Paper UTS Social Marketing docx

Social Marketing
“Gerakan Sapu Tangan di Sakumu”

Ditulis Oleh :
Benno Silalahi

115120207111042

Doli Satrio

115120200111061

Lucky Landono

115120207111056

Lalu Imadudin Arifin

115120207111017

Oke Bobby Putra Santosa

Satriyo Utomo

115120207111082

Sambadha Wahyawidyatmika

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

Latar Belakang

Kebersihan adalah kebutuhan dasar manusia, tetapi kita seringkali menemui beberapa pengguna
tisu yang kurang perhatian terhadap sampah tisu di lingkungannya. Selain itu, jika kita
menggunakan sapu tangan, otomatis kita juga akan melakukan penghematan. Cukup dengan
membeli 2 saputangan untuk penggunaan jangka panjang. Ketika yang satu kotor, kita gunakan
yang satunya, tidak seperti tisu yang tidak dapat digunakan kembali apabila sudah terpakai.
Untuk itu, kami memiliki ide untuk bergerak melawan “pemborosan tisu” yaitu dengan gerakan

“sapu tangan di sakumu”. Gerakan ini bertujuan untuk mengurangi sampah tisu terutama di
lingkungan FISIP sebagai target segmentasi kami. Kami percaya dengan dimulainya gerakan ini
di lingkungan FISIP nantinya akan menular ke masyarakat.
Gerakan sapu tangan di sakumu merupakan suatu gerakan sosial yang bertujuan untuk
mengurangi pemakaian tissue yang berbahan dasar dari kayu. Pengeksplotasian hutan secara
berlebih menyebabkan banyak kerugian seperti seringnya terjadi illegal logging, merusak habitat
lingkungan sekitar, dan juga menambah permasalahan global warming

yang sering

dikampanyekan sekelompok orang dan organisasi-organisasi tertentu. Global warming sudah
menjadi salah satu maslah global karena sangat berdampak buruk bagi habitat semua makhluk
hidup yang ada di bumi seperti perubahan iklim yang ekstrem, penipisan ozon, pencairan es di
kutub selatan, dll.
Manusia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya global warming yang akhirnya juga
berdampak buruk bagi semua habitat yang ada di planet bumi ini. Sifat konsumerisme yang
berlebih mengakibatkan pemakaian tissue ini terlalu berlebihan sehingga jumlah konsumsi tissue
pun melonjak naik drastis dan seiring perkembangan jaman pemakaian sapu tangan perlahanlahan tergeser oleh kehadiran tissue karena dianggap lebih praktis dan efisien dalam
pemakainnya.


Gerakan Sapu Tangan di Sakumu
1. Stage of change theory
Gerakan ini tidak dapat langsung diaplikasikan kedalam segmen yang akan dituju
terutama pada perilaku yang kompleks. Penerapan gerakan sosial ini dalam stage of
change theory mempuyai tahapan-tahapan dan membutuhkan proses agar segmentasi
yang dituju dapat menerima dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Gerakan ini dapat dijabarkan kedalam stage of change theory sebagai berikut:






Pra Kontemplasi
Mengenalkan untuk membawa sapu tangan
Kontemplasi
Mengalihkan penggunaaan tisu dengan sapu tangan
Persiapan
Sosialisasi dan doktrinisasi untuk memberikan kepastian untung rugi sapu tangan
Action

Mulai mencoba membiasakan menggunakan sapu tangan
Konfirmasi
Sapu tangan berhasil menggeser posisi tisu
Stage of change theory dapat membantu gerakan ini dalam untuk mengidentifikasi dan
memetakan segmen yang akan di tuju terkait dengan perilaku yang akan diubah. Segmen
yang akan dituju pada saat ini pada tahap pra kontemplasi yaitu segmen kurang
memahami mengenai konsekuensi atas tindakan yang diambilnya. Tissue merupakan
alternatif yang sering digunakan sebagai alat kebersihan diri, namun pada dasarnya
pembuatan tissue ini berbahan kayu dan penggunaan yang terlalu berlebihan akan
membverikan dampak terutama untuk kelestarian hutan.

2. Social cognitive theory
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori
Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan
1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura (Bandura, 1962) juga merupakan
pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning).
Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan

faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar

sosial. Teori ini sangat berperan dalam mempelajari efek dari isi media massa pada
khalayak media di level individu.
Aplikasi teori social cognitive pada “Gerakan Sapu Tangan di Sakumu”
a. Sampah dari pengguna tisu
b. Mengalihkan penggunaan tisu menjadi sapu tangan untuk meminimalisir sampah dari
tisu
c. Alasan lebih memilih tisu
3. Exchange theory
Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory) adalah teori yang termasuk dalam
paradigma perilaku sosial, yaitu paradigma yang mempelajari perilaku mausia secara
terus-menerus di dalam hidupnya. Teori pertukaran sosial merupakan satu teori yang
telah dikembangkan oleh pakar psikologi John Thibaut dan Harlod Kelley (1959),ahli
sosiologi seperti George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau
(1964). Berdasarkan teori ini, kita memasuki dalam hubungan pertukaran dengan orang
lain kerana daripadanya kita dapat memperolehi sesuatu ganjaran Dengan kata lain
hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan sesuatu ganjaran.Bagi kita
teori pertukaran sosial melihat antara perilaku dengan lingkungan hubungan yang saling
mempengaruhi (reciprocal). Pada umumnya,hubungan sosial terdiri daripada masyarakat,
maka kita dan masyarakat lain di lihat mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi
dalam hubungan tersebut,yang terdapat unsur ganjaran (reward), pengorbanan (cost) dan

keuntungan (profit).
Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang
berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi
kebutuhannya. Thibaut dan Kelley, pemuka utama dari teori ini menyimpulkan teori ini
sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa
setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain
karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran
dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Teori pertukaran sosial
pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling
mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang

lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling
mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan
(cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui
adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan
keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas
pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya,
pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan

langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku
seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi
dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak
ditampilkan.
Teori pertukaran sosial melihat antara perilaku dengan lngkungan terdapat hubungan
yang saling mempengaruhi ( reciprocal), karena lingkungan kita umumnya erdiri atas
orang-orang lain, maka kita dan orang –orang lain tersebut dipandang mempnyai perilaku
yang saling mempengaruhi. Hubungan pertukara dengan orag lain akan menghasilkan
suatu imbalan kepada kita.
Jadi aplikasi teori social exchange terhadap “Gerakan Sapu Tangan di Sakumu” adalah
adanya kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan yang baik, juga tanggung jawab
masyarakat untuk membentuk dan menjaga lingkungan yang baik tersebut.

ANALISIS SWOT GERAKAN SAPU TANGAN DI SAKUMU

STRENGTH
Sapu tangan merupakan salah satu alat yang penggunaannya multifungsi yang bertujuan untuk
kebersihan diri. Penggunaannya tidak membutuhkan biaya berlebih seperti tissue yang hanya
satu kali pemakaian karena sapu tangan dapat di cuci kembali dan digunakan kembali. Sapu
tangan bisa berdampak baik membantu pengurangan global warming karena secara tidak

langsung sudah mengurangi penggunaan tissue yang berbahan dasar kayu. Bentuk sapu tangan
dapat dilipat menjadi kecil sehingga mudah dibawa kemana saja. Eksploitasi hutan secara

berlebih yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia seperti tissue dapat dikurangi
dengan alternative lain seperti tissue. Proses penghijaun kembali hutan kembali yang dilakukan
oleh sekelompok orang atau organisasi yang bergerak di lingkungan hidup akan terasa sia-sia
apabila kita tetap sebagai konsumen aktif dalam produk-produk yang berbahan dasar kayu ini
karena proses penghijauan hutan kembali seperti penanaman seribu pohon akan memakan waktu
yang cukup lama agar dapat berfungsi dengan baik.
WEAKNESS
Gerakan sosial sapu tangan di sakumu sangat sulit untuk di jalankan dengan waktu yang singkat.
Gerakan ini membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk sosialisasi dan mengaplikasikannya
ke dalam masyarakat karena awareness masyarakat lebih cenderung memakai tissue sebagai
sarana kebersihan yang dianggap lebih efisien dan praktis. Masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa FISIP UB pada khususnya yang menjadi target dari gerakan ini rata-rata masih dalam
tahap kontemplasi.
OPPORTUNITY
Gerakan sapu tangan di sakumu ini mempunyai pada dasarnya di buat untuk mengurangi
konsumsi berlebihan terhadap produk-produk berbahan dasar kayu yang banyak membuat
dampak untuk kelangsungan hidup di lingkungan sekitar. Gerakan ini secara tidak langsung

terkait dengan gerakan-gerakan sosial yang lain seperti gerakan dari WWF tentang Earth Hour
yaitu gerakan sosial dengan menghemat energy yang di selenggarakan pada tanggal 30 Maret
2012di Malang yang bertujuan untuk mengurangi dampak pemanasan global di bumi. Gerakan
sosial seperti earth hour sebenarnya mempunyai tujuan yang sama dengan gerakan sapu tangan
di sakumu, hanya saja pengemasan dan cara

penyampaiannya yang berbeda namun tetap

mempunyai tujuan yang sama. Banyaknya gerakan-gerakan sosial yang bertujuan untuk
mengurangi dampak pemanasan global, mendukung gerakan sapu tangan di sakumu untuk
mencapai tujuan yang akan dicapai.
THREAT
Kebutuhan manusia yang terus berkembang seiring berkembangnya jaman membuat kegunaan
sapu tangan tergeser. Penggunaannya yang kurang praktis dan efisien membuat masyarakat lebih

cenderung memilih tissue. Masyarakat pada era ini cenderung menginginkan serba instan dan
cepat sehingga sapu tangan dianggap terlalu sulit penggunaannya karena harus dicuci terlebih
dahulu sebelum dipakai kembali. Tissue yang menjadi pilihan utama masyarakat pada saat ini,
telah digunakan secara terus menerus dan menjadi kebiasaan sehingga awareness yang ada
dalam benak masyarakat lebih condong ke tissue.


Target
Target kami pada tahap awal adalah mahasiswa, kami memilih mahasiswa karena melihat
mahasiswa pada hakikatnya adalah intelektual muda yang sadar akan kebersihan lingkungan
sekitar. Gerakan ini juga menggunakan faktor teknologikal dalam proses pemasaran produk
sosial karena target yang dituju merupakan mahasiswa yang pada dasarnya sudah banyak
menggunakan new media terutama jejaring media sosial. Media sosial sangat membantu dalam
proses pemasaran gerakan sosial ini karena sifatnya yang melewati ruang dan waktu sehingga
diharapkan membawa dampak yang positif.