114 Kurikulum, kepekaan mahasiswa akan korupsi

ANALISIS PERANAN KURIKULUM DAN LINGKUNGAN AKADEMIK TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN DAN KEPEKAAN MAHASISWA TERHADAP KORUPSI DAN TINDAKAN TIDAK BERETIKA DALAM BISNIS EMIL BACHTIAR FITRIYANI VISKA ANGGRAITA KURNIA A. RAIS

Abstract

The purpose of this study is to empirically investigate the implementation of business ethic curriculum in Indonesia. In addition this study also examines the effect of curriculum implementation and theacademic environment on studentsensitivityto unethicalbusinessactions . This study uses astructured questionnaire with respondent of undergraduate students major in accounting from several university in Java.

This studyfound accounting student ethic sensitivity is relatively low. Interestandknowledge oflecturers and lecturer sattitude (interaction with thelecturer) has a positive effectt on studentthical sensitivity related lectures, butbut the implementation of integrative business ethics curriculum is not significant. This might impacts might come from inconsistent implementation of curriculum because it depends heavily on the subjective interest and knowledge of lectures, and there is still lack of infrastructure to implement the curriculum.

Keywords: Ethics Curriculum, Ethics Awareness, Academic Atmosphere

Abstrak

Penelitian ini hendak mengevaluasi pelaksanaan kurikulum etika bisnis terintegrasi di Indonesia. Penelitian ini memprediksi penerapan kurikulum etika bisnis terintegrasi akan meningkatkan kepekaan etika mahasiswa. Selain itu, penelitian ini juga menduga terdapatnya faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepekaan etika mahasiswa, yaitu pelaksanaan kurikulum, yang terdiri dari minat dan pengetahuan dosen dan metode pengajaran, suasana akademik, yang dilihat dari sikap dosen dan interaksi dengan mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian survei, dengan menggunakan kuesioner terstruktur, yang dikembangkan berdasarkan kuesioner-kuesioner di berbagai penelitian dan kebiasaan-kebiasaan prilaku tidak beretika di Indonesia. Responden utama dari penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi.

Penelitian ini menemukan bahwa kepekaan etika mahasiswa akuntansi relatif rendah. Minat dan pengetahuan dosen serta sikap dosen (interaksi dengan dosen) berpengaruh positif terhadap kepekaan etika mahasiswa terkait perkuliahan, namun penerapan kurikulum etika tidak terbukti berpengaruh signifikan.Hal ini kemungkinan disebabkan pelaksanaan kurikulum etika bisnis terintegrasi belum konsisten, karena ketidaksamaan minat dan kemampuan dosen serta tidak tersedianya infrastruktur yang mendukung pelaksanaan kurikulum ini. Pemahaman dan kepekaan etika bisnis terbukti berpengaruh positif terhadap kepekaan di Indonesia.

Kata kunci: Kurikulum Etika, Kepekaan Etika, Lingkungan akademik

I. PENDAHULUAN

Pada saat terjadi krisis ekonomi di Amerika Serikat tahun 2008, sekolah-sekolah bisnis mendapat sorotan dari masyarakat karena dianggap turut bertanggung jawab mengingat sebagian besar pekerja Wall Street adalah lulusan sekolah bisnis. Perilaku spekulatif dan merugikan pihak lain yang mereka tunjukkan untuk mengejar laba dan bonus sebesar-besarnya dianggap tidak terlepas dari hasil pendidikan yang diperoleh di sekolah bisnis.

Menghadapi tekanan publik, sekolah bisnis melakukan perubahan kurikulum, antara lain dengan menghidupkan kembali mata kuliah Etika Bisnis dan lebih menyeimbangkan antara pendekatan analisis kuantitatif dan kualitatif. Bagi pendidikan akuntansi, tekanan untuk lebih menghasilkan lulusan yang beretika muncul sejak awal tahun 2000an, pada saat banyak terjadi skandal akuntansi korporasi.

Pada saat ini tren penyelenggaraan kurikulum etika bisnis menggunakan pendekatan terintegrasi, yaitu topik-topik etika bisnis dibahas pada seluruh mata kuliah. Tren ini sekaligus mengubah arah penelitian mengenai pendidikan etika bisnis yang sebelumnya memperdebatkan mengenai perlu-tidaknya pendidikan tersebut dengan pembuktian bahwa pendekatan terintegrasi merupakan pendekatan yang lebih efektif (Lowry 2003, Warnell 2011). Permasalahannya adalah tidak mudah menerapkan pendekatan terintegrasi, antara lain, tidak seluruh pengajar mahir membahas materi etika (Brinkmann, et al 2011), sehingga pada akhirnya sedikit mata kuliah yang mendiskusikan etika secara eksplisit (Warnell, 2010). Warnell sendiri menyarankan agar penerapan kurikulum etika bisnis terintegrasi dilakukan dengan pendekatan komprehensif, yaitu kombinasi antara satu mata kuliah khusus yang memberikan dasar- dasar teoritis yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ketrampilan dalam menerapkan nilai-nilai etika melalui mata kuliah lain dan program ekstra kurikulum (termasuk program magang).

Mengikuti tren global, program pendidikan akuntansi di Indonesia yang melalui Kompartemen Akuntan Pendidik Ikatan Akuntan Indonesia (KAPd IAI) sepakat untuk memperkenalkan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi. Dengan mempertimbangkan kesulitan dalam menerapkan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi, penelitian ini hendak melihat penerapan kurikulum etika bisnis di Indonesia, khususnya di pendidikan sarjana jurusan akuntansi, dan efektivitas dari kurikulum tersebut, dilihat dari kepekaan mahasiswa terhadap korupsi dan tindakan bisnis yang tidak beretika. Selain itu penelitian ini hendak melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepekaan etika Mengikuti tren global, program pendidikan akuntansi di Indonesia yang melalui Kompartemen Akuntan Pendidik Ikatan Akuntan Indonesia (KAPd IAI) sepakat untuk memperkenalkan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi. Dengan mempertimbangkan kesulitan dalam menerapkan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi, penelitian ini hendak melihat penerapan kurikulum etika bisnis di Indonesia, khususnya di pendidikan sarjana jurusan akuntansi, dan efektivitas dari kurikulum tersebut, dilihat dari kepekaan mahasiswa terhadap korupsi dan tindakan bisnis yang tidak beretika. Selain itu penelitian ini hendak melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepekaan etika

Penulisan penelitian ini terbagi menjadi 5 bagian yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis, metodologi penelitian, analisis hasil penelitian, dan kesimpulan, keterbatasan dan saran.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Ethical Awareness

Istilah ethical awareness, atau kepekaan etika pada penelitian ini, dan moral awareness memiliki arti yang sama, walaupun digunakan dalam konteks yang berbeda. Ethical awareness pada dasarnya merupakan istilah yang lebih bersifat umum dan lebih digunakan dalam praktik, sedangkan moral awareness sering dikaitkan dengan kerangka

teori moral development. Ethical awareness merupakan kepekaan untuk mengidentifikasi atau mengenali dimensi etika, termasuk korupsi, dari suatu situasi. Paling tidak terdapat dua teori mengenai moral development, yaitu teori Kohlberg dan teori Four Component Model of Morality. Kohlberg menawarkan tiga tingkat moral development, yaitu pre-conventional level (dengan karakteristik egosentris atau self- center), conventional level (di mana individu memiliki pemahaman dasar mengenai moralitas dan alasan yang disepakati untuk menjaga keberlangsungan masyarakat), dan post conventional level (di mana individu memiliki pemahaman mengenai elemen moralitas yang dapat meningkatkan kualitas budaya dan masyarakat). Ethical awareness paling tidak dimiliki oleh individu pada conventional level.

Sementara itu, teori Four Component Model of Morality, merupakan tahapan awal dari pengembangan individu yang dapat mengambil keputusan dan bertindak secara etis. Ethical awareness, atau kepekaan etika, merupakan kemampuan untuk mengenali situasi, keputusan, atau tindakan yang tidak beretika, termasuk korupsi.

Tidak terlalu banyak penelitian mengenai kepekaan etika. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Zhang (2011) yang menjadi referensi utama dari penelitian ini untuk kepekaan etika. Penelitian ini adalah mengenai kepekaan etika dari Tidak terlalu banyak penelitian mengenai kepekaan etika. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Zhang (2011) yang menjadi referensi utama dari penelitian ini untuk kepekaan etika. Penelitian ini adalah mengenai kepekaan etika dari

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan kusioner yang berisi sketsa-sketsa situasi bisnis. Sketsa situasi tersebut diambil dari penelitian- penelitian sebelumnya yang kemudian dimodifikasi telah dicoba. Kuesioner disebarkan ke mahasiswa paruh waktu program EMBA (executive MBA) dan MPAcc (Master of Professional Accounting) yang diselenggarakan oleh 3 universitas terkemuka. Jumlah kuesioner yang dikirim sejumlah 500. Dikembalikan sebanyak 376 dan yang dapat digunakan sebanyak 334.

Hasil penelitian menemukan bahwa responden dapat mempertahankan nilai-nilai etika dalam situasi perubahan ekonomi, sosial dan kultural yang cepat. Mereka menunjukkan tingkat toleransi yang rendah terhadap praktik-praktik bisnis yang secara jelas tidak beretika. Di lain pihak mereka tidak berkeberatan dengan praktik-praktik yang tidak terlalu jelas melanggar etika. Dan mereka tidak terlalu mendukung praktik whistleblower kepada pihak penegak hukum.

Hasil penelitian lainnya, perempuan memiliki kepekaan etika lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dan agama tidak memiliki pengaruh terhadap kepekaan etika. Selanjutnya responden yang bekerja di perusahaan yang terdaftar di bursa memiliki toleransi terhadap tindakan bisnis yang tidak beretika lebih rendah dibandingkan responden yang bekerja di perusahaan yang tidak terdaftar. Demikian pula responden yang bekerja pada perusahaan besar. Responden yang berusia lebih tua memiliki tingkat toleransi yang lebih rendah dibandingkan responden muda. Selanjutnya pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan toleransi yang lebih rendah terhadap tindakan bisnis tidak beretika, dan responden yang bekerja pada perusahaan asing dan BUMN juga menunjukkan toleransi yang lebih rendah.

Penelitian ini pada dasarnya hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Zhang ini. Perbedaannya adalah kepekaan etika yang diteliti pada penelitian ini tidak sekedar permasalahan etika bisnis, namun lebih luas kepada permasalahan korupsi, mengingat korupsi merupakan permasalahan yang terbesar yang dihadapi oleh negeri ini.

Kurikulum Etika Bisnis pada Program Studi S1 Akuntansi di Indonesia

Program studi S1 akuntansi baru menyadari pentingnya kurikulum etika bisnis beberapa tahun yang lalu, ketika dunia dilanda krisis ekonomi akibat kredit perumahan di Amerika Serikat. Sebelumnya, tidak semua Program Studi melaksanakan kurikulum etika bisnis. Sedangkan Program Studi yang melaksanakan, sebagian besar menggunakan pendekatan satu mata kuliah. Setelah melalui perdebatan, disepakati bahwa kurikulum etika bisnis akan dilaksanakan dengan pendekatan terintegrasi, tanpa ada mata kuliah khusus. Namun dalam pelaksanaannya, sebagian Program Studi tetap menyelenggarakan satu mata kuliah khusus Etika Bisnis.

Pada saat disepakati, tampaknya para pimpinan Program Studi tidak membayangkan bahwa, penyelenggaraan kurikulum yang terintegrasi lebih sulit dibandingkan hanya menyelenggarakan satu mata kuliah saja, karena mensyaratkan persiapan yang menyeluruh pada seluruh mata kuliah dan mempersiapkan dosen. Padahal bagi Program Studi yang sebelumnya tidak menyelenggarakan mata kuliah etika bisnis, dosen-dosennya tidak dibekali kesadaran dan pengetahuan etika bisnis yang memadai. Hal ini tentunya menimbulkan keengganan untuk membahas materi etika pada proses pengajaran mereka. Terlebih lagi, jika program studi tidak melakukan pemantauan dan tidak memfasilitasi suatu diskusi di antara pengajar untuk membahas materi etika ini. Bisa diduga penyelenggaraan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi tidak efektif.

Kurikulum Etika Bisnis dan Lingkungan Akademik

Kurikulum etika bisnis telah menjadi standar dari AACSB (Association to Advance Collegiate School of Business) sejak tahun 1974, yang dapat diberikan dalam bentuk mata kuliah khusus atau menjadi bagian pembelajaran dari kurikulum inti. Banyak kritik dan kontroversi terhadap mata kuliah ini. Sebagian kritik berasal dari hasil temuan penelitian, di antaranya Allen et al (2005) yang tidak menemukan manfaat dari pemberian mata kuliah ini terhadap pengembangan moral mahasiswa. Pada tahun

1991, AACSB lebih memberikan keleluasaan kepada sekolah bisnis dalam penyelenggaraan mata kuliah etika.

Setelah terjadi berbagai skandal akuntansi di tahun 2001, AACSB pada tahun 2003 mengusulkan standar baru yang menjadikan pengajaran etika sebagai prioritas yang lebih tinggi dan menjadikan etika sebagai topik penting yang diutamakan. Standar baru yang diajukan oleh AACSB adalah menyatukan atau mengintegrasikan pengajaran etika pada berbagai mata kuliah, tanpa memberikan satu mata kuliah khusus mengenai etika (Brinkmann et al, 2011).

Warnell (2010) melakukan penelitian yang mengevaluasi manfaat pendekatan pengajaran etika secara terintegrasi dalam pengembangan moral mahasiswa. Berdasarkan penelitiannya ia menemukan dan menyarankan beberapa hal. Pertama, penelitiannya mendukung pemikiran yang berlaku bahwa pengembangan moral membutuhkan sistem pedagogi yang terintegrasi. Ia mengklaim bahwa pengajaran etika masih bersifat pengenalan yang diberikan sepintas lalu pada kurikulum yang semakin padat, di mana fakultas berupaya memasukkan seluruh materi ke dalam kurikulum dan etika menjadi area yang dikeluarkan.

Kedua, hasil penelitiannya menemukan pentingnya suatu pendekatan yang komprehensif. Pada pendekatan ini diperkenalkan konsep orientasi yang memberikan dasar-dasar teoritis pada satu mata kuliah khusus yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ketrampilan dalam menerapkan nilai-nilai etika melalui mata kuliah lain dan program ekstra kurikulum (seperti magang). Ia berpendapat tidak cukup bagi mahasiswa sekedar memiliki nilai etika tanpa mengimplementasikannya. Ketrampilan mengimplementasikan ini melalui mata kuliah mata kuliah lain.

Struktur yang terintegrasi ini, yaitu satu mata kuliah yang memberikan dasar-dasar konseptual dan kurikulum yang mencakup penerapan pada mata kuliah inti , akan memenuhi kebutuhan dari fungsi pendidikan etika. Pemberian konsep-konsep teoritis, penjelajahan kerangka pikir dan peralatan pengambilan keputusan, dan pemberian contoh-contoh praktis memgenai penerapannya merupakan bekal untuk perilaku yang etis.

Ketiga, studi terapan atas konsep etika membantu mendorong pengembangan moral mahasiswa. Studi kasus dan penjelajahan situasi-situasi bisnis akan memberikan pemahaman atas perspektif konseptual.

Keempat, Warnell memeriksa materi kurikulum secara lebih mendalam. Ia menemukan dari 146 mata kuliah pilihan, hanya 8 yang memberikan kesempatan untuk Keempat, Warnell memeriksa materi kurikulum secara lebih mendalam. Ia menemukan dari 146 mata kuliah pilihan, hanya 8 yang memberikan kesempatan untuk

Brinkmann et al (2011) menyadari bahwa tidak seluruh pengajar mahir untuk membahas materi etika pada mata kuliah yang mereka ampu. Untuk itu mereka menyarankan penggunaan team teaching dan guest lecture. Selain itu, mereka juga menyarankan adanya suatu lembaga, semacam pusat kajian etika bisnis, yang menjadi konsultan bagi pengajar lain dalam memberikan materi etika. Bantuan yang diberikan dalam bentuk konsultasi dan diskusi materi, penyebaran hasil penelitian mengenai etika dan pengajaran etika, pengembangan studi kasus, dan pengembangan berbagai alat bantu pengajaran, misalnya video.

Sebagian besar penelitian mengenai kurikulum etika bisnis tidak memperhatikan pengaruh lingkungan akademik pada persepsi mahasiswa. Teori planned behaviour terdiri dari 3 komponen yaitu kepercayaan (belief), niatan ( intention), dan prilaku (behaviour) dan memproyeksikan bahwa niatan ( intention) berkorelasi dengan prilaku (Fisbein dan Ajzen, 1975 dalam Wilson ( 2008)). Kepercayaan dipengaruhi oleh sikap danperasaan bahwaorang berbagipengalaman dan termasuk di di dalamnya aspek pribadi dan sosial yang secara kompleks saling berinteraksi dengan cara yang tidak bisa dijelaskan oleh teori ( Wilson, 2008). Pembentukan niatan (intention) dipengaruhi oleh kepercayaan mengenai dampak secara pribadi (personal outcome) dan penerimaan sosial. Penelitian terdahulu mengajukan bahwa ethical climate suatu organisasi berhubungan dengan prilaku beretika ( Deshpande et al., 2000; Fritzsche, 2000). Hal ini menunjukan bahwa lingkungan (social) mempengaruhi niatan atau prilaku etika dari seseorang. Dengan demikian maka perlu untuk menguji dampak lingkungan akademik terhadap tingkat kepekaan etika mahasiswa.

Pengembangan Hipotesis Pengaruh kurikulum etika terhadap kepekaan etika mahasiswa

Warnell (2010) menemukan bahwa pengembangan moral membutuhkan system pedagogi yang terintergarasi. Lebih lanjut Warnell menemukan pentingnya suatu pendekatan yang komprehensif. Dengan pendekatan ini diperkenalkan konsep orientasi yang memberikan dasar-dasar teoritis pada satu mata kuliah khusus yang kemudian Warnell (2010) menemukan bahwa pengembangan moral membutuhkan system pedagogi yang terintergarasi. Lebih lanjut Warnell menemukan pentingnya suatu pendekatan yang komprehensif. Dengan pendekatan ini diperkenalkan konsep orientasi yang memberikan dasar-dasar teoritis pada satu mata kuliah khusus yang kemudian

Pada kurikulum etika bisnis terintegrasi materi etika bisnis akan diberikan pada satu mata kuliah khusus dan juga akan dimasukan kedalam banyak mata kuliah lain. Dengan demikian semakin terintegrasi materi etika ke berbagai mata kuliah maka mahasiswa akan semakin meningkatkan kepekaan etika mahasiswa. Berdasarkan pengkajian di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

H1: Kurikulum etika bisnis yang terintegrasi berpengaruh positif terhadap pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa

Pengaruh pelaksanaan kurikulum terhadap kepekaan etika mahasiswa

Ahli-ahli etika bisnis menekankan bahwa cara paling efektif dalam mengajarkan etika bisnis adalah dengan menggunakan pendekatan terintegrasi yang dimasukan kedalamnya kasus-kasus etika secara ekstensif, dan mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan dilemma-dilema etika (Flyod et al., 2013). Isu-isu etika seringkali kompleks (Flyod et al., 2013) sehingga menyebabkan kesulitan bagi pengajar untuk memasukan materi kasus-kasus etika ke mata kuliah yang diampunya. Brinkmann et al (2011) menyadari bahwa tidak seluruh pengajar mahir untuk membahas materi etika pada mata kuliah yang mereka ampu. Warnell menyarankan fakultas bisnis menyelenggarakan lokakarya dengan seluruh pengajar untuk membahas aspek etika dari mata kuliah yang diampu dan pengembangan studi kasus yang relevan untuk setiap mata kuliah bersama dengan peralatan mengajar yang praktis dapat diterapkan. Untuk itu mereka menyarankan penggunaan team teaching dan guest lecture. Lebih lanjut menurut Brinkman et al (2011) untuk penerapan pengajaran materi etika diperlukan diskusi materi, penyebaran hasil penelitian mengenai etika dan pengajaran etika, pengembangan studi kasus, dan pengembangan berbagai alat bantu pengajaran, misalnya video. Menurut Winston (2000) studi kasus adalah metode yang tepat untuk mengajarkan etika karena dengan menggunakan studi kasus maka mahasiswa akan terdorong untuk melatih imajinasi moral dalam pencarian solusi yang inovatif.

Karena isu-isu etika seringkali kompleks maka metode pengajaran harusnya tidak hanya dalam bentuk kuliah pasif tetapi juga dalam bentuk studi kasus sehingga mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan dilema-dilema etika. Pengetahuan dosen mengenai etika terutama terkait kasus-kasus etika dalam bidang mata kuliah yang diampunya akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyampaikan materi etika kepada mahasiswa. Dengan demikian maka hipotesis yang dibentuk adalah sebagai berikut:

H2a: Pengetahuan dosen mengenai etika berpengaruh positif terhadap pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa H2b: Metode pengajaran mengenai etika berpengaruh positif terhadap pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa

Pengaruh lingkungan akademik terhadap kepekaan etika mahasiswa

Ethical climate organisasi adalah persepsi yang dibagi mengenai apa-apa saja prilaku yang yang secara etik benar dan bagaimana harusnya permasalahan etika harus ditangani dalam suatu organisasi (Victor dan Cullen, 1987). Penelitian Wimbush et al. (1997) dalam Peterson (2002) menunjukan atasan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi organization climate, sehingga sangat mungkin atasan mempengaruhi prilaku beretika karyawan dengan merubah iklim beretika pada kelompok kerja dimana prilaku tidak pantas lazim dilakukan. Pada konteks pendidikan, Nonis dan Swift ( 2001) dalam Wilson (2008) menemukan mahasiswa lebih mungkin melakukan tindakan yang tidak jujur bila mereka percaya bahwa prilaku tidak jujur dapat diterima oleh rekan yang lain. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepekaan atas tindakan tidak beretika selain dipengaruhi oleh aspek personal juga dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu berinteraksi. Banyak penelitian yang menemukan pengaruh lingkungan akademik (antara lain Day, et al 2011). Dengan demikian maka hipotesis yang diajukan adalah: H3a: Interaksi dengan dosen berpengaruh positif terhadap pemahaman dan kepekaan

etika mahasiswa H3b: Interaksi antara mahasiswa berpengaruh negatif terhadap pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa

Dalam penelitian ini kepekaan etika mahasiswa dibagi menjadi 3 yaitu: 1) pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam perkuliahan; 2) pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari; dan 3) pemahaman dan kepekaan etika bisnis . Dugaan penelitian ini pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam perkuliahan Dalam penelitian ini kepekaan etika mahasiswa dibagi menjadi 3 yaitu: 1) pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam perkuliahan; 2) pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari; dan 3) pemahaman dan kepekaan etika bisnis . Dugaan penelitian ini pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam perkuliahan

H4a: Pemahaman dan kepekaan etika perkuliahan berpengaruh positif terhadap pemahaman dan kepekaan etika bisnis H4b: Pemahaman dan kepekaan etika sehari-hari berpengaruh positif terhadap pemahaman dan kepekaan etika bisnis

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah:

Gambar 1 Kerangka Penelitian

Variabel Dependen Variabel Independen: (Mediating):

Kurikulum Etika Bisnis

-Pemahaman dan (MT_ETIKA) Kepekaan Mahasiswa Perkulaiahan (STETC1)

- Pemahaman dan

Kepekaan Mahasiswa

Sehari-hari (STETC2)

Variabel Independen:

Pelaksanaan Kurikulum: Variabel Pengendali:

• Pengetahuan Dosen • IPK (GRADE) (CURDOS) • Jenis kelamin (GEN)

• Metode Penyampaian • Semester kuliah

(CURINT) (LEVEL) • Asal universitas

(CAMP)

Variabel Independen: Atmosfer Akademis:

• Interaksi dosen

Variabel Dependen:

(DOSINTR),

• interaksI mahasiswa -Pemahaman dan

Kepekaan Mahasiswa (STDINTR) Perkulaiahan (STETC1)

- Pemahaman dan Kepekaan Mahasiswa

Sehari-hari (STETC2)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Model Penelitian

Model yang digunakan untuk menguji hipotesis 1-3 adalah sebagai berikut:

STETC1 = β 0 + β 1 MT_ETIKAi + β 2 CURDOSi+ β 3 CURINTRi+ β 4 DOSINTR i + β 5 STDINTR i + β 6 GRADEi+ β 7 GEN i +β 8 LEVELi+ β 9 CAMPi + µ

STETC2= β 0 + β 1 MT_ETIKAi + β 2 CURDOSi+ β 3 CURINTRi+ β 4 DOSINTR i +β 5 STDINTR i + β 6 GRADEi+ β 7 GEN i +β 8 LEVELi+ β 9 CAMPi + µ

Ekspektasi hasil:

H1: β 1 >0; H2a :β 2 >0; H2b :β 3 >0; H3a :β 3 >0;H3b: β 5 >0

Model yang digunakan untuk menguji hipotesis 4 adalah sebagai berikut: STETC3 = β 0 + β 1 MT_ETIKAi + β 2 CURDOSi+ β 3 CURINTRi+ β 4 DOSINTR i +β 5 STDINTR i +β 6 STETC1 i +β 7 STETC2 i + β 8 GRADEi+ β 9 GEN i + β 10 LEVELi+

β 11 CAMPi + µ

Ekspektasi hasil: H4a: β 6 >0;H3b: β 7 >0

Keterangan: Variabel Dependen:

STETCi adalah STETC1-STETC 3 STETC1 = pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam perkuliahan STETC2 = pemahaman dan kepekaan etika mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari STETC3 = pemahaman dan kepekaan etika bisnis

Variabel Independen:

MT_ETIKA = persepsi mahasiswa terhadap kurikulum etika bisnis terintegrasi CURDOS = persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dan pengetahuan dosen

mengenai etika bisnis CURINTR = persepsi mahasiswa terhadap metode pengajaran etika bisnis STDINTR = persepsi mahasiswa mengenai interaksi antara sesama mahasiswa DOSINTR = persepsi mahasiswa mengenai sikap dosen

Variabel Kontrol:

GRADE = IPK GEN

= Jenis kelamin LEVEL = semester CAMP = Universitas tempat kuliah

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.Masing-masing pertanyaan dalam kuesioner dalam penelitian diukur dengan menggunakan skala Likert. Jawaban dari responden bersifat kualitatif kemudian dikuantitatifkan dengan memberikan skor pada masing-masing jawaban dengan menggunakan 7 poin skala Likert, yaitu nilai 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidak setuju 4= netral, 5 = agak setuju, 6= setuju 7 = sangat setuju

Tabel 1 Operasionalisasi Variabel Utama

No Variabel

Uraian

1 Tingkat Pemahaman dan kepekaan mahasiswa terhadap prilaku dan Kepekaan Etika

kebiasaan dalam perkuliahan. Diukur dengan kuesioner yang Kuliah (STETC1) terdiri dari 6 item pertanyaan mengenai prilaku tidak beretika

dalam perkuliahan

2 Tingkat Pemahaman dan kepekaan mahasiswa terhadap prilaku dan Kepekaan Etika

kebiasaan dalam perkuliahan. Diukur dengan kuesioner yang Sehari-hari

terdiri dari 7 item pertanyaan mengenai prilaku tidak beretika (STETC2)

dalam perkuliahan

3 Tingkat Pemahaman dan kepekaan mahasiswa terhadap korupsi dan Kepekaan Etika

tindakan tidak beretika lainnya. Diukur dengan kuesioner yang Bisnis (STETC3) terdiri dari 5 item pertanyaan mengenai prilaku tidak beretika

5 Persepsi Persepsi mahasiswa mengenai pelaksanaan kurikulum di Mahasiswa

perguruan tinggi tempat kuliahnya

tentang kurikulum etika bisnis (MK_ETIKA)

6 Kemampuan Persepsi mahasiswa mengenai kemampuan dan pengetahuan Dosen

dosen mengenai etika. Diukur dengan 4 pertanyaan. (CURDOS)

7 Metode Persepsi mahasiswa mengenai penyampaian (metode Penyampaian

penyampaian) materi etika dalam kelas. Diukur dengan 4 (CURINT)

pertanyaan.

8 Interaksi Persepsi mahasiswa mengenai tingkat etika mahasiswa Mahasiswa

disekitarnya. Diukur dengan instrumen yang terdiri dari 8 item (STDINTR)

pertanyaan.

9 Interaksi Dosen Persepsi mahasiswa terhadap seberapa dosen mengajarkan nilai- (DOSINTR)

nilai etika dan memberikan contoh kebaikan dalam interaksi belajar mengajar dengan mahasiswa. Diukur dengan 6 item pertanyaan.

Tabel 2 Operasionalisasi Variabel Pengendali

No Variabel

Uraian

1 Indeks Prestasi IPK, continuous variable, nilai 4 jika IPK > 3,50; nilai 3 jika IPK Kumulatif -

antara 3,00-3,50; nilai 2 jika IPK antara 2,75-3,00; dan nilai 1 jika IPK

IPK di bawah 2,75.

(GRADE)

2 Jenis Kelamin Variabel ini adalah dummy, 1 jika laki-laki dan 0 jika perempuan. (GEN)

3 Semester Semester 4, 5, 6 dan seterusnya untuk mahasiswa pagi (LEVEL)

4 Kampus

0= universitas negri, 1= universitas swasta

(CAMP)

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa S1 jurusan akuntansi di seluruh fakultas ekonomi di Indonesia. Karena populasi yang sangat besar dan lokasi yang berjauhan serta jumlah populasi tidak diketahui maka penelitian ini menggunakan convenience sampling . Yang menjadi target sampel adalah mahasiswa dari fakultas ekonomi di Pulau Jawa. Target responden penelitian ini adalah : 200 mahasiswa program S1 akuntansi FEUI, 500 mahasiswa program S1 akuntansi dari berbagai fakultas ekonomi universitas negri dan swasta di pulau Jawa.

Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data berasal dari data primer dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa SI penuh waktu Akuntansi. Selain itu wawancara dan Focus Group Discussion (FGD) untuk konfirmasi dan eksplorasi temuan penelitian. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3, jumlah kuesioner yang disebarkan adalah 750, yang terdiri dari 300 kuesioner disebarkan ke kelas pagi UI, 100 kuesioner ke kelas ekstensi UI, dan 350 kuesioner ke perguruan tinggi swasta di Jakarta dan Bandung. Riset ini tidak dapat melakukan survei ke perguruan tinggi lain di pulau Jawa, sebagaimana yang direncanakan karena kesulitan memperoleh bantuan dari dosen-dosen di berbagai perguruan tinggi di pulau Jawa.

Total kuesioner yang dikembalikan adalah 605 kuesioner atau sekitar 80%. Tingkat pengembalian tertinggi pada 83% pada perguruan tinggi di luar UI, sedangkan Total kuesioner yang dikembalikan adalah 605 kuesioner atau sekitar 80%. Tingkat pengembalian tertinggi pada 83% pada perguruan tinggi di luar UI, sedangkan

Tabel 3 Tingkat Pengembalian Kuesioner Mahasiswa

Jumlah Keterangan

Non UI Responden

Kuesioner yang disebarkan

350 750 Kuesioner yang tidak kembali

(58) (145) Kuesioner yang kembali

67 292 605 Kuesioner yang tidak

memenuhi syarat dan data

(117) (170) tidak lengkap Mahasiswa sebelum semester 4

0 (7) (8) Kuesioner yang memenuhi

Teknis Analisis

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid tidaknya suatu pernyataan dalam kuesioner. Suatu variabel dikatakan mempunyai validitas baik terhadap variabel latennya apabila nilai t standardized loading factor (SLF) > 1,96 atau > 2 (Doll, Xia, dan Torkzadeh 1994) dan SLF > 0,5(Igbaria et al. 1997). Sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran tetap konstan dari waktu ke waktu, dengan menggunakan perhitungan construct reliability (CR) dan variance extracted (VE) (Hair et al. 1995). Jika hasil CR > 0,7 dan VE > 0,5 maka dikatakan sebuah konstruk mempunyai reliabilitas baik (Hair et al. 1988 dalam Wijanto 2008). Alat analisis penelitian ini menggunakan structural Equation Modelling (SEM) yang diolah dengan menggunakan software Lisrel 8.72 full versiondan SPSS.

1 Tidak semua kuesioner yang kembali dapat digunakan dalam penelitian karena ada responden yang tidak menjawab semua pertanyaan. Jika lebih dari 25 % item kuesioner tidak dijawab atau bila ada jawaban dari hampir semua

pertanyaan dari semua varaibel netral, kuesioner tersebut tidak diikutsertakan dalam penelitian, tetapi jika hanya beberapa item yang kosong maka kuesioner tersebut tetap digunakan, untuk item yang kosong diberi nilai rata-rata respon dari seluruh responden lain untuk pertanyaan tersebut (Sekaran, 2003).

IV. ANALISIS HASIL PENELITIAN

Hasil Uji Validitas

Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan mengetahui kemampuan indikator- indikator suatu konstruk untuk mengukur konstruk tersebut secara akurat (Hair et al., 1998). Pengujian validitas untuk konstruk perlu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah variabel yang digunakan sebagai indikator konstruk merupakan representasi yang sesuai dari konstruk yang ingin diukur. Tabel 1 pada lampiran menunjukkan ringkasan hasil uji validitas. Hasil uji validitas ditunjukkan dari standardized loading factor dan nilai t dari masing-masing butir pentanyaan. Nilai t harus berada di atas nilai 1,96 dan standardized loading factor lebih besar dari 0.5 (Iqbaria et al., 1997). Butir- butir pernyataan yang tidak memenuhi kriteria valid tersebut tidak dapat diikutkan dalam pengujian selanjutnya. Dari keseluruhan variabel teramati, maka yang dinyatakan valid sebanyak 28 variabel.

Hasil Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas bertujuan menguji konsistensi dari masing-masing butir pernyataan yang ada dalam kuesioner. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menguji construct reliability (CR) dan variance extracted (VE) dari masing-masing variabel teramati (Hair et al., 1995), dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(∑std loading) 2

Construct reliability =

2 (∑std loading) + ∑ej ∑std loading 2

Variance Extracted =

2 ∑std loading + ∑ej

Nilai standardized loading factor dan nilai error variance diambil dari output diagram path dan completely standardized solution yang dihasilkan oleh LISREL 8.72. Ringkasan hasil perhitungan CR dan VE dapat dilihat dalam Tabel 2 pada lampiran. Tabel menunjukkan bahwa keseluruhan variabel kecuali STETC 2 memiliki nilai CR > 0,70 dan empat variabel memiliki nilai VE > 0,50 sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan (Hair et al., 1995) yang menunjukkan keseluruhan variabel teramati yang merepresentasikan CURDOS, WORK, dan DOSINTR adalah reliabel atau handal.

Sedangkan nilai VE dari STETC1, STETC3, CURINTR, dan STDRINT walaupun nilai CR> 0,70 namun memiliki nilai VE lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa variabel teramati yang merepresentasikan ke-4 variabel laten tersebut cukup handal. Variabel STETC2 nilai CR <dari 0,7 dan nilai VE < dari 0,5sehingga dapat dikatakan varaibel ini tidak valid.Karena variabel STETC2 tidak valid maka tidak dapat digunakan untuk pengujian hipotesis.

Data Demografi Responden

Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4 di bawah, sebagian besar responden, yaitu 25% merupakan mahasiswa semester 4 dan 22% merupakan mahasiswa semester 6. Untuk mahasiswa UI, 38% merupakan mahasiswa semester 4 dan 32% merupakan mahasiswa semester 6. Sedangkan untuk responden non UI, 37% merupakan mahasiswa semester 5. Secara umum, sebagian besar responden merupakan mahasiswa semester 4 – 7, dengan proporsi mencapai 90%.

Dari jenis kelamin, mayoritas responden adalah perempuan, yaitu mencapai 68%. Pada responden non UI, jumlah responden perempuan mencapai 74% dari total responden non UI. Dari sisi IPK, sebagian besar responden memiliki IPK 2,75-3,00, yaitu sebesar 51%. 30% responden memiliki IPK di bawah 2,75, sehingga 80% responden memiliki IPK di bawah 3. Proporsi ini untuk mahasiswa UI lebih besar,yaitu mencapai 87%. Sedangkan pada responden non UI, hanya sekitar 75%.

Tabel 4 Demografi Responden Berdasarkan Semester, Jenis Kelamin, IPK, dan Bekerja

Keseluruhan Semester Jumlah

No

FEUI

Universitas Lainnya

Jumlah

Jumlah %

Jumlah % Laki-laki

GEN Jumlah

IPK Jumlah

Statistik Deskriptif: Tingkat Kepekaan Etika

Berdasarkan Tabel 5 di bawah, ditemukan bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman etika mahasiswa relatif rendah, yaitu hanya mencapai rata-rata 4,89. Dengan pemahaman etika yang rendah seperti ini, maka mahasiswa akan lebih mudah dipengaruhi untuk menerima atau melakukan tindakan-tindakan tidak beretika. Kepekaan etika tertinggi dimiliki mahasiswa untuk kepekaan etika yang terkait dengan perkuliahan. Hal ini mungkin disebabkan mahasiswa mengalami sendiri kerugian- kerugian akibat perilaku tidak beretika dari rekan-rekannya. Sementara itu, tingkat kepekaan etika yang terendah ada pada kepekaan etika bisnis. Etika bisnis dipelajari mahasiswa melalui perkuliahan, karena sebagian besar mahasiswa belum terlibat dalam kegiatan bisnis. Rendahnya kepekaan etika bisnis ini kemungkinan disebabkan kurangnya pembahasan mengenai etika bisnis atau tidak efektifnya pelaksanaan pengajaran etika bisnis. Jika dilihat dari persepsi mahasiswa mengenai kurikulum etika bisnis, mahasiswa menilai bahwa pembahasan etika bisnis tersebar di cukup banyak Berdasarkan Tabel 5 di bawah, ditemukan bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman etika mahasiswa relatif rendah, yaitu hanya mencapai rata-rata 4,89. Dengan pemahaman etika yang rendah seperti ini, maka mahasiswa akan lebih mudah dipengaruhi untuk menerima atau melakukan tindakan-tindakan tidak beretika. Kepekaan etika tertinggi dimiliki mahasiswa untuk kepekaan etika yang terkait dengan perkuliahan. Hal ini mungkin disebabkan mahasiswa mengalami sendiri kerugian- kerugian akibat perilaku tidak beretika dari rekan-rekannya. Sementara itu, tingkat kepekaan etika yang terendah ada pada kepekaan etika bisnis. Etika bisnis dipelajari mahasiswa melalui perkuliahan, karena sebagian besar mahasiswa belum terlibat dalam kegiatan bisnis. Rendahnya kepekaan etika bisnis ini kemungkinan disebabkan kurangnya pembahasan mengenai etika bisnis atau tidak efektifnya pelaksanaan pengajaran etika bisnis. Jika dilihat dari persepsi mahasiswa mengenai kurikulum etika bisnis, mahasiswa menilai bahwa pembahasan etika bisnis tersebar di cukup banyak

Tabel 5 Statistik Deskriptif Umum

Median Std. Dev.

Tingkat kepekaan Etika

3 6.74 4.89 4.89 0.64 Kepekaan etika pada kuliah

2.33 7 5.30 5.33 0.80 Kepekaan etika dalam

2.29 7 5.12 5.14 0.83 kehidupan sehari-hari

Kepekaan etika bisnis

1.52 7 4.31 4.4 1.01 Kurikulum Etika Bisnis

1 6 2.60 2 1.35 Pengetahuan Dosen

2 7 5.32 5.5 0.89 Metode Pengajaran

1 7 4.63 4.75 0.99 Interaksi Mahasiswa

1 6.25 4.01 4 0.85 Interaksi Dosen

Analisis Hasil Pengujian

Hasil pengujian, sebagaimana dapat pada Tabel 6 menunjukan hasil pengujian struktural dengan menggunakan lisrel. Dari hasil pengujian ini, hanya kemampuan (pengetahuan dosen) mengenai etika (H2A) dan interaksi dengan dosen (H3A) yang memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepekaan etika perkuliahan. Berdasarkan analisis per pertanyaan dan hasil wawancara dan FGD dapat dijelaskan bahwa metode pengajaran melalui diskusi contoh-contoh dan kasus-kasus merupakan metode pengajaran etika yang efektif. Selain itu, sikap dosen yang selalu menasehati mahasiswa untuk berbuat kebaikan dan menghindari tindakan-tindakan yang tidak beretika dan tindakan korupsi merupakan hal yang diingat oleh mahasiswa.

Hipotesis 1 tidak terbukti. Kurikulum etika bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap kepekaan etika. Berdasarkan hasil analisis silabus pada mata kuliah di departemen akuntansi FEUI serta wawancara dan FGD ditemukan bahwa pelaksanaan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi belum konsisten. Belum semua mata kuliah menyatakan pembahasan etika secara eksplisit pada silabusnya. Sementara itu, pembahasan di dalam kelas sangat tergantung kemampuan dan minat dosen. Ada dosen, terutama yang memiliki pengalaman praktik, menjelaskan praktik-praktik bisnis yang tidak beretika secara rinci dan kaya dengan contoh dan kasus. Sementara ada pula dosen Hipotesis 1 tidak terbukti. Kurikulum etika bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap kepekaan etika. Berdasarkan hasil analisis silabus pada mata kuliah di departemen akuntansi FEUI serta wawancara dan FGD ditemukan bahwa pelaksanaan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi belum konsisten. Belum semua mata kuliah menyatakan pembahasan etika secara eksplisit pada silabusnya. Sementara itu, pembahasan di dalam kelas sangat tergantung kemampuan dan minat dosen. Ada dosen, terutama yang memiliki pengalaman praktik, menjelaskan praktik-praktik bisnis yang tidak beretika secara rinci dan kaya dengan contoh dan kasus. Sementara ada pula dosen

Tabel 6 Hasil Model Struktural 1

Model Struktural 1:

STETC1 = 0.17*CURDOS + 0.080*CURINTR - 0.025*STDINTR + 0.24*DOSINTR - 0.068*MT_ETIKA - 0.086*CAMPUS - 0.034*LEVEL

2.37 0.90 -0.39 2.85 -1.18 -1.41 -0.53

+ 0.066*GENDER + 0.13*GRADE, Errorvar.= 0.78 , R² = 0.22 (0.059) (0.060) (0.18)

Nilai t

Kesimpulan

H2A CURDOS STETC1

Signifikan H2B

Tidak Signifikan H3B

CURINTR STETC1

Tidak Signifikan H3A

STDINTRSTETC1

DOSINTRSTETC1

Signifikan CAMPUS  STETC1

Tidak Signifikan LEVEL  STETC1

Tidak Signifikan GENDER  STETC1

Tidak Signifikan GRADE  STETC1

Hasil pengujian model structural 2 pada Tabel 7 menunjukan bahwa etika perkuliahan berpengaruh positif signifikan terhadap kepekaan etika bisnis (H4 terbukti). Ini berarti mahasiswa yang terbiasa berprilaku etis dalam kehidupan perkuliahan akan lebih peka dan beretika dalam etika bisnis. Hasil ini juga menunjukan variabel etika perkuliahan adalah variabel mediating atas pengaruh pemahaman (pengetahuan) etika yang dimiliki dosen dan interaksi dengan dosen terhadap kepekaan etika bisnis atau Hasil pengujian model structural 2 pada Tabel 7 menunjukan bahwa etika perkuliahan berpengaruh positif signifikan terhadap kepekaan etika bisnis (H4 terbukti). Ini berarti mahasiswa yang terbiasa berprilaku etis dalam kehidupan perkuliahan akan lebih peka dan beretika dalam etika bisnis. Hasil ini juga menunjukan variabel etika perkuliahan adalah variabel mediating atas pengaruh pemahaman (pengetahuan) etika yang dimiliki dosen dan interaksi dengan dosen terhadap kepekaan etika bisnis atau

Tabel 7 Hasil Model Struktural 2

Model Struktural 2:

STETC3 = 0.20*STETC1 + 0.015*CURDOS + 0.096*CURINTR + 0.086*STDINTR + 0.070*DOSINTR - 0.056*MT_ETIKA + 0.46*CAMPUS (0.084) (0.071) (0.089) (0.065) (0.083) (0.058) (0.090)

2.31 0.21 1.08 1.31 0.85 -0.97 5.08

+ 0.044*LEVEL - 0.085*GENDER + 0.13*GRADE, Errorvar.= 0.69 , R² = 0.31

Nilai t

Kesimpulan

H4A STECT1STECT3

Signifikan CURDOSSTECT3

Tidak Signifikan CURINTRSTECT3

Tidak Signifikan STDINTRSTECT3

Tidak Signifikan DOSINTR  STECT3

Tidak Signifikan MT_ETIKA  STECT3

Tidak Signifikan CAMPUS  STECTS3

Signifikan LEVEL  STECT3

Tidak Signifikan GENDER  STECT3

Tidak Signifikan GRADE  STECT3

Signifikan * signifikan pada α=5%

V. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian ini hendak melihat penerapan kurikulum etika bisnis di Indonesia, khususnya di pendidikan sarjana jurusan akuntansi, dan efektivitas dari kurikulum tersebut, dilihat dari kepekaan mahasiswa terhadap korupsi dan tindakan bisnis yang tidak beretika. Selain itu penelitian ini hendak melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepekaan etika mahasiswa. Penelitian ini menemukan bahwa Penelitian ini hendak melihat penerapan kurikulum etika bisnis di Indonesia, khususnya di pendidikan sarjana jurusan akuntansi, dan efektivitas dari kurikulum tersebut, dilihat dari kepekaan mahasiswa terhadap korupsi dan tindakan bisnis yang tidak beretika. Selain itu penelitian ini hendak melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepekaan etika mahasiswa. Penelitian ini menemukan bahwa

Kurikulum etika bisnis yang terintegrasi tidak signifikan berpengaruh terhadap kepekaan etika mahasiswa. Dengan demikian, penerapan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi bersifat disfungsional. Penelitian ini membuktikan kekhawatiran dari Warnell (2010). Warnell menemukan bahwa walaupun sekolah bisnis menyatakan menerapkan kurikulum etika bisnis, namun sebetulnya hanya beberapa mata kuliah yang membahas etika secara eksplisit. Ia juga mengkhawatirkan pembahasan yang tidak efektif akibat tidak adanya satu mata kuiah yang memberikan dasar-dasar konseptual mengenai etika bisnis.

Saranuntuk pelaksanaan kurikulum etika bisnis

Penyelenggara pendidikan tinggi perlu berhati-hati dalam menerapkan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi. Suatu perencanaan yang baik perlu dilakukan. Keterkaitan satu kasus yang dibahas pada satu mata kuliah dengan pembahasan kasus pada mata kuliah lainnya perlu direncanakan dan dikendalikan. Rekomendasi dari Warnell (2010) untuk penerapan pendekatan yang komprehensif perlu dipertimbangkan. Pada pendekatan ini diperkenalkan konsep orientasi yang memberikan dasar-dasar teoritis pada satu mata kuliah khusus yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ketrampilan dalam menerapkan nilai-nilai etika melalui mata kuliah lain dan program ekstra kurikulum (seperti magang).

Saran lainnya dari Brinkmann et al (2011) untuk penggunaan team teaching dan guest lecture serta pembentukan suatu lembaga, semacam pusat kajian etika bisnis, yang menjadi konsultan bagi pengajar lain dalam memberikan materi etika, juga dapat diperhatikan. Pusat kajian etika bisnis ini dapat memberikan bantuan yang diberikan dalam bentuk konsultasi dan diskusi materi, penyebaran hasil penelitian mengenai etika dan pengajaran etika, pengembangan studi kasus, dan pengembangan berbagai alat bantu pengajaran, misalnya video.

Penyelenggara pendidikan tinggi perlu mengevaluasi kemampuannya untuk melaksanakan kurikulum etika bisnis terintegrasi dengan prasyarat dan infrastruktur sebagaimana yang disarankan oleh Warnell (2010) dan Brinkman (2011). Mungkin akan lebih efektif bagi penyelenggara pendidikan tinggi yang belum memiliki kemampuan yang memadai untuk menerapkan kurikulum etika bisnis terintegrasi secara bertahap, yaitu dimulai secara minimal dengan hanya menyelenggarakan satu Penyelenggara pendidikan tinggi perlu mengevaluasi kemampuannya untuk melaksanakan kurikulum etika bisnis terintegrasi dengan prasyarat dan infrastruktur sebagaimana yang disarankan oleh Warnell (2010) dan Brinkman (2011). Mungkin akan lebih efektif bagi penyelenggara pendidikan tinggi yang belum memiliki kemampuan yang memadai untuk menerapkan kurikulum etika bisnis terintegrasi secara bertahap, yaitu dimulai secara minimal dengan hanya menyelenggarakan satu

Saran untuk pelaksanaan kurikulum etika bisnis

Penerapan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi sebetulnya belum meluas di berbagai perguruan tinggi dan berbeda antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya. Penelitian yang fokus pada satu universitas yang benar-benar menerapkan kurikulum etika bisnis yang terintegrasi, yang dilengkapi dengan penelitian mengenai dokumen dan wawancara secara lebih mendalam ke pimpinan program studi, dosen dan mahasiswa, kemungkinan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kendala-kendala dan hasil penerapannya.

Keterbatasan

Penelitian ini memiliki kelemahan utama bahwa instrumen yang digunakan, walaupun bersifat kontekstual, disesuaikan dengan situasi Indonesia, namun belum sepenuhnya teruji. Hasil pengujian validasi menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan masih kurang reliable.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, W.R, Bacdayan, P, Berube Kowalski, K and Roy, M.H. (2005), Examining the Impact of Ethics Training on Business Students Values, Education and Training,

47. 2/3. 170-182 Bachtiar, Emil (2012), Kasus-kasus Etika Bisnis dan Profesi, Jakarta, Penerbit Salemba Empat Bloodgood, James M., William H. Turnley, Peter E. Mudrack (2010), Ethics Instruction and the Perceived Acceptability of Cheating, Journal of Business Ethics, 95. 23-

37 Brinkmann, Johannes, Ronald R. Sims, and Lawrence J. Nelson (2011), Business Ethics Across the Curriculum, Journal of Business Ethics Education, 8, 83-104 Day, Nancy E., Doranne Hudson, Pamela Roffol Dobies and Robert Waris (2011), Student or situation? Personality and classroom context as predictors of attitudes about business school cheating, Social Psychology Education, 14, 261-282

Lin, Z. Jun and Jinruo Zhang (2011), Ethical Awareness of Chinese Business Manager and Accountants and Their View on the Use of off-book Accounts, Advances in Accounting, incorporating Advances in International Accounting , 27, 143-155

Lowry, Diannah (2003), An Investigation of Student Moral Awareness and Associated Factors in Two Cohort of an Undergraduate Business Degree in a British University: Implications for Business Ethics Curriculum Design, Journal of Business Ethics , 48,1, 7-19

Peterson, Dane K. (2002), The Relationship between Unethical Behaviour and the Dimensions of the Ethical Climate Questionnaire, Journal of Business Ethics, 41,4, 313-326

Warnell, Jessica McManus (2010), An Undergraduate Business Ethics Curriculum: Learning and Moral Development Outcomes, Journal of Business Ethics Education , 7, 63-84

Wilson, Barbara (2008), Predicting Intended Unethical Behaviour of Business Students, Journal of Education and Business, March/April, 2008, 187-195

Lampiran:

LAMPIRAN 1 _KUESIONER

Beri tanda silang (X) pada kolom yang anda pilih.

Apakah anda setuju dengan pernyataan berikut?

Sangat Tidak

Tidak

Tidak Netral

Setuju Tahu

Setuju

Setuju

1. Menggunakan buku fotocopy dengan pertimbangan lebih murah walaupun buku teks asli tersedia di toko buku adalah tindakan yang salah

2. Tidak mengupayakan masuk kelas tepat waktu adalah tindakan yang salah

3. Tidak mengerjakan

tugas kelompok

adalah tindakan yang salah

4. Tidak

belajarsebelum kuliah adalah tindakan yang salah

5. Mengerjakan tugas yang diberikan dosen/asisten dengan asal-asalan karena

tidak dinilai

merupakan tindakan yang salah

6. Datang kuliah hanya untuk

mengisi absensi

merupakan tindakan yang salah

7. Menolong orang lain tapi dilakukan dengan asal-asalan merupakan tindakan yang salah

Sangat Tidak

Tidak

Tidak Netral

Setuju Tahu

sesuatu yang sebenarnya tidak

dapat dipenuhi

merupakan tindakan yang salah

9. Memberikan tips kepada petugas parkir walaupun sudah terdapat tulisan dilarangmemberikan tips adalah tindakan yang salah

10. Berdamai dengan polisi lalu lintas untuk menghindari proses pengadilan tilang adalah tindakan yang salah

11. Belanja barang

yang sangat diinginkan dengan berhutang (misalnya menggunakan kartu kredit) adalah tindakan yang salah

12. Memiliki barang

melebihi kebutuhan

adalah tindakan yang salah

13. Menilai orang tanpa informasi yang memadai adalah tindakan yang salah

14. Perusahaan memberikan hadiah kepada klien sebagai

ucapan terima

kasih adalah praktik yang salah

15. Perusahaan memberikan

jamuan/entertainme

nt kepada klien

Sangat Tidak

Tidak

Tidak Netral

Setuju Tahu

Setuju

Setuju

untuk menjalin

hubungan baik

adalah praktik yang salah

16. Perusahaan menjanjikan memberikan komisi

atau “kickback”

kepada klien agar

mendapat proyek

adalah praktik yang salah

17. Pengaturan

pemenang tender

proyek adalah praktik yang salah

18. Perusahaan yang melakukan outsourcing tenaga kerja dengan alasan efisiensi adalah praktik yang salah

19. Perencanaan pajak

yang tidak

melanggar aturan

pajak untuk

mengurangi jumlah

pajak yang dibayar perusahaan adalah praktik yang salah

1. Nyatakan apakah anda menyetujui pernyataan-pernyataan berikut ini berdasarkan apa yang anda alami saat perkuliahan di Kampus anda?

Agak Sangat

Tidak

Tidak Netral

Setuju

Setuju

Setuju Setuju

Setuju

Setuju

Dosen-dosen yang membahas materi etika bisnis memiliki pengetahuan yang memadai mengenai teori/konsep etika bisnis Dosen-dosen yang membahas materi etika bisnis memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pencegahan korupsi