di
Indonesia akan lebih mampu bersaing, apabila perusahaan tersebut dapat
mengaplikasikan keunggulan kompetitif yang diperoleh melalui kreatifitas dan
inovasi yang dapat dihasilkan dari intellectual capital yang dimiliki perusahaan.
Menurut Abidin (2000), Intellectual capital masih belum dikenal secara
luas di Indonesia. Ini disebabkan, perusahaan-perusahaan di Indonesia lebih
memilih menggunakan modal konvensional dalam membangun bisnisnya
sehingga produk yang dihasilkannya masih miskin kandungan teknologi. Di
Indonesia sendiri jika diamati banyak merek terkenal yang tidak memproduksi
sendiri produk yang dijualnya. Perusahaan-perusahaan tersebut pada dasarnya
menjual merek, ini disebabkan karena masih sedikitnya perhatian perusahaan
terhadap Intellectual Capital dengan ketiga komponennya yaitu human capital,
custormer capital, dan struktural capital.
8
Human Capital adalah merupakan upaya untuk mengelola dan
mengembangkan kemampuan manusia untuk mencapai tingkat signifikansi yang
lebih tinggi secara kinerjanya. Human capital meliputi sumber daya manusia,
pengetahuan dan kompetensi, pendidikan karyawan serta informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan, umur, dan yang lainnya. Human capital penting
karena merupakan sumber inovasi dan pembaharuan strategi yang dapat diperoleh
dari brainstorming melalui riset laboratorium, impian manajemen, process
reengineering, dan perbaikan atau pengembangan keterampilan pekerja.
Strukture Capital berkaitan dengan kompetensi perusahaan dalam
menjalankan kegiatan rutin perusahaan. Strukture Capital adalah infrastruktur
pendukung, proses dan basis data organisasi yang memungkinan modal insani
dalam menjalankan fungsinya. Modal struktural merupakan kemampuan
organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan
strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja
intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya sistem
operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi
manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan.
Modal struktural juga meliputi perihal seperti gedung, perangkat keras, perangkat
lunak, proses, paten, dan hak cipta.
Customer capital atau relational capital berkaitan dengan bagaimana
perusahaan dapat menjalin hubungan baik dengan para pemangku kepentingan
eksternal yang berbeda, seperti pelanggan, distributor, kreditur, dan yang lainnya.
Customer capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang
dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik pemasok, pelanggan yang
loyal dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan. Hal ini
mencakup pengembangan pengetahuan mengenai pelanggan, pemasok, dan
asosiasi industrial atau yang berkaitan dengan pemerintah. Capital atau relational
capital adalah modal yang terdiri dari perihal yang bisa dengan jelas
teridentifikasi seperti hak cipta, perizinan, waralaba, namun juga bisa meliputi
perihal yang tidak tampak konkret seperti interaksi dengan pelanggan dan
9
masyarakat.
Pengetahuan
yang
komprehensif
dalam
bidang
pemasaran
(marketing) dan hubungan dengan pelanggan (customer relations).
Dalam dunia ekonomi industri saat ini, fasilitas produksi, lokasi fisik,
dan proses produksi yang efisien adalah sumber daya yang penting bagi
perusahaan sehingga dapat mempertahankan persaingan pasar. Metode pelaporan
biaya yang berfokus memberikan gambaran yang memadai dari kinerja
perusahaan. Namun, perdagangan global telah mengubah secara bertahap kearah
pasar pembeli. Seperti pasar pada saat ini ketika para konsumen merasa jenuh
maka konsumen tidak dapat menerima semua barang yang diproduksi. Konsumen
manjadi lebih paham dan lebih menuntut untuk mengarah ke peningkatan
kecepatan inovasi dan mengurangi siklus hidup produk. Diferensiasi inovasi
menjadi penting, kemampuan dan aset seperti penelitian dan pengembangan
(R&D), kreativitas, citra merek, paten, dan hak cipta adalah penting untuk
mencapai keunggulan kompetitif. Ini juga berarti bahwa tradisional alat pelaporan
biaya yang berfokus tidak dapat memberikan informasi yang memadai pada
kinerja perusahaan. (ihyaul.staff.umm.ac.id).
Salah satu efek yang terlihat dari kemungkinan kerugian di relevansi
informasi akuntansi adalah kesenjangan meningkatkan antara nilai pasar dan nilai
buku ekuitas selama tahun 1980 dam 1990-an. Hal ini tidak dapat dijelaskan
dengan tingkat pertumbuhan lama kontemporer tapi sebagian karena investor
mulai menghargai tingkat peningkatan investasi di IC sebagai sumber potensial
profitabilitas masa depan (Nakamura, 1999).
Industri Barang Konsumsi merupakan salah satu bagian dari Perusahaan
Manufaktur yang ada di Indonesia. Industri Barang Konsumsi masih menjadi
pilihan untuk menginvestasikan dana para investor karena dalam Industri Barang
konsumsi saham-saham yang ditawarkan memiliki potensi yang baik. Industri
Barang Konsumsi terbagi menjadi 5 sub sektor, Sub Sektor Makanan Dan
Minuman, Sub Sektor Rokok, Sub Sektor Farmasi, Sub Sektor Kosmetik Dan
Barang Keperluan Rumah Tangga, Dan Sub Sektor Peralatan Rumah Tangga.
Seluruh sub sektor yang ada pada Industri Barang Konsumsi merupakan produk-
10
produk yang mendasar untuk para konsumen, seperti makanan, minuman, obat,
kosmetik, dll. Maka dari itu karena merupakan produk-produk yang dibutuhkan
para konsumen sehingga bersifat konsumtif dan diminati oleh para produsen
dalam industri ini sehingga memiliki tingkat penjualan yang tinggi.
Industri Barang Konsumsi merupakan penopang dalam Perusahaan
Manufaktur. Industri makanan dan minuman di Indonesia memiliki peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini menjadi satu dari
sejumlah sektor yang dijadikan prioritas pemerintah dalam mendorong industri
sebagai penggerak ekonomi nasional. Sub sektor makanan dan minuman
merupakan sub sektor dari Industri Barang dan konsumsi. Sub suktor Industri
Barang Konsumsi memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Sektor Industri Aneka Industri dan Sektor Industri Dasar dan Kimia. Berikut
merupakan rata-rata pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010 – 2014 :
Tabel 1.1
Rata-rata Pertumbuhan Industri Manufaktur Tahun 2010 – 2014
KELOMPOK PERUSAHAAN
RATA-RATA
MANUFAKTUR
PERTUMBUHAN (%)
NO
Sub
Sektor
Industri
Makanan
dan
1
Minuman
8.7
2
Sub Sektor Elektronik
8.1
3
Sub Sektor Industri Logam dan Sejenisnya
7.4
4
Sub Sektor Industri Tekstil dan Garmen
5.2
5
Sub Sektor Industri Mesin dan Alat Berat
2.7
6
Sub Sektor Industri Plastik
2.2
Sumber : Laju Pertumbuhan Industri www.bps.go.id
Pada Tabel 1.1. menggambarkan bahwa sub sektor yang menempati posisi
dalam laju pertumbuhan Perusahaan Manufaktur adalah sub sektor makanan dan
minuman. Sub sektor makanan dan minuman merupakan sub sektor dari Industri
Barang dan konsumsi. Pada posisi kedua ditempati oleh sub sektor industri
elektronik. Industri ini merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Aneka
11
Industri. Posisi ketiga ditempati oleh sub sektor industri logam dan sejenisnya.
Industri ini merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Industri Dasar dan Kimia.
Posisi keempat dan kelima ditempati oleh sub sektor tekstil dan garmen dan sub
sektor mesin dan alat berat yang merupakan bagian dari Sektor Aneka Industri.
Dan posisi keenam ditempati oleh sub sektor industri plastik. Industri ini
merupakan salah satu sub sektor dari Sektor Industri Dasar dan Kimia.
Sektor industri Food and Beverage merupakan salah satu sektor yang terus
mengalami peningkatan dan perkembangan yang pesat. Pada sub sektor food and
beverage dipilih sebagai objek karena tersajinya laporan keuangan (neraca,
laba/rugi) yang dipublikasikan, pemilihan sektor industri
food and beverage
adalah karena saham tersebut merupakan saham-saham yang paling tahan krisis
ekonomi dibanding sektor lain karena dalam kondisi krisis atau tidak, sebagian
besar produk makanan dan minuman tetap dibutuhkan, industri makanan dan
minuman (mamin) di Indonesia memiliki peranan penting dalam pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Sektor tersebut menjadi satu dari sejumlah sektor yang
dijadikan prioritas pemerintah dalam menopang industri sebagai penggerak
ekonomi nasional.
Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas dapat tergambar
bahwa subsektor mamin termasuk subsektor industri yang stabil dan strategis.
Laju pertumbuhan sub sektor industri mamin yang tidak pernah negatif dan
bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan industri yang lainnya. Hal ini
disebabkan oleh jumlah penduduk yang sangat besar dan terus bertambah
sehingga kebutuhan pasar domestik sangat besar, sesuai dengan data BPS pada
2012, jumlah penduduk Indonesia tercatat 245,19 juta jiwa dengan pertumbuhan
rata-rata per tahun mencapai 1,66%. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya
potensi pasar Indonesia untuk berbagai produk, termasuk produk mamin.
Menteri Perindustrian Saleh Husen mengatakan, pertumbuhan industri
mamin pada semester I tahun 2015 memang sempat mengalami perlambatan,
yakni hanya sekitar 8%, dibandingkan pada semester I tahun 2014 sebesar
10,14%. Walaupun demikian, pertumbuhan industri mamin pada semester I tahun
12
2015 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri nonmigas pada
periode yang sama, yaitu 5,26%. (www.republika.co.id)
Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi
penopang pertumbuhan pendapatan ini. Adhi (2015) Industri mamin di Indonesia
memilki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang
menunjukan bahwa pertumbuhan dan nilai investasi di sektor pangan selalu
meningkat dalam beberapa kurun waktu terakhir.
Pada masa mendatang, tantangan yang dihadapi oleh industri mamin
Indonesia akan semakin berat. Persaingan menjadi lebih semakin ketat. Apalagi
dengan akan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir
tahun 2015. Adhi (Ketua Umum GAPMMI), industri mamin Indonesia perlu
merapatkan barisan untuk memperkuat daya saing, sekaligus menciptakan iklim
bisnis yang sehat. (sumber:http://www.gapmmi.or.id/).
Pertumbuhan ekonomi yang tetap stabil dan daya beli masyarakat yang
cukup baik membuat konsumsi mamin di Indonesia mengalami peningkatan
tajam. Investasi di industri mamin juga meningkat tajam, baik investasi lokal
maupun asing. Hal ini juga menjadi peningkatan pencapaian pertumbuhan industri
mamin. Data Kementerian Perindustrian mempertlihatkan penanaman modal
dalam negeri di industri makanan pada tahun sebelumnya yang tercatat senilai
Rp. 11,2 triliun, naik 40% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2011
yakni senilai Rp. 7,9 triliun.
Adapun, total nilai investasi asing di industri tersebut pada tahun lalu naik
61,4% dari US$1,1 miliar pada tahun 2011 menjadi US$1,7 miliar yang menjadi
kontributor ketiga terbesar penanaman modal di bidang manufaktur. “Peningkatan
kebutuhan masyarakat seiring dengan kenaikan jumlah penduduk juga menjadi
salah
satu
faktor
pendorong
meningkatnya
produksi,”
ujarnya
(www.neraca.co.id).
Dipilih perusahaan food amd beverage sebagai objek penelitian ini karena
perusahaan food and beverage merupakan salah satu perusahaan yang memegang
13
peranan penting dalam kebutuhan masyarakat. Industri food and beverage
merupakan perusahaan yang stabil, dalam keadaan apapun karena orang akan
tetap mengkonsumsi makanan dan minuman sebagai kebutuhan dasar sehingga
diperkirakan perusahaan tersebut mempunyai kinerja keuangan yang cukup baik,
saham-saham yang stabil,dan mengalami perkembangan dan peningkatan dari
tahun ke tahunnya. Hal tersebut membuat investor tertarik menanamkan modalnya
pada perusahaan yang akhirnya berdampak pada return dan nilai perusahaan.
Namun terdapat fenomena fluktuasi pada nilai perusahaan pada
perusahaan food and beverage. Dapat dilihat terjadi fluktuatif nilai perusahaan
yang terjadi pada perusahaan food and beverage pada tahun 2010 – 2015 adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.2
Perkembangan Nilai Perusahaan (PBV) Pada Perusahaan Sub Sektor
Food and Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa terjadi pergerakan yang
fluktuatif pada nilai perusahaan food and beverage. Terjadi peningkatan dari
tahun 2010 – 2012 tetapi terjadi penurunan dari tahun 2012 – 2013. Sedangkan
terjadi kembali pergerakan yang fluktuatif, pada tahun 2013 – 2014 mengalami
14
peningkatan tetapi terjadi kembali pergerakan yang menurun dari tahun 2014 –
2015.
Fenomena mengenai intellectual capital dan nilai perusahaan pada
perusahaan food and beverage yang dikatakan mengalami peningkatan tetapi tidak
tercermin dalam pasar modal. Perusahaan food and beverage yang berada di pasar
bursa justru mengalami penurunan harga saham. Penurunan harga saham
berdampak pada nilai perusahaan yang diproksikan dengan Price to Book Value
juga mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Berikut ini adalah tabel
perkembangan antara Nilai perusahaan (PBV) dan Value Added Capital Employed
(VACA), Value Added Human Capital (VAHU), Structural Value Added (STVA)
dan Intellectual Capital (VAICTM) pada Perusahaan Sub Sektor Food and
Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015.
Tabel 1.3
Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural Value Added (STVA), dan Nilai Perusahaan Pada
Perusahaan Sub Sektor Food and Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015
VARIABEL
2010
2011
2012
2013
2014
2015
VACA
2.274
2.234
2.322
2.614
2.994
2.712
VAHU
53.528 63.413
71.924
73.639
78.606
61.105
STVA
1.022
1.012
1.020
1.022
1.021
1.024
VAIC
56.824 66.667
75.265
77.273
82.621
64.841
PBV
3.334
6.966
5.522
7.621
5.717
Sumber: data diolah
3.403
15
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2010
2011
VACA
2012
VAHU
2013
STVA
2014
VAIC
2015
PBV
Gambar 1.1 Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital
(VAHU), Structural Value Added (STVA), dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan
Sub Sektor Food and Beverage di BEI Tahun 2010 – 2015
Berdasarkan tabel 1.2. diketahui terjadi fenomena gap yaitu ditandai
dengan adanya ketidakkonsistenan hubungan antara data dari tahun 2010 – 2015.
Pergerakan VACA pada tahun 2010 – 2012 mengalami penurunan tetapi PBV
pada tahun 2010 – 2012 mengalami peningkatan. Pergerakan VACA pada tahun
2012 – 2014 mengalami peningkatan tetapi berbeda jika dibandingkan dengan
PBV pada tahun 2012 – 2014 yang mengalami penurunan dan peningkatan dari
tahun ke tahunnya. Sedangkan VACA pada tahun 2014 – 2015 terjadi penurunan
dan PBV pun mengalami penurunan. Pergerakan VAHU pada tahun 2010 – 2012
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya, sama hal dengan VAHU
pergerakan PBV mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Pergerakan nilai
variabel VAHU sama seperti hal dengan nilai variabel VACA, pada tahun 2012 –
2014 mengalami peningkatan tetapi nilai PBV pada tahun tersebut mengalami
ketidakstabilan yang juga mengalami penurunan dan peningkatan dari tahun ke
tahunnya. VAHU pada tahun 2014 – 2015 mengalami penurunan sedangkan PBV
pada tahun tersebut pun mengalami penurunan. Pergerakan STVA pada tahun
2010 – 2012 mengalami penurunan dan peningkatan sedangkan pergerakan pada
PBV mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Pergerakan nilai variabel
16
STVA mengalami peningkatan dari tahun 2012 – 2015, berbeda dengan nilai
variabel PBV yang tidak konsisten dari tahun 2012 – 2015. PBV pada tahun 2012
– 2013 mengalami penurunan, 2013 – 2014 mengalami peningkatan, dan 2014 –
2015 yang mengalami penurunan. Pergerakan VAIC pada tahun 2010 – 2014
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya dan pada tahun 2014 – 2015
mengalami penurunan sedangkan pergerakan pada PBV pada tahun 2010 – 2015
yang terjadi dari tahun ke tahun tidak konsisten. Pada tahun 2010 – 2012 nilai
PBV mengalami peningkatan, pada tahun 2012 – 2013 mengalami penurunan dan
terjadi peningkatan kembali dari tahun 2013 – 2015.
Sub sektor food and beverage merupakan sektor yang memiliki persentase
yang tinggi dibandingkan dengan sub sektor yang lainnya sebesar 8.7% . Sub
sektor food and beverage merupakan industri yang penting dalam penopang dan
memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fenomena mengenai
intellectual capital dan nilai perusahaan pada food and beverage yang dikatakan
mengalami peningkatan dan pertumbuhan yang meningkat tetapi ini tidak tidak
tercermin dari hasil data. Pertumbuhan industi food and beverage cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya namun justru terjadi fenomana
gap yang inkonsisten yang terjadi dari hasil data yang menunjukan pergerakan
berfluktuatif dari tahun 2010 – 2015.
Penelitian tentang modal intelektual telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya antara lain Tan et. al (2007) di Bursa Efek Singapore yangn
menujukan bahwa IC (VAICTM ) berhubungan positif dengan kinerja perusahaan
dan kinerja perusahaan di masa mendatang. Hasil yang sama diperoleh Bontis
(1998) dan Berkaoui (2003) menyatakan bahwa IC (VAICTM ) berpengaruh
positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Chen et.al. (2005), dan Rubhyanti
(2008), yang menunjukan bahwa modal intelektual memiliki pengaruh positif
terhadap nilai pasar, sedangkan hasil yang berbeda diperoleh Firer dan Williams
(2003) serta Kuryanto dan Muchamad (2008), Yuniasih dkk (2010), Solikhah
(2010) serta Sunarsih dan Mendra (2012) yang menunjukan hal yang sama
bahwa modal intelektual tidak berpengaruh pada nilai pasar perusahaan.
17
Dari berbagai penelitian tersebut memberikan indikasi adanya manfaat
modal intelektual dan perlu adanya penelitian empiris tentang modal intelektual,
akan tetapi dari berbagai penelitian sebelumnya terdapat inkonsistensi dari hasil
penelitian sebelumnya.
Berdasarkan
uraian
diatas
dengan
berpijak
terhadap
penelitian
sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Pengaruh
Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Sub Sektor Food
and Beverage Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2015)”.
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan tersebut di atas maka
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Capital Employee Effciency (VACA) terhadap Nilai
Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015?
2. Bagaimana pengaruh Human Capital Effciency (VAHU) terhadap Nilai
Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 –
2015?
3. Bagaimana pengaruh Structural Capital Effciency (STVA) terhadap Nilai
Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015?
4. Bagaimana pengaruh Intellectual Capital yang terdiri atas Value Added
Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), dan
Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Nilai Perusahaan pada
Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh Capital Employee Effciency (VACA)
terhadap Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode
2010 – 2015.
18
2. Untuk menganalisis pengaruh Human Capital Effciency (VAHU) terhadap
Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 –
2015.
3. Untuk menganalisis pengaruh Structural Capital Effciency (STVA)
terhadap Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and Beverage periode
2010 – 2015.
4. Untuk menganalisis pengaruh Intellectual Capital yang terdiri atas Value
Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU),
dan Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Nilai Perusahaan
pada Sub Sektor Food and Beverage periode 2010 – 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan informasi khususnya
yang berkaitan tentang Intellectual Capital.
b. Sebagai
upaya
untuk
mendukung
pengembangan
ilmu
manajemen pada umumya, serta khususnya yang berkaitan
dengan Intellectual Capital.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi para pengambil keputusan guna menentukan
kebijkasanaan dalam perusahaan. Dengan adanya penelitian ini dapat
memberi dan menambah wawasan dalam hal ilmu ekonomi khususnya
mengenai intellectual capital. Dan bagi pihak penelitian ini juga
diharapkan dapat membantu pihak lain dalam penyajian informasi.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu
ekonomi dan dapat digunakan untuk bahan penelitian sebagai referensi
19
tambahan serta sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Sistematika Skripsi
Dalam skripsi ini penulis membagi dalam lima bab
BAB I
: Merupakan bagian pendahuluan yang terdiri beberapa sub bab,
yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Disini, penulis mengangkat mengenai permasalahan Intellectual
Capital terhadap Nilai Perusahaan pada Sub Sektor Food and
Beverage.
BAB II
: Berisi tinjauan pustaka yang terdiri beberapa sub bab, yang
meliputi tentang teori-teori yang menjadi dasar pemikiran
penelitian tentang intellectual capital, komponen intellectual
capital, definisi nilai perusahaan, kajian penelitian sebelumnya,
kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III
: Berisi metode penelitian yang terdiri dari sub bab, yang meliputi
tentang objek penelitian, unit analisis, populasi dan teknik
sampling, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,
operasionalisasi data, dan metode analisis yang dilakukan untuk
mencapai tujuan penelitian.
BAB IV
:
Merupakan inti dari penelitian yang menguraikan gambaran
umum objek penelitian dan analisis data, menjelaskan hasil
penelitian dan pembahasan.
BAB V
: Berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang
diperlukan untuk pihak yang berkepentingan.