Sensor dan Perkembangannya untuk Mendukung Era Otomatisasi dalam rangka Menuju Internasionalisasi Pengajaran Fisika - Universitas Negeri Padang Repository
!
"##
$
&
' (
)*
%
+
,-
.
!
/
"##
0
(
,
-
+
)
1"
!
"##
# "1 " 2
!
!*
" # $ %!&'
' + * "! #
* +
.&
& /-. 0
1! !&
.&
2 3 &
4 5
)
* +' &!
6$ + 7( 7
88+' &!
7 7
8
!
)
&
!
)
)
KATA PENGANTAR
Sehubungan dengan telah selesainya dilaksanakan Seminar Nasional Himpunan Fisika
Indonesia (HFI) Cabang Sumatera Barat pada 28-29 Juli 2011, maka diterbitkanlah prosiding
yang terdiri dari 36 makalah dari berbagai keilmuan fisika, meliputi fisika bumi, fisika
instrumentasi, fisika material, fisika nuklir dan radiasi, dan fisika pendidikan.
Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya prosiding
seminar ini.
September 2011
Editor
i
KATA SAMBUTAN
Puji Syukur Alhamdulillah marilah senantiasa kita tuturkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayahnya, kita dapat hadir di tempat ini, Gedung Serba Guna FT- UNP
dalam rangka kegiatan seminar HFI cabang Sumatera Barat dan Rapat Pembentukan Pengurus
HFI Cab. Sumatera Barat. Kami mengucapkan SELAMAT DATANG di KAMPUS UNP
PADANG KOTA TERCINTA kepada seluruh peserta seminar dan anggota HFI. Harapan
kami, semoga kegiatan ini memberikan kesan yang berbeda dan dampak positif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam rangka untuk menyukseskan pendidikan
berkarakter dan Internasionalisasi pengajaran Fisika.
Selain itu, kegiatan yang dilaksanakan adalah seminar HFI dan pembentukan pengurus baru
HFI Cabang Sumbar dengan tema” Peranan Ilmu Fisika Dalam Menyukseskan Pendidikan
Berkarakter dan Bertaraf Internasional” dengan keynote speaker yang hadir adalah; Dra.
Elwinetri, M.Pd. (Kabid Umum Dikpora Sumbar), Dr. Supriyadi, M.Pd, (UNJ), Dr. Yulkifli,
M.Si (HFI Pusat/UNP). Peserta seminar adalah dosen, peneliti, guru fisika SMP dan SMA
serta mahasiswa dari berbagai universitas, dengan total peserta ± 100 peserta pendengar dan 38
peserta pemakalah.
Seminar ini terselenggara berkat bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami haturkan
terimakasih kepada Rektor UNP, Rektor UNAND, ketua STAIN Batu Sangkar, Rektor IAIN,
Dekan, Ketua jurusan/Prodi dari ke empat Perguruan Tinggi, para pembicara utama, serta
sponsor lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan semua pihak yang turut
membantu terlaksananya acara ini. Terakhir kami menghaturkan terima kasih secara khusus
kepada seluruh panitia seminar yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan dan mengatur
acara ini.
Akhir kata dengan memohon ridho Allah SWT, semoga apa yang kita inginkan pada kegiatan
seminar dan rapat tahunan ini dapat terwujud dan kami ucapkan selamat melaksanakan
seminar dan rapat pembentukan pengurus HFI cabang Sumatera Barat.
Ketua Pelaksana
Dr. Yulkifli, S.Pd., M.Si
ii
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Kata Sambutan
ii
Daftar Isi
iii
Sensor dan Perkembangannya Untuk Mendukung Era Otomatisasi Dalam rangka
Menuju Internasionalisasi Pengajaran Fisika
1
Yulkifli ................................................................................................................................... 1
Hasil Bimbingan Teknis Pengembangan Pembelajaran Pada SMP-RSBI Se-Sumatera
Barat Tahun 2010
14
Elwinetri1 , Asrizal2 ................................................................................................................14
Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Penjalaran Gelombang Tsunami Dengan Metode
Tunami N3 di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat
25
Dwi Pujiastuti .......................................................................................................................25
Efek Seismo-ionosfer Sebelum Gempa Solok 6 Maret 2007
37
Edwards Taufiqurrahman1, Dwi Pujiastuti1, Ednofri2 ............................................................37
Pengaruh Penambahan Resin Terhadap Permeabilitas Tanah
46
Ardian Putra, Agus Rianto ....................................................................................................46
Analisis Perubahan Vp/Vs Untuk Memprediksi Kejadian Gempabumi Daerah Sumatera
Barat dan Sekitarnya
50
Arif Budiman1, Mita Idriani1, Moh. Taufik Gunawan2............................................................50
Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik Tanah Lapisan Atas di Sisi Jalan Kota Padang
sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat
57
Afdal, Norma Yunita .............................................................................................................57
Penyelidikan Penyebaran Vormi dengan Metoda Geolistrik Sebagai Alternatif
Penanggulangan Krisis Energi di Kabupaten Solok
65
Rahmi Hidayati, Sesri Santurima, Akmam .............................................................................65
Bacaplas Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sampah Kaca dan Plastik Untuk Paving Block
73
Elsi Ariani, Yoza Monalisa, Akmam ......................................................................................73
Timbangan Digital Berbasis Sensor Flexiforce dan Mikrokontroller Atmega16
81
Iwil1 , Asrizal2 , Yulkifli2 ..........................................................................................................81
Sensor Magnetik Fluxgate Sebagai Alat Ukur Muai Panjang
85
Ismu Wahyudi1, Yulkifli2 ........................................................................................................85
Pembuatan dan Penentuan Karakteristik Statik Sensor Getaran Berbasis Pegas dan Light
Dependent Resistor
95
Mairizwan1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 ..................................................................................95
iii
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Desain dan Pembuatan Timbangan Digital Menggunakan Sensor Efek Hall UGN3503
Berbasis Mikrokontroller Atmega8535
99
Sri Ramadela Putri 1, Hufri 2, Yulkifli 2 ..................................................................................99
Prototipe Sistem Pengeringan Biji Kakao Berbasis Pengukuran Massa Menggunakan
Pengindera Sensor Load Cell
104
Selsi Woweni1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 ............................................................................ 104
Penentuan Karakteristik Statik Sensor Massa Berbasis LDR dan Pegas
108
Ani Ramadhan1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 .......................................................................... 108
Rancang Bangun Alat Ukur Sudut Kemiringan Berbasis Mikrokontroller AT89S51
Menggunakan Sensor Potensiometer
113
Wildian, Carles Fau ............................................................................................................ 113
Pengukuran Getaran Mesin Menggunakan Sensor Fluxgate
121
Hufri, Yulkifli ...................................................................................................................... 121
Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Sensitizer
Antosianin dari Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)
128
Dahyunir Dahlan1, Rafika Andari1, Hermansyah Aziz2 ......................................................... 128
Pengaruh Penambahan Metil Merah Terhadap Tekstil yang Dilapisi Nanopartikel TiO2
Sebagai Pelindung UV
137
Astuti, Sri Rahayu Alfitri Usna ............................................................................................ 137
Penumbuhan Lapisan Tipis Stronsium Titanat (SrTiO3) di Atas Substrat Silikon (Si)
dengan Metode Chemical Bath Deposition (CBD)
147
Hadi Kurniawan, Dahyunir Dahlan, Astuti ......................................................................... 147
Penentuan Kapasitansi Resin Alam Mata Kucing (Shorea javanica) Dengan Pelarut
bensin
155
Afdhal Muttaqin, Wezi Pramulia Rahmi .............................................................................. 155
Studi Perbandingan Penumbuhan Biokristal Dengan Metode Slow Cooling dan Hanging
Drop Vapour diffusion
160
Ratnawulan ........................................................................................................................ 160
Pengujian Fungsi Pesawat Sinar-X Radiodiagnostik
165
Dian Milvita ....................................................................................................................... 165
Analisis Pengaruh Ukuran Teras Terhadap Tingkat Sirkulasi Alamiah Bahan Pendingin
Pb-Bi Pada Reaktor Cepat
176
Dian Fitriyani, Sri Oktamuliani .......................................................................................... 176
Desain Devais Fotonik Fungsi Penapis Struktur Optik Periodik 2-Dimensi Melalui
Analisis Numerik
184
Hidayati, Nina .................................................................................................................... 184
iv
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Pentingnya Penggunaan Media Film Dokumenter Dalam Menunjang Pembelajaran IPA
SD
191
Sri Maiyena ........................................................................................................................191
Implementasi Penilaian Sikap Dalam Pembelajaran KTSP Terhadap Kompetensi Afektif
Siswa Kelas XI IPA MAN Padusunan Pariaman
196
Mila Nofriyanti1, Festiyed2, Yulkifli2 ....................................................................................196
Penerapan Pendekatan “SAVI” Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Fisika
Siswa Kelas XI IPA Pada Kompetensi Fluida
204
Widia Ningsih .....................................................................................................................204
Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas XII IPA 1 SMAN 7 Padang
216
Sri Indrawati Prihatin Ningsih ............................................................................................216
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika SMA Berorientasi Pendekatan Inkuiri
pada Materi Impuls dan Momentum Linear
225
Aspar1, Jon Efendi2, Ahmad Fauzi3......................................................................................225
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berorientasi Inkuiri Terpimpin Materi
Induksi Magnetik dan Induksi Elektromagnetik Untuk SMA Kelas XII IPA
241
Desmalinda1 , Jon Efendi2, Ahmad Fauzi3 ............................................................................241
Model Pembelajaran Quantum Teaching Berbasis Ikhlas
257
Mitrawati, Yanuar Kiram, Ahmad Fauzi..............................................................................257
Pembelajaran Kooperatif Teknik MURDER Berbasis Graphic Organizers di SMA
Negeri 8 Padang
267
Masril .................................................................................................................................267
Pengembangan Buku Ajar Fisika Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran
Siswa R-SMA-BI Kelas X Semester 1
274
Asrizal, Putri Handayani, Prima Desinda ...........................................................................274
Implikasi Perangkat Pembelajaran Fisika Terintegrasi Keimanan dan Ketaqwaan Pada
Materi Termodinamika
285
Nurhayati, Ahmad Fauzi, Usmeldi.......................................................................................285
Pengembangan Asesmen Kinerja Berbasis Inkuiri Pada Materi Listrik Dinamis Kelas X
SMA
293
Fitriza Budi Rahayu, Ahmad Fauzy, Festiyed ......................................................................293
Indeks
299
v
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
SENSOR DAN PERKEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG
ERA OTOMATISASI DALAM RANGKA MENUJU
INTERNASIONALISASI PENGAJARAN FISIKA
Yulkifli
KK-Elektronika dan Instrumentasi Jurusan Fisika UNP/ Pengurus HFI Pusat
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Meningkatnya kebutuhan otomatisasi, keamanan dan kenyamanan, rumah cerdas (smart home),
penelitian, dan teknologi pengolahan menggiring orang untuk mengembangkan sensor dan sistem
sensor. Berdasarkan data pasar sensor dunia diketahui rata-rata produksi sensor dalam sepuluh
tahun terakhir meningkat 4,5% setiap tahunnya. Salah satu sensor yang banyak dikembangkan
saat ini adalah sensor-sensor yang berbasiskan magnetik. Dalam pengembangan sensor dan
sistem sensor perlu dikompromikan antara biaya dan permintaan. Peningkatan kemampuan
sensor secara umum dapat dicapai dengan melakukan pemilihan yang tepat terhadap teknologi
manufaktur, struktur sensor dan pengolah sinyalnya. Sehingga pembuatan sensor dan sistim
sensor lebih sederhana dan biaya murah tentunya dengan kualitas yang dapat bersaing dalam
pasar nasional maupun internasional. Fluxgate Sebagai salah satu sensor magnetik memenuhi
kriteria di atas dimana prosesnya tidak terlalu komplek. Sinyal keluaran mudah didigitalisasi,
linieritas tinggi, ukuran relatif kecil, dan sensitivitas tinggi. Dengan potensi yang dimiliki oleh
fluxgate, aplikasinya yang luas, proses pembuatan sederhana dan murah, maka sangat terbuka
peluang untuk mengembangkannya lebih lanjut baik dari segi pembuatan elemen fluxgate
maupun untuk mengaplikasikannya menjadi sensor-sensor yang berbasis padanya. Sensor yang
dikembangkan antara lain: sensor medan magnet lemah, jarak, getaran, kecepatan sudut, arus
listik dc, dan muai panjang. Sensor dengan otomatisasi untuk pengukuran dapat mendukung
kegiatan pembelajaran dalam rangka menuju internasionalisasi pengajaran khususnya kegiatan di
Laboratorium.
Keywords: sensor, otomatisasi, fluxgate
PENDAHULUAN
Besarnya kompetisi di pasar bebas mengharuskan pengembangan instrumen yang terus
menerus baik dari sisi kualitas, harga maupun keandalannya(Tranekler 2001). Jumlah sensor
dan sistem sensor yang diperlukan juga meningkat. Saat ini teknologi sensor telah memasuki
bidang aplikasi baru dan pasar yang semakin meluas seperti otomatif (Marek, 1999) dan
rumah cerdas (smart home) (Traenkler 1998). Berdasarkan data kebutuhan sensor dunia
sensor dunia diketahui bahwa perkembangan rata-rata produksi sensor dalam sepuluh tahun
terakhir meningkat 4.5% setiap tahunnya (Intechno 2009) dengan pasar otomotif menempati
urutan pertama yakni 26% dari pasar dunia, menyusul kemudian teknologi pengolahan 19%,
bangunan 11% dan kesehatan 10%.
Meningkatnya kebutuhan untuk otomatisasi, keamanan dan kenyamanan menggiring orang
untuk mengembangkan sensor dan sistem sensor baru dengan prinsip dan metoda yang
berbeda-beda. Menurut Johan H. Huijsing (Gerald, 2008) perkembangan teknologi otomatisasi
mengalami tiga tahap, yaitu tahap mekanisasi, tahap informatisasi, dan tahap sensorisasi.
Penemuan sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah,
beratnya semakin ringan, kemampuannya semakin besar, memungkinkan manusia
mengembangkan penginderaan secara buatan. Fluxgate sebagai salah satu sensor magnetik
memenuhi kriteria tersebut, dimana prosesnya tidak terlalu komplek kecuali teknologi mikro,
1
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
sinyal keluaran mudah didigitalisasi, linieritas tinggi, ukuran relatif kecil, dan sensitivitas
tinggi (Ripka, 2001, dan Djamal, 2002). Dengan potensi yang dimiliki oleh fluxgate,
aplikasinya yang luas, proses pembuatan sederhana, murah biaya maka sangat terbuka peluang
untuk mengembangkannya lebih lanjut baik dari segi pembuatan elemen fluxgate maupun
untuk mengaplikasikannya menjadi sensor-sensor yang berbasis padanya (Yulkifli, 2010).
Sensorisasi bersama-sama dengan mekanisasi dan informatisasi akan melahirkan revolusi
industri tahap ke tiga yang ditandai dengan mulainya era otomatisasi penuh dan robotisasi.
Kemudahan dan keunggulan yang dimiliki sensor dapat dimanfaatkan untuk pengajaran sains
khususnya Fisika. Mata pelajaran Fisika mendapatkan prioritas utama setelah pelajaran bahasa
inggris dalam pengajaran program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat membutuhkan
sensor-sensor dalam melakukan pengukuran secara atomatik. Pengukuran secara otomatiasi
akan mendukung proses belajar mengajar (PBM) baik dikelas apalagi di laboratorium.
Pembelajaran Fisika yang berbasiskan komptensi dengan menggunakan teknologi information
Technology (IT) akan memberikan kecakapan belajar, kecerdasan, kecakapan berpikir
(thingking skillls) sebagai fondasi luas bagi siswa/mahasiswa untuk mencapai kecakapan
akademik dan kompetensi dalam berbagai bidang keilmuan ataupun profesi. Selain itu
pengukuan-pengukuran dengan cara atomatisasi mempunyai kelebihan antara lain dapat
mempercepat proses kegiatan dilaboratorium seperti praktikum dan teori atau konsep-konsep
yang diajarkan akan cepat dibuktikan dengan hasil pengukuran/eksperiemen.
Makalah ini disusun untuk memberikan suatu ide dan pemikiran bagaimana sensor dengan
segala kelebihannya seperti otomatisasi dapat dimanfaatkan untuk membantu proses
pengajaran sains khususnya mata pelajaran Fisika dalam rangka mendukung program
RSBI/SBI.
SENSOR DAN TEKNOLOGINYA
Secara umum sensor didefinisikan sebagai piranti yang mengubah besaran-besaran fisis
(seperti: magnetik, radiasi, mekanik, dan termal) atau kimia menjadi besaran listrik, seperti
terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Definisi sensor (Meijer, 2008).
Kemampuan suatu sensor atau sistem sensor ditentukan oleh interaksi yang kuat dari tiga
komponen utama pembentuknya, seperti struktur sensor, teknologi manufaktur dan algoritma
pengolah sinyalnya. Perkembangan teknologi sensor juga dipengaruhi oleh perkembangan dari
ketiga bidang ini (Gambar 2).
2
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 2. Tiga komponen utama pembentuk teknologi sensor (Traenlker, 2001)
Bagian inti suatu sistem sensor adalah elemen sensor. Bagian ini mengubah besaran fisika atau
kimia yang diukur menjadi sinyal analog elektronik Sinyal analog ini oleh unit pra pengolah
sinyal diubah menjadi sinyal digital. Dengan semakin murahnya piranti pengubah sinyal
analog ke digital, sistem pengolah sinyal semakin bergeser dari sistem level tinggi ke level
sensor. Adanya fasilitas pengolahan sinyal digital pada sensor berkontribusi pada peningkatan
kemampuan sensor, misalnya untuk mengatasi variasi keluaran sensor akibat proses fabrikasi
yang dapat dilakukan dengan mudah saat konfigurasi sensor. Untuk memudahkan integrasi
antara sistem sensor dengan sistem level yang lebih tinggi diperlukan suatu sistem antarmuka
yang tepat. Sistem ini dipenuhi oleh bus sensor.
Dalam perkembangan belakangan ini, sistem sensor dilengkapi dengan sistem tes mandiri (selft
test) dan sistem kalibrasi mandiri (self calibration) yang terintegrasi dalam proses desain.
Desain sensor semacam ini memberikan banyak keuntungan, antara lain peningkatan
kehandalan dan mereduksi biaya instalasi dan biaya pemeliharaan. Struktur sensor dengan
sistem tes mandiri dan kalibrasi mandiri berbeda dengan struktur sistem sensor standar, karena
disini diperlukan informasi tambahan tentang perilaku sensor (Gambar 3). Secara umum,
diperlukan informasi khusus tentang perilaku sensor dan batasan kemampuan sensor
(Traenlker, 2001).
Gambar 3. Struktur sensor dengan tes mandiri dan kalibrasi mandiri (Traenlker,
2001).
Keadaan sensor dapat dimonitor dengan membandingkan keluaran sensor dengan nilai
keluaran yang diprediksi berdasarkan hubungan yang telah diketahui sebelumnya. Sebagai
contoh sensor percepatan dengan struktur lingkar tertutup (closed loop) (Gambar 4). Gaya
3
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
inersia yang bekerja pada massa dikompensasi oleh gaya pemulih yang dihasilkan secara
elektronik. Dalam hal ini, test mandiri dapat dilakukan dengan menggunakan gaya pemulih
yang sudah diketahui (Traenlker, 1998).
Gambar 4. Sensor percepatan dengan struktur lingkar tertutup (Traenlker, 1998)
Adanya fluktuasi beberapa parameter yang terjadi selama proses fabrikasi, menyebabkan
terjadinya variasi manufaktur. Faktor-faktor pengaruh seperti temperatur, tekanan, dan
kelembaban dapat mempengaruhi karakteristik sensor. Efek penuaan dalam beberapa hal dapat
mempengaruhi karakteristik sensor, seperti perubahan sensitivitas atau pergeseran titik nol.
Pengolahan sinyal sensor ditujukan untuk mengatasi efek-efek pengaruh (influence factors)
sehingga didapat nilai yang terbaik dari hasil pengukuran (Gambar 5). Dengan teknik
pengolahan sinyal yang sesuai maka karakteristik sistem sensor dan ketelitiannya dapat
ditingkatkan secara signifikan.
Gambar 5. Pengolahan sinyal sensor (Traenkler, 2001).
Perkembangan yang sangat pesat pada teknologi sensor saat ini dimungkinkan karena adanya
teknologi mikro. Teknologi ini menawarkan biaya produksi yang murah, ukuran yang lebih
kecil, konsumsi daya yang lebih rendah, dan kehandalan yang lebih tinggi dibandingkan
teknologi yang sebelumnya. Menurut Gesner, 2000 diantara teknologi-teknologi mikro yang
ada, silicon micromachining adalah teknologi mikro yang paling banyak dikembangkan orang
(Gambar 6). Hal ini disebabkan karena bahan silisium mempunyai sifat-sifat yang baik, seperti
bebas dari kesalahan histeresis dan mempunyai sifat mekanik yang baik.
4
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 6. Teknologi Mikro Sensor (silicon micromachining)
TEKNOLOGI SENSOR MENUJU ERA AUTOMATISASI
Sensor dan dan teknologinya selalu mengalami perkembangan baik dari proses fakbrikasinya
maupun aplikasinya. Aplikasi sensor saat ini cendrung menuju ke era otomatisasi. Menurut
Johan H. Huijsing (Gerald, 2008) perkembangan teknologi otomatisasi mengalami tiga tahap,
yaitu tahap mekanisasi, tahap informatisasi, dan tahap sensorisasi seperti ditunjukkan Gambar
7. Pertama tahap mekanisasi yaitu saat manusia mulai mengembangkan mesin-mesin untuk
industri, seperti mesin uap, mesin bakar, motor listrik, dan mesin jet. Tahap pertama ini
melahirkan revolusi industri yang pertama. Tahap ke dua yakni era ketika manusia mulai
mengembangkan logika artifisial dan komunikasi seperti komputer dan internet yang
melahirkan revolusi informasi. Penemuan sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil,
harganya semakin murah, beratnya semakin ringan, kemampuannya semakin besar,
memungkinkan manusia mengembangkan penginderaan secara buatan. Sensorisasi bersamasama dengan mekanisasi dan informatisasi akan melahirkan revolusi industri tahap ke tiga
yang ditandai dengan mulainya era otomatisasi penuh dan robotisasi.
Gambar 7. Sensorisasi: revolusi industri tahap ke tiga (Gerald, 2008).
Tanda-tanda ke arah ini sudah mulai tampak, misalnya dengan diciptakannya sistem kontrol
otomatis penuh pesawat terbang modern seperti diperlihatkan Gambar 8. Dalam sistem ini
terdapat banyak sensor untuk memonitor banyak parameter di pesawat, seperti tekanan,
temperatur, posisi dan parameter lainnya. Komputer untuk memproses sinyal, melakukan
komunikasi, melakukan kontrol gerak aktuator, gerak mesin, gerak rudder. Dalam sistem ini
terlihat jelas bagaimana mekanisasi, informatisasi dan sensorisasi saling bekerjasama yang
memungkinkan pesawat terbang secara autopilot.
5
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 8. Sistem pesawat otomatis penuh, contoh integrasi dari mekanisasi,
informatisasi, dan sensorisasi (Gerald, 2008).
Perkembangan yang sangat maju pada otomatisasi teknologi pesawat terbang, sayangnya
belum banyak diikuti oleh perkembangan otomatisasi di bidang lainnya, misalnya sampai saat
ini belum ada mobil yang dapat berjalan secara otomatis penuh. Masalah utamanya adalah
bahwa untuk otomatisasi kendaraan bermotor (mobil) diperlukan banyak sekali sensor seperti
ditunjukkan Gambar 9. Dengan teknologi sensor yang ada sekarang hal ini belum
memungkinkan, karena untuk itu mobil menjadi terlalu berat, terlalu banyak kabel, terlalu
mahal untuk diproduksi.
Gambar 9. Perbandingan mobil lama dengan mobil yang dilengkapi dengan multi
sensor
Untuk mengatasi masalah ini maka teknologi sensor yang akan datang harus dapat mereduksi
biaya, berat, dan ukuran suatu sistem sensor dan mudah diintegrasikan. Persyaratan ini dapat
dipenuhi oleh suatu sistem sensor smart yang terintegrasi (integrated smart sensor system).
Beberapa tahun belakangan ini banyak usaha dilakukan orang untuk meningkatkan kehandalan
sensor dan sistem sensor dan sekaligus menurunkan biaya fabrikasi. Terutama akan
6
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
dikembangkan sensor dan sistem sensor pada bidang-bidang yang banyak pemakainya, seperti
kendaraan bermotor, perumahan (misalnya untuk keamanan, pengaturan sirkulasi udara,
pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban), transport makanan atau gudang tempat
penyimpanan makanan (misalnya temperatur, kelembaban, konsentrasi gas) sehingga harga
perbuah sensor atau sistem sensor bisa ditekan pada harga yang rendah.
Generasi sensor akan datang adalah sensor atau sistem sensor yang smart, terintegrasi, punya
sistem bus, dan dapat direalisasikan dalam teknologi chip yang murah sebagai MCM (MultiChip-Module). Gambar 10 menunjukkan suatu sistem sensor smart terintegrasi yang
dilengkapi dengan elemen sensor, pengolah sinyal, mikrokontroler dengan pengubah analog ke
digital, dan sistem bus. Mikrokontroler memungkinkan pengolahan sinyal secara digital,
sistem bus digital menawarkan kemudahan kontak/komunikasi dan kemudahan konfigurasi
dalam suatu sistem instrumentasi.
Gambar 10. Sistem smart sensor dalam teknologi multichip (Traenkler, 2007)
PEMANFAATAN TEKNOLOGI SENSOR UNTUK MENDUKUNG PROSES
PBM
Pendidikan di Indonesia yang cendrung verbalitistis belum mencerdaskan dan berkarakter,
sehingga mendapat rangking terendah secara akademik daya saing (competitiveness) dan
kewiraswastaan (enterpreneurship). Hal ini dapat terlihat dari proses pembelajaran yang
teoritis dan padat dengan penyampaian informasi, tidak dapat dapat mencapai komptensi
akademik maupun kempetensi kejuruan. Pendidikan sains khususnya Fisika dengan
pembelajaran berbasis kompetensi menggunakan information technology (IT) dan otomatisasi
dengan sensorisasi akan dapat memberikan kecakapan belajar, kecerdasan, kecapakan berpikir
(thingking skills). Penggunaan teknology dalam pembelajaran akan dapat membangkitkan
kecakapan hidup (life skills) siswa/mahasiswa sebagai fondasi yang luas bagi siswa untuk
mencapai kecakapan akademik dan kpmpetensi kejuruan dalam bidang keilmuan sains.
Keunggulan dan kelebihan yang dimiliki sensor dapat digunakan dalam PBM khususnya
kegiatan pengukuran/eksperiemen di labor. Berikut di jelaskan beberapa sensor yang dapat
dikembangkan untuk otomastisasi pengukuran di laboratorium dalam rangka internasionalisasi
pengajaran fisika Senso-sensor yang penulis kembangkan buat ini menggunakan sensor
fluxgate dengan berbasiskan konsep magnetik dan proksimiti (jarak).
1. Sensor pengukuran jarak.
Pengembangan fluxgate sebagai sensor jarak berdasarkan pada kamampuannya dalam
mendeteksi perubahan medan magnet. Perubahan medan magnet terjadi karena berubahnya
jarak antara probe fluxgate dengan objek yang diukur jaraknya. Fluxgate hanya dapat
mendeteksi material atau bahan yang mempunyai sifat magnetik. Material magnetik dapat
berasal dari magnet permanen atau material feromagnetik. Untuk mengaplikasikan fluxgate
sebagai sensor jarak maka objek ditempatkan pada jarak tertentu dari fluxgate seperti di
tunjukkan Gambar 11.
7
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 11. Prinsip pengukuran jarak dengan fluxgate.(Djamal, 2005 dan Yulkifli,
2007)
Jika objek bergerak mendekati atau menjauhi detektor, maka medan magnetik disekitar titik
setimbang akan mengalami perubahan, perubahan ini disebut fluk magnetik (Φ). Perubahan
fluks magnetik bergantung pada posisi sensor terhadap objek. Jika dA adalah elemen vektor
luas dan B adalah elemen vektor medan magnet, maka fluks magnetik yang keluar dari
permukaan medan ditunjukkan persamaan (1):
Φ = ∫ B ⋅ dA .
(1)
Jika medan magnetik material adalah B, maka medan magnetik yang dideteksi oleh sensor
pada jarak x ditunjukkan persamaan (2):
Br ∝
B
x
(2)
Berdasarkan persamaan (2), terlihat bahwa penurunan medan magnetik sebanding dengan 1/x,
sedangkan tegangan keluaran sensor sebanding dengan medan eksternal. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa tegangan keluaran juga sesuai dengan hubungan antara medan
eksternal dengan jarak. Untuk pengukuran jarak maka didesain peralatan seperti ditunjukkan
Gambar 12. Pengukuran jarak dilakukan menggunakan mikrometer digital dengan objek
bermuatan magnetik digerakkan menjauhi dan mendekati dari fluxgate.
Gambar 12. Desain mekanik pengukuran jarak menggunakan fluxgate (Yulkifli,
2007).
2. Sensor kecepatan sudut.
Untuk mendapatkan sinyal dari sensor, magnet permanen ditempatkan pada pinggir piringan
dengan jumlah 2, 4, 8 dan 16 buah membentuk sudut 1800 , 900 , 450 dan 22.50. Sensor
fluxgate akan mendeteksi putaran piringan ketika posisi benda bermuatan magnet menjauh
dan mendekat terhadap probe sensor. Sensor akan mendeteksi sinyal medan magnet
maksimum ketika magnet memiliki jarak terdekat dan minimum saat sebaliknya. Kondisi
maksimum di tandai dengan High dan lainnya ditandai dengan Low, akibatnya akan timbul
respon berupa pulsa-pulsa seperti ditunjukkan Gambar 13.
8
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 13. Diagram Pulsa-pulsa yang dihasilkan dari sensor (Djamal, 2006)
Nilai High-Low akan dikirimkan ke mikrokontoler untuk di konversikan menjadi besaran
kecepatan sudut. Agar memudahkan pencatan hasil pengukuran ditampilkan pada PC. Sistim
pengukuran pulsa-pulsa dari perputaran piringan yang sudah di tempelkan benda bersifat
magnetik ditunjukkan Gambar 14.
Gambar 14. Diagram blok sistim pengukuran kecepatan sudut berbasis sensor
fluxgate (Yulkifli, 2009)
Untuk 2 magnet permanen ada dua gelombang sinusoidal yang terjadi dalam satu putaran,
sehingga sensor menghasilkan dua periode gelombang dalam satu peredaran. Karena ada dua
periode dari sinyal dalam satu putaran maka kecepatan sudut adalah setengah kali frekuensi
signal, seperti ditunjukkan persamaan (3). dimana ω , f signal masing-masing adalah kecepatan
sudut (put/sekon) dan frekuensi sinyal (Hz).
ω=
fsignal
(3)
2
Gambar 15. Set-up pengukuran frekuensi: menggunakan osiloskop analog (a),
osiloskop yang dilengkapi display PC (b) (Yulkifli, 2009)
9
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Untuk menerapkan sensor fluxgate menjadi sensor kecepatan sudut maka dirancang mekanik
berupa piringan dengan menempatan bahan magnetik di pinggir piringan sebanyak 2 buah
(sudut 180o), 4 buah (sudut 90o), 8 buah (sudut 45o) dan 16 buah (sudut 22.5o ). Set-up
pengukuran terhadap frekuensi putaran ditunjukkan Gambar 15.
3. Sensor pengukuran muai panjang
Pengukuran muai panjang dari pemuaian suatu bahan magnet dengan sensor muai berbasis
fluxgate magnetometer cukup sederhana, yaitu dengan mendeteksi bahan magnetik yang
semakin memanjang (berarti semakin mendekat ke sensor) yang berada di depan sensor, atau
sebaliknya. Pergerakan objek tersebut harus sejajar dengan sumbu sensor untuk menghindari
ketidakseragaman (ketaksimetrisan) medan magnetik benda. Sistem sensor akan memberikan
nilai yang berbeda-beda untuk setiap perubahan panjang atau perubahan jarak tertentu. Sistem
sensor terdiri dari suatu bahan magnetik, detektor atau probe sensor, dan rangkaian elektronik
sensor. Bahan magnetik dapat berupa magnet tetap atau suatu bahan feromagnetik. Dalam
pengukurannya, bahan magnetik tersebut ditempelkan pada ujung logam yang akan diukur
pemuaiannya. Ketika logam di berikan kalor, logam akan memuai sehingga akan mendekati
probe sensor, maka kuat medan magnet yang akan terdeteksi nilainya akan bervariasi, karena
kuat medan magnet dipengaruhi pada jaraknya. Blok pengukuran muai panjang ditunjukkan
Gambar 16.
Gambar 16. Diagram blok pengukuran muai panjang (Yulkifli, 2010b)
Sensor akan menghasilkan nilai tertentu untuk setiap titik akibat pemuaian atau pertambahan
panjang. Untuk menghindari asimetris atau ketidakseragaman medan magnet yang masuk ke
sensor, dalam pengukuran detektor atau probe sensor harus diletakkan sejajar dengan arah
pemuaian bahan. Menurut eksperimen sebalumnya, sensor fluxgate dapat mengukur medan
magnet dalam orde 1 nT – 1 mT, orde pengukuran tersebut sangat lemah, oleh karena itu
diperlukan probe sensor yang memiliki sensitifitas tinggi.
Apabila panjang dimensi linier bahan adalah l, maka perubahan panjang akibat perubahan
temperatur ∆T adalah sebesar ∆l. Untuk perubahan temperatur yang kecil, maka panjang bahan
pada temperatur tertentu (lf) akan sebanding dengan perubahan temperatur dan panjang mulamula (li ). Gambar 17, menunjukkkan sistem dan foto pengukuran panjang mengunakan
sensor fluxgate dengan pengukuran otomatisasi.
10
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 17. Mekanik dan Foto pengukuran muai panjang (Yulkifli, 2010b)
4. Sensor pengukuran arus
Sensor arus sangat dibutuhkan dalam industri otomotif, kimia, penelitian (Research and
development) untuk mengukur daya dan aplikasi yang lainnya. Secara umum pengukuran arus
menggunakan sensor magnetik dapat dilakukan dengan cara melewatkannya pada sebuah
kawat. Kawat yang dialiri arus akan menghasilkan medan magnet di sekitarnya. Medan magnet
ini berbentuk lingkaran yang terpusat pada kawat tersebut. Arah medan magnet yang timbul
dapat disesuaikan dengan mengaplikasikan kaidah tangan kanan. Besar medan magnet di suatu
titik yang ditimbulkan oleh sepotong kawat berarus listrik dapat ditentukan dengan
menggunakan hukum Biot-Savart.
Kita tinjau sepotong elemen kecil kawat dengan panjang dl. Arah dl sama dengan arah arus I,
(Gambar 18). Menurut hukum Biot-Savart (4), medan magnet di titik P akibat arus I di dalam
elemen panjang kawat dl adalah:
dB =
µ0 idlxr
4π r 2
(4)
Gambar 18. Medan magnet akibat arus tetap yang mengalir pada sepotong kawat
lurus panjang.
11
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Dengan i adalah arus listrik, z jarak titik P dari kawat, l panjang kawat,
0
adalah permeabilitas
-7
ruang vakum (4π x 10 weber/A.m), r jarak dari pangkal elemen panjang kawat ke titik P; r
adalah vektor satuan. Perhatikan bahwa arah vektor satuan ini adalah dari pangkal elemen
kawat ke titik P. Untuk kasus kawat yang panjangnya tak hingga persamaan (4) dapat ditulis
menjadi persamaan (5).
B=
µ0 I
2π z
(5)
Dalam penelitian ini akan didesain pengukuran arus menggunakan elemen fluxgate yang telah diperoleh
sebelumnya. Prinsip fluxgate yang digunakan sebagai sensor arus adalah berdasarkan kemampuannya
dalam mengukur medan magnet dan jarak dalam orde kecil. Prinsip fluxgate sebagai sensor arus
ditunjukkan
Gambar 19.
Perubahan medan
magnet luar (B)
Kawat dialiri
arus listrik (I)
Fluxgate
Tegangan keluaran
sebagai fungsi arus
(V(I))
Gambar 19. Prinsip fluxgate sebagai sensor arus (Djamal, 2007).
Untuk merealisasikan fluxgate sebagai sensor arus dibuat mekanik pengukuran seperti
ditunjukkan Gambar 20.
Gambar 20. Desain dan foto mekanik sensor arus menggunakan fluxgate. (Yulkifli,
2010a)
KESIMPULAN
Peningkatan kebutuhan untuk otomatisasi telah memotivasi para peneliti, produsen dan
konsumen untuk selalu mengembangkan sensor, sistem sensor dan aplikasinya. Saat ini
perkembangan sensor sudah menuju era sensorisasi dengan teknologi otomatisasi. Penemuan
sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah, beratnya semakin
ringan, kemampuannya semakin besar, memungkinkan manusia mengembangkan
penginderaan secara buatan. Fluxgate sebagai salah satu sensor magnetik memenuhi kriteria
tersebut untuk dikembangkan menjadi alat ukur dengan otomatisasi. Kemudahan dan
keunggulan yang dimiliki sensor dapat dimanfaatkan untuk pengajaran sains khususnya Fisika
karena mata pelajaran Fisika mendapatkan prioritas utama setelah pelajaran bahasa inggris
dalam pengajaran program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat membutuhkan sensorsensor dalam melakukan pengukuran secara atomatik. Pengukuran secara otomatiasi akan
mendukung proses belajar mengajar (PBM) baik dikelas apalagi di laboratorium. Pengukuanpengukuran dengan cara atomatisasi mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat
proses kegiatan dilaboratorium seperti praktikum dan teori atau konsep-konsep yang diajarkan
12
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
akan cepat dibuktikan dengan hasil pengukuran atau eksperimen. Dengan konsep tersebut
siswa/mahasiwa akan memiliki konsep keilmuan sebagai “pisau analisis” yang berguna dalam
beradaptasi dengan pertumbuhan Iptek dan memiliki kemampuan menanggulangi masalah
sehingga tujuan pemerintah untuk mengangkat mutu pendidikan anak didik
dalam
menghadapi persaingan global dan menjadi pusat keunggulan yang mendunia melalui program
SBI dapat tercapai secara maksimal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih pada Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
yang telah mamberikan dana penelitian melalui Program Hibah Penelitian Doktor No.
551/K01.12.2/KU/2010 dan Hibah Bersaing No. 243h/UN.35.2/PG/2011
DAFTAR PUSTAKA
Djamal, M., (ed)., (2002): Pembuatan dan Pengembangan Sensor Medan Magnet Fluxgate,
Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX.
Djamal, M., dan Setiadi, R.N.,(2005): Displacement Sensor Based on Fluxgate Magnetometer,
Proc. on Asian Physics Symposium (APS) 7-8 August, Bandung.
Djamal, M., (2006): Design and Development Fluxgate Magnetometer and Its Applications,
Indonesian Journal of Physics, vol. 17 No. 1, pp.7-14.
Djamal, M., (2007): Sensor Magnetik Fluxgate dan Aplkasinya untuk Pengukuran Kuat Arus ,
J. Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, III, pp. 51-69
Gerard C.M. Meijer (ed.),(2008), Smart Sensor System, John Willey & Sons.
Intechno. (2009): Sensor Market 2008, Intechno Consulting, Basle, Switzerland, 05.
Marek, J., (1999): Microsystems for Automotive Applications, Proc. Eurosensors XIII, The
Hague, Niederlande, 12-15 September, hal. 1-8.
Meijer, G.C.M., (ed.), (2008): Smart Sensor System, John Willey & Sons, 2008.
Ripka, P. (2001) : Mangetic Sensor and Magnetometers, Artec House.
Traenkler, H.-R. (1998): Zukunftsmark Intelligente Hausinstrumentierung”, Laporan
penelitian:”Verteilte intelligente Mikrosysteme fuer den privaten Lebensbereich
(VIMP)”, Neubiberg, 4 December 1998, pp. 10-15
Traenkler, H.-R.(2001): Core Technologies for Sensor Systems, Proc. Indonesian German
Conference, pp. 1-9.
Traenkler, H.-R., Kanoun, O., dan Pawelczak, D. (2007): Evolution of Sensor Elements
towards Smart Sensor Systems, Proc. Internasional Conference on Instrumentation,
Communication and Information Technology (ICICI) 8-9 Agustus, pp. 1-7.
Yulkifli, Setiadi, R.N., Suyatno and Djamal, M. (2007): Designing and Making of Fluxgate
Sensor with Multi-Core Structure for Measuring of Proximity, Proc.Confference Solid
State Ionic (CSSI), August 1-3. 2007, Serpong Tanggerang- Indonesia
Yulkifli, Anwar, Z., Djamal, M. (2009): Desain Alat Hitung Kecepatan Sudut Berbasis Sensor
Mangetik Fluxgate. Jurnal Sainstek Vol 1 No 2, pp. 79-90.
Yulkifli, (2010a): Pengembangan Elemen Fluxgate dan Penggunaanya untuk Sensor-sensor
Berbasis Magnetik dan Proksimiti, Laporan Disertasi, ITB.
Yulkifli, Wahyudi, I., and Djamal, M. (2010b): Development of Distance Measuring
Instrument of a Metal Expansion Based on a Fluxgate Sensor, Proceedings IGCESH,
November, 13-14, 2010, Skuday, Malaysia.
13
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
HASIL BIMBINGAN TEKNIS PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN PADA SMP-RSBI SE-SUMATERA BARAT
TAHUN 2010
Elwinetri1, Asrizal2
1
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi Sumatera Barat
2
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang
ABSTRAK
SBI adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu negara anggota OECD atau negara
maju lainnya. Mengingat pentingnya kompetensi sumber daya guru yang relevan dengan
indikator kinerja SBI baik IKKM maupun IKKT, maka kegiatan untuk meningkatkan kompetensi
guru perlu dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan bimtek.
Pada kegiatan bimtek instruktur datang ke sekolah untuk membina guru. Secara umum ada dua
kegiatan utama yang dilakukan yaitu pengembangan perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran. Hasil kegiatan bimtek adalah: 1). Guru mampu menghasilkan perangkat
pembelajaran dalam bentuk silabus, RPP, dan bahan ajar yang sesuai dengan standar dan
diperkaya dengan bahasa Inggris, ICT, dan sumber belajar dari negara maju, 2). Guru mampu
merancang dan menyusun bahan ajar interaktif dengan memanfaatkan sumber belajar dari negara
maju melalui internet dan mengoptimalkan sumber belajar yang telah ada, 3). Guru mampu
menerapkan sintak suatu model pembelajaran pada langkah pembelajaran dalam RPP yang
diperkaya, 4). Guru mampu merancang dan menyusun instrumen penilaian yang diperkaya
dengan bahasa Inggris dan model penilaian negara maju pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor, dan 5). Guru MIPA mulai menerapkan proses pembelajaran sesuai dengan standar
proses dan diperkaya dengan beberapa indikator kinerja kunci tambahan yang sesuai dengan
RSBI yaitu : menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajaran, menggunakan sumber belajar
berbasis ICT untuk mendukung proses pembelajaran, menggunakan sumber belajar dari negara
maju, dan menerapkan model pembelajaran yang relevan dengan negara maju, namun masih
ditemukan beberapa kendala.
Kata kunci: SBI, SNP, Pengayaan (X), OECD, IKKM, IKKT
PENDAHULUAN
Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan
sumberdaya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan
kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk.
Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan baik tidaknya kinerja sekolah.
Kenggulan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat
internasional akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi ini (Edy, S: 2006).
Dalam upaya peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara
nasional dan internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan
pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri
maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini,
maka: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu adalah pendidikan yang mampu
mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan bertaraf internasional yang
efisien adalah pendidikan yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal baik maupun
internasional dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga
harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampun
14
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
pemerintah daerahnya; dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing
yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah
baik secara nasional maupun internasional (Sri, RW: 2009).
Era globalisasi yang sudah memasuki dunia pendidikan, menuntut sekolah untuk mampu
melakukan berbagai upaya untuk menciptakan lulusan yang berdaya saing global (Edi, K:
2006). Arah dasar pendidikan dalam budaya global harus mampu mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, pembentukan karakter, dan internalisiasi nilai-nilai dasar hidup
manusia. Dengan dasar ini pemerintah melalui Derektorat Pendidikan Menengah Umum
membuat program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Menurut UU nomor 20 tahun 2003,
pasal 50 ayat 3 “Pemerintah dan/ atau Pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional” (Reni, M: 2011). Sebagai
implementasi dari UU ini telah dilakukan uji coba SBI pada sekolah-sekolah konvensional.
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan
menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu
negara anggota Organizatian for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau
negara maju lainnya (Sungkowo : 2009). Dengan ungkapan lain, SBI adalah sekolah yang
sudah memenuhi dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi delapan
standar yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian. Selanjutnya aspek-aspek SNP tersebut diperkaya, diperkuat,
dikembangkan, diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari
salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan serta diyakini telah memiliki reputasi kualitas yang diakui secara
internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional (Gusti, A: 2011).
Melalui cara ini, diharapkan SBI harus mampu memberikan jaminan bahwa baik dalam
penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi standarnya daripada SNP.
Penjaminan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat nasional maupun internasional melalui
berbagai strategi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sesuai dengan konsep SBI, maka dalam upaya mempermudah sekolah dalam memahami dan
menjabarkan secara operasional dalam penyelenggraan pendidikan yang mampu menjamin
kualitasnya bertaraf internasional, maka dapat dirumuskan bahwa SBI pada dasarnya
merupakan pelaksanaan dan pemenuhan delapan unsur SNP sebagai Indikator Kinerja Kunci
Minimal (IKKM) dan diperkaya dengan x yang isinya merupakan penambahan (pengayaan,
pendalaman, penguatan, perluasan) dari delapan unsur pendidikan serta sistem lain sebagai
Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT) yang berstandar internasional dari salah satu
anggota OECD atau negara maju lainnya (Krisna: 2011).
Dalam kerangka pencapaian standar mutu internasional, maka tiap sekolah yang telah menjadi
RSBI atau SBI harus memenuhi IKKM dan IKKT. IKKM merupakan indikator untuk
memenuhi delapan unsur SNP, sedangkan IKKT merupakan indikator yang berhubungan
dengan pengayaan yang relevan dengan negara-negara maju (Krisna: 2011).
Adapun tujuan dari SBI secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus.
Tujuan umum adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP, memberi kesempatan pada
sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internacional, dan
menyiapkan lulusan yang mampu berinteraksi secara progresif dalam masyarakat
internasional. Adapun tujuan khusus, adalah menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi
15
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
sesuai dengan standar nasional ditambah dengan standar lulusan berciri internasional (Reni, M:
2011).
Suatu SBI memiliki karakteristik tertentu sehingga berbeda dengan sekolah lainnya pada
tingkat Sekolah Standar Nasional (SSN). Ada tujuh karakteristik SBI yaitu: 1) sekolah
menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan dari standar
isi, standar kompetensi kelulusan, dan kompetensi dasar yang diperkaya dengan muatan
internasional, 2) menerapkan proses pembelajaran dalam bahasa Inggris, minimal untuk mata
pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Inggris, 3) mengadopsi buku teks
yang dipakai SBI dari negara maju, 4) menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari
standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam SNP, 5) pendidik dan tenaga
kependidikan memenuhi standar kompetensi yang ditentukan dalam SNP, 6) sarana dan
prasarana memenuhi SNP, dan 7) penilaian memenuhi standar nasional dan internasional.
Dengan adanya tujuh karakteristik ini menjadikan SBI lebih unggul dari sekolah lainnya
(Imam, G: 2009).
Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, yaitu sekolah telah
melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai pencapaian IKKM ditambah dengan
(x) sebagai IKKT, maka sekolah dapat melakukan minimal dengan dua cara yaitu adaptasi dan
adopsi. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan
mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi
kualitas yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing
internasional. Disisi lain adopsi, yaitu penambahan (pengayaan, pendalaman, penguatan,
perluasan) dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap
mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi
mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing
internasional (Didik, S: 2010).
Karakteristik visi SBI adalah ”terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara
internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia bertaraf
internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif, terarah, terencana, dan
sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan
diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Dengan dasar ini, misi SBI adalah mewujudkan
manusia Indonesia cerdas dan kompetitif s
"##
$
&
' (
)*
%
+
,-
.
!
/
"##
0
(
,
-
+
)
1"
!
"##
# "1 " 2
!
!*
" # $ %!&'
' + * "! #
* +
.&
& /-. 0
1! !&
.&
2 3 &
4 5
)
* +' &!
6$ + 7( 7
88+' &!
7 7
8
!
)
&
!
)
)
KATA PENGANTAR
Sehubungan dengan telah selesainya dilaksanakan Seminar Nasional Himpunan Fisika
Indonesia (HFI) Cabang Sumatera Barat pada 28-29 Juli 2011, maka diterbitkanlah prosiding
yang terdiri dari 36 makalah dari berbagai keilmuan fisika, meliputi fisika bumi, fisika
instrumentasi, fisika material, fisika nuklir dan radiasi, dan fisika pendidikan.
Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya prosiding
seminar ini.
September 2011
Editor
i
KATA SAMBUTAN
Puji Syukur Alhamdulillah marilah senantiasa kita tuturkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayahnya, kita dapat hadir di tempat ini, Gedung Serba Guna FT- UNP
dalam rangka kegiatan seminar HFI cabang Sumatera Barat dan Rapat Pembentukan Pengurus
HFI Cab. Sumatera Barat. Kami mengucapkan SELAMAT DATANG di KAMPUS UNP
PADANG KOTA TERCINTA kepada seluruh peserta seminar dan anggota HFI. Harapan
kami, semoga kegiatan ini memberikan kesan yang berbeda dan dampak positif bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam rangka untuk menyukseskan pendidikan
berkarakter dan Internasionalisasi pengajaran Fisika.
Selain itu, kegiatan yang dilaksanakan adalah seminar HFI dan pembentukan pengurus baru
HFI Cabang Sumbar dengan tema” Peranan Ilmu Fisika Dalam Menyukseskan Pendidikan
Berkarakter dan Bertaraf Internasional” dengan keynote speaker yang hadir adalah; Dra.
Elwinetri, M.Pd. (Kabid Umum Dikpora Sumbar), Dr. Supriyadi, M.Pd, (UNJ), Dr. Yulkifli,
M.Si (HFI Pusat/UNP). Peserta seminar adalah dosen, peneliti, guru fisika SMP dan SMA
serta mahasiswa dari berbagai universitas, dengan total peserta ± 100 peserta pendengar dan 38
peserta pemakalah.
Seminar ini terselenggara berkat bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami haturkan
terimakasih kepada Rektor UNP, Rektor UNAND, ketua STAIN Batu Sangkar, Rektor IAIN,
Dekan, Ketua jurusan/Prodi dari ke empat Perguruan Tinggi, para pembicara utama, serta
sponsor lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan semua pihak yang turut
membantu terlaksananya acara ini. Terakhir kami menghaturkan terima kasih secara khusus
kepada seluruh panitia seminar yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan dan mengatur
acara ini.
Akhir kata dengan memohon ridho Allah SWT, semoga apa yang kita inginkan pada kegiatan
seminar dan rapat tahunan ini dapat terwujud dan kami ucapkan selamat melaksanakan
seminar dan rapat pembentukan pengurus HFI cabang Sumatera Barat.
Ketua Pelaksana
Dr. Yulkifli, S.Pd., M.Si
ii
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
i
Kata Sambutan
ii
Daftar Isi
iii
Sensor dan Perkembangannya Untuk Mendukung Era Otomatisasi Dalam rangka
Menuju Internasionalisasi Pengajaran Fisika
1
Yulkifli ................................................................................................................................... 1
Hasil Bimbingan Teknis Pengembangan Pembelajaran Pada SMP-RSBI Se-Sumatera
Barat Tahun 2010
14
Elwinetri1 , Asrizal2 ................................................................................................................14
Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Penjalaran Gelombang Tsunami Dengan Metode
Tunami N3 di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat
25
Dwi Pujiastuti .......................................................................................................................25
Efek Seismo-ionosfer Sebelum Gempa Solok 6 Maret 2007
37
Edwards Taufiqurrahman1, Dwi Pujiastuti1, Ednofri2 ............................................................37
Pengaruh Penambahan Resin Terhadap Permeabilitas Tanah
46
Ardian Putra, Agus Rianto ....................................................................................................46
Analisis Perubahan Vp/Vs Untuk Memprediksi Kejadian Gempabumi Daerah Sumatera
Barat dan Sekitarnya
50
Arif Budiman1, Mita Idriani1, Moh. Taufik Gunawan2............................................................50
Pemetaan Nilai Suseptibilitas Magnetik Tanah Lapisan Atas di Sisi Jalan Kota Padang
sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat
57
Afdal, Norma Yunita .............................................................................................................57
Penyelidikan Penyebaran Vormi dengan Metoda Geolistrik Sebagai Alternatif
Penanggulangan Krisis Energi di Kabupaten Solok
65
Rahmi Hidayati, Sesri Santurima, Akmam .............................................................................65
Bacaplas Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sampah Kaca dan Plastik Untuk Paving Block
73
Elsi Ariani, Yoza Monalisa, Akmam ......................................................................................73
Timbangan Digital Berbasis Sensor Flexiforce dan Mikrokontroller Atmega16
81
Iwil1 , Asrizal2 , Yulkifli2 ..........................................................................................................81
Sensor Magnetik Fluxgate Sebagai Alat Ukur Muai Panjang
85
Ismu Wahyudi1, Yulkifli2 ........................................................................................................85
Pembuatan dan Penentuan Karakteristik Statik Sensor Getaran Berbasis Pegas dan Light
Dependent Resistor
95
Mairizwan1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 ..................................................................................95
iii
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Desain dan Pembuatan Timbangan Digital Menggunakan Sensor Efek Hall UGN3503
Berbasis Mikrokontroller Atmega8535
99
Sri Ramadela Putri 1, Hufri 2, Yulkifli 2 ..................................................................................99
Prototipe Sistem Pengeringan Biji Kakao Berbasis Pengukuran Massa Menggunakan
Pengindera Sensor Load Cell
104
Selsi Woweni1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 ............................................................................ 104
Penentuan Karakteristik Statik Sensor Massa Berbasis LDR dan Pegas
108
Ani Ramadhan1, Hufri2, Zulhendri Kamus2 .......................................................................... 108
Rancang Bangun Alat Ukur Sudut Kemiringan Berbasis Mikrokontroller AT89S51
Menggunakan Sensor Potensiometer
113
Wildian, Carles Fau ............................................................................................................ 113
Pengukuran Getaran Mesin Menggunakan Sensor Fluxgate
121
Hufri, Yulkifli ...................................................................................................................... 121
Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Sensitizer
Antosianin dari Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa)
128
Dahyunir Dahlan1, Rafika Andari1, Hermansyah Aziz2 ......................................................... 128
Pengaruh Penambahan Metil Merah Terhadap Tekstil yang Dilapisi Nanopartikel TiO2
Sebagai Pelindung UV
137
Astuti, Sri Rahayu Alfitri Usna ............................................................................................ 137
Penumbuhan Lapisan Tipis Stronsium Titanat (SrTiO3) di Atas Substrat Silikon (Si)
dengan Metode Chemical Bath Deposition (CBD)
147
Hadi Kurniawan, Dahyunir Dahlan, Astuti ......................................................................... 147
Penentuan Kapasitansi Resin Alam Mata Kucing (Shorea javanica) Dengan Pelarut
bensin
155
Afdhal Muttaqin, Wezi Pramulia Rahmi .............................................................................. 155
Studi Perbandingan Penumbuhan Biokristal Dengan Metode Slow Cooling dan Hanging
Drop Vapour diffusion
160
Ratnawulan ........................................................................................................................ 160
Pengujian Fungsi Pesawat Sinar-X Radiodiagnostik
165
Dian Milvita ....................................................................................................................... 165
Analisis Pengaruh Ukuran Teras Terhadap Tingkat Sirkulasi Alamiah Bahan Pendingin
Pb-Bi Pada Reaktor Cepat
176
Dian Fitriyani, Sri Oktamuliani .......................................................................................... 176
Desain Devais Fotonik Fungsi Penapis Struktur Optik Periodik 2-Dimensi Melalui
Analisis Numerik
184
Hidayati, Nina .................................................................................................................... 184
iv
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Pentingnya Penggunaan Media Film Dokumenter Dalam Menunjang Pembelajaran IPA
SD
191
Sri Maiyena ........................................................................................................................191
Implementasi Penilaian Sikap Dalam Pembelajaran KTSP Terhadap Kompetensi Afektif
Siswa Kelas XI IPA MAN Padusunan Pariaman
196
Mila Nofriyanti1, Festiyed2, Yulkifli2 ....................................................................................196
Penerapan Pendekatan “SAVI” Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Fisika
Siswa Kelas XI IPA Pada Kompetensi Fluida
204
Widia Ningsih .....................................................................................................................204
Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas XII IPA 1 SMAN 7 Padang
216
Sri Indrawati Prihatin Ningsih ............................................................................................216
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika SMA Berorientasi Pendekatan Inkuiri
pada Materi Impuls dan Momentum Linear
225
Aspar1, Jon Efendi2, Ahmad Fauzi3......................................................................................225
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Berorientasi Inkuiri Terpimpin Materi
Induksi Magnetik dan Induksi Elektromagnetik Untuk SMA Kelas XII IPA
241
Desmalinda1 , Jon Efendi2, Ahmad Fauzi3 ............................................................................241
Model Pembelajaran Quantum Teaching Berbasis Ikhlas
257
Mitrawati, Yanuar Kiram, Ahmad Fauzi..............................................................................257
Pembelajaran Kooperatif Teknik MURDER Berbasis Graphic Organizers di SMA
Negeri 8 Padang
267
Masril .................................................................................................................................267
Pengembangan Buku Ajar Fisika Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran
Siswa R-SMA-BI Kelas X Semester 1
274
Asrizal, Putri Handayani, Prima Desinda ...........................................................................274
Implikasi Perangkat Pembelajaran Fisika Terintegrasi Keimanan dan Ketaqwaan Pada
Materi Termodinamika
285
Nurhayati, Ahmad Fauzi, Usmeldi.......................................................................................285
Pengembangan Asesmen Kinerja Berbasis Inkuiri Pada Materi Listrik Dinamis Kelas X
SMA
293
Fitriza Budi Rahayu, Ahmad Fauzy, Festiyed ......................................................................293
Indeks
299
v
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
SENSOR DAN PERKEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG
ERA OTOMATISASI DALAM RANGKA MENUJU
INTERNASIONALISASI PENGAJARAN FISIKA
Yulkifli
KK-Elektronika dan Instrumentasi Jurusan Fisika UNP/ Pengurus HFI Pusat
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Meningkatnya kebutuhan otomatisasi, keamanan dan kenyamanan, rumah cerdas (smart home),
penelitian, dan teknologi pengolahan menggiring orang untuk mengembangkan sensor dan sistem
sensor. Berdasarkan data pasar sensor dunia diketahui rata-rata produksi sensor dalam sepuluh
tahun terakhir meningkat 4,5% setiap tahunnya. Salah satu sensor yang banyak dikembangkan
saat ini adalah sensor-sensor yang berbasiskan magnetik. Dalam pengembangan sensor dan
sistem sensor perlu dikompromikan antara biaya dan permintaan. Peningkatan kemampuan
sensor secara umum dapat dicapai dengan melakukan pemilihan yang tepat terhadap teknologi
manufaktur, struktur sensor dan pengolah sinyalnya. Sehingga pembuatan sensor dan sistim
sensor lebih sederhana dan biaya murah tentunya dengan kualitas yang dapat bersaing dalam
pasar nasional maupun internasional. Fluxgate Sebagai salah satu sensor magnetik memenuhi
kriteria di atas dimana prosesnya tidak terlalu komplek. Sinyal keluaran mudah didigitalisasi,
linieritas tinggi, ukuran relatif kecil, dan sensitivitas tinggi. Dengan potensi yang dimiliki oleh
fluxgate, aplikasinya yang luas, proses pembuatan sederhana dan murah, maka sangat terbuka
peluang untuk mengembangkannya lebih lanjut baik dari segi pembuatan elemen fluxgate
maupun untuk mengaplikasikannya menjadi sensor-sensor yang berbasis padanya. Sensor yang
dikembangkan antara lain: sensor medan magnet lemah, jarak, getaran, kecepatan sudut, arus
listik dc, dan muai panjang. Sensor dengan otomatisasi untuk pengukuran dapat mendukung
kegiatan pembelajaran dalam rangka menuju internasionalisasi pengajaran khususnya kegiatan di
Laboratorium.
Keywords: sensor, otomatisasi, fluxgate
PENDAHULUAN
Besarnya kompetisi di pasar bebas mengharuskan pengembangan instrumen yang terus
menerus baik dari sisi kualitas, harga maupun keandalannya(Tranekler 2001). Jumlah sensor
dan sistem sensor yang diperlukan juga meningkat. Saat ini teknologi sensor telah memasuki
bidang aplikasi baru dan pasar yang semakin meluas seperti otomatif (Marek, 1999) dan
rumah cerdas (smart home) (Traenkler 1998). Berdasarkan data kebutuhan sensor dunia
sensor dunia diketahui bahwa perkembangan rata-rata produksi sensor dalam sepuluh tahun
terakhir meningkat 4.5% setiap tahunnya (Intechno 2009) dengan pasar otomotif menempati
urutan pertama yakni 26% dari pasar dunia, menyusul kemudian teknologi pengolahan 19%,
bangunan 11% dan kesehatan 10%.
Meningkatnya kebutuhan untuk otomatisasi, keamanan dan kenyamanan menggiring orang
untuk mengembangkan sensor dan sistem sensor baru dengan prinsip dan metoda yang
berbeda-beda. Menurut Johan H. Huijsing (Gerald, 2008) perkembangan teknologi otomatisasi
mengalami tiga tahap, yaitu tahap mekanisasi, tahap informatisasi, dan tahap sensorisasi.
Penemuan sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah,
beratnya semakin ringan, kemampuannya semakin besar, memungkinkan manusia
mengembangkan penginderaan secara buatan. Fluxgate sebagai salah satu sensor magnetik
memenuhi kriteria tersebut, dimana prosesnya tidak terlalu komplek kecuali teknologi mikro,
1
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
sinyal keluaran mudah didigitalisasi, linieritas tinggi, ukuran relatif kecil, dan sensitivitas
tinggi (Ripka, 2001, dan Djamal, 2002). Dengan potensi yang dimiliki oleh fluxgate,
aplikasinya yang luas, proses pembuatan sederhana, murah biaya maka sangat terbuka peluang
untuk mengembangkannya lebih lanjut baik dari segi pembuatan elemen fluxgate maupun
untuk mengaplikasikannya menjadi sensor-sensor yang berbasis padanya (Yulkifli, 2010).
Sensorisasi bersama-sama dengan mekanisasi dan informatisasi akan melahirkan revolusi
industri tahap ke tiga yang ditandai dengan mulainya era otomatisasi penuh dan robotisasi.
Kemudahan dan keunggulan yang dimiliki sensor dapat dimanfaatkan untuk pengajaran sains
khususnya Fisika. Mata pelajaran Fisika mendapatkan prioritas utama setelah pelajaran bahasa
inggris dalam pengajaran program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat membutuhkan
sensor-sensor dalam melakukan pengukuran secara atomatik. Pengukuran secara otomatiasi
akan mendukung proses belajar mengajar (PBM) baik dikelas apalagi di laboratorium.
Pembelajaran Fisika yang berbasiskan komptensi dengan menggunakan teknologi information
Technology (IT) akan memberikan kecakapan belajar, kecerdasan, kecakapan berpikir
(thingking skillls) sebagai fondasi luas bagi siswa/mahasiswa untuk mencapai kecakapan
akademik dan kompetensi dalam berbagai bidang keilmuan ataupun profesi. Selain itu
pengukuan-pengukuran dengan cara atomatisasi mempunyai kelebihan antara lain dapat
mempercepat proses kegiatan dilaboratorium seperti praktikum dan teori atau konsep-konsep
yang diajarkan akan cepat dibuktikan dengan hasil pengukuran/eksperiemen.
Makalah ini disusun untuk memberikan suatu ide dan pemikiran bagaimana sensor dengan
segala kelebihannya seperti otomatisasi dapat dimanfaatkan untuk membantu proses
pengajaran sains khususnya mata pelajaran Fisika dalam rangka mendukung program
RSBI/SBI.
SENSOR DAN TEKNOLOGINYA
Secara umum sensor didefinisikan sebagai piranti yang mengubah besaran-besaran fisis
(seperti: magnetik, radiasi, mekanik, dan termal) atau kimia menjadi besaran listrik, seperti
terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Definisi sensor (Meijer, 2008).
Kemampuan suatu sensor atau sistem sensor ditentukan oleh interaksi yang kuat dari tiga
komponen utama pembentuknya, seperti struktur sensor, teknologi manufaktur dan algoritma
pengolah sinyalnya. Perkembangan teknologi sensor juga dipengaruhi oleh perkembangan dari
ketiga bidang ini (Gambar 2).
2
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 2. Tiga komponen utama pembentuk teknologi sensor (Traenlker, 2001)
Bagian inti suatu sistem sensor adalah elemen sensor. Bagian ini mengubah besaran fisika atau
kimia yang diukur menjadi sinyal analog elektronik Sinyal analog ini oleh unit pra pengolah
sinyal diubah menjadi sinyal digital. Dengan semakin murahnya piranti pengubah sinyal
analog ke digital, sistem pengolah sinyal semakin bergeser dari sistem level tinggi ke level
sensor. Adanya fasilitas pengolahan sinyal digital pada sensor berkontribusi pada peningkatan
kemampuan sensor, misalnya untuk mengatasi variasi keluaran sensor akibat proses fabrikasi
yang dapat dilakukan dengan mudah saat konfigurasi sensor. Untuk memudahkan integrasi
antara sistem sensor dengan sistem level yang lebih tinggi diperlukan suatu sistem antarmuka
yang tepat. Sistem ini dipenuhi oleh bus sensor.
Dalam perkembangan belakangan ini, sistem sensor dilengkapi dengan sistem tes mandiri (selft
test) dan sistem kalibrasi mandiri (self calibration) yang terintegrasi dalam proses desain.
Desain sensor semacam ini memberikan banyak keuntungan, antara lain peningkatan
kehandalan dan mereduksi biaya instalasi dan biaya pemeliharaan. Struktur sensor dengan
sistem tes mandiri dan kalibrasi mandiri berbeda dengan struktur sistem sensor standar, karena
disini diperlukan informasi tambahan tentang perilaku sensor (Gambar 3). Secara umum,
diperlukan informasi khusus tentang perilaku sensor dan batasan kemampuan sensor
(Traenlker, 2001).
Gambar 3. Struktur sensor dengan tes mandiri dan kalibrasi mandiri (Traenlker,
2001).
Keadaan sensor dapat dimonitor dengan membandingkan keluaran sensor dengan nilai
keluaran yang diprediksi berdasarkan hubungan yang telah diketahui sebelumnya. Sebagai
contoh sensor percepatan dengan struktur lingkar tertutup (closed loop) (Gambar 4). Gaya
3
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
inersia yang bekerja pada massa dikompensasi oleh gaya pemulih yang dihasilkan secara
elektronik. Dalam hal ini, test mandiri dapat dilakukan dengan menggunakan gaya pemulih
yang sudah diketahui (Traenlker, 1998).
Gambar 4. Sensor percepatan dengan struktur lingkar tertutup (Traenlker, 1998)
Adanya fluktuasi beberapa parameter yang terjadi selama proses fabrikasi, menyebabkan
terjadinya variasi manufaktur. Faktor-faktor pengaruh seperti temperatur, tekanan, dan
kelembaban dapat mempengaruhi karakteristik sensor. Efek penuaan dalam beberapa hal dapat
mempengaruhi karakteristik sensor, seperti perubahan sensitivitas atau pergeseran titik nol.
Pengolahan sinyal sensor ditujukan untuk mengatasi efek-efek pengaruh (influence factors)
sehingga didapat nilai yang terbaik dari hasil pengukuran (Gambar 5). Dengan teknik
pengolahan sinyal yang sesuai maka karakteristik sistem sensor dan ketelitiannya dapat
ditingkatkan secara signifikan.
Gambar 5. Pengolahan sinyal sensor (Traenkler, 2001).
Perkembangan yang sangat pesat pada teknologi sensor saat ini dimungkinkan karena adanya
teknologi mikro. Teknologi ini menawarkan biaya produksi yang murah, ukuran yang lebih
kecil, konsumsi daya yang lebih rendah, dan kehandalan yang lebih tinggi dibandingkan
teknologi yang sebelumnya. Menurut Gesner, 2000 diantara teknologi-teknologi mikro yang
ada, silicon micromachining adalah teknologi mikro yang paling banyak dikembangkan orang
(Gambar 6). Hal ini disebabkan karena bahan silisium mempunyai sifat-sifat yang baik, seperti
bebas dari kesalahan histeresis dan mempunyai sifat mekanik yang baik.
4
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 6. Teknologi Mikro Sensor (silicon micromachining)
TEKNOLOGI SENSOR MENUJU ERA AUTOMATISASI
Sensor dan dan teknologinya selalu mengalami perkembangan baik dari proses fakbrikasinya
maupun aplikasinya. Aplikasi sensor saat ini cendrung menuju ke era otomatisasi. Menurut
Johan H. Huijsing (Gerald, 2008) perkembangan teknologi otomatisasi mengalami tiga tahap,
yaitu tahap mekanisasi, tahap informatisasi, dan tahap sensorisasi seperti ditunjukkan Gambar
7. Pertama tahap mekanisasi yaitu saat manusia mulai mengembangkan mesin-mesin untuk
industri, seperti mesin uap, mesin bakar, motor listrik, dan mesin jet. Tahap pertama ini
melahirkan revolusi industri yang pertama. Tahap ke dua yakni era ketika manusia mulai
mengembangkan logika artifisial dan komunikasi seperti komputer dan internet yang
melahirkan revolusi informasi. Penemuan sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil,
harganya semakin murah, beratnya semakin ringan, kemampuannya semakin besar,
memungkinkan manusia mengembangkan penginderaan secara buatan. Sensorisasi bersamasama dengan mekanisasi dan informatisasi akan melahirkan revolusi industri tahap ke tiga
yang ditandai dengan mulainya era otomatisasi penuh dan robotisasi.
Gambar 7. Sensorisasi: revolusi industri tahap ke tiga (Gerald, 2008).
Tanda-tanda ke arah ini sudah mulai tampak, misalnya dengan diciptakannya sistem kontrol
otomatis penuh pesawat terbang modern seperti diperlihatkan Gambar 8. Dalam sistem ini
terdapat banyak sensor untuk memonitor banyak parameter di pesawat, seperti tekanan,
temperatur, posisi dan parameter lainnya. Komputer untuk memproses sinyal, melakukan
komunikasi, melakukan kontrol gerak aktuator, gerak mesin, gerak rudder. Dalam sistem ini
terlihat jelas bagaimana mekanisasi, informatisasi dan sensorisasi saling bekerjasama yang
memungkinkan pesawat terbang secara autopilot.
5
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 8. Sistem pesawat otomatis penuh, contoh integrasi dari mekanisasi,
informatisasi, dan sensorisasi (Gerald, 2008).
Perkembangan yang sangat maju pada otomatisasi teknologi pesawat terbang, sayangnya
belum banyak diikuti oleh perkembangan otomatisasi di bidang lainnya, misalnya sampai saat
ini belum ada mobil yang dapat berjalan secara otomatis penuh. Masalah utamanya adalah
bahwa untuk otomatisasi kendaraan bermotor (mobil) diperlukan banyak sekali sensor seperti
ditunjukkan Gambar 9. Dengan teknologi sensor yang ada sekarang hal ini belum
memungkinkan, karena untuk itu mobil menjadi terlalu berat, terlalu banyak kabel, terlalu
mahal untuk diproduksi.
Gambar 9. Perbandingan mobil lama dengan mobil yang dilengkapi dengan multi
sensor
Untuk mengatasi masalah ini maka teknologi sensor yang akan datang harus dapat mereduksi
biaya, berat, dan ukuran suatu sistem sensor dan mudah diintegrasikan. Persyaratan ini dapat
dipenuhi oleh suatu sistem sensor smart yang terintegrasi (integrated smart sensor system).
Beberapa tahun belakangan ini banyak usaha dilakukan orang untuk meningkatkan kehandalan
sensor dan sistem sensor dan sekaligus menurunkan biaya fabrikasi. Terutama akan
6
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
dikembangkan sensor dan sistem sensor pada bidang-bidang yang banyak pemakainya, seperti
kendaraan bermotor, perumahan (misalnya untuk keamanan, pengaturan sirkulasi udara,
pengaturan temperatur, pengaturan kelembaban), transport makanan atau gudang tempat
penyimpanan makanan (misalnya temperatur, kelembaban, konsentrasi gas) sehingga harga
perbuah sensor atau sistem sensor bisa ditekan pada harga yang rendah.
Generasi sensor akan datang adalah sensor atau sistem sensor yang smart, terintegrasi, punya
sistem bus, dan dapat direalisasikan dalam teknologi chip yang murah sebagai MCM (MultiChip-Module). Gambar 10 menunjukkan suatu sistem sensor smart terintegrasi yang
dilengkapi dengan elemen sensor, pengolah sinyal, mikrokontroler dengan pengubah analog ke
digital, dan sistem bus. Mikrokontroler memungkinkan pengolahan sinyal secara digital,
sistem bus digital menawarkan kemudahan kontak/komunikasi dan kemudahan konfigurasi
dalam suatu sistem instrumentasi.
Gambar 10. Sistem smart sensor dalam teknologi multichip (Traenkler, 2007)
PEMANFAATAN TEKNOLOGI SENSOR UNTUK MENDUKUNG PROSES
PBM
Pendidikan di Indonesia yang cendrung verbalitistis belum mencerdaskan dan berkarakter,
sehingga mendapat rangking terendah secara akademik daya saing (competitiveness) dan
kewiraswastaan (enterpreneurship). Hal ini dapat terlihat dari proses pembelajaran yang
teoritis dan padat dengan penyampaian informasi, tidak dapat dapat mencapai komptensi
akademik maupun kempetensi kejuruan. Pendidikan sains khususnya Fisika dengan
pembelajaran berbasis kompetensi menggunakan information technology (IT) dan otomatisasi
dengan sensorisasi akan dapat memberikan kecakapan belajar, kecerdasan, kecapakan berpikir
(thingking skills). Penggunaan teknology dalam pembelajaran akan dapat membangkitkan
kecakapan hidup (life skills) siswa/mahasiswa sebagai fondasi yang luas bagi siswa untuk
mencapai kecakapan akademik dan kpmpetensi kejuruan dalam bidang keilmuan sains.
Keunggulan dan kelebihan yang dimiliki sensor dapat digunakan dalam PBM khususnya
kegiatan pengukuran/eksperiemen di labor. Berikut di jelaskan beberapa sensor yang dapat
dikembangkan untuk otomastisasi pengukuran di laboratorium dalam rangka internasionalisasi
pengajaran fisika Senso-sensor yang penulis kembangkan buat ini menggunakan sensor
fluxgate dengan berbasiskan konsep magnetik dan proksimiti (jarak).
1. Sensor pengukuran jarak.
Pengembangan fluxgate sebagai sensor jarak berdasarkan pada kamampuannya dalam
mendeteksi perubahan medan magnet. Perubahan medan magnet terjadi karena berubahnya
jarak antara probe fluxgate dengan objek yang diukur jaraknya. Fluxgate hanya dapat
mendeteksi material atau bahan yang mempunyai sifat magnetik. Material magnetik dapat
berasal dari magnet permanen atau material feromagnetik. Untuk mengaplikasikan fluxgate
sebagai sensor jarak maka objek ditempatkan pada jarak tertentu dari fluxgate seperti di
tunjukkan Gambar 11.
7
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 11. Prinsip pengukuran jarak dengan fluxgate.(Djamal, 2005 dan Yulkifli,
2007)
Jika objek bergerak mendekati atau menjauhi detektor, maka medan magnetik disekitar titik
setimbang akan mengalami perubahan, perubahan ini disebut fluk magnetik (Φ). Perubahan
fluks magnetik bergantung pada posisi sensor terhadap objek. Jika dA adalah elemen vektor
luas dan B adalah elemen vektor medan magnet, maka fluks magnetik yang keluar dari
permukaan medan ditunjukkan persamaan (1):
Φ = ∫ B ⋅ dA .
(1)
Jika medan magnetik material adalah B, maka medan magnetik yang dideteksi oleh sensor
pada jarak x ditunjukkan persamaan (2):
Br ∝
B
x
(2)
Berdasarkan persamaan (2), terlihat bahwa penurunan medan magnetik sebanding dengan 1/x,
sedangkan tegangan keluaran sensor sebanding dengan medan eksternal. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa tegangan keluaran juga sesuai dengan hubungan antara medan
eksternal dengan jarak. Untuk pengukuran jarak maka didesain peralatan seperti ditunjukkan
Gambar 12. Pengukuran jarak dilakukan menggunakan mikrometer digital dengan objek
bermuatan magnetik digerakkan menjauhi dan mendekati dari fluxgate.
Gambar 12. Desain mekanik pengukuran jarak menggunakan fluxgate (Yulkifli,
2007).
2. Sensor kecepatan sudut.
Untuk mendapatkan sinyal dari sensor, magnet permanen ditempatkan pada pinggir piringan
dengan jumlah 2, 4, 8 dan 16 buah membentuk sudut 1800 , 900 , 450 dan 22.50. Sensor
fluxgate akan mendeteksi putaran piringan ketika posisi benda bermuatan magnet menjauh
dan mendekat terhadap probe sensor. Sensor akan mendeteksi sinyal medan magnet
maksimum ketika magnet memiliki jarak terdekat dan minimum saat sebaliknya. Kondisi
maksimum di tandai dengan High dan lainnya ditandai dengan Low, akibatnya akan timbul
respon berupa pulsa-pulsa seperti ditunjukkan Gambar 13.
8
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 13. Diagram Pulsa-pulsa yang dihasilkan dari sensor (Djamal, 2006)
Nilai High-Low akan dikirimkan ke mikrokontoler untuk di konversikan menjadi besaran
kecepatan sudut. Agar memudahkan pencatan hasil pengukuran ditampilkan pada PC. Sistim
pengukuran pulsa-pulsa dari perputaran piringan yang sudah di tempelkan benda bersifat
magnetik ditunjukkan Gambar 14.
Gambar 14. Diagram blok sistim pengukuran kecepatan sudut berbasis sensor
fluxgate (Yulkifli, 2009)
Untuk 2 magnet permanen ada dua gelombang sinusoidal yang terjadi dalam satu putaran,
sehingga sensor menghasilkan dua periode gelombang dalam satu peredaran. Karena ada dua
periode dari sinyal dalam satu putaran maka kecepatan sudut adalah setengah kali frekuensi
signal, seperti ditunjukkan persamaan (3). dimana ω , f signal masing-masing adalah kecepatan
sudut (put/sekon) dan frekuensi sinyal (Hz).
ω=
fsignal
(3)
2
Gambar 15. Set-up pengukuran frekuensi: menggunakan osiloskop analog (a),
osiloskop yang dilengkapi display PC (b) (Yulkifli, 2009)
9
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Untuk menerapkan sensor fluxgate menjadi sensor kecepatan sudut maka dirancang mekanik
berupa piringan dengan menempatan bahan magnetik di pinggir piringan sebanyak 2 buah
(sudut 180o), 4 buah (sudut 90o), 8 buah (sudut 45o) dan 16 buah (sudut 22.5o ). Set-up
pengukuran terhadap frekuensi putaran ditunjukkan Gambar 15.
3. Sensor pengukuran muai panjang
Pengukuran muai panjang dari pemuaian suatu bahan magnet dengan sensor muai berbasis
fluxgate magnetometer cukup sederhana, yaitu dengan mendeteksi bahan magnetik yang
semakin memanjang (berarti semakin mendekat ke sensor) yang berada di depan sensor, atau
sebaliknya. Pergerakan objek tersebut harus sejajar dengan sumbu sensor untuk menghindari
ketidakseragaman (ketaksimetrisan) medan magnetik benda. Sistem sensor akan memberikan
nilai yang berbeda-beda untuk setiap perubahan panjang atau perubahan jarak tertentu. Sistem
sensor terdiri dari suatu bahan magnetik, detektor atau probe sensor, dan rangkaian elektronik
sensor. Bahan magnetik dapat berupa magnet tetap atau suatu bahan feromagnetik. Dalam
pengukurannya, bahan magnetik tersebut ditempelkan pada ujung logam yang akan diukur
pemuaiannya. Ketika logam di berikan kalor, logam akan memuai sehingga akan mendekati
probe sensor, maka kuat medan magnet yang akan terdeteksi nilainya akan bervariasi, karena
kuat medan magnet dipengaruhi pada jaraknya. Blok pengukuran muai panjang ditunjukkan
Gambar 16.
Gambar 16. Diagram blok pengukuran muai panjang (Yulkifli, 2010b)
Sensor akan menghasilkan nilai tertentu untuk setiap titik akibat pemuaian atau pertambahan
panjang. Untuk menghindari asimetris atau ketidakseragaman medan magnet yang masuk ke
sensor, dalam pengukuran detektor atau probe sensor harus diletakkan sejajar dengan arah
pemuaian bahan. Menurut eksperimen sebalumnya, sensor fluxgate dapat mengukur medan
magnet dalam orde 1 nT – 1 mT, orde pengukuran tersebut sangat lemah, oleh karena itu
diperlukan probe sensor yang memiliki sensitifitas tinggi.
Apabila panjang dimensi linier bahan adalah l, maka perubahan panjang akibat perubahan
temperatur ∆T adalah sebesar ∆l. Untuk perubahan temperatur yang kecil, maka panjang bahan
pada temperatur tertentu (lf) akan sebanding dengan perubahan temperatur dan panjang mulamula (li ). Gambar 17, menunjukkkan sistem dan foto pengukuran panjang mengunakan
sensor fluxgate dengan pengukuran otomatisasi.
10
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Gambar 17. Mekanik dan Foto pengukuran muai panjang (Yulkifli, 2010b)
4. Sensor pengukuran arus
Sensor arus sangat dibutuhkan dalam industri otomotif, kimia, penelitian (Research and
development) untuk mengukur daya dan aplikasi yang lainnya. Secara umum pengukuran arus
menggunakan sensor magnetik dapat dilakukan dengan cara melewatkannya pada sebuah
kawat. Kawat yang dialiri arus akan menghasilkan medan magnet di sekitarnya. Medan magnet
ini berbentuk lingkaran yang terpusat pada kawat tersebut. Arah medan magnet yang timbul
dapat disesuaikan dengan mengaplikasikan kaidah tangan kanan. Besar medan magnet di suatu
titik yang ditimbulkan oleh sepotong kawat berarus listrik dapat ditentukan dengan
menggunakan hukum Biot-Savart.
Kita tinjau sepotong elemen kecil kawat dengan panjang dl. Arah dl sama dengan arah arus I,
(Gambar 18). Menurut hukum Biot-Savart (4), medan magnet di titik P akibat arus I di dalam
elemen panjang kawat dl adalah:
dB =
µ0 idlxr
4π r 2
(4)
Gambar 18. Medan magnet akibat arus tetap yang mengalir pada sepotong kawat
lurus panjang.
11
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
Dengan i adalah arus listrik, z jarak titik P dari kawat, l panjang kawat,
0
adalah permeabilitas
-7
ruang vakum (4π x 10 weber/A.m), r jarak dari pangkal elemen panjang kawat ke titik P; r
adalah vektor satuan. Perhatikan bahwa arah vektor satuan ini adalah dari pangkal elemen
kawat ke titik P. Untuk kasus kawat yang panjangnya tak hingga persamaan (4) dapat ditulis
menjadi persamaan (5).
B=
µ0 I
2π z
(5)
Dalam penelitian ini akan didesain pengukuran arus menggunakan elemen fluxgate yang telah diperoleh
sebelumnya. Prinsip fluxgate yang digunakan sebagai sensor arus adalah berdasarkan kemampuannya
dalam mengukur medan magnet dan jarak dalam orde kecil. Prinsip fluxgate sebagai sensor arus
ditunjukkan
Gambar 19.
Perubahan medan
magnet luar (B)
Kawat dialiri
arus listrik (I)
Fluxgate
Tegangan keluaran
sebagai fungsi arus
(V(I))
Gambar 19. Prinsip fluxgate sebagai sensor arus (Djamal, 2007).
Untuk merealisasikan fluxgate sebagai sensor arus dibuat mekanik pengukuran seperti
ditunjukkan Gambar 20.
Gambar 20. Desain dan foto mekanik sensor arus menggunakan fluxgate. (Yulkifli,
2010a)
KESIMPULAN
Peningkatan kebutuhan untuk otomatisasi telah memotivasi para peneliti, produsen dan
konsumen untuk selalu mengembangkan sensor, sistem sensor dan aplikasinya. Saat ini
perkembangan sensor sudah menuju era sensorisasi dengan teknologi otomatisasi. Penemuan
sensor-sensor baru yang ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah, beratnya semakin
ringan, kemampuannya semakin besar, memungkinkan manusia mengembangkan
penginderaan secara buatan. Fluxgate sebagai salah satu sensor magnetik memenuhi kriteria
tersebut untuk dikembangkan menjadi alat ukur dengan otomatisasi. Kemudahan dan
keunggulan yang dimiliki sensor dapat dimanfaatkan untuk pengajaran sains khususnya Fisika
karena mata pelajaran Fisika mendapatkan prioritas utama setelah pelajaran bahasa inggris
dalam pengajaran program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sangat membutuhkan sensorsensor dalam melakukan pengukuran secara atomatik. Pengukuran secara otomatiasi akan
mendukung proses belajar mengajar (PBM) baik dikelas apalagi di laboratorium. Pengukuanpengukuran dengan cara atomatisasi mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat
proses kegiatan dilaboratorium seperti praktikum dan teori atau konsep-konsep yang diajarkan
12
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
akan cepat dibuktikan dengan hasil pengukuran atau eksperimen. Dengan konsep tersebut
siswa/mahasiwa akan memiliki konsep keilmuan sebagai “pisau analisis” yang berguna dalam
beradaptasi dengan pertumbuhan Iptek dan memiliki kemampuan menanggulangi masalah
sehingga tujuan pemerintah untuk mengangkat mutu pendidikan anak didik
dalam
menghadapi persaingan global dan menjadi pusat keunggulan yang mendunia melalui program
SBI dapat tercapai secara maksimal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih pada Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
yang telah mamberikan dana penelitian melalui Program Hibah Penelitian Doktor No.
551/K01.12.2/KU/2010 dan Hibah Bersaing No. 243h/UN.35.2/PG/2011
DAFTAR PUSTAKA
Djamal, M., (ed)., (2002): Pembuatan dan Pengembangan Sensor Medan Magnet Fluxgate,
Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX.
Djamal, M., dan Setiadi, R.N.,(2005): Displacement Sensor Based on Fluxgate Magnetometer,
Proc. on Asian Physics Symposium (APS) 7-8 August, Bandung.
Djamal, M., (2006): Design and Development Fluxgate Magnetometer and Its Applications,
Indonesian Journal of Physics, vol. 17 No. 1, pp.7-14.
Djamal, M., (2007): Sensor Magnetik Fluxgate dan Aplkasinya untuk Pengukuran Kuat Arus ,
J. Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, III, pp. 51-69
Gerard C.M. Meijer (ed.),(2008), Smart Sensor System, John Willey & Sons.
Intechno. (2009): Sensor Market 2008, Intechno Consulting, Basle, Switzerland, 05.
Marek, J., (1999): Microsystems for Automotive Applications, Proc. Eurosensors XIII, The
Hague, Niederlande, 12-15 September, hal. 1-8.
Meijer, G.C.M., (ed.), (2008): Smart Sensor System, John Willey & Sons, 2008.
Ripka, P. (2001) : Mangetic Sensor and Magnetometers, Artec House.
Traenkler, H.-R. (1998): Zukunftsmark Intelligente Hausinstrumentierung”, Laporan
penelitian:”Verteilte intelligente Mikrosysteme fuer den privaten Lebensbereich
(VIMP)”, Neubiberg, 4 December 1998, pp. 10-15
Traenkler, H.-R.(2001): Core Technologies for Sensor Systems, Proc. Indonesian German
Conference, pp. 1-9.
Traenkler, H.-R., Kanoun, O., dan Pawelczak, D. (2007): Evolution of Sensor Elements
towards Smart Sensor Systems, Proc. Internasional Conference on Instrumentation,
Communication and Information Technology (ICICI) 8-9 Agustus, pp. 1-7.
Yulkifli, Setiadi, R.N., Suyatno and Djamal, M. (2007): Designing and Making of Fluxgate
Sensor with Multi-Core Structure for Measuring of Proximity, Proc.Confference Solid
State Ionic (CSSI), August 1-3. 2007, Serpong Tanggerang- Indonesia
Yulkifli, Anwar, Z., Djamal, M. (2009): Desain Alat Hitung Kecepatan Sudut Berbasis Sensor
Mangetik Fluxgate. Jurnal Sainstek Vol 1 No 2, pp. 79-90.
Yulkifli, (2010a): Pengembangan Elemen Fluxgate dan Penggunaanya untuk Sensor-sensor
Berbasis Magnetik dan Proksimiti, Laporan Disertasi, ITB.
Yulkifli, Wahyudi, I., and Djamal, M. (2010b): Development of Distance Measuring
Instrument of a Metal Expansion Based on a Fluxgate Sensor, Proceedings IGCESH,
November, 13-14, 2010, Skuday, Malaysia.
13
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
HASIL BIMBINGAN TEKNIS PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN PADA SMP-RSBI SE-SUMATERA BARAT
TAHUN 2010
Elwinetri1, Asrizal2
1
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Provinsi Sumatera Barat
2
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang
ABSTRAK
SBI adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu negara anggota OECD atau negara
maju lainnya. Mengingat pentingnya kompetensi sumber daya guru yang relevan dengan
indikator kinerja SBI baik IKKM maupun IKKT, maka kegiatan untuk meningkatkan kompetensi
guru perlu dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan bimtek.
Pada kegiatan bimtek instruktur datang ke sekolah untuk membina guru. Secara umum ada dua
kegiatan utama yang dilakukan yaitu pengembangan perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran. Hasil kegiatan bimtek adalah: 1). Guru mampu menghasilkan perangkat
pembelajaran dalam bentuk silabus, RPP, dan bahan ajar yang sesuai dengan standar dan
diperkaya dengan bahasa Inggris, ICT, dan sumber belajar dari negara maju, 2). Guru mampu
merancang dan menyusun bahan ajar interaktif dengan memanfaatkan sumber belajar dari negara
maju melalui internet dan mengoptimalkan sumber belajar yang telah ada, 3). Guru mampu
menerapkan sintak suatu model pembelajaran pada langkah pembelajaran dalam RPP yang
diperkaya, 4). Guru mampu merancang dan menyusun instrumen penilaian yang diperkaya
dengan bahasa Inggris dan model penilaian negara maju pada ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor, dan 5). Guru MIPA mulai menerapkan proses pembelajaran sesuai dengan standar
proses dan diperkaya dengan beberapa indikator kinerja kunci tambahan yang sesuai dengan
RSBI yaitu : menggunakan bahasa Inggris dalam pembelajaran, menggunakan sumber belajar
berbasis ICT untuk mendukung proses pembelajaran, menggunakan sumber belajar dari negara
maju, dan menerapkan model pembelajaran yang relevan dengan negara maju, namun masih
ditemukan beberapa kendala.
Kata kunci: SBI, SNP, Pengayaan (X), OECD, IKKM, IKKT
PENDAHULUAN
Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan
sumberdaya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan
kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk.
Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan baik tidaknya kinerja sekolah.
Kenggulan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat
internasional akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi ini (Edy, S: 2006).
Dalam upaya peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing secara
nasional dan internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan
pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri
maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional ini,
maka: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu adalah pendidikan yang mampu
mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan bertaraf internasional yang
efisien adalah pendidikan yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal baik maupun
internasional dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga
harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampun
14
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
pemerintah daerahnya; dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing
yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah
baik secara nasional maupun internasional (Sri, RW: 2009).
Era globalisasi yang sudah memasuki dunia pendidikan, menuntut sekolah untuk mampu
melakukan berbagai upaya untuk menciptakan lulusan yang berdaya saing global (Edi, K:
2006). Arah dasar pendidikan dalam budaya global harus mampu mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, pembentukan karakter, dan internalisiasi nilai-nilai dasar hidup
manusia. Dengan dasar ini pemerintah melalui Derektorat Pendidikan Menengah Umum
membuat program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Menurut UU nomor 20 tahun 2003,
pasal 50 ayat 3 “Pemerintah dan/ atau Pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional” (Reni, M: 2011). Sebagai
implementasi dari UU ini telah dilakukan uji coba SBI pada sekolah-sekolah konvensional.
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan dengan
menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan standar salah satu
negara anggota Organizatian for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau
negara maju lainnya (Sungkowo : 2009). Dengan ungkapan lain, SBI adalah sekolah yang
sudah memenuhi dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi delapan
standar yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian. Selanjutnya aspek-aspek SNP tersebut diperkaya, diperkuat,
dikembangkan, diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari
salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan serta diyakini telah memiliki reputasi kualitas yang diakui secara
internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional (Gusti, A: 2011).
Melalui cara ini, diharapkan SBI harus mampu memberikan jaminan bahwa baik dalam
penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi standarnya daripada SNP.
Penjaminan ini dapat ditunjukkan kepada masyarakat nasional maupun internasional melalui
berbagai strategi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sesuai dengan konsep SBI, maka dalam upaya mempermudah sekolah dalam memahami dan
menjabarkan secara operasional dalam penyelenggraan pendidikan yang mampu menjamin
kualitasnya bertaraf internasional, maka dapat dirumuskan bahwa SBI pada dasarnya
merupakan pelaksanaan dan pemenuhan delapan unsur SNP sebagai Indikator Kinerja Kunci
Minimal (IKKM) dan diperkaya dengan x yang isinya merupakan penambahan (pengayaan,
pendalaman, penguatan, perluasan) dari delapan unsur pendidikan serta sistem lain sebagai
Indikator Kinerja Kunci Tambahan (IKKT) yang berstandar internasional dari salah satu
anggota OECD atau negara maju lainnya (Krisna: 2011).
Dalam kerangka pencapaian standar mutu internasional, maka tiap sekolah yang telah menjadi
RSBI atau SBI harus memenuhi IKKM dan IKKT. IKKM merupakan indikator untuk
memenuhi delapan unsur SNP, sedangkan IKKT merupakan indikator yang berhubungan
dengan pengayaan yang relevan dengan negara-negara maju (Krisna: 2011).
Adapun tujuan dari SBI secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus.
Tujuan umum adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP, memberi kesempatan pada
sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas bertaraf nasional dan internacional, dan
menyiapkan lulusan yang mampu berinteraksi secara progresif dalam masyarakat
internasional. Adapun tujuan khusus, adalah menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi
15
Prosiding Seminar Nasional
HFI Cabang Sumatera Barat
Padang, 28-29 Juli 2011
ISBN 978-602-19069-0-3
sesuai dengan standar nasional ditambah dengan standar lulusan berciri internasional (Reni, M:
2011).
Suatu SBI memiliki karakteristik tertentu sehingga berbeda dengan sekolah lainnya pada
tingkat Sekolah Standar Nasional (SSN). Ada tujuh karakteristik SBI yaitu: 1) sekolah
menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan dari standar
isi, standar kompetensi kelulusan, dan kompetensi dasar yang diperkaya dengan muatan
internasional, 2) menerapkan proses pembelajaran dalam bahasa Inggris, minimal untuk mata
pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Inggris, 3) mengadopsi buku teks
yang dipakai SBI dari negara maju, 4) menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari
standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam SNP, 5) pendidik dan tenaga
kependidikan memenuhi standar kompetensi yang ditentukan dalam SNP, 6) sarana dan
prasarana memenuhi SNP, dan 7) penilaian memenuhi standar nasional dan internasional.
Dengan adanya tujuh karakteristik ini menjadikan SBI lebih unggul dari sekolah lainnya
(Imam, G: 2009).
Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, yaitu sekolah telah
melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai pencapaian IKKM ditambah dengan
(x) sebagai IKKT, maka sekolah dapat melakukan minimal dengan dua cara yaitu adaptasi dan
adopsi. Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan
mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi
kualitas yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing
internasional. Disisi lain adopsi, yaitu penambahan (pengayaan, pendalaman, penguatan,
perluasan) dari unsur-unsur tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap
mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi
mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing
internasional (Didik, S: 2010).
Karakteristik visi SBI adalah ”terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara
internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia bertaraf
internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif, terarah, terencana, dan
sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan
diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Dengan dasar ini, misi SBI adalah mewujudkan
manusia Indonesia cerdas dan kompetitif s