Etika Profesional Akuntan Publik (3)

Etika Profesional Akuntan Publik
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah kodifikasi berbagai
pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa
bagi akuntan publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar
Profesional

Akuntan

Publik Institut

Akuntan

Publik

Indonesia (DSPAP

IAPI).Didalam SPAP terdapat beberapa tipe standar profesional yang terbagi
menjadi enam tipe standar profesional yang dikodifikasikan dalam standar
auditing, standar atestasi, standar jasa akuntansi dan review, standar jasa
konsultasi, standar pengendalian mutu, dan aturan etika kompartemen akuntan
publik.

Tipe Standar Profesional
A.

Standar Auditing

Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum,
standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar
auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis.
B.

Standar Atestasi

Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang
diberikan oleh seoran g yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah
asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan
untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis
adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.


Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi :
1.

Pemeriksaan (examination)

2.

Review

3.

Prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures).

Salah satu tipe pemeriksaan adalah audit atas laporan keuangan historis yang
disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pemeriksaan tipe ini
diatur berdasarkan standar auditing. Tipe pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan
atas informasi keuangan prospektif, diatur berdasarkan pedoman yang lebih
bersifat umum dalam standar atestasi. Standar atestasi ditetapkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia.

C.

Standar Jasa Akuntansi dan Review

Standar jasa akuntansi dan review memberikan kerangka untuk fungsi non-atestasi
bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
Sifat pekerjaan non-atestasi tidak menyatakan pendapat, hal ini sangat berbeda
dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan
standar auditing. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar memadai untuk
menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan,
sedangkan dalam pekerjaan non-atestasi tidak dapat dijadikan dasar untuk
menyatakan pendapat akuntan.
Jasa akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
1.

Kompilasi laporan keuangan : Penyajian informasi-informasi yang

merupakan pernyataan manajemen (pemilik) dalam bentuk laporan keuangan.
2.


Review atas laporan keuangan : Pelaksanaan prosedur permintaan

keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar memadai bagi akuntan untuk
memberikan keyakinan terbatas, bahwa tidak terdapat modifikasi material yagn
harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
3.

Laporan keuangan komparatif : Penyajian informasi dalam bentuk laporan

keuangan dua periode atau lebih yang disajikan dalam bentuk berkolom
Ketiga standar profesional di atas merupakan standar teknis yang
bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik
di Indonesia.

Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing yang mana berkaitan
dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan
suatu kriteria ukuran mutu kinerja tindakan tersebut. Berikut akan dipaparkan
tentang standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia.

1.

Standar Umum

a)

Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b)

Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam

sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c)

Dalam melaksanaan aufit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

mengggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2.


Standar Pekerjaan Lapangan

a)

Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten

harus disupervisi dengan semestinya.
b)

Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan.
c)

Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3.

Standar Pelaporan

a)

Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b)

Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan
keuangan peride berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
c)

Pengungkapan infomatif dalam laporan keuangan harus dipandang


memadai, kecuali dinyatakan lain dalam lapran auditor.

KODE ETIK/KOMITMEN PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1.

Prinsip Etika

Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh
Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota
2.

Aturan Etika

Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat
anggota Himpunan yang bersangkutan
3.

Interpretasi Aturan Etika


Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota,
dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan
Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam
masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan
sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya
pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh
adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila
diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Menurut Mulyadi (2001: 53), Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan
prinsip etika, yaitu :
1.

Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap

anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

2.

Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.

Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya

pengakuan profesional.Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji

keputusan yang diambilnya.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,
antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa.Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi.Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
4.

Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa

yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas
dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban profesionalnya.Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
5.

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.Setiap anggota

harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan

ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada public.
6.

Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh

selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional

atau

hukum

untuk

mengungkapkannya.Anggota

mempunyai

kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi
kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau
pemberi jasa berakhir.
7.

Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi

yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.Kewajiban
untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi
oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.

Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan

standar teknis dan standar profesional yang relevan.Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas.Standar teknis dan standar professional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.

Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan global dan
tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar atas penyajian Laporan
Keuangan, IAPI merasa adanya suatu kebutuhan untuk melakukan percepatan atas
proses pengembangan dan pemutakhiran standar profesi yang ada melalui
penyerapan Standar Profesi International. Sebagai langkah awal IAPI telah
menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik, yang berlaku
efektif tanggal 1 Januari 2010. Untuk Standar Profesional Akuntan Publik, Dewan
Standar Profesi sedang dalam proses “adoption” terhadap International Standar on
Auditing yang direncanakan akan selesai di tahun 2010, berlaku efektif 2011.
Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru saja diterbitkan oleh IAPI
menyebutkan 5 prinsip-prinsip dasar etika profesi, yaitu:
1)

Prinsip Integritas

Prinsip integritas mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam
hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.
Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikais atau informasi lainnya
yang diyakininya terdapat :
a)

Kesalahan material atau pernyataan yang menyesatkan;

b)

Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati; atau

c)

Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi

yang seharusnya diungkapkan.
2)

Prinsip Objektivitas

Prinsip objektivitas mengharuskan praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas,
benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain
memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.Praktisi
mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya.
1)

Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional

Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
mewajibkan setiap praktisi untuk :

a)

Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk

menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi
kerja; dan
b)

Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai dengan

standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa
profesionalnya.
Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang
cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. Kompetensi
profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut :
a)

Pencapaian kompetensi profesional; dan

b)

Pemeliharaan kompetensi profesional

Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran pemahaman yang
berkelanjutan terhdap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis
yang relevan.Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan
sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar
dapat

melaksanakan

pekerjaannya

secara

kompeten

dalam

lingkungan

profesional.Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap
praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh dan tepat waktu
sesuai dengan persyaratan penugasan.
2)

Prinsip Kerahasiaanan

Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakantindakan sebagai berikut :
a)

Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari

hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau
jaringan KAP tempatnya bekerja tanpat adanya wewenang khusus, kecuali jika
terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum
atau peraturan lainnya yang berlaku; dan
b)

Menggunakan informasi yang bersifat rahasian yang diperoleh dari

hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak
ketiga.

Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam
lingkungan sosialnya.Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan
pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan
hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung
atau anggota keluarga dekatnya.
Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon
klien atau

pemberi kerja harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan

informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja.
Setiap praktisi harus menerapkan semua prosedur yang dianggap perlu untuk
memastikan terlaksananya prinsip kerahasiaan oleh mereka yang bekerja di bawah
wewenangnya,

serta

pihak

lain

yang

memberkan

saran

dan

bantuan

profesionalnya.
Situasi-situasi yang mungkin mengharuskan praktisi untuk mengungkapkan
informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut dianggap
tepat :
a)

Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh klien atau

pemberi kerja;
b)

Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh :
i.

Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang pengadilan; atau

ii.

Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat mengenai suatu
pelanggaran hukum; dan

c)

Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban profesional untuk

mengungkapan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum :
i.

Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan mutu yang dilakukan oleh
organisasi profesi atau regulator;

ii.

Dalam menjawab pertanyaan atau investigasi yang dilakukan oleh
organisasi profesi atau regulator;

iii.

Dalam melindungi kepentingan profesional praktisi dalam sidang
pengadilan; atau

iv.

Dalam mematuhi standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.

Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia, setiap
praktisi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a)

Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga, jika

klien atau pemberi kerja mengizinkan pengungkapan informasi oleh praktisi;
b)

Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasi yang relevan.

Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung bukti, atau ketika informasi tidak
lengkap, pertimbangan profesional harus digunakan untuk menentukan jenis
pengungkapan yang harus dilakukan; dan
c)

Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju. Setiap praktisi

harus memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam komunikasi tersebut.
3)

Prinsip Perilaku Profesional

Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap praktisi untuk mematuhi setiap
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan
yang dapat mendiskreditkan profesi.
Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi
tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan
tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan :
a)

Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat
diberikan, kualifikasi yang dimiliki atau pengalaman yang telah diperoleh; dan

b)

Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang

tidak didukung bukti terhadap hasil perkerjaan praktisi lain.

Nama : Yuesha Amielda Miftakhul Jannah
NIM

: 2015017035