PEMANTAUAN KADAR TUNAK FENITOIN DALAM SERUM PADA REBERAPA PENDERITA EPILEPSI TIPE GRAND MAL DENGAN TERAPI FENITOIN SALAH SATU PRODUK DALAM NEGERI Repository - UNAIR REPOSITORY

  PEMANTAUAN KADAR TUNAK FENXTOIN DALAM SERUM PADA REBERAPA PENDERITA EPILEPSJ TIPE GRAND MAL DEKGAN

  • TERAPI FENITOIN SALAH SATU PRODUK DALAM NEGERI

  SKRIPSI DIBUAT UNTUK SYAR AT MENCAPAl

  GELAR SARJANA FARM^ST PADA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AiKLANGGA

  19S8

  ~F

  olelo S E P T I A N I 0 5 8 2 1 0 5 7 0

  Disetujui oleh Perabimbing r.

  M I t l f c F E R P U STAKAAK

  VN I TBR SI TAS AI R LAN O t t A' S U R A B A Y A 0 9 JUL 1902

  KATA PENGANTAR Puji eyukur bagi Allah Yang Maha Kuasa yang telah me-

llmpahkan berkatNya dan memperkenankan saya untuk dapat me*

nyelesaikan skripei guna memenuhl syarat-syarat dalam men-

capal gelar sarjana Farmasl pada FaJkultas Farmasi Universi­

tae Airlangga. Tidak sediklt hambatan dan kesukaran yang saya alaml dalam menyeleeaikan skripai ini, namun berkat rahmatNya sehingga akhirnya saya fiapat menelesaikannya. Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan rasa teri- ma kasih yang sebesar-besarnya kepada i

  • - Ibu Dra. Ny. Siti SJamsiah H # pembimbing dan pendiflik yang

    telah memberlkan dorongan dan bimbingan, mulai dari pem-

    buatan proposal hlngga eelesainya tugas akhir ini.
  • - Bapak Dr* Margono I. S., pembimbing dan pendidik yang ti­

    dak Jemu-jemu memberlkan bimbingan, dorongan dan earan-

    earan Berta menyodiakan faailitas kliniknya selaaa pene-

    litian ini.
  • - Dr* Bambang Subagio, pembimbing kami yang telah memberlkan

    bimbingan, dorongan serta menyedlakan fasilitas alat eela- ma panel!tlan ini.
  • - Ibu Rahayu Anggraini dan Bapak Ko«enindar yang telah banyak membantu dan mendamping! kami selama penelitian ini.
  • - Kepala Poliklinik bagian Syaraf di RSUD Dr. Soetomo, Ke-

    pala Laboratorium Biokimia Fakultae Kedokteran Vniversitae Airlangga, Kepala Laboratorium Patologi Klinik RSUD I Dr. Soetomo, yang telah menyediakan fasilitas dalam melakA-

  kan penelitlan ini «**Para BUkarelawan yang telah ikut betpartiaipasi dal am penelitlan ini• - Para karyawan di Bagian Neurologif Pollkllnlk Bagian Syaraf RSUD Dr* Soetomo/^Laboratorium Blofarmaaetika-

Farmakokinetika Fakultae Farmasi Universttaa Airlangga,

yang telah membantu dalam penelitlan ini.

  • - Kedua orang tua, saudara-saudara tercinta serta rekan-re-

    yang selalu memberlkan dorongan semangat agar penelitlan

    ini dapat selesai dengan balk* Juga rasa terlma kaath yang eebesar-besarnya kepada semua aemua pihak yang tidak dapat kami sebut satu per satu* Semoga semua bantuandarl berbagai pihak di *tas, menda-

    dapat balasan darl Allah Yang Maha Kuasa dan mudah-mudahan

    skriped. ini yang masih Jauh darl e e m p u m a bormanfaat bag! perkembangan llmu kefarmaslan dan llmu kedokteran di masa

  sendatang*

  DAFTAR ISI Halaman

  4.1. Hubungan struktur dan aktifitas ’ ’ Fenitoin .............................. 10

  6.1. Mekanisrne kerja Fenitoin sebagai anti kejang ................................ 17'

  6. Farraakologi .............................. 17

  5.3. Metabolisme dan ekskresi .............. 15

  5.2. Distribusi .......................... . 15

  5.1. Absorbs! .............................. 12

  5. Farmakokinetika ......................... 12,

  3. Obat-obat anti epilepsi ....... . ........ 7 Fenitoin ................................ 9

  KATA PENGANTAR ................................. ii DAFTAR ISI ..................................... iv DAFTAR TABEL ................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................. viii

  2. Prinsip pengobatan epilepsi ............. 5

  1. Epilepsi .................■.............. 5

  II. TINJAUAN P U S T A K A ......... '................. 5

  2. Tujuan penelitxan ...................... k

  1. Latar belakang masalah ................1

  I. PENDAHULUAN ................................ 1

  BAB

  6.2. Do sis ................................. 17 6.3* Indikasi .............................. 18'

  Halaman 6.^. Efek samping dan toksisitas ........... 18

  7. Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum ... 19

  8. Analisis kadar Fenitoin dalam serum .... 22 8*1* Metode Radioimmunoassay .............. 22

  III. ALAT;. BAHAN DAN METODE P E N E U T I A N ........ 25

  1. Alat ...............,................... . 25

  2. Bahan ........ . , . . . - - -............ 25 3. Metode penelitian ....................

  26

  3.1. Analisis kualitatif ................... 26

  3.2. Analisis kuantitatif...... ........... 26

  3.3. Kriteria subyek ....................... 27 3*4. Protokol .............................. 28 3.5* Tahapan kerja ......................... 29 3.5.1- Bahan ............................... 29 3,5,2. Pembuatan kurva kalibrasi .......... 29 3.5.3- Kontrol ............................. 30 3.5,/+. penentuan kadar Fenitoin dalam sampel serum ............. '.......... 30 3*6. Pengolahan data ...................... . 31

  3.6.1. Kurva kalibrasi .......... '.......... 31

  3.6.2 Kontrol ............................. 31 3.6.3* Kadar Fenitoin dalam s e r u m .... .

  31 DAFTAR ISI (lanjutan)

  

v

  DAFTAR ISI (lanjutan)

  Halaman

  IV. HASIL PENELITIAN ........................... .33

  1. Analisis kualitatif .33

  2. Analisis kuantitatif .33

  3. Kurva kalibrasi .3A-

  4. Penentuan kadar Fenitoin dalam serum .... '3k V\ . PEMBAHASAN ................................. .39

  VI. KESIMPULAN ................................. .43

  VII. SARAN - SARAN .............................. .44 RINGKASAN

  .43

  VIII. DAFTAR PUSTAKA ............................. .47 LAMPIRAN

  I. Perhitungan regresi kurva kalibrasi .... 51

  

%

  II. Perhitungan harga terikat .52

  III.Perhitungan kesetaraan % terikat .53 Perhitungan kadar Fenitoin dlalam serum . 53

  IV. Hasil serapan sinar Infra raerah serbuk murni yang didispersikan dalam KBr P ... 5^f

  V. Hasil serapan sinar Infra merah dari ekstraksi Fenitoin Natrium yang didis­ persikan dalam KBr P .55

  VI. Harga-harga koefisien korelasi (r) pada derajat kepercayaan 5$ dan 1 % .56 vi

  DAFTAR TABEL TABEL Halaman

  %

  I. Nilai terikat larutan kalibrasi Feni­

  3 5 toin untuk penetapan kurva kalibrasi..... .

  %

  II* Nilai' terikat Fenitoin dalam serum c dan kadar yang diperoleh setelah diintfapo'-' . lasikan pada kurva kalibrasi.............. 37

  III. Hubungan antara dosis, keadaan klinis pende- ritan dan kadar Fenitoin dalam serum-..... vii

  DAFTAR GAMBAR GAMBAR " Halaman

  1. Kurva % obat terlarut vs waktu dari beberapa produk kapsul Fenitoin. « . . . ........ 1^

  2. Kurva kalibrasi logit log fraksi .terikat terhadap log kadar Fenitoin ................

  36

  3. Profil kadar rata-rata Fenitoin dalam

  p

  serum ( g/ml ) vs waktu (jam) pada pemakaian

  2

  k kapsul produk A dan produk B dari. lima subyek...

  viii BAB I P EN D A H U LU A N

  1. Latar belakang masalah Epilepsi merupakan suatu penyakit kronik susunan sya- raf yang tirabul secara spontan dengan waktu singkat, de- ngan gejala menghilangnya atau menurunnya. kesadaran (1). Penyakit ini telah lama dikenal, mungkin sama lamanya dengan peradaban manusia, tetapi sampai kini masih banyak pendapat yang salah men_genai penyakit ini (2). Ada yang beranggapan bahwa penyakit epilepsi merupakan gangguan syaraf. Anggapan ini timbul karena kurangnya penerangan mengenai penyakit ini.

  Epilepsi tidak akan menyebabkan penderita menjadi

  i 1

  cacat atau nyeri terus menerus dan bukanlah suatu penya­ kit menulai?, oleh karena itu penderita epilepsi tidak perlu diasingkan. Di Indonesia terdapat 1.650.000 jiwa penderita epilepsi (2). .

  Dewasa ini telah banyak ditemukan bermacam-macara o- bat anti epilepsi. Salah satu diantaranya adalah Fenitoin yang ditemukan pada tahun 1938 dan merupakah salah satu obat pilihan untuk epilepsi tipe grand mal (1,3*^)•

  Selama ini telah beredar lima produk kapsul Fenitoin N$. Dari daftar Informasi Spesialite Obat'88 ( ISO'88 ) pro- duk-produk tersebut mempunyai harga yang bervariasi yaitu

  'A+ dari Rp 150 - Rp 320 setiap kapsul (5).

  Adanya perbedaan harga ini kemungkinan disebabkan pro­ ses . pabrikasi dan pemilihan bahan baku yang berbeda.

  1 yang beredar di Indonesia menunjukkan bahwa ada perbeda- an yang bermakna antara pelarutan produk tersebut terha- dap produk standard "innovator" (6). Hal ini terlihat da- ri 50 % obat terlarut untuk standard ( Dilantin - Parke Davis ) memerlukan waktu + 2 0 - 2 5 menit sedang produk yang lain memerlukan waktu + 5 - 1 0 menit (6)*

  Dalam USP XX tahun 1980 disebutkan ada dua macam se- diaan kapsul Fenitoin Na yaitu sediaan lepas cepat ("prompt") dan sediaan lepas lambat ("extended") (7). Kedua bentuk ini mempunyai perbedaan dalam kecepatan pelarutan, Untuk bentuk "prompt" disyaratkan tolcransi kecepatan melarut tidak boleh lebih kecil dari 85 % dalam 30 menit, sedang bentuk "extended" toleransi kecepatan melarut dalam 30 me­

  %> %

  nit tidak lebih dari 35 60 menit antara 30 - 70

  % dan dalam waktu 120 menit tidak lebih dari 85 (7»8).

  Tujuan formulasi sediaan "prompt" supaya obat cepat ter­ larut sehingga cepat diabsorbsi dan dalam waktu singkat dapat memberikan efi'ek, sedang untuk sediaan "extended" obat dilepas secara perlahan sejumlah tertentu selama selang waktu tertentu yang telah diperhitungkan dengan dasar konsep kinetika dosis ganda (9)* Waktu yang diper- lukan untuk mencapai kadar maksimum obat dari sediaan

  "prompt" ialah l£ - 3 jam sedang untuk bentuk "extended" 4 - 1 2 jam (10). Secara kinetika bentuk "prompt" dan "extended" memberikan profil kinetik yang berbeda pada pemakaian dosis ganda (10). Oleh karena itu !perlji dila-

  3

  kukan penelitian apakah pemakaian bentuk "prompt" akan i menghasilkan rentang kadar tunak aeperti yang dihasil- kan oleh sediaan "innovator" pada beberapa penderita epilepsi yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu

  ( 11 , 12 ) .

  Pemakaian bentuk "prompt" diperkirakan merapunyai puncak dan lewibah dari kadar tunak yang seharusnya ti - dak boleh terjadi untuk raaksud terapi kronik dan profi- laksi kejaug. Oleh karena itu bentuk "prompt" secara • .. teoritik memerlukan proses pembuatan yang lebih seder - hana dari pada bentuk "extended". Suatu hal yang sangat mungkins perbedaan harga tersebut salah Satu penyebabi * riya ad&lah perbedaan formulasi dan proses pabrikasi ter­ sebut.

  Dari salah satu produk Fenitoin yang beredar di Indo­ nesia adalah produk pabrik PMDN yang menurut keterangan merupakan bentuk "prompt", demikian juga innovator yang ada. Adanya perbedaan harga yang cukup besar dari kedua bentuk tersebut maka peneliti ingin mengetahui kadar tu­ nak yang terjadi dan respon terapeutik yang ditimbulk^n apabila digunakan produk Fenitoin dari pabrik PMDN.

  Permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti un­ tuk melakukan pengamatan terhadap sejumlah penderita e- pilepsi tipe "grand mal" di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan terapi tunggal kapsul Fenitoin salah satu produk dalam negeri dan diikuti pengamatan klinik respon yang terjadi. Dari penelitian ini dih,arapkan dapat memberikan data tentang kadar tunak Fenitoin yang terjadi pada pe- makaian Fenitoin dengan produk yang relatif murah. Tu.juan

  Mencari rentang kadar tunak dan mengamati respon te- rapeutik yang terjadi pada penderita epilepsi tipe grand mal dengan terapi Fenitoin salah satu produk dalam negeri ( PMDN ).

  BAB IT TINJAUAN PUSTAKA

  1. Epile?;;! Epilepsi adalah susr'm keadaari dimana yang beru- lang-ulang terjadi perubahan psroksismal, baik dalam sistSm motoris atau sistem sensoris a tan dalam tingkah laku penderita yang disebabkan oleh perubahan yang men- dadak, berlebihan dan cepat dalam "discharge'1 dari ba- gian kelabu dari otak (1,13)* Pada beberapa penderita epilepsi dapat dijumpai beberapa bentuk kejang yang antar penderita tidak sama.

  Ditinjau dari bentuk kejang maka epilepsi dibagi dalam tiga kelompok : (1,13)

  1. Kejang fokal ( partial epilepsy ) Bentuk kejang ini ada dua yaitu "simple focal" dan "'complex focal".

  2. Epilepsi umum ( generalized epilepsy ) Pada kelompok ini dapat dibagi dalam petit mal

  (absence), mioklonik, klonik, tonik, tonik klonik (grand mal), atonik.

  3. Kejang yang tidak diklasifi kasikan.

  2. Prindlt) pengobatan epilepsi Tujuan pengobatan epilepsi adalah membebaskan pen­ derita dari serangan epilepsi bentuk apapun. tanpa meng- ganggu fmngsi normal eueunan syaraf pusat- sehingga pen­ derita dapat menjalankan tugasnya tanpa gangguan (1,3>.4.)«

  R i n a

  "W M ITERSITAS A lR L A H O O A '

  S U R A B A Y A

  6

  Untuk dapat berhasil dalam pengobatan epilepsi maka i

  1 4

  beberapa batasan perlu diperhatikan yaitu : ( )

  1

  . Menentukan jenis epilepsi dan memilih salah satu ma- cam obat yang sesuai.

  2. Dosisnya disesuaikan sampai diperoleh hasil yang op­ timal .

  3. Dilakukan pemantauan kadar obat dalam darah.

  4. Bila obat yang dipilih tidak didapat hasil yang opti­ mal sedang gejala intoksikasi raulai ada maka dosis dikurangi dan ditambah anti epilepsi kedua lainnya.

  5. Bila dengan gabungan kedua obat memberi hasil yang baik baik maka dicoba untuk menurunkan dosis obat yang pertama secara bertahap kemudian dihentikan. Terapi kombinasi dari dua atau lebih .\macam obat mung- kin diperlukan namun dianjurkan untuk memulai dengan satu macam obat saja. Bila tidak berhasil barulah ** digunakan dua atau lebih obat.

  Dalam memilih obat anti epilepsi perlu diperhatikan syarat obat yang ideal sehingga dapat mencapai hasil farmakoterapi yang maksimal. Syarat obat anti epilepsi yang ideal ialah : (

  3 )

  1. Dapat menekan serangan sesempurna mungkin tanpa menira- bulkan efek samping yang mengganggu,

  2. Mempunyai batas keamanan ( margin of safety ) yang lebar.

  3. Satu jenis ob^t dapat menguasai semua tipe epilepsi dan bekerja langsung pada fokus serangan.

  7 t

  4. Dapat diberikan per oral serta mempunyai raasa kerja yang panjang dan aman untuk pengobatan jangkavpanjang.

  5. Harganya murs.h.

  3. Obat-obat anti epilepsi Beberapa obat anti epilepsi yang sering digunakan di klinik ialah : a, Fenobarbital ( 1 , 1 4 , )

  Fenobarbital sering digunakan pada epilepsi ka­ rena merupakan obat anti epilepsi yang cukup ampuh, murah, aman dan dapat digunakan pada epilepsi jenis grand mal dan fokal. Dosis efektif telatif rendah. Adapun efek sampingnya ialah mengantuk, pada anak- anak sering didapatkan hiperakti.vitas. Pada dosis yang lebih tinggi dapat dijumpai ataksia dan nis - tagmus. Reaksi alergik ialah rash pada kulit. b . Fenitoin C 1 ,k ,15 )

  Fenitoin efektif terhadap epilepsi jenis grand mal, fokal dan psikomotor, namun tidak efektif pa­ da petit mal dan kejang demam. Fenitoin sebagai o- bat epilepsi, sekalipun relatif yang paling aman dari kelompoknya namun. dapat raenimbulkan efek sam- ping dan toksisitas. Gejala toksik. yang sering tim- bul ialah ataksia, nistagmus, tremor dan -su&ar .berJ bicara ( slurred spnech ) dapat juga timbul gangguan mental. Efek sampingnya berupa nyeri ulu hati, mual, muntah, ruam morbiliform serta anemia megaloblastik. Pada penggunaan obat dengan jangka panjang kadang

  8 dijumpai hiperplasi£-ginggiva*

  ■C. Carbamazepin <( 1,14,15 ) Obat ini dapat digunakan untuk epilepsi jenis psikomotor, fokal dan grand mal, Toksisitas yang ber- hubungan dengan dosis ialah nistagmus, ataksia, ver­ tigo dan diplopia. Dapat juga terjadi agranulocytosis, trombocytopenia serta leukopenia. Efek samping yang timbul pusing, mual,dan muntah. Carbamazepin lebih toksis daripada Fenitoin karena menyebabkan gangguan kardiovaskuler, fungsi hati dan fungsi ginjal.

  d. Diazepam ( 1,14 ) Diazepam biasanya digunakan untuk status epilep­ si, dapat pula digunakan pada epilepsi jenis psikomo­ tor, petit mal dan infantile spasm. Pada dosis yang tinggi menyebabkan rasa mengantuk dan lemas. Efek samping yang berbahaya pada ponggunaan Diazepam ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot, hipotensi dan jantung berhenti berdenyut. e* Clonazepam ( 1,

  Obat ini berkhasiat baik pada status epilepsi dan masa kerjanya panjang. Juga dapat digunakan pada pe­ tit mal, mioklonik dan akinetik* Efek samping yang ditimbulkan adalah rasa mengantuk, lemas, ataksia dan perubahan tingkah laku.

  f. Nitrazepam ( l^fj) '■ Nitrazepam tcrutama digunakan pada.infantile spasm dan epilepsi jenis mioklonik. Efek samping yang sering

  9

  dijumpai pada bayi dan dan anak ialah hyperss&ivasi dan bertambahnya sekresi dari bronchus. Disamping itu anak menjadi lemah.

  g. Fenasemid ( 1,4, .llj. ;) Fenasemid merupakan derivat asetilurea dan efek-* tif. terhadap epilepsi tipe grand mal, p.etit mal dan psikomotor. Toksisitas yang ditimbulkan adalah nekro- sis hati, anemia aplastik dan neutrppenia, Efek sam- ping yang ditimbulkan gangguan daluran cerna, gang - guan fungsi ginjal dan hati serta ruam kulit.

  1J.L&

  h.‘ Valproat ( 1,5 } Valproat terutama efektif terhadap epilepsi je­ nis grand mal, petit mal dan psikomotor namun tidak efektif terhadap epilepsi fokal* Toksisitas mengenai

  L

  saluran cerna, sistem syaraf pusat dan darah. Ada- pun gejalanya rasa mual, iritasi sa&uran cerna, kan- tuk, perdarahan dan ataksia, Pada percobaan ‘ dengan hewan terungkap bahwa Valproat bersifat teratogenik.

  4. Fenitoin J C=0

  C6H 5

  • .i

  r -H

  5*5 - difenil hidantoin ( Fenitoin ) Fenitoin disintesa pertama kali tahun 1908 oleh

  Blitz, namun aktivitas anti konvulsi baru diilaporkan tahun 1938 oleh Merrit .dan Putnam ( 3>4>13>15 )• R I M B

  F B R H J S T A K A A * ■'■W Y B R S 1TAS A I R L A N D # * "

  10

  Adanya penemuan ini merupakan tanda kemajuan dari peng- obatan epilepsi. Karena obat ini mempunyai beberapa ke- lebihan dibanding anti epilepsi lain yaitu dapat digu­ nakan untuk semua tipe epilepsi kecuali petit mal dan kejang demam, juga tidak mempunyai efek sad^si^sehing- ga merupakan anti epilepsi pilihan untuk anak sekolah dan orang dewasa dengan tipe grand mal ( )• Selain itu kadar tunak Fenitoin dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat yaitu 7 - 1 0 hari ( 1,3,^ 15 )•

  Fenitoin merupakan asam organik lemah dengan pKa +9, sukar larut dalam air tetapi larut dalam media alkali* Kelarutan yang kecil ini disebabkan adanya gugus fenil pada posisi atom yang berstfat hidrofobik (if).

  k • 1 • Hubunflan struktur dan aktivitas Fenitoin (L\)

  Bila ditinjau dari struktur Fenitoin maka terda- pat hubungan antara struktur dengan aktivitas farma- kologik. Adanya gugus fenil atau aromatik lain pada atom penting untuk khasiat anti konvulsi sedang- kan gugus alkil bertalian dengan efek sedasi, si fat ini tidak terdapat pada Fenitoin ( 1,3>^ )•

  Untuk dapat melihat adanya hubungan struktur dan aktivitas anti konvulsan maka digunakan model " Maxi­ mal Electro Shock" ( MES ) untuk serangan tonik klo­ nik umum sedangkan model " Subcutanneous Metrazol"

  ( scMet/Met/pentylen metrazol ) untuk eerangan petit mal. Obat-ofeatan yang efektif pada MES menunjukkan efektivitas obat terhadap serangan tonik-klonik umum

  11

  (grand mal) sedang obat yang efektif. terhadap Met me­ nunjukkan efektivitas obat pada serangan petit mal(if).

  Hubungan struktur dan aktivitas Fenitoin adalah

  (L+)

  sebagai berikut :

  a. Pada cincin hidantoin paling sedikit harus ada sa- tu gugus fenil yang terikat pada atom C^, untuk menunjukkan aktivitas MES. Fenitoin mempunyai dua gugus fenil yang terikat pada atom menunjukkan aktivitas MES yang maksimal.

  b. Bila satu gugus fenil diganti dengan gugus alkil : rantai pendek akan memberikan aktivitas yang se­ dang untuk Met, dan sedikit penurunan pada aktivi- tas MES.

  c. Penggantian dua gugus fenil pada Fenitoin dengan gugus isobutil menyebabkan aktivitas MES turun.

  Bila diganti dengan gugus alkil lainnya menyebab­ kan hilangnya aktivitas MES namun menaikkan akti- vj.tas Met dan jika diganti gugus benzil menyebah- kan hilangnya aktivitas MES.

  d. Adanya substitusi gugus alkil rantai pendek akan meningkatkan aktivitas Met, terutama dengan gugus metil pada atom Nitrogen nomer satu dan tiga pada cincin hidantoin. e* Semua substitusi pada gugus fenil dari Fenitoin a- kan menekan aktivitas MES.

  f. Aktivitas MES dari Fenitoin menurun dengan :

  • substitusi H

  2 pada 0 menjadi “ difenilimidazo-

  12 lidina-4-on ( doksenitoin ).

  S

  • substitusi pada 0 atom C~, menjadi 5> 2-thiohi dan toin. .
  • pemecahan hidrolitik cincin hidantoin menjadi 2- amino-2,2 - difenilasetamida.

  g, Pada hasil hidrolisa Fenitoin yaitu asam 2,2-difenil 2-ureidoasetat d'an asam 2~amino~2,2-flifenilasetat serta hasil metabolit utama 5~phidrokei fenil -5- fenilhidantoin ini akan hilang sempurna aktivltas MES»ya.

  h. Substitusi gugus hidroksi pada tidak menunjukkan aktivitas antikonvulsan pada binatang percobaan, 5* Farmakokinetik

  % 1 .Absorbsi

  Fenitoin mempunyai kelarutan yang kecil sehingga ■ mempengaruhi kecepatan absorbsi pada saluran pencerna- an* Kecepatan absorbsi tergantung pada pH, pKa, dosis, kelarutan, formulasi, ca.ra pemberian dan ada tidaknjra makanan (16). Kecepatan absorbsi ini dapat diperbaiki dengan pemakaian bentuk garamnypf yang mudah larut da­ lam .air. Meskipun dalam lamMftf &kan mengendap .§§.bagai bentuk asamnya namun endapan ini terbagi halus dan ab- sorbsinya sebaik sediaan mikrokristal dengan ukuran partikel yang telah diperkecil menunjukkan kecepatan melarut yang lebih baik sehingga absorbsinya lebih ba­ ik dibanding befl#stfk amorf Aaxx asamnya (4317)* Disamping^ j M i 1. flL ^ i p s r p o s t a k a a * 'W N lYERSiTAS A1RLAKKM 4*

  _ S U R A B A Y A

  13

  itu adanya perubahan bahan pengisi dalam suatu for-, raulasi akan merapengaruhi bioavailabilitas Fenitoin.

  Suatu kasus di Australia ketika bahan pengisi sedia­ an kapsul Fenitoin diganti dari CaSO^ menjadi lakto- se, biaavailabilitas Fenitoin meningkat ( 4,16,19, 20). f Selain itu faktor fo^mulasi tecsebut, absorbs! obat dipengaruhi oleh sistem "delivery" yang pada bentuk sediaan kapsul Fenitoin bentuk "prompt" berbeda dari bentuk "extended". Bentuk "prompt" ini mempunyai si- fat pelepasan obat secara cepat dan kadar puncak ter- capai If - 3 jam setelah pemberian obat. Pada bentuk "extended" pelepasan obat terjadi perlahan dan kadar puncak tercapai 4 - 1 2 jam (8,10). Sediaan Fenitoin bentuk "extended" termasuk bentuk sediaan dengan pe­ lepasan relatif terkendali, yang dirancang secara khusus dengan menggunakan beberapa bahan dan tehnik tertentu sehingga menghasilkan kadar obat tertentu yang dilepaskan dari sediaan dan pada waktu yang di- inginkan (9)*

  Dari produk-produk fenitoin yang beredar di Indo­ nesia telah dilakukan studi perbandingan kecepatan melarut dari 5 macam produk kapsul Fenitoin Na dan satu dalam bentuk racikan. Hasilnya menunjukkan bahw

  %

  wa produk ( B,C,D,E,F ) memberikan > 85 obat ter- larut dalam waktu 60 menit, sedang produk ( A ) da­

  %

  lam waktu 60 menit memberikan 85 obat terlarut * ( Gambar I ). Dari hasil tersebut produk ( B,C,D,E,F )

  14

  memenuhi persyaratan kecepatan melarut USP XX untuk bentuk "prompt" namum produk ( A ) tidak memenuhi persyaratan USP XX untuk bentuk "prompt" dan "exten­ ded" (?).

  Gambar 1 : Kurva % obat terlarut Vs waktu dari bebe-

  • } rapa produk kapsul Fenitoin '
  • ) Disalin, dengan ijin dari Suharjono (6) • Perban- dingan kecepatan dissolusi kapsul Fenitoin dalam

  33*

  bentuk racikan dan produk Fenitoin lain : 1986;

  15

  • 5• 2*- Distribusi Di dalam tubuh, Fenitoin berikatan dengan protein plasma 90

  %

  terutama oleh albumin dan alpha globulin, hanya 10 % di dalam bentuk bebas (3,4,16). Fraksi yang tidak terikat dalam serum sebenarnya konstan pada kon- sentrasi terapi (4). Sedang pada penderita dengan ke- lainan fungsi ginjal dan hati menunjukkan adanya pe- nurunan dalam pengikatan dengan protein plasma sehing- ga fraksi Fenitoin yang bebas lebih besar dari pada penderita dengan fungsi ginjal dan hati normal (1,4,

  . 1 3 , 1 6 ) .

  5*3* Metabolisme dan ekskresi Fenitoin dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dengan hasil metabolit utama 5 (p-hidroksi fenil) -

  5 fenilhidantoin 5 (p-HPPH) dan sejumlah kecil meta­ bolit lain ( 4,13)15,16). Hasil metabolit lain dapat diidentifikasikan sebagai 5 (m-hidroksi fenil)- 5 fe­ nil hidantoin (m-HPPH)., 5-(3,4 dihidroksi-1,5 siklo- hexadin-l-il)-5-fenilhidantoin ( dihi'drodiol ), asam difenil hidantoin ( DPAH ) serta derivat katekol dan N- glukuronida (4,32). Hasil metabolit ini sedikit atau tidak mempunyai aktivitas sebagai anti epilepsi

  (4,13,16). Sebagian besar hasil metabolisme yang ter- hidroksilasi berikatan dengan asam glukuronat dan se­ bagian diekskresi dalam urine (13,15,16), sebagian • lagi diekskresi melalui empedu dan mengalami sirkula- si enterohepatik (4)* yang berikatan p-HPPH + i - 1/20 tetapi akan mening- i kat sepuluh kali dengan kelainan fungsi ginjal (4). Sedangkan konsentrasi dalam serum yang tidak terkon- jugasi dengan p-HPPH hanya 2 - 6 % dan meningkat dua kali pada keadaan uremia (4). Sebagian besar dari do­ sis yang diberikan didapatkan kembali dalam urine se- bagai bentuk hasil transformasi dan sebagian kecil da­ lam bentuk tidak berubah (4). Dengan meningkatnya do­ sis maka jumlah obat yang diekskresi sebagai metafeo - lit para hidroksi ' ak’ an menurun. Hal ini disebabkan adanya kejenuhan metabolisme Fenitoin, sedang jumlah obat diekskresi dalam bentuk tidak berubah meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi dalam serum

  (4,13sl6). Dengan demikian metabolisme Fenitoin meng- ikuti farmakokinetik non linier. Adapun ciri-ciri farmakokinetik non linier adalah elimienasi obat ti­ dak mengikuti order satu, hubungan peningkatan kadar obat dalam darah tidak proposional dan adanya proses kejenuhan yang dipengaruhi obat lain yang menggunakan sistem enzim yang sama ( 9>10 ).

  Waktu paruh eliminasi ( t-J ) sangat menentukan lama kerja obat dalam tubuh. Makin panjang t-J- makin lama obat dieliminasi. Waktu paruh Fenitoin antar-‘in- dividu 'bervariasi tergantung pada dosis d£n umur. Pa­ da pemberian dengan dosis besar waktu paruhnya lebih panjang dari pada dosis rendah. Hal ini disebabkan

  17

  adanya kejenuhan sistem enzim metabolik (4,16). Pada anak-anak waktu paruhnya lebih pendek sehingga memer­ lukan pcmberian yang lebih sering (16). 6; Farmakologi

  6.1. Mekanisme ker.ia Fenitoin sebagai anti kejang Sifat Fenitoin sebagai anti kejang didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Berbagai mekanisme yang diper- kirakan turut berperan dalam hal ini yaitu memulih- kan ekstabilitas yang meningkat secara abnormal men- jadi normal, menstabilkan membran neuron, merangsang otak kecil yang berperan sebagai inhibitor pasca si- naps di kortex otak dan mencegah PTP ( Post Tetanic

  Potention ) (1,3S21). Stabilisasi membran dan pence- gahan PTP, secara langsung ataupun tidak merupakan hasil efek Fenitoin terhajkap perpindahan ion melin- tasi membran, dalam hal ini akan menggiatkan pompa Na neuron. Sehingga akan terjadi depresi prasinaps yang menggagalkan transminasi rangsang berulang dan serangan kejang dapat teratasi ( 1,21 ).

  6.2. Dosis Dosis lazim sebagai anti kejang untuk orang dewa- sa 100 mg/kali dan 400 mg/hari, dosis maksimum

  400 mg/kali dan 800 mg/hari (22). Untuk anak-anak di- atas sama dengan 6 tahun diberikan 100 mg, tiga kali sehari sedang anak-anak di bawah 6 tahun diberikan

  3 0 - 60 mg tiga kali sehari (23).

  18

  6.3* Indikasi Penggunaan Fenitoin ‘terutama untuk epilepsi tipe grand mal, kegunaan yang lain untuk neuralgia-trige- minal, aritmia jantung, serta adanya kelainan ekstra piramidaliatrogenik ( 1,3 )•

  6.4* Efek samping dan toksisitas Pada umumnya semua obat anti kejang dapat menim- bulkan efek samping dan gejala toksik. Gejala efek samping yang timbul dari penggunaan Fenitoin ialah reaksi alergik, lyphadenopathy, ruam morbiliform pa da k^'lit sedang pada saluran pencernaan timbul rasa mual dan muntah, pada gusi terjadi hiperplasia ging- giva. Juga dapat raenirabulkan kelainan darah, anemia megaloblastik dan osteomalacia. Akhir-akhir ini di- curigai adanya efek teratogenik pada janin (1,3,1^).

  Gejala toksik yang ditimbulkan oleh Fenitoin ber- hubungan dengan dosis dan kadar obat dalam serum • Tanda-tanda ini tampak pada kadar lebih dari 20//g/ml akan terjadi nistagmus (15,24,28,29)• Sedang ataksia dan somnolence akan timbul pada kadara lebih dari 3 0 / /g/ml (3,13,24,28), pada kadar lebih dari 40

  //s/ml

  dapat terjadi perubahan mental, drowsiness dan lethargy ( 13^32 ).

  Efek samping dan toksisitas ini tergantung pada masing-masing individu dan efek ini dapat dihilangkan dengan cara penurunan dosis ( 23 ).

  19

  7. Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum Meskipun Fenitoin merupakan pilihan utama untuk pen­ derita epilepsi namun Fenitoin mempunyai beberapa ke- lemahan dalam penggunaannya. Adapun kelemahannya itu ialah obat ini mempunyai rentang terapeutik yang sem - pit dan adanya auto induksi serta kadar dalam ; serum yang bervariasi antar individu. Juga terdapat hubungan non linier antara dosis dan kadar dalam serum (4,5, 6 t' . 17,18). Oleh karena hal tersebut maka selama pemakaian Fenitoin diperlukan suatu pemantauan kadar.

  Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum perlu dila - kukan pada keadaan kegagalan terapi karena dosis tidak sesuai, frekwensi kejang meningkat pada penderita yang sebelumnya bebas dari serangan, kemungkinan disebabkan adanya ketidak patuhan dalam minum obat, metabolisme cepat atau malabsorption (24,25,35). Dapat juga terja­ di pada status epilepticus dengan terapi Fenitoin, Pe­ mantauan juga dilakukan bila ingin mengganti '. dengan anti konvulsi lain atau menerima obat anti i.konvrllBi lebih dari satu, serta diduga gejala intoksikasi, dalam fase pubertas, dan juga dalam keadaan hamil (4,16,17, 18,24).

  Pemantauan kadar obat dalam serum mempunyai manfaat yang utama dalam pengaturan dosis yang sesuai sehingga mendapatkan efek terapi yang optimal. Selain itu dapat untuk mengetahui sebab-sebab kegagalan terapi dan kepa- tuhan penderita dalam minum obat (1,3,16,28), Kegunaan yang lain dari pengukuran kadar Fenitoin dalam serum

  20

  adalah meningkatkan kepatuhan penderita, dan hasil pe- mantauan yang sudah diperoleh dapat menunjang keberha- silan terapi yang diharapkan (6).

  Pemantauan kadar Fenitoin dalam serum dilakukan se- telah obat mencapai keadaan tunak dalam darah yaitu 7 - 1 0 hari setelah pemakaian obat dengan dosis terten- tu (4,13,15,16,17,24). Waktu paruh Fenitoin cukup pan­ jang yaitu + 22 jam, Oleh karena itu pemberian obat da­ lam dosis terbagi atau tunggal tidak akan mempengaruhi

  4 fluktuasi konsentrasi obat dalam serum ( ,13>15>16).

  Dengan mengetahui kadar obat dalam serum maka dapat diketahui apakah dosis yang diberikan telah sesuai a- tau belum. Bila dosis obat yang diberikan belum sesuai maka perlu dilakukan pengaturan dosis sehingga keadaan terapeutik tercapai (25). Pengaturan dosis yang lazim dilakukan di klinik ialah berdasarkan pengalaman kli- nife fllah respon' farmakologik yang ditimbulkan, Adapun cara tersebut ialah dengan menaikkan dosis secara per- lahan sehingga keadaan kejang teratasi dan bila timbul gejala intoksikasi maka dosis obat diturunkan secara bertahap sampai keadaan terapeutik tercapai (6). Penye- suaian dosis dilakukan berdasarkan respon farmakologik yang ditimbulkan dan ditunggu sampai kadar obat dalam

  2 4 darah mencapai keadaan tunak ( ).

  Pada suatu terapi, ada kalanya Fenitoin tidak dibe­ rikan sebagai obat tunggal melainkan bersama-sama obat anti kejang lain. Pemberian bersama dengan obat anti kejang lain akan mempengaruhi kadar Fenitoin, lain diduga sebagai berikut : (4,33)

  • Fenobarbital : dapat meningkatkan atau menurunkan kon- sentrasi dalam serum secara inhibisi kompetitif meta­ bolisme Fenitoin atau dengan melalui induksi enzjrm mikrosomal hati.
  • Asam Valproate : dapat meningkatkan atau menurunkan konsentrasi Fenitoin dalam serum dengan mekanisme me­ nurunkan ikatan Fenitoin dengan protein plasma sehing­ ga kadar Fenitoin dalam darah rendah dan juga dapat menghambat metabolisme Fenitoin sehingga kadar Feni­ toin bebas dalam darah meningkat dan terjadi intok - sikasi.
  • Carbamazepin : menurunkan kadar Fenitoin dalam serum dengan menstimulasi metabolisme Fenitoin.
  • Benzodiazepin ( Clonazepam, Diazepam ) : dapat mei - ; ningkatkan atau menurunkan kadar Fenitoin dalam darah dengan cara menghambat atau meningkatkan metabolisme Fenitoin.

  Obat-obat lain yang sering digunakan bersama Feni­ toin seperti Chloramphenicol, Isoniazid ( INH ), Disul- firam dan antasida. Adanya Chloramphenicol, Isoniazid dan Disulfiram akan menghambat metabolisme Fenitoin se­ hingga terjadi akumulasi Fenitoin dan timbul intoksi - kasi (4,16,33). Adanya antasida akan menurunkan absorb- si sehingga kadar Fenitoin dalam serum akan turun (16, 23).

  22

  8. Analisis kadar Fenitoin dalam serum Ada beberapa metode yang dipakai untuk analisis ka­ dar Fenitoin dalam cairan biologik antara lain Spektro- fotometri, Kromatografi Lapisan Tipis ( KLT ), kromato- grafi gas, High Pressure Liquid Chramatography ( HPLC ),

  Homogenous Enzym Immunoassay ( EMIT ) dan Radioimmuno - assay ( RIA ) (4,26,27,32).

  Pada penel.itian ini analisis penetapan kadar Feni - toin dilakukan dengan metode RIA ( Radioimmunoassay ). Metode ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain mem- punyai spesifisitas dan kepekaannya tinggi dapat untuk menentukan kadar yang sangat kecil ( ng/ml ) dari hor - raon atau substansi lain dalam cairan biologis. Selain

  J]

  itu diperlukan hanya 10 1 sampel serum, dan pengerjaan metode ihi sederhana dan cepat, tidak memerlukan eks - traksi, sehingga sangat sesuai untuk pemantauan kadar ■ obat dalam klinik ( 4,27,30 ).

  8.1, Metode Radioimmunoassay Prinsip metode ini adalah kompetisi antara Feni - toin dalam serum ( ligand atau analyte ) yang berpe -

  125 ran sebagai antigen dan Fenitoin '1 (’’tracer atau radioligand") yang berperan sebagai antigen yang dila­ bel radioaktif, terhadap sejumlah "binding sites"

  (reseptor) sebagai antibodi yang mengikat kedua anti­ gem tersebut. Jumlah antibodi mempunyai kapasitas i- katan yang mendekati jumlah "tracer" yang ada, dan an­ tibodi ini sifatnya spesifik ( 4>27 ). Adapun prinsip tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

  23 o

  4- o t K

  — *yang dicacah

K*

  — »antibib di

  K

  — >antigen

  o

  — >antigen yang dilabel

  OE

  Tahap-tahap penentuan dengan metode ini dapat di-

  2 7

  lihat dan dijelaskan pada gambar berikut ini : ( ) o

  I Penambahan "radioligand" dan resep- .'c-3 •ci.2

  • 0-3 :<?-a <*•2 ■<»• a tor o- •o- 2

  \ / \ / Konsentrasi relatif dari ligand yang

  0 0

  ditentukan !•—/>/'I

  Inkubasi M l

  Penambahan "reseptor precipitating'- l reagent" Radioaktifitas relatif yang terikat

  & pada reseptor Inkubasi JIM.

  Pemisahan fraksi terikat dan bebas

  125

  dari Fenitoin yl dengan pemusingan 125

  Pencacahan Fenitoin yang terikat Harga cacahan yang terekam

  M I M E r a * P » S T A K A A *

  • M T B R S I T AS A I R L A B O * * '

  24 Untuk tercapainya reaksi yang sempurna, diperlu- diperlukan inkubasi. Selama inkubasi akan terjadi ke- seimbangan antara antigen dan antibodi* Setelah kese-

  125 imbangan terjadi, fraksi Fenitoin yang fcerikat pada reseptor.dipisahkan dengan jalan dipusingkan.

  125 Fenitoin •'i yang terikat pada reseptor akan melekat pada dasar fcabungr sedang yang bebas pada supernatan.

  125 Kemudian Fenitoin I yang melekat pada dasar tabung

  'dicacah pada pencacah gamma (27 )• ;

  125 Prinsip pencacah gamma adalah I memancarkan gelombang pendek dari sinar gamma dengan energi tinggi, sinar gamma dideteksi oleh "scintillation counter” yang berisi kristal Nal dengan Thallium sebagai akti- vator. Kristal berhubungan langsung dengan "photomul-e . tiflier" dan bila radiasi gaama dipancarkan membentur kristal Nal, maka akan dihasilkan energi eahaya foton.

  Energi ini ditangkap dan diperbesar oleh tabung "photo­ multiflier" dan diubah menjadi gelombang energi listrik sebanding den£an radioaktif bahan dalam sampel (22).

  Pada perhitungan Radioimmunoassay dengan menggu- nakan pencacah gamma pada sediaan pereaksi spesifik, diperlukan pembuatan kurva kalibrasi. Kurva ini menun^- jukkan hubungan antara jumlah cacahan terhadap kadar larutan baku yang tersedia. Selanjutnya kurva kalibra­ si dipakai untuk membaca cacahan sampel serum sehing­ ga kadar Fenitoin dapat diketahui dengan cara intrapo- lasi (27).

  ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN

  \

  Alat

  • Gamma counter scintilition, Aloka, Thyronet - Vortex mixer, Sybrone Thremolyne - Refrigerator centrifuge, Damon/IEC Division, Needham Heights Massachusetts, USA
  • Tabung polistiren 75 mm x 12 mm
  • Clinipette 20 Ul, 500 Ul, 1000 U1
  • Multipette ( Eppendorf repeater )
  • Yellow tips dan blue tips

  j

  • Disposable syringe 5 ml

  Bahan

  • Phenytoin RIA kit ex Amersham dengan Lot 221, Code IM

  IM 90, Expired date 21 Juni 1988, yang berisi :*

  a. Baku Fenitoin dalam serum manusia ( freeze dried ), yang terdiri dari enam konsentrasi yaitu 0; 3*5 ; 9,5 ; 18,5 ; 42,5 ; 72,5 /'g/ml.-

  126

  I,

  b. Fenitoin yang dilabel dengan terdiri dari dua

  //cl

  vial masing-masing mengandung tidak lebih dari 3 ( 111 K Bq ) I dalam 30 ml larutan yang dista- bilkan dengan dapar fosfat. Larutan ini digunakan sebagai "tracer". t

  c. Pereaksi pengikat Fenitoin ( freeze dried ) sebanyak dua vial.

  • Serbuk murni Fenitoin Natrium - Kapsul Fenitoin Natrium ( Prafa ).

  '26

  3. Metode penelitian

  3.1. Analisis! kualitati'f Analisis kualitatif dilakukan untuk serbuk murni dan sediaan kapsul sesuai dengan Farmakope Indonesia

  Edisi III :

  • dengan Asam Klormda encer
  • dengan larutan tembaga ( II ) sulfat pir
  • dengan titik lebur - dengan serapan sinar infra merah.

  3-2. Analisis kuantitatif ( 3& )

  • I si dari 20 kapsul dimasukkan ke gelas pi&la <dan cangkang dicuci dengan alkohol selama 20 menit sam- bil diaduk.

  i

  • Larutan alkohol idisaring, dimasukkan ke gelas. pia- la yang berisi serbuk dan cangkang dicuci lagi dengan alkohol.
  • Alkohol diuapkan di atas penangas air dan residu di- tambahkan dengan 45 ml air suling dan 5 nil larutan NaOH 1 N.
  • Kemudian larutan tersebut dipindah ke labu ukur 200 ml dan ditambah air suling sampai garis tanda,
  • Jika larutan tampak keruh disaring, filtrat pertama
    • * dibuang.

    >Filtrat yang didapat, dipipet setara dengan 300 mg Fenitoin Na.
  • Kemudian dimasukkan ke corong pisah dan ditambah 50 ml air suling serta 10 ml larutan HC1 10 %.

  2.7

  • Larutan tersebut diekstraksi dengan 100 ml eter se- banyak 4 kali.
  • Hasil ekstraksi diuapkan dalam cawan porselin padg- suhu 105° C selama 4 jam. Berat Fenitoin Natrium yang dipipet = Berat residu X 1,087.

  3.5.- 'Kriteria subyek Subyek pada penelitian ini adalah penderita epi­ lepsi tipe grand mal, pria dan wanita dengan umur

  14 - 30 tahun serta berat badan 30 - 60 kg. Pengobat­ an rawat jalan pada poliklinik bagian Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Penderita adalah mereka yang ba- ru pertama kali menerima Fenitoin dan tidak mengguna- kan obat lain mengganggu metabolisme Fenitoin yaitu

  Fenilbutazon, Fenobarbital, Antikoagulan, Karbamazepin, Sulfonamida, Benzodiazepin, Kloramfenikol, Isoniazid dan Diazepam ( 15,16 ).

  Respon terapeutik pendexita dikelompokkan dalam 3 keadaan :

  • sub-terapeutik ialah secara klinik masih menunjukkan kejang tonik-klonik umum dan hilangnya kesadaran.