makalah kesuburan tanah sawah id

MAKALAH
KESUBURAN, PEMUPUKAN DAN KESEHATAN TANAH
PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH SAWAH

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Muhammad Azzam Ridhamalik
Angga R J P S
Putri Perdana
Herdiana Anggrasari
Noerlailatul B.

Urfan Faridhavin
Petrio Permana
Dewi Putri H.
Wahyu A.
M. Rihan

(11916)
(12117)
(12265)
(12568)
(12514)
(12571)
()
(12656)
(12651)
()

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2014
I.

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat, sehingga kebutuhan pangan terus
bertambah. Sebaliknya luas lahan produktif relatif tetap atau bahkan menyusut. Lahan-lahan

yang bagus di Jawa dialihfungsikan menjadi pemukiman atau kawasan industri. Peningkatan
produksi dapat dilakukan melalui intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas atau
ekstensifikasi untuk mendapatkan lahan baru. Kunci utama dari kedua hal tersebut adalah
bagaimana memelihara atau meningkatkan status kesuburan tanahnya (Yuwono, 2007).
Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh
interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi bagian tanah yang menjadi habitat akar-akar
aktif tanaman. Ada akar yang berfungsi menyerap air dan larutan hara, dan ada yang berfungsi
sebagai penjangkar tanaman. Kesuburan habitat akar dapat bersifat hakiki dari bagian tubuh
tanah yang bersangkutan, dan/atau diimbas (induced) oleh keadaan bagian lain tubuh
tanahdan/atau diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka lahan, iklim
dan musim. Karena bukan sifat melainkan mutu maka kesuburan tanah tidak dapat diukur atau
diamati, akan tetapi hanya dapat ditaksir (assessed). Penaksirannya dapat didasarkan atas sifatsifat dan kelakuan fisik, kimia dan biologi tanah yang terukur, yang terkorelasikan dengan

peragaan (performance) tanaman menurut pengalaman atau hasil penelitian sebelumnya.
Kesuburan tanah juga dapat ditaksir secara langsung berdasarkan keadaan tanaman yang teramati
(bioessay). Hanya dengan cara penaksiran yang pertama dapat diketahui sebab-sebab yang
menentukan kesuburan tanah. Dengan cara penaksiran kedua hanya dapat diungkapkan
tanggapan tanaman terhadap keadaan tanah yang dihadapinya (Notohadiprawiro dkk, 2006).
Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang
(galengan), saluran untuk menahan / menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa
memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut. Termasuk disini lahan yang
terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan,
lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru. Lahan sawah mencakup pengairan,
tadah hujan, sawah pasang surut, rembesan, lebah dan lain sebagainya.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Ada dua pengertian kesuburan tanah yang harus dibedakan jelas, yang satu ialah
kesuburan tanah aktual, yaitu kesuburan tanah hakiki (aseli, alamiah). Lainnya ialah kesuburan

tanah potensial yaitu kesuburan tanah yang dapat dicapai dengan intervensi tekhnologi yang

mengoptimumkan semua faktor. Seberapa banyak intervensi tekhnologi yang layak diterapkan
tergantung pada (1) imbangan antara tambahan hasil panen atau nilai tambah mta dagangan
(komoditi) yang diharapkan akan dapat dihasilkan, dan tambahan biaya produksi yang harus
dikeluarkan, (2) kemampuan masyarakat membiayai intervensi itu, dan (3) keterampilan teknik
masyarakat menerapkan intervensi tersebut secara sinambung. Ketiga faktor pertimbangan itu
saling pengaruh mempengaruhi. Meskipun menurut pertimbangan pertama intervensi yang
direncanakan dapat diterima, namun rencana itu menjadi tidak layak kalau masyarakat tidak
mampu

membiayainya

atau

tidak

berketerampilan

teknik

untuk


melaksanakannya

(Notohadiprawiro dkk, 2006).
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menghasilkan bahan tanaman yang
dipanen. Maka disebut pula daya menghasilkan bahan panen atau produktivitas. Ungkapan akhir
kesuburan tanah ialah hasil panen, yang diukur dengan bobot bahan kering yang dipungut per
satuan luas (biasanya hektar) dan per satuan waktu. Dengan menggunakan tahunh sebagai satuan
waktu untuk perhitungan hasil panen, dapat dicakup akibat variasi keadaan habitat akar tanaman
karena musim (Schroeder, 1984).
Salah satu langkah mengelola kesuburan tanah adalah dengan melakukan pemupukan.
Pemupukan adalah Pemberian bahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki suasana tanah, baik
fisik, kimia atau biologis disebut pembenahan tanah (amandement) yang berarti perbaikan
(reparation) atau penggantian (restitution). Bahan-bahan tersebut termasuk mulsa (pengawet
lengas tanah, penyangga temperatur), pembenah tanah (soil conditioner, untuk memperbaiki
struktur tanah), kapur pertanian (untuk menaikkan pH tanah yang terlalu rendah, atau untuk
mengatasi keracunan Al dan Fe), tepung belerang (untuk menurunkan pH tanah yang semula
tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan kegaraman tanah). Rabuk kandang dan hijauan legum
diberikan ke dalam tanah dengan maksud sebagai pupuk maupun pembenah tanah.
Kerjasama antar bahan pupuk dalam arti khusus dan amandemen berguna meningkatkan

atau memperbaiki keterserapan hara pupuk melalui peranan bahan amandemen dalam
menempatkan (mengefektifkan) interaksi antara tanah dan pupuk, dan/atau memperbaiki keadaan
lingkungan perakaran yang pada gilirannya menempatkan keragaan (performance) akar tanaman
dapat menyerap hara pupuk. Keterserapan hara pupuk dapat ditentukan secara nyata pula oleh
sifat bahan pupuk sendiri. Bahan amandemen sendiri berkekemampuan memperbaiki

keterserapan hara asli tanah, sehingga tanpa disertai pemupukan yang menambahkan hara,
kesuburan tanah sudah dapat ditingkatkan. Dalam hal ini amandemen mendorong pelepasan ion
hara dari ikatan mineral atau organik yang kompleks (menggiatkan proses hidrolisis lewat
optimasi penambatan lengas tanah, atau melancarkan proses pertukaran ion. Pemupukan dengan
pupuk hijau atau kandang sering lebih mempan, karena bahan pupuk itu berfungsi rangkap, yaitu
penambahan hara dan sekaligus mengamandemenkan tanah.

III.

PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI TANAH SAWAH

Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari

organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Tanah sawah adalah
tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun
bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi,
tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan dan
sebagainya.Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau
dari tanah rawa-rawa yang ”dikeringkan” dengan membuat saluran-saluran drainase
(Hardjowigeno et al, 2004).
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terusmenerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan
merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah
perkebunan, tanah pertanian, dan sebagainya. Segala macam tanah dapat disawahkan asalakan
airnya cukup tersedia. Dalam pembagian jenis tanah, tanah sawah menurut FTO merupakan
tanah yang masuk ke dalam jenis tanah Antrosol.
Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari
tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang
airnya dari irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut
sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang
dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.
Secara garis besar, tanah sawah di Indonesia dapat dibedakan menjadi (1) tanah sawah

berasal dari lahan kering, (2) tanah sawah berasal dari rawa-rawa.
1. Tanah sawah berasal dari lahan kering
Tanah sawah yang berasal dari lahan kering terdapat di daerah datar hingga berbukit,
bahkan kadang-kadang bergunung yang kemudian diteraskan dan diairi melalui air irigasi. Tanah
sawah jenis ini ditemukan di daerah dataran rendah dan punggung, lereng, atau kaki vulkan serta
daerah nonvulkanik yang cukup air sebagai sumber irigasi. Sifat tanah sawah yang berasal dari
lahan kering umumnya mengalami perubahan yang sangat nyata dari sifat tanah asalnya dan
profil tanah sawah tipikal mungkin terbentuk. Akan tetapi untuk tanah dengan air tanah dangkal
atau tanah yang mempunyai sifat mengembang dan mengerut sulit membentuk profil tanah yang
tipikal (Soepraptohardjo dan Suharjo, 1978).
2. Tanah sawah berasal dari tanah rawa
Tanah sawah dari tanah rawa dapat juga berasal dari lahan rawa-rawa daerah
pelembahan dan rawa-rawa lebak, atau lahan rawa-rawa pasang surut.

- Rawa pelembahan dan lebak
Lahan rawa pelembahan dan lebak yang disawahkan terdapat di daerah yang hampir
datar atau cekung dengan drainase jelek dan air permukaan tanah yang dangkal serta tergenang
atau kebanjiran selama periode tertentu dalam satu tahun. Sifat tanah sawah yang terbentuk
umumnya tidak terlalu banyak berubah dari sifat tanah asalnya (Soepraptohardjo dan Suharjo,
1978).

- Rawa pasang-surut
Daerah pasang-surut disekitar sungai besar umumnya mempunyai potensi yang tinggi
untuk padi sawah. Jenis tanah yang ditemukan di daerah pasang-surut umumnya terdiri atas
mineral yang sering memiliki potensi sulfat masam, demikian juga dengan tanah gambut. Profil
tanah yang terbentuk tidak terlalu berbeda dengan profil tanah asalnya.
Sawah adalah sebidang lahan pertanian yang kondisinya selalu ada dalam kondisi basah
dan kadar air yang dikandungnya selalu di atas kapasitas lapang. Sebidang sawah dicirikan oleh
beberapa indikator, yaitu:

Topografi selalu rata

Dibatasi oleh pematang

Diolah selalu pada kondisi berair

Ada sumber air yang kontinyu, kecuali sawah tadah hujan an sawah rawa

Kesuburan tanahnya relative stabil meskipun diusahakan secara intensif, dan

Tanaman yang utama diusahakan petani padi sawah

Sawah berdasarkan system irigasinya / pengairan dibedakan menjadi beberapa macam
sebagai berikut:
1. Sawah pengairan teknis: sawah yang bersumber pengairannya berasal dari sungai, artinya
selalu tersedia sepanjang sepanjang tahun, dan air pengairan yang masuk ke saluran primer,
sekunder, dan tersier volume terukur. Oleh karena itu, pola tanam pada sawah teknis ini lebih
fleksibel dibandingkan dengan sawah lainnya. Ciri sawah jenis ini dalam pola tanamnya sebagian
besar selalu padi – padi, meskipun ada pola tanam lain biasanya terbatas di daerah – daerah yang
para petaninya sudah mempunyai orientasi ekonomi yang tinggi, seperti di daerah kebupaten
Kuningan dan kabupaten Garut.
2. Sawah pengairan setengah teknis: sawah yang sumber pengairannya dari sungai,
ketersediaan airnya tidak seperti sawah pengairan teknis, biasanya air tidak cukup tersedia
sepanjang tahun. Pola tanam pada sawah ini biasanya padi – palawija atau palawija – padi. Sawah
tipe ini banyak terdapat di daerah kabupaten Garut bagian selatan, kabupaten Cianjur selatan, dan
kabupaten Sukabumi selatan.

3.

Sawah pengairan pedesaan: sawah yang sumber pengairannya berasal dari sumber-sumber

air yang terdapat di lembah-lembah bukit yang ada di sekitar sawah yang bersangkutan. Prasarana

irigasi seperti saluran, bendungan dibuat oleh pemerintah desa dan petani setempat, serta
bendungan irigasi umumnya tidak permanen. Pola tanam pada sawah pengairan pedesaan ini
biasanya padi – padi, dan padi – palawija, atau padi – bera. Petani yang melakukan padi – padi
biasanya terbatas di daerah-daerah yang berdekatan degan sumber air saja, sedangkan yang jauh
biasanya hanya ditanami padi sekali saja pada musim hujan dan pada musim kemarau dibiarkan
bera. Sawah jenis ini hampir di seluruh kabupaten ada namun luasanya terbatas sekali.
4. Sawah tadah hujan: sawah yang sumber pengairannya bergantung pada ada atau tidaknya
curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah yang topografinya tinggi dan
berada di lereng-lereng gunung atau bukit yang tidak memungkinkan dibuat saluran irigasi. Oleh
karena itu, pada sawah semacam ini pola tanamnya adalah padi – bera, padi – palawija, dan
palawija – padi.
5. Sawah rawa: sawah yang sumber airnya tidak dapat diatur. Karena sawah ini kebanyakan
terdapat di daerah lembah dan cekungan atau pantai. Kondisinya selalu tergenang air karena
airnya tidak dapat dikeluarkan atau diatur sesuai dengan kebutuhan. Ciri utama sawah rawa
adalah diolah atau ditanami pada musim kemarau dan dipanen menjelang musim hujan. Tanaman
yang utama adalah padi rawa yang mempunyai sifat tumbuhnya mudah menyesuaikan dengan
permukaan air apabila tergenang melebihi batas permukaan atau dilanda banjir. Sawah rawa
banyak terdapat di kabupaten Kawarang sebelah utara, kabupaten Indramayu, dan di pulau-pulau
luar Jawa, seperti Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatera Selatan.
6. Sawah rawa pasang surut: sawah yang system pengairannya dipengaruhi naik dan turunnya
air laut (pasang laut). Ciri khas sawah pasang surut ini adalah bahwa pengolahan tanah sangat
sederhana yaitu hanya pembabatan rumput pada musim kemarau menjelang musim hujan tiba dan
panen pada musim hujan. Sawah rawa pasang surut ini banyak terdapat sepanjang sungai yang
besar – besar seperti di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Irian Jaya.
7. Sawah Lebak: sawah yang terdapat dikanan-kiri tebing sungai dan di delta-delta sungai
yang besar. Sawah ini sumber pengairannya dari sungai yang bersangkutan. Pemasukan airnya
dilakukan dengan memakai alat pengeduk seperti timba atau kincir air yang dibuat di sebelah kiri
kanan sawah yang bersangkutan. Sawah jenis ini biasanya ada pada musim kemarau ketika air
sungai yang bersangkutan surut, pengolahan dan penanaman pada musim kemarau dan panen

menjelang musim hujan. Sawah lebak terdapat di Jawa Timur lembah Bengawan Solo, Kali
Berantas, dan Delta Musi di Sumatera Selatan.
B. MORFOLOGI DAN PERKEMBANGAN PROFIL TANAH SAWAH
Tanah sawah merupakan tanah yang memiliki ciri khas yang membedakan dengan tanah
tergenang lainnya yakni lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat difusi O2 setebal 0,8-1,0
cm, dan lapisan reduksi setebal 25-30 cm diikuti oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Selain
itu selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O 2 oleh akar tanaman padi yang
menimbulkan kenampakan yang khas pada tanah sawah (Lahuddin dan Mukhlis, 2006).
Karakteristik tanah dapat diamati seperti tebal horizon, tekstur, kadar bahan organik,
reaksi tanah, jenis lempung, kandungan hara tanaman dan kemampuan mengikat air. Tanah
mempunyai karakteristik yang berbeda bagi masing-masing horizon dalam profil tanah. Kualitas
tanah merupakan hasil interaksi antara karakteristik tanah, penggunaan tanah dan keadaan
lingkungan (Darmawijaya,1997).
Menurut Greenland (1997) karakteristik utama tanah sawah yang menentukan
keberlanjutan sistem budidaya padi sawah sebagai berikut: (1) Penggunaan tanah secara kontinue
tidak menyebabkan reaksi tanah menjadi masam. Hal ini berkaitan dengan sifat fisik, kimia tanah
tergenang, dimana penggenangan menyebabkan terjadinya konvergensi pH tanah menuju netral.
(2) Kondisi permukaan tanah sawah memungkinkan hara tercuci lebih cenderung tertampung
kembali ke lahan bawahnya daripada keluar dari sistem tanah (3) Fosfor lebih mudah tersedia
bagi padi sawah (4) Populasi aktif mikroorganisme penambat nitrogen mempertahankan oksigen
organik. Faktor penting dalam pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air di
permukaan, penggenangan dan pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan tanah sawah
meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh reduksi-oksidasi (redoks) yang
bergantian; (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; (c) perubahan sifat
fisik, kimia dan mikrobiologi tanah akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan,
atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan (Prasetyo et al., 2004).
Profil tanah sawah yang mempunyai lapisan oksidasi dan lapisan reduksi. Dimana pada
lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO 3-. Oleh karena
ion nitrat ini sangat mobil maka akan mudah tercuci ke lapisan reduksi. Di lapisan reduksi inilah
nitrat mengalami denitrifikasi sehingga berubah menjadi gas N 2. Ion NH4+ stabil pada lapisan
reduksi dan dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman padi (Hasibuan, 2010).

Tanah sawah dapat mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut
dapat berupa sementara dan permanen. Sebelum tanah digunakan sebagai sawah, secara alami
tanah tersebut mengalami pembentukan sesuai dengan faktor-faktor pembentuknya sehingga
muncul jenis tanah tertentu. Pada tanah yang disawahkan dengan penggenangan air, maka
pembentukan tanah alami yang sedang berjalan akan terhenti. Dan terjadi proses pembentukan
tanah baru ketika air genangan di permukaan tanah dan metode pengolahan tanah yang
diterapkan menjadi peran penting. Penggunanaan tanah kering untuk padi sawah dapat
menyebabkan perubahan sifat morfologi dan sifat fisika-kimia tanah secara permanen, sehingga
dapat menyebabkan perubahan klasifikasi tanah (Sarwono Hardjowigeno dkk, 2008). Sedangkan
pada tanah sawah yang berasal dari lahan basah, maka perubahan-perubahan tersebut tidak
terlalu jelas (Hardjowigeno dan M. Luthfi, 2005).
a.

Perubahan sementara
Perubahan sementara adalah perubahan-perubahan sifat fisik, morfologi, dan kimia

tanah sebagai akibat penggenangan tanah musiman baik pada waktu pengolahan tanah maupun
selama pertumbuhan padi sawah. Perubahan-perubahan tersebut terjadi di permukaan tanah dan
hanya bersifat sementara karena setelah penyawahan selesai dan diganti dengan tanaman
palawija atau diberakan, terjadi perubahan kembali sifat-sifat tanah akibat pengeringan tanah.
1. Perubahan sifat fisik tanah
Terdapat beberapa proses pengolahan tanah yang menyebabkan perubahan fisik tanah, yaitu:
a)
Pelumpuran
Perubahan sifat fisik tanah yang mula-mula terjadi pada tanah sawah merupakan akibat
pelumpuran (puddling). Tujuan dari pelumpuran adalah menghancurkan agregat tanah menjadi
lumpur yang sangat lunak. Pelumpuran secara keseluruhan menyebabkan sifat tanah menjadi : a)
semua agregat (struktur) tanah hancur sehingga tanah tidak berstruktur, b) pori-pori kasar
berkurang sedangkan pori-pori halus (mikro) meningkat, c) daya menahan air meningkat karena
meningkatnya pori-pori mikro, d) tanah menjadi sangat lunak karena lumpur baru mengendap, e)
dalam keadaan lumpur tersebut, tanah dapat mempertahankan keadaan reduksi lebih lama, f)
partikel-partikel halus dalam lumpur tersebut dapat bergerak kebawah bersama air perkolasi dan
mengendap di bawah lapisan olah sehingga membantu pembentukan lapisan tapak bajak.
Proses reduksi terjadi setelah pelumpuran karena tidak adanya udara. Tanah sawah yang
dilumpurkan tetap dalam keadaan tereduksi, tidak peduli apakah tanah tersebut digenangi
ataupun tidak, sampai mulai terjadi retakan-retakan. Saat tanah digenangi, persedian oksigen
menurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari (Sanchez, 1993). Menurut

Prasetyo dkk (2009), mikroba aerob dengan cepat menghabiskan udara yang tersisa dan menjadi
tidak aktif lagi atau mati. Kemudian mikroba fakultatif anaerob dan obligat aerob mengambil
alih dekomposisi bahan organik tanah dengan menggunakan komponen tanah teroksida (seperti:
nitrat, Mn, Fe-Oksida dan sulfat).
b)
Selama pertumbuhan tanaman
Setelah pengolahan tanah dengan cara pelumpuran selesai, maka dimulailah penanaman
padi. Akibat yang terjadi pada tanah karena makin tergenang oleh air, antara lain adalah: a)
partikel-partikel tanah mulai mengendap, b) terdapat lapisan tipis diatas lapisan pasir, karena
pengendapan lapisan pasir yang diikuti oleh debu dan liat, c) kadar air tanah berkurang akibat
dari pengendapan partikel tanah dan makin berkurang akibat penyerapan air oleh akar tanaman.
d) daya kohesi partikel-partikel tanah meningkat, sehingga tanah menjadi padat.
c)

Setelah penggenangan selesai

Setelah penggenangan selesai, maka mulai terjadi proses pengeringan tanah yang
berjalan lambat. Perlakuan pelumpuran dapat mempertahankan tanah dalam keadaan reduksi
lebih lama. Bila pengeringan berlanjut, maka tanah akan berubah menjadi pasta yang kemudian
tanah akan retak-retak dan akibatnya adalah tanah mengami aregasi kembali.
2. Perubahan sifat fisika kimia tanah
Perubahan sementara sifat fisika kimia tanah dapat terjadi di permukaan tanah yang
mengalami penggenangan secara berkala akibat tanah disawahkan. Perubah sementara tersebut
dianggap penting untuk mempelajari perubahan sifat kimia jangka panjang. Jika tanah digenangi,
maka difusi gas ke dalam massa tanah terputus sehingga organisme aerobik akan menghabiskan
oksigen yang ada di permukaan tanah dengan cepat. Dekomposisi bahan organik secara aerobik
yang cepat pada tanah dengan tata udara baik, diambil alih oleh bakteri fakultatif atau obligat
anaerobik tersebut yang relatif lambat.
Oksigen dapat habis dalam waktu sehari penggenangan. Setelah itu nitrat akan hilang
karena reduksi menjadi gas N2 dan NO2 (denitrifikasi). Amonium-N dapat juga hilang setelah
terlebih dahulu berdifusi ke lapisan atas dan mengalami nitrifikasi menjadi nitrat di lapisan atas
tanah tipis yang oksidatif tersebut. Nitrat yang terbentuk bergerak ke lapisan bawah yang
reduktif melalui proses difusi dan aliran massa, kemudian mengalami denitrifikasi menjadi gas
N2 dan NO2.

Setelah nitrat habis, maka konsentrasi Mn2+ dan Fe2+ dalam larutan tanah meningkat
sampai ketitik puncak tertentu dalam minggu-minggu pertama penggenangan yang kemudian
menurun ke suatu nilai yang kurang lebih konstan. Bila lapisan yang melumpur tersebut retakretak akibat dari pengeringan lebih lanjut, maka aerasi keseluruh bagian tanah menjadi lebih
cepat. Aerasi menyebabkan proses oksidasi Fe2+ yang tidak aktif menjadi lambat. Perubahan
reduksi dan oksidasi yang berulang-ulang dapat menyebabkan senyawa besi ferro pada lapisan
olah tetap tidak teroksidasi selama tanah dalam keadaan kering (diberakan) (Mitsuchi, 1974).
3. Perubahan sifat morfologi tanah
Perubah sifat fisika kimia tanah yang terus berlangsung tersebut dicerminkan juga oleh
perubahan sifat morfologi tanah, terutama lapisan permukaan. Dalam keadaan tergenang tanah
menjadi berwarna abu-abu akibat reduksi besi menjadi besi ferro. Akan tetapi warna reduksi
tersebut tidak terjadi pada tanah pasir atau tanah lain dengan permeabilitas tinggi, kecuali pada
penggenangan yang sangat lama. Apabila tanah dikeringkan, akan terjadi oksidasi lagi terhadap
besi ferro menjadi ferri sehingga terbentuk karatan cokelat pada retakan-retakan, bekas akar atau
tempat lain dimana udara dapat masuk.
b. Perubahan permanen
Perubahan permanen terjadi akibat efek kumulatif perubahan sementara karena
penggenangan tanah musiman atau praktik pengelolaan tanah sawah seperti pembuatan teras,
perataan tanah, pembuatan pematang, dan lain-lain. Perubahan permanen pada tanah sawah yang
disawahkan dapat dilihat pada sifat morfologi profil tanahnya yang seringkali menjadi berbeda
dengan profil tanah asalnya yang tidak disawahkan. Perubahan-perubahan permanen profil tanah,
dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
- Cara pembuatan atau pencetakan sawah misalnya dengan perataan dan penerasan serta
pembuatan pematang.
- Perubahan sifat fisik tanah karena praktik budidaya tanaman padi sawah yang dilakukan
dengan penggenangan, baik pada waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan
tanaman.
- Perubahan yang kompleks dalam sifat-sifat kimia dan mineralogi tanah menjadi bagian dari
proses pembentukan tanah.
C. PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH SAWAH
Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah dapat dijadikan sebagai indikator untuk
menentukan kualitas tanah. Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam

berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas
lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan dan manusia.
Pengukuran kualitas tanah merupakan dasar untuk penilaian keberlanjutan pengelolaan
tanah yang dapat diandalkan untuk masa-masa yang akan dating, karena dapat dipakai sebagai
alat untuki menilai pengaruh pengelolaan lahan. Hingga saat ini banyak dicari indikator-indikator
kualitas tanah yang dapat dipilah yang banyak diterima pengguna dan mempunyai kehandalan
dalam menilai tanah, khususnya pada tanah-tanah terdegradasi dan terpolusi (Winarso, 2005).
Pengolahan tanah yang paling utama adalah untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar
sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman secara umum ditentukan oleh sifat fisik tanah, antara lain konsentrasi
dan struktur tanah yang mampu memberikan cukup ruang pori-pori untuk aerasi dan penyediaan
air bagi tanaman. Kondisi tersebut kadang sudah terpenuhi secara alami dan apabila kondisi
belum baik maka dapat dilakukan modifikasi yaitu dengan atau tanpa pengolahan tanah.
Pengolahan tanah yang sering digunakan ada tiga macam diantaranya:
1.
Pengolahan Lahan Sempurna
Pengolahan lahan secara sempurna yaitu pengolahan lahan yang meliputi seluruh
kegiatan pengolahan lahan. Dimulai dari awal pembukaan lahan hingga lahan siap untuk
ditanami, meliputi pembajakan, pemupukan dan rotary.
2.
Olah Lahan Minimum.
Pegolahan lahan dengan olah tanah minimum hanya meliputi pembajakan( tanah diolah,
dibalik, kemudian tanah diratakan). Pada pengolahan tanah ini biasanya banyak dilakukan untuk
lahan persawahan.
3.
Tanpa Olah Tanah(TOT)
Pengolahan lahan pada system ini hanya meliputi penye,protan guna membunuh atau
menghilangkan gulma pada lahan, kemudian ditungg hingga gulma mati dan lahan siap untuk
ditanami. Pada pengolahan lahan ini biasanya digunakan sisti tajuk dalam proses penanamannya.
Tahapan pengolahan lahan, pada lahan basah/sawah meliputi:
1. Bajak pertama membalik tanah sedalam lapisan olah/topsoil menggunakan alat bajak.
Tujuannya adalah agar lapisan tanah bagian bawah diangkat untuk membonkar endapan
mineral/Hara yang sulit diraih akar, memperlancar sirkulasi udara, benih-benih gulma dan sisa
tumbuhan lainnya dibenamkan memperkaya bahan organik tanah.
2. Bajak kedua dilakukan setelah pembajakan pertama selesai. Pembajakan kedua
dengan memotong arah dari arah pembajakan pertama, berguna untuk memperkecil bongkahan

tanah menjadi remah, meratakan campuran antara unsur liat, pasir, tanah dan bahan orgaik pada
lapisan olah, mematikan bibit-bibit gulma yang baru tumbuh.
3. Penggaruan pada lahan yang sudah dilakukan pembajakan kedua, berguna;
a) Membentuk lapisan kedap air di permukaan tanah. Untuk lahan yang memiliki lapisan
kedap air di bawah lapisan olah/top soil tujuan ini dapat diabaikan.
b) Meratakan lahan agar tinggi permukaan air seragam di pertanaman.
c) Membenamkan bagian-bagian tumbuhan yang masih tersisa.
Pengolahan lahan pada lahan tegal/ladang dengan becocok tanam sistim gogo,
pengolahan lahan menggunakan kaidah-kaidah yang sama dengan di lahan sawah, yaitu untuk
memperbaiki komposisi lapisan olah/ top soil, melancarkan sirkulasi udara dalam tanah,
mengurangi gulma, dan meratakan permukaan. Kelalaian dalam pegolahan lahan memungkinkan
besar produksi yang ingin tidak tercapai. Bercocok tanam tanpa olah tanah dapat dilakukan pada
lahan bukaan baru (Hutan) yang kesuburannya masih terjaga. Atau melalui pengolahan alamiah
secara pertahap kesuburan di tingkatkan yaitu dengan mengembalikan sebagian besar sisa
tanaman setiap panen pada permukan lahan di tambah pengaturan irigasi yang baik.

Pengolahan Lahan Sawah Bukaan Baru
Lahan sawah bukaan baru dapat dicetak dari lahan kering yang digenangi air. Lahan
sawah dikatakan baru bukan karena lamanya tetapi karena belum terbentuknya lapisan tapak
bajak. Terbentuknya lapisan tapak bajak tergantung dari sifat kimia tanah yang mendorong proses
oksidasi reduksi yang dipengaruhi oleh lamanya waktu tergenang dan keringnya lahan. Lahan
sawah di Sumatera yang berumur satu sampai tujuh tahun belum memiliki lapisan tapak bajak.
 Perubahan Sifat Tanah Akibat Penggenangan
Penggenangan menurunkan nilai pH, pada tanah masam meningkatkan pH tanah dan
meningkatkan ketersediaan besi fero dalam tanah yang dapat meracuni tanaman padi. Dengan
meningkatnya besi fero dapat menyebabkan beberapa hara tidak tersedia seperti hara N, P, K, Ca
dan Mg. Peningkatan besi fero menyebabkan efisiensi penggunaan pupuk, dan produksi padi
menurun. Selain itu oksida besi dapat membungkus akar padi, sehingga pertumbuhan terhambat
dan tidak mampu menyerap hara.
 Pengembangan Lahan Sawah Bukaan Baru
Lahan sawah bukaan baru dari lahan kering umumnya dicetak pada lahan di luar P. Jawa
yang tanahnya besifat masam dan miskin unsur hara. Mengandung oksida Fe dan Al tinggi.
Pengembangan dilakukan dengan masukan yang cukup tinggi, antara lain pupuk, bahan organik,
dan pengapuran.

 Pengelolaan Lahan Sawah Bukaan Baru
Pengelolaan lahan sawah bukaan baru dimaksudkan untuk menekan keracunan Fe.
Beberapa hal yang dilakukan antara lain pemupukan yang tepat, pengelolaan bahan organik dan
sisa hasil panen, pengelolaan air, dan pengelolaan tanaman.
a. Pemupukan yang Tepat
Lahan sawah bukaan baru umumnya bersifat masam, kadar hara N, P, K, Ca, dan Mg
rendah, serta Fe tinggi. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan menekan ketersediaan Fe tanah.
Untuk mengurangi ketersediaan kadar Fe dalam tanah dapat dilakukan dengan penambahan
bahan organik dan pengairan secara berselang antara digenangi dan dikeringkan.
b. Ameliorasi Lahan Sawah Bukaan Baru
Penambahan bahan organik ke dalam lahan sawah bukaan baru dapat menurunkan kadar
Fe dan meningkatkan hasil gabah kering 22,5%. Pemberian 1t kapur/ha dan 5t pupuk kandang/ha
serta pemupukan NPK dapat meningkatkan hasil padi 1-2 t/ha. Pemberian bahan organik pada
lahan sawah bukaan baru dapat memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan ketersediaan hara
dan membantu menetralisir keracunan Fe. Pengapuran diberikan pada lahan sawah pada pH awal