MAKALAH EKONOMI KELEMBAGAAN id. docx

MAKALAH
EKONOMI KELEMBAGAAN
Analisis Kondisi Beberapa Gapoktan di Kawasan Jatinangor

Disusun Oleh :

Lutfhi Juansah

150610140066

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Kelembagaan dan juga untuk memberikan
informasi yang jelas serta ringkas mengenai hasil analisis penulis mengenai kondisi beberapa

gapoktan yang ada di Jatinangor dengan melihat dari tendensi yang ada.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Ekonomi Kelembagaan, yaitu
Bapak Dr. Ronie S Natawidjaja, M.Sc, yang telah membimbing dalam pembuatan makalah
ini dan pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Mudahmudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis
berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan penulis kedepannya.

Jatinangor, Juni 2016

Penulis

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................2
BAB 2...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Definisi Gapoktan.........................................................................................................................3
2.2 Kondisi Gapoktan di Wilayah Jatinangor......................................................................................4
BAB 3..................................................................................................................................................12
PENUTUP...........................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................12
3.2 Saran..........................................................................................................................................13
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................14

2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak zaman dahulu, Indonesia dikenal dengan negara agraris. Negara agraris adalah
negara yang sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani atau bergantung

pada sektor pertanian. Dengan berjalannya waktu, jumlah petani di Indonesia semakin
berkurang terutama di kota-kota besar. Selain karena alih fungsi lahan, bekerja di luar sektor
pertanian dianggap lebih menghasilkan pendapatan yang lebih jika dibandingkan dengan
bekerja sebagai petani. Namun dibeberapa daerah, sektor pertanian masih menjadi primadona
untuk menjadi sumber penghasilan.
Mayoritas petani di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Petani memiliki lahan yang sempit (sekitar 0.3 Ha).
Teknologi pertanian yang digunakan masih tradisional.
Modal terbatas (baik saprodi maupun modal finansial).
Memiliki pendidikan yang rendah.
Memiliki akses yang terbatas untuk mencapai pasar.
Dengan karakteristik yang demikian, tentu akan menyulitkan perkembangan dan

pembangunan di sektor pertanian. Sehingga pada tahun 1970-an, dibuatlah kelembagaan

petani dalam upaya atau bentuk tindakan nyata pemerintah dalam membantu petani,
diantaranya “Kelompok Tani”. Kelompok tani merupakan gabungan individu-individu petani
yang bekerja sama untuk meningkatkan produksi dan meminimalisasi biaya produksi.
Namun, jumlah kelompok tani dianggap terlalu banyak dan kurang efisien karena berskala
kecil. Sehingga pada tahun 2000-an, dibentuklah “Gabungan Kelompok Tani” yang
membawahi beberapa kelompok tani.
Gapoktan adalah gabungan kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk
meningkatkan skala ekonomi dan efesiensi usaha. Gapoktan menjadi sarana pemerintah
dalam menjalankan berbagai program dan kebijakan yang dijalankan di bidang pertanian.
Selain itu, gapoktan juga menjadi jembatan untuk memberikan segala bentuk bantuan baik
sarana produksi pertanian maupun bantuan modal.

1

Membangun gapoktan yang ideal diperlukan dukungan sumberdaya manusia yang
berkualitas melalui pembinaan yang berkelanjutan. Proses penumbuhan dan pengembangan
Gapoktan yang kuat dan mandiri diharapkan secara langsung dapat menyelesaikan
permasalahan petani, pembiayaan dan pemasaran. Gapoktan sebagai aset kelembagaan dari
KementrianPertanian diharapkan dapat dibina dan dikawal oleh seluruh komponen
masyarakat pertanian mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan untuk

dapat melayani seluruh kebutuhan petani di pedesaan.
Untuk kawasan Jatinangor sendiri, terdapat beberapa Gapoktan yang tersebar di setiap
desa. Diantaranya Gapoktan Tani Makmur di Desa Cikeruh, Gapoktan Tani Karya di Desa
Jatiroke, Gapoktan Sumber Makmur di Desa Hegarmanah,dan Gapoktan Bina Karya Mandiri
di Desa Cileles. Dari keempat Gapoktan tersebut, penulis mencoba untuk menganalisis fungsi
kelembagaan petani dari setiap gapoktan. Hal ini mencakup bagaimana kerjasama produksi,
koordinasi dalam penanaman, alsintan & litbang, pemasaran, kelembagaan dan bantuan input
dari pemerintah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi Gapoktan di kawasan Jatinangor?
2. Bagaimana kesesuaian Gapoktan tersebut dengan peran dan fungsi kelembagaan
petani?
3. Bagaimana peran komponen masyarakat pertanian terhadap keberlangsungan kegiatan
Gapoktan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi Gapoktan di kawasan Jatinangor.
2. Untuk mengetahui apakah Gapoktan sudah melaksanakan peran dan fungsi
kelembagaan petani yang seharusnya.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran berbagai komponen masyarakat pertanian
terhadap Gapoktan yang ada.


2

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gapoktan
Gabungan Kelompok Tani atau GAPOKTAN adalah gabungan dari beberapa
kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan
kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi
anggotanya dan petani lainnya. Gapoktan merupakan Wadah Kerjasama Antar
Kelompoktani-nelayan (WKAK) yaitu kumpulan dari beberapa kelompok tani nelayan
yang mempunyai kepentingan yang sama dalam pengembangan komoditas usaha tani
tertentu untuk menggalang kepentingan bersama. (Warsana, 2009).
Gapoktan merupakan gabungan kelompok tani yang bergabung dan
bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan dibentuk
atas dasar (1) Kepentingan bersama antara anggota, (2) Berada pada kawasan usaha tani
yang menjadi tanggung jawab bersama diantara anggota, (3) Mempunyai kader
pengelolaan yang berdedikasi untuk menggerakkan petani,(4) Memiliki kader atau
pimpinan yang diterima oleh petani lainnya, (5) Mempunyai kegiatan yang dapat

dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar anggotanya, (6) Adanya dorongan atau
manfaat dari tokoh masyarakat setempat.
Membangun Gapoktan yang ideal diperlukan dukungan sumber daya manusia
yang berkualitas melalui pembinaan yang berkelanjutan. Proses penumbuhan dan
pengembangan Gapoktan yang kuat dan mandiri diharapkan secara langsung dapat
menyelesaikan permasalahan petani, pembiayaan dan pemasaran. Berdasarkan Peraturan
Mentri

Pertanian

No.273/KPTS/OT.160/4/2007

tentang

Pedoman

Pembinaan

Kelembagaan Petani, pembinaan kelompok tani diarahkan pada penerapan sistem
agribisnis, peningkatan peran, peran serta petani dan anggota masyarakat pedesaan.

Gapoktan merupakan kelembagaan ekonomi di pedesaan yang didalamnya bergabung
kelompok-kelompok tani. Gapoktan sebagai aset kelembagaan dari Kementrian
Pertanian diharapkan dapat dibina dan dikawal selamanya oleh seluruh komponen
masyarakat pertanian mulai dari pusat, provinsi, kab/kota hingga kecamatan untuk dapat
melayani seluruh kebutuhan petani dipedesaan.
3

2.2 Kondisi Gapoktan di Wilayah Jatinangor
Jatinangor merupakan kecamatan yang terletak di perbatasan antara Kabupaten
Bandung dengan Kabupaten Sumedang. Memiliki rata-rata ketinggian 725,3 meter di atas
permukaan laut dan luas wilayah sebesar 2.598 Ha. Wilayah Jatinangor memiliki luas ± 26,20
km2 dengan karakteristik wilayah perkotaan hampir 80% dari keseluruhan 12 Desa, meliputi
4 Desa kawasan agraris (Cileles, Cilayung, Jatiroke, Jatimukti), 4 Desa kawasan pendidikan
(Hegarmanah, Cikeruh, Sayang, Cibeusi) dan 4 Desa kawasan industri (Cisempur,
Cintamulya, Cipacing, Mekargalih).
Sebelum dikenal sebagai kawasan pendidikan seperti sekarang, jatinangor merupakan
wilayah dengan potensi pertanian yang cukup baik. Namun, Jatinangor mulai berubah dan
dikenal sebagai salah satu kawasan Pendidikan di Jawa Barat sejak tahun 1987 yang
ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat nomor 593/3590/1987. Usulan Jatinangor dijadikan
kawasan pendidikan karena jumlah Perguruan Tinggi yang ada di Bandung sudah padat

sehingga dialokasikan ke Jatinangor yang dilakukan bertahap mulai tahun 1992.
Untuk sekarang, Jatinangor memiliki karakteristik wilayah perkotaan hampir 80%
dari keseluruhan 12 Desa, meliputi 4 Desa kawasan agraris (Cileles, Cilayung, Jatiroke,
Jatimukti), 4 Desa kawasan pendidikan (Hegarmanah, Cikeruh, Sayang, Cibeusi) dan 4 Desa
kawasan industri (Cisempur, Cintamulya, Cipacing, Mekargalih). Dengan jumlah luas
wilayah perkotaan hingga mencapai 80%, bisa dipastikan sektor pertanian di jatinangor mulai
tergusur dan terkucilkan.
Tentu ini akan berdampak besar bagi petani – petani terutama Gapoktan di setiap
desa. Kondisi Gapoktan di Jatinangor cukup memprihatinkan. Banyak petani pemilik lahan
yang memilih menjual lahannya karena menganggap sektor pertanian tidak akan mampu
bertahan dan menghidupi keluarganya di masa yang akan datang. Sehingga kini Gapoktan
hanya menggarap lahan sewaan yang sewaktu-waktu lahan tersebut dapat dialih fungsikan
oleh pemiliknya yang baru menjadi non pertanian. Seperti pemukiman, apartemen, pusat
perbenlanjaan, dan sebagainya.
Dengan keadaan seperti ini, para petani gapoktan kebingungan upaya apa yang harus
dilakukan untuk mempertahankan pertanian di desanya. Sementara kini pembangunan
berjalan begitu pesat. Gapoktan kini hanya digunakan sebagai sarana atau jembatan bantuan
baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4


Menurut narasumber ketua Gapoktan Tani Makmur yaitu Pak Yayat Ruchiat (57
tahun), beliau berpendapat bahwa lahan pertanian di desa Cikeruh tidak akan bertahan lama.
Ini dikarenakan lahan yang digarap oleh Gapoktan Tani Makmur sebagian besar dimiliki oleh
orang luar daerah Jatinangor. Pak Yayat tidak bisa memastikan berapa lama lagi lahan yang
digarapnya akan dijual oleh pemiliknya. Sehingga ketika ada penyuluhan dari pemerintah
mengenai program pertanian organik, beliau menolak program tersebut. Mengapa demikian?
Karena program pertanian organik memerlukan waktu yang cukup lama dalam prosesnya.
Dengan kondisi lahan yang sewaktu-waktu bisa dijual, Pak Yayat tidak mau mengambil
resiko.
Selain itu, pemeritah mengeluarkan peraturan baru mengenai gapoktan yang masih
aktif. Kini Gapoktan harus berbadan hukum terlebih dahulu untuk bisa mendapat bantuan
dari pemerintah. Hal ini seakan-akan menambah masalah bagi Gapoktan Tani Makmur,
karena biaya untuk berbadan hukum secara legal diperlukan sebesar Rp. 7.000.000,- dan itu
semua harus menggunakan biaya Gapoktan sendiri. Setelah lahan pertanian yang semakin
berkurang, lahan yang beralih kepemilikan, sulitnya modal produksi, sekarang ditambah
peraturan baru yang dinilai memberatkan Gapoktan. Rasanya lengkap sudah hambatan demi
hambatan yang dihadapi Gapoktan Tani Makmur untuk dapat mengembangkan dan
mempertahankan lahan pertanian di Jatinangor.
Namun disamping hal tersebut, Gapoktan Tani Makmur memiliki struktur dan sistem
kelembagaan yang sangat baik. Berikut adalah struktur organisasi Gapoktan Tani Makmur.

Ketua
Sekretaris
Bendahara

: Yayat Ruchiat
: Oded Ahmad
: Daim Yusuf

STRUKTUR ORGANISASI
5

GAPOKTAN TANI MAKMUR

KETUA
YAYAT RUCHIAT

BENDAHARA
ODED AHMAD

SEK. SARANA PRODUKSI
DAHIM BOERUDIN

SEKRETARIS
DAIM YUSUF

SEK. PENGOLAHAN HASIL
OKI IMANUDIN

SEK. PEMASARAN HASIL
WAHI

SEK. PERMODALAN
ENANG SULAIMAN

KELOMPOK TANI
CIAWI GAJAH

KELOMPOK TANI
LUMBUNGSARI

( Jumlah Anggota : 67 petani )

( Jumlah Anggota : 111 Petani )

Struktur organisasi yang tersusun secara baik, tentu akan memudahkan anggotanya
untuk dapat melakukan setiap peran yang dimiliki. Hal ini akan mempermudah Gapoktan
dalam koordinasi penanaman yang akan dilakukan.
Gapoktan Tani Makmur juga memiliki kerjasama produksi yang cukup baik.
Kerjasama yang dilakukan bisa berupa dengan anggotanya maupun dengan pihak lain di luar
Gapoktan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi anggota Gapoktan yang
berlokasi di Desa Cikeruh.

Untuk pemasaran hasil pertanian, Gapoktan Tani Makmur

memiliki sistem pemasaran sendiri sehingga memudahkan para anggotanya untuk menjual
hasil pertaniannya.
Untuk pengelolaan finansial, Gapoktan Tani Makmur juga cukup baik dalam
pengelolaannya. Iuran anggota Gapoktan Tani Makmur selalu berjalan, yaitu simpanan pokok
sebesar Rp 50.000 dan iuran wajib Rp 5.000 setiap bulannya. Kebutuhan pertanian disetiap
kepemilikan lahan biasanya dikeluarkan dari pendapatan pribadi. Namun, untuk kebutuhan
alat dan mesin pertanian (alsintan) selain dari kepemilikan pribadi biasanya mendapat
bantuan dari pemerintah atau kemitraan lainnya seperti yang telah tertera diatas.
Bantuan yang pernah diterima dari pemerintah oleh Gapoktan Tani Makmur adalah:
6

No
1.

Jenis Bantuan
Pupuk

Waktu Penerimaan
2011

Pemberi Bantuan
Dinas
Pertanian

Kabupaten
Kabupaten

2.

Thresher

2010

Sumedang
Dinas
Pertanian

3.

Sprayer

2010

Sumedang
Dinas
Pertanian

Kabupaten

2011

Sumedang
Dinas
Pertanian

Kabupaten

5.

Traktor

Sumedang
Selanjutnya adalah Gapoktan Karya Desa Jatiroke. Gapoktan Tani Karya dibentuk
sejak tahun 2008, sebelum itu belum ada Gapoktan di desa Jatiroke, masih hanya terbatas
kepada kelompok-kelompok individual daripara petani. Pada saat ini, Gapoktan Tani Karya
diketuai

oleh Bapak Wawan. Gapoktan ini dibentuk karena inisiatif kelompok-kelompok

tani yang ingin membuat suatu gabungan agar dapat bekerja dengan jauh lebih baik lagi.
Sebelum terbentuk Gapoktan Tani Karya, di Desa Jatiroke terdapat 6 kelompok tani. Pada
tahun 2009, bertambah menjadi 8 kelompok tani yang bergabung dengan Gapoktan Tani
Karya. Pada saat ini Gapoktan Tani Karya terdiri dari 11 kelompok yang terdiri dari
kelompok yang bergerak di bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Tiap kelompok
masing masing beranggotakan 50-70 orang.

Berikut adalah susunan kepengurusan Gapoktan Tani Karya :
1. Penanggung Jawab

: Kepala Desa Jatiroke
7

2. Pembina

: PPL Wilkin Desa Jatiroke

3. Ketua

: Wawan Rondi Yopan

4. Sekretaris

: Siti Wulansari, SP.

5. Bendahara

: Dadang

6. Anggota

:
1.

Kelompok Tani Mekar Tani I

2.

Kelompok Tani Mekar Tani II

3.

Kelompok Tani Mekar Tani III

4.

Kelompok Tani Mekar Tani IV

5.

Kelompok Tani Bina Karya

6.

Kelompok Tani Tembakau Mekar Tani II

7.

Kelompok Tani Tembakau Mekar Tani IV

8.

Kelompok Wanita Tani Binangkit

9.

Kelompok Ternak Ikan Mekar Tani II

10. Kelompok Tani Ternak Bina Lestari Gunung Geulis
11. Kelompok Ternak Sawargi

Untuk kelembagaan dan struktur organisasi, Gapoktan Tani Karya tak berbeda jauh
dengan Gapoktan Tani makmur. Gapoktan Tani Makmur belum berlembaga hukum. Sama
seperti Gapoktan Tani Karya. Struktur kelembagaan yang dimiliki sudah tertata dengan baik.
Terdapat 3 kendala yang dihadapi oleh Gapoktan ini, yaitu :
1. Gapoktan ini tidak berbadan hokum sedangkan menurut pemerintah, Gapoktan yang
akan dibantu adalah Gapoktan yang sudah berbadan hukum. Sedangkan

pada

saat

ini legalitas hanya berasal dari KADES.
2. Update informasi di Gapoktan Tani Karya sangat lambat.
3. Gapoktan hanya menjadi penghubung antara pemerintah pusat dan kelompok tani
saja, sehingga tidak dapat berjalan secara optimal.

Ketiga permasalahan tersebut tentu akan mempersulit dalam pembangunan pertanian di
desa Jatiroke. Selain itu, Gapoktan Tani Karya belum memiliki kerjasama produksi yang baik

8

dan koordinasi penanaman yang tidak jelas. Namun sudah memiliki sistem pemasaran yang
cukup baik dalam menjual hasil pertaniannya.
Gapoktan di Desa Jatiroke ini memiliki program kerja besar yaitu pengembalian
identitas desa yaitu penanam tembakau. Dahulu Desa Jatiroke berkembang dengan tembakau
yang diolahnya. Namun seiring berjalannya waktu, kini identitas itu hilang. Petani sebagai
penanam tembakau menjadi sedikit dan dikhawatirkan akan ditinggalkan. Maka dari itu
Gapoktan memiliki keinginan untuk mengembalikan identitas Desa yang terkenal dengan
tembakaunya.
Untuk menjadi sebuah gapoktan yang dapat bermanfaat untuk keberlangsungan
pertanian, maka gapoktan dituntut untuk berperan aktif dalam segala kegiatan yang berkaitan
dengan pertanian, selain itu gapoktan juga dituntut untuk transparan dalam berbagai hal dan
memperbanyak koordinasi dengan semua pihak yang terkait agar tidak terjadi salah paham.
Terdapat beberapa faktor yang menghambat keberhasilan Gapoktan Tani Karya, diantaranya :
1. Faktor Intern
 Kurangnya koodinasi antara kelompok tani dengan gapoktan,
 Kesadaran berkelompok anggota kelompok yang kurang,
 SDM yang kurang memadai jumlahnya,
 Ruang lingkup wewenang gapoktan sempit.
2. Faktor Ekstern
 Sulit mendapat bantuan,
 Respon lambat pemerintah,
 Harus memiliki badan hokum dari kemenkumham sedangkan saat ini hanya
setingkat desa.
Di Desa Hegarmanah terdapat Gabungan Kelompok Tani Sumber Makmur yang
diketuai oleh Mumun Sumantri. Gapoktan ini terbentuk pada tahun 2007, beranggotakan 447
orang. Tak lama setelah berdiri, bantuan pemerintah datang pertama kali sebesar Rp100 juta
pada gapoktan “Sumber Makmur”. Dengan tujuan menyimpan pinjamkan dana tersebut
untuk petani, yang dimana pinjaman tersebut diberi bunga hanya 2% per-bulan untuk petani
padi. Dibandingkan bank keliling yang memberi bunga 10-20% per-bulan. Dari tahun 2008,
9

dana tersebut sudah menajdi 700 juta. Itu di data dari simpan pinjam per-koperasian
gapoktan. Menurut Bapak Mumun, Gapoktan itu lebih seperti ke koperasi petani.
Gapoktan ini memiliki sistem kelembagaan dan pengelolaan finansial tersendiri. Yaitu
sistem verifikasi anggotanya. Gapoktan Tani Sumber Makmur beranggotakan lebih dari 600
orang, tetapi yang terverifikasi hanya 447 orang. Agar orang terverifikasi, mereka harus
meminjam kepada gapoktan minimal 2 juta. Bagi yang terverifikasi, mereka dapat gapoktan
maupun dari pemerintah secara langsung, tapi yang belum terverifikasi mereka hanya
mendapatkan pembinaan dari gapoktan.
Menurut Pak Mumun, terdapat masalah-masalah yang membuat sasaran gapoktan
tidak terlaksana dengan baik. Masalah-masalah yang dihadapi gapoktan “Sumber Makmur”
diantaranya:
1. Tidak adanya regenarasi petani, yang artinya tidak ada kaula muda yang ingin
meneruskan di bidang pertanian di desa hegarmanah. Yang sekarang notabene petani
di desa hegarmanah adalah orang tua.
2. Pembinaan belum merata, yang artinya tidak semua petani ikut terbina. Yang secara
statistic hanya kurang lebih 50% petani yang terbina
3. Masalah dana. Anggaran utama gapoktan diperoleh dari petani itu sendiri, dengan
cara memberi kredit kepada petani, bunga sebesar 2% untuk produksi (biasanya
selama 4bulan) dan 3% untuk pemasaran (biasanya selama 6bulan). Dari hasil
pengkreditan petani untuk selanjutnya anggaran tersebut untuk menambah anggota
gapoktan yang belum terverifikasi.
4. Lahan pertanian di desa hegarmanah termasuk lahan pertanian terbesar di Jatinangor,
tetapi masalahnya sedikit demi sedikit lahan untuk pertanian tersebut dialihfungsikan. Walaupun dipindahkan ke tempat lain, tetapi lahan yang sudah
dipindahkan tidak bisa dijadikan lahan pertanian.
Pemerintah hanya sekali memberikan bantuan uang tunai sebesar 100 juta rupiah pada
tahun 2008. Setelah itu pemerintah memberikan bantuan, tetapi bantuan itu dalam bentuk
pupuk bersubsidi, bibit, dan alat-alat produksi pertanian lainnya. Pada akhir tahun biasanya
Gapoktan “Sumber Makmur” mengadakan rapat anggaran tahunan. Yang salah satu isinya
adalah untuk mengajukan bantuan untuk pupuk bersubsidi, obat-obatan dan alat-alat
pertanian yang dibutuhkan oleh para petani.

10

Berbeda dengan tiga Gabungan Kelompok Tani sebelumnya, Gapoktan Bina Karya
Mandiri yang berlokasi di Desa Cileles kini sedang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Ketua Gapoktan H.Lili Hidayat yang telah menjadi ketua gapoktan selama periode 20062015, mengundurkan diri dengan alasan sudah lanjut usia. Anggota Gapoktan Bina Karya
Mandiri kebingungan untuk mencari pengganti H. Lili. Hal ini tentu akan sangat menghambat
keberlangsungan program maupun kegiatan Gapoktan Bina Karya Mandiri.
Saat kepengurusan 2016 belum di adakan musyawarah untuk membentuk
kepengurusan gapoktan yang baru tetapi pembentukan kepengurusan yang sukarelawan.
Gapoktan Desa Cileles terdiri dari beberapa kelompok tani yaitu Mekar Harapan 1 dan 2,
Cileles Jaya, Lebak Jati, Cahyasari, Mekar Jaya, dan Bina Karya Mandiri.
Selama ini gapoktan di desa Cileles disubsidikan pupuk, gabah, benih jagung
sebanyak 1,5 Ton. Namun, pada tahun 2015 masing-masing kelompok tani mengajukan
kepada UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pertanian untuk memberikan bibit tanaman
rempah yaitu jahe dan 2 kelompok tani menerima pupuk yaitu kelompok tani pak Ukri.
Mereka mengatakan bahwa subsidi pupuk baru mereka dapatkan setelah mengajukan
proposal terlebih dahulu lalu pihak UPTD menyetujui dan memberikan subsidi pupuk
tersebut. Proses yang dilakukan oleh kelompok tani lakukan yaitu tanpa sepengetahuan
gapoktan karena mereka menganggap bahwa ada tidaknya gapoktan kelompok tani akan tetap
jalan. Hal ini memicu adanya kontra terhadap masyarakat lokal dari daerah Cileles karena
mereka menganggap bahwa gapoktan penting.
Masalah ini membuat perselisihan dalam desa Cileles karena satu pihak merasa
bahwa tanpa adanya bantuan dari gapoktan, kelompok tani bisa menerima atau mengajukan
bantuan. Selain itu, Gapoktan Tani Karya Mandiri belum memiliki koordinasi penanaman
yang baik. Sehingga dalam komoditas yang ditanam, semuanya diserahkan kepada setiap
petani yang menggarap lahannya masing-masing. Gapoktan ini juga belum memiliki sistem
pemasaran yang baik sehingga petani kesulitan dalam memasarkan hasil pertaniannya. Untuk
kelembagaan dan struktur organisasinya pun tidak jelas sehingga menghambat produktivitas
dan efesiensi kerja. Namun, Gapoktan Tani Karya Mandiri memiliki kerjasama produksi yang
cuku baik. Baik dengan anggotanya sendiri, maupun dengan pihak luar yang mendukung
produksi Gapoktan.

11

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Permasalahan yang dihadapi setiap Gapoktan di Jatinangor hampir sama. Yaitu :
1. Gapoktan belum berbadan hukum sehingga sulit untuk mendapat bantuan.
2. Status kepemilikan lahan yang mayoritas dimiliki oleh orang luar Gapoktan (bukan
petani).
3. Kurangnya modal produksi seperti sarana produksi pertanian dan modal finansial.
4. Kurangnya ilmu pengetahuan mengenai pasar pertanian.
5. Lemahnya Sumber Daya Manusia yang ada.
6. Menurunnya regenerasi petani muda sehingga mayoritas tenaga kerja pertanian sudah
berumur tua.
7. Gapoktan kini hanya berfungsi sebagai jembatan untuk mendapat bantuan pemerintah.
Gapoktan Tani Makmur dapat dikatakan sebagai Gapoktan terbaik jika dibandingkan
dengan 3 Gapoktan lainnya , yaitu Gapoktan Tani Karya, Gapoktan Tani Sumber Makmur
dan Gapoktan Bina Karya Mandiri. Ini dikarenakan Gapoktan Tani makmur memiliki
kerjasama produksi yang baik, koordinasi penanaman yang teratur, pemasaran yang baik dan
jelas, kelembagaan yang tersusun baik, serta penggunaan bantuan pemerintah yang dapat
dikatakan optimal.
Berbeda dengan Gapoktan Tani Makmur, Gapoktan Tani Karya belum memiliki
kerjasama produksi dan koordinasi penanaman yang teratur. Namun secara keseluruhan,
Gapoktan yang berlokasi di Desa Jatiroke telah memiliki apa yang telah dimiliki Gapoktan
Tani Makmur.
Selanjutnya adalah Gapoktan Sumber Makmur. belum memiliki kerjasama produksi
dan koordinasi penanaman yang teratur, Gapoktan ini belum memiliki sistem pemasaran yang
baik. Sehingga cukup kesulitan ketika akan memasarkan hasil pertaniannya. Tetapi, Gapoktan
Sumber Makmur mampu memanfaatkan bantuan pemerintah dengan baik.
Kemudian yang terakhir adalah Gapoktan Bina Karya Mandiri yang berada di Desa
Cileles. Gapoktan ini sedang mengalami banyak masalah baik internal maupun eksternal.
Dengan belum adanya pengganti ketua Gapoktan yang lama, Gapoktan ini seakan-akan
bergerak tanpa tujuan yang jelas. Walaupun memiliki kerjasama produksi yang cukup baik,
ketiadaan koordinasi penanaman, sistem pemasaran hasil pertanian yang buruk, serta susunan
12

kelembagaan dan struktur organisasi yang tidak jelas, membuat Gapoktan ini menjadi
Gapoktan yang paling “buruk” jika dibandingkan dengan 3 Gapoktan sebelumnya.

3.2 Saran
Dengan melihat berbagai permasalahan yang ada, pemerintah seharusnya lebih peka
dan serius dalam menangani permasalahan di sektor pertanian. Petani saat ini bukan hanya
membutuhkan bantuan fisik seperti sarana produksi pertanian dan bantuan finansial saja,
tetapi petani membutuhkan juga bantuan berupa ilmu pengetahuan dan dorongan moral untuk
dapat mengembangkan pertanian di desa-desa.
Selain lewat bantuan, pemerintah juga dapat membantu petani dengan membuat
peraturan dan kebijakan yang membantu keberlangsungan pertanian terutama di desa-desa
terpencil. Misalnya dengan menetapkan lahan abadi untuk sektor pertanian sehingga petani
tidak perlu khawatir lahan yang digarapnya akan di jual, dan dapat mengembangkan lahannya
secara bekelanjutan.
Kesadaran petani pun sangat diperlukan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan
yang dihadapi. Dengan bersikap lebih toleran dan dapat bekerja sama, diharapkan
permasalahan/konflik internal Gapoktan dapat dihindari. Sehingga tidak akan menghambat
program dan kegiatan Gapoktan tersebut untuk dapat maju dan berkembang.

13

Daftar Pustaka
Amien, Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Hasil wawancara kelompok Desa Cikeruh, Gapoktan Tani Makmur
Hasil wawancara kelompok Desa Jatiroke, Gapoktan Tani Karya
Hasil wawancara kelompok Desa Hegarmanah, Gapoktan Sumber Makmur
Hasil wawancara kelompok Desa Cileles, Gapoktan Bina Karya Mandiri
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ISU5-1b.pdf
(diakses pada tanggal : 15 Juni 2016)
http://www.gapoktantanimakmur.blogspot.co.id/2011_04_01_archive.html
(diakses pada tanggal : 15 Juni 2016)

14