BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pendahuluan - Kajian Kekuatan dan Stabilitas Struktur Bangunan Menara Tungku Pembakaran Batu Bara dengan Memperhitungkan Pengaruh Gempa, Angin dan Temperatur Tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pendahuluan Baja merupakan suatu bahan konstruksi yang lazim digunakan dalam struktur

  bangunan sipil. Karena kekuatan yang tinggi dan ketahanan terhadap gaya luar yang besar maka baja ini juga telah menjadi bahan pilihan untuk konstruksi rangka struktur bangunan tungku pembakaran batu bara. Struktur baja bisa dibagi atas tiga kategori umum : a. Struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik, kolom, balok dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial

  b. Struktur gantung (suspension), yang sistem pendukung utamanya mengalami tarikan aksial yang dominan c. Struktur selaput (shell), yang tegangan aksialnya dominan.

II.2. Karakteristik Baja

  Pengetahuan mengenai karakteristik baja merupakan keharusan apabila seorang insinyur menggunakan baja sebagai pilihan untuk merencanakan suatu bagian struktur. Sifat mekanisme yang sangat penting pada baja diperoleh berdasarkan hukum eksperimental tegangan dan regangan yang didapatkan oleh Robert Hooke pada tahun 1678. jika benda mengalami pembebanan, didapatkan bahwa untuk bahan tertentu perpanjangannya berbanding lurus dengan beban yang dipasang. Jika bahan terbuat dari bahan terbuat dari bahan elastic yang penampangnya sama dibebani menurut sumbunya, tegangannya sama pada seluruh penampang dan besarnya sama dengan besar beban dibagi dengan luas penampangnya. Regangan sumbu sama dengan pertambahan panjang dibagi dengan panjang semula, sehinggga dapat ditulis:

  σ = ? ?

  (2.1)

  ε = ???? ??

  (2.2)

  σ = ε. E

  (2.3) dimana : P = gaya aksial yang bekerja pada penampang A = luas penampang Lo = panjang mula – mula L = panjang batang setelah mendapatkan beban E = modulus elastisitas

  Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :

  1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel ) Yakni lebih kecil dari 0.15 %

  2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel ) Yakni 0.15 % - 0.29 %

  3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel ) Yakni 0.30 % - 0.59 %

  4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( High carbon steel ) Yakni 0.60 % - 1.7 %

  Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :

  1. Modulus Elastisitas ( E ) Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.

  Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ), nilai

  6

  5 modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 10 kg/cm² atau 2,1 x 10 MPa.

  2. Modulus Geser ( G ) Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :

  ?

  (2.4)

  G = ?(???)

  Dimana μ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan μ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa.

  Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ),

  6

  5

  nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 10 kg/cm² atau 0,81 x 10 . MPa

  3. Koefisien Ekspansi ( α )

  Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja

  • 6

  diambil sebesar 12 x 10 per C.

  4. Tegangan Leleh ( σ1 ) Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja.

  5. Sifat – sifat lain yang penting.

  Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau

  3

  7,850 t/m , atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf

  3 atau 76,975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85 t/m .

  Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan - Regangan Untuk Uji Tarik Pada Baja Lunak

  Keterangan gambar : σ = tegangan baja ε = regangan baja A = titik proporsional A’ = titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh C = titik putus

  Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke.

  Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σyu dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.

  Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis.

  Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas ( Ultimate tensile strength ). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.

  Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0,2 %.

  Harga konstanta – konstanta diatas untuk baja structural adalah :

  

6

  kg/cm² ∑ Modulus Elastisitas E = 2,1 x 10

  6

  ∑ Modulus Geser G = 0,81 x 10 kg/cm² ∑ Angka Poison

  μ = 0,30

  • -6

  ∑ Koefisien Muai α1 = 12 x 10 per º C Sifat fisik batangan tulangan baja yang paling penting, untuk digunakan dalam perhitungan perencanaaan beton bertulangan adalah tegangan leleh (fc) dan modulus elastiisitas (E). Tegangan leleh (titik leleh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai dengan SII 0136-84, dengan ketentuan bahwa tegangan leleh adalah tegangan baja pada saat meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Didalam perencanaan atau analisis beton bertulang pada umumnya nilai tegangan leleh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan.

  Disamping usaha standarisasi yang telah dilakukan masing – masing negara produsen baja, kebanyakan negara produsen baja pada dewasa ini masih berorientasi pada spesifikasi teknis yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia produksi baja tulangan dan baja struktur telah diatur sesuai dengan Standard Industri Indonesia.

  Tegangan Leleh ( Tegangan Ultimate ( σ1) σu)

  Jenis Baja (kg/cm²) (kg/cm²)

  Bj34 2100 3400 Bj37 2400 3700 Bj41 2500 4100 Bj44 2800 4400 Bj50 2900 5000 Bj52 3600 5200

Tabel 2.1 Daftar Tegangan Dari Beberapa Jenis Baja

  Baja merupakan bahan struktur yang sangat luas penggunaannya, sehingga harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Menurut sifatnya baja merupakan bahan yang keseragamannya dari komposisinya sangat baik dan homogenitasnya sangat tinggi terutama Fe (Ferum) dalam bentuk Kristal dan zat arang (C), dalam pembersihan kristalnya melalui panas yang tinggi serta proses selanjutnya, kemudian akan diperoleh besi kasar dari dapur pemroses (tanur tinggi). Untuk menjamin daktilitas dari baja, maka persentase maksimum dari zat arang, posfor dan sulfur dibatasi. Pembatasan komposisi maksimum dari campuran tersebut adalah 1,7 % zat arang(C) ; 1,65 % Mangan (Mn) ; 0,6 % Silikjon ; 0,60 % Tembaga (Cu). Kekuatan baja ini tergantung kepada kadar karbon dan mangan yang dikandungnya. Penambahan persentase karbin meningkatkan tegangan leleh tetapi mengurangi daktilitas, sehingga sukar dilas. Pengelasan akan ekonomis dan memuaskan bila kandungan karbon baja tersebut tidak lebih dari 0,30 %.

Gambar 2.2 Penentuan Tegangan Leleh

  Dari titik regangannya 0,2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan.Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.1 diatas.

  Kekuatan baja ini tergantung kepada kadar karbon dan mangan yang dikandungnya. Penambahan persentase karbin meningkatkan tegangan leleh tetapi mengurangi daktilitas, sehingga sukar dilas. Pengelasan akan ekonomis dan memuaskan bila kandungan karbon baja tersebut tidak lebih dari 0,30 %.

  Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya : ∑ Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat ∑ Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu ∑ Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas ∑ Daktilitas yang tinggi

  Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal : ∑ Biaya perawatan yang besar ∑ Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost ) ∑ Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil

  ∑ Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang / periodik, hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.

  Semua bahan bangunan yang telah dikenal dan dipakai dalam konstruksi pada umumnya mempunyai beberapa kekurangan bila dibandingkan dengan bahan baja, seperti misalnya kayu (terlalu lemah), batu (terlalu besar volumenya), tanah liat dan bagian-bagian pohon (terlalu temporer) atau kurang mempunyai daya tahan terhadap kekuatan tarik dan terlalu getas terhadap benturan (batu dan beton). Disamping kekuatannya yang besar untuk menahan kekuatan tarik dan tekan tanpa membutuhkan banyak volume baja juga mempunyai sifat-sifat lain yang menguntungkan sehingga menjadikannya sebagai salah satu bahan bangunan yang sangat umum dipakai dewasa ini. Penjelasan singkat tentang beberapa sifat-sifat baja akan diutarakan berikut ini:

  1. Kekuatan Tinggi Dewasa ini baja diproduksi dengan berbagai kekuatan yang bisa dinyatakan dengan kekuatan tegangan tekan lelehnya Fy atau oleh tegangan tarik batas Fu. Bahan baja walaupun dari jenis yang paling rendah kekuatannya tetap mempunyai perbandingan kekuatan per volume lebih tinggi bila dibandingkan degan bahan-bahan bangunan lainnya yang umum dipakai. Hal ini memungkinkan perencanaan sebuah konstruksi baja bisa mempunyai beban mati yang yang lebih kecil untuk bentang yang lebih panjang, sehingga memberikan kelebihan ruang dan volume yang dapat dimanfaatkan akibat langsingnya profil yang dipakai.

  2. Kemudahan Pemasangan Semua bahan-bahan baja bisa dipersiapkan di bengkel. Sehingga satu-satunya kegiatan yang dilakukan di lapangan adalah kegiatan pemasangan bagian- bagian konstruksi yang telah dipersiapkan. Sebagian besar dari komponen- komponen konstruksi mempunyai bentuk standard yang siap dan bisa diperoleh di toko-toko besi, sehingga waktu yang diperlukan untuk membuat bagian-bagian konstruksi baja yang telah ada juga bisa dilakukan dengan mudah karena komponen-komponen baja biasanya mempunyai bentuk standard dan sifat-sifat yang tertentu dan mudah diperoleh dimana-mana.

  3. Keseragaman Sifat-sifat dari baja, baik sebagai bahan bangunan maupun dalam bentuk struktur terkendali dengan baik sekali, sehingga dapat diharapkan elemen- elemen dari struktur bisa berprilaku sesuai dengan yang diduga dalam perencanaan. Dengan demikian bisa dihindari terdapatnya proses pemborosan yang biasanya terjadi dalam perencanaan akibat adanya berbagai ketidakpastian.

  4. Daktilitas Sifat dari baja yang mengalami deformasi yang besar di bawah pengaruh tegangan tarik yang tinggi tanpa hancur atau putus disebut sifat daktilitas.

  Adanya sifat ini membuat struktur baja mampu mencegah terjadinya proses robohnya bangunan secara tiba-tiba. Sifat ini sangat menguntungkan ditinjau dari sudut keamanan penghuni bangunan bila terjadi suatu goncangan yang tiba-tiba, seperti misalnya pada peristiwa gempa bumi.

  Disamping itu masih ada juga keuntungan lain yang dapat kita peroleh dari struktur baja, seperti:

  1. Proses pemasangan di lapangan berlangsung cepat.

  2. Profil baja dapat dilas.

  3. Komponen-komponen strukturnya bisa digunakan lagi untuk keperluan lainnya.

  4. Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi masih mempunyai nilai sebagai besi tua.

  5. Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan yang tidak terlalu sukar.

  Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, bahan baja juga mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:

  1. Komponen-komponen struktur yang dibuat dari bahan baja perlu diusahakan supaya tahan api sesuai dengan peraturan yang berlaju untuk bahaya kebakaran.

  2. Diperlukannya suatu biaya pemeliharaan untuk mencegah baja dari bahaya karat.

  3. Akibat kemampuannya menahan tekukan pada batang-batang yang langsing, walaupun dapat menahan gaya-gaya aksial, tetapi tidak bisa mencegah terjadinya pergeseran horizontal.

  Perlu diperhatikan bahwa pada suhu yang tinggi seperti yang terdapat bila terjadi kebakaran pada bangunan, kekuatan dari struktur baja akan menurun secara drastis dan untuk mencegah supaya bangunan tidak roboh secara tiba-tiba, struktur baja harus dilindungi dengan bahan tahan api atau dengan cara-cara perlindungan lainnya yang sejenis. Cara umum untuk melindungi konstruksi baja dari bahaya api adalah dengan melapisinya kurang lebih setebal 1 inchi dengan campuran semen, adukan beton, atau dengan lapisan lain dari bahan yang tahan api seperti gips atau bahan lainnya.

II.3. Bentuk - Bentuk Profil Baja

  Ada 2 macam bentuk profil baja yang berdasarkan cara pembuatannya, yaitu:

  a. Hot rolled shapes: Profil baja dibentuk dengan cara blok-blok baja yang panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled shapes ini mengandung tegangan residu (residual stress). Jadi sebelum batang dibebani pun sudah ada residual stress yang berasal dari pabrik.

  b. Cold formed shapes: Profil semacam ini dibentuk dari pelat-pelat yang sudah jadi, menjadi profil baja dengan temperatur atmosfir (dalam keadaan dingin, ingat mengenai strain aging). Tebal pelat yang dibentuk menjadi profil disini tebalnya kurang dari 3/16 inch. Profil macam ini ringan dan sering disebut sebagai light gage form steel. Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di pasaran. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Beberapa jenis profil baja yang dipakai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah profil IWF.

  Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasa digunakan secara gabungan, yang lebih dikenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan pada struktur truss.

  Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1 : 6. Aplikasinya biasanya digunakan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukan rangka (frame opening).

  Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi.

  Ada 2 jenis tipe sumbu dalam bentuk-bentuk profil baja berdasarkan inersia menurut jenis penampangnya :

  1. Sumbu Utama Sumbu utama adalah sumbu yang menghasilkan inersia maksimum atau minimum. Sumbu yang menghasilkan inersia maksimum dinamakan sumbu kuat, dan yang menghasilkan inersia minimum disebut sumbu lemah. Sumbu simetri suatu penampang selalu merupakan sumbu utama, namun sumbu utama belum tentu sumbu simetri.

Gambar 2.3 Sumbu Utama Profil

  Untuk profil siku gambar 2.3 bukan sumbu simetri dan bukan sumbu utama. Sumbu – sumbu utama profil siku adalah sumbu A-A (sumbu kuat) dan sumbu B-B (sumbu lemah). Sumbu X-X dan Y-Y untuk profil C dan profil IWF pada gambar 2.3 adalah sumbu simetri, karenanya sumbu-sumbu tersebut merupakan sumbu utama. Sumbu X-X dan Y-Y.

  2. Sumbu bahan dan sumbu bebas bahan Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen bahan, sedangkan sumbu bebas bahan adalah yang sama sekali tidak memotong elemen bahan atau hanya memotong sebagian elemen bahan. Sumbu X-X untuk gambar 2.4 adalah sumbu bahan. Sedangkan sumbu Y-Y adalah sumbu bebas bahan. Pada profil siku ganda yang disusun saling membelakangi, inersia arah sumbu Y (Iy) dipastikan akan selalu bernilai lebih besar (lebih dominan) daripada inersia arah sumbu X (Ix), berapapun jarak antara dua profil tersebut.

Gambar 2.4 Sumbu Bahan dan Sumbu Bahan Profil

  II.4. Perencanaan Struktur

  II.4.1. Umum

  Tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu-layan, awet, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan.

  Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu-layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan-struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan kerusakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan tanpa pemeliharaan yang berlebihan.

  II.4.2. Ketentuan Perencanaan Pembebanan

  Pedoman pembebanan untuk kedua metode menggunakan beberapa acuan standar sebagai berikut :

  1. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung ( SNI 03- 1729-2002)

  2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03- 1726-2012)

  3. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1987)

  II.4.3. Pembebanan

  3

  ∑ Penutup lantai ubin semen per cm tebal 24 kg/m

  3

  ∑ Penutup atap genting 50 kg/m

  3

  ∑ Dinding batu bata ½ batu 250 kg/m

  3

  ∑ Spesi dari semem per cm tebal 21 kg/m

  3 Komponen Gedung Berat

  ∑ Pasir (kering udara) 1600 kg/m

  ∑ Kayu (kelas I) 1000 kg/m

  Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut :

  3

  ∑ Beton Bertulang 2400 kg/m

  3

  ∑ Beton 2200 kg/m

  3

  ∑ Baja 7850 kg/m

  Bahan Bangunan Berat

  Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung / bangunan yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung/bangunan tersebut. Termasuk dalam beban ini adalah berat struktur, pipa - pipa , saluran listrik , AC, penutup lantai dan plafon. Beberapa contoh berat dari beberapa komponen bangunan penting yang digunakan untuk menentukan besarnya beban mati dari suatu gedung / bangunan diperlihatkan berikut ini :

  II.4.3.1. Beban Mati (Dead Load)

  3 Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi struktural menahan beban

  II.4.3.2. Beban Hidup (Live Load) Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan.

  Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi.

  Beberapa contoh beban hidup menurut kegunaan suatu bangunan :

  Kegunaan Bangunan Berat

  3

  ∑ Lantai dan tangga rumah sederhana 125 kg/m

  3

  250 kg/m ∑ Lantai dan tangga kantor, hotel & Rumah sakit

  3

  ∑ Lantai ruang olahraga 400 kg/m

  3

  400 kg/m ∑ Lantai pabrik, gudang, bengkel & perpustakaan

  3

  ∑ Lantai gedung parkir bertingkat 800 kg/m

  II.4.3.3. Beban Angin (Wind Load)

  Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan – tekanan dari gerakan angin, beban angin sangat tergantung dari lokasi dan ketinggian

  2

  struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum sebesar 25 kg/m , kecuali untuk bangunan – banguanan berikut : Tekanan tiup ditepi laut hingga 5 km dari pantai harus diambil minimum 40

  ∑

  2

  kg/m

  ∑ Untuk bangunan didaerah lain yang kemungkinan tekanan tiupnya lebih dari 40

  2

  2

  2

  kg/m , harus diambil P = V /16 (kg/m ), dengan V adalah kecepatan angin (m/s)

  ∑ Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan rumus (42,5 + 0,6 h ), dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter.

  Nilai tekanan tiup yang diperoleh dari hitungan di atas harus dikalikan dengan suatu koefisien angin, untuk mendapatkan gaya resultan yang bekerja pada bidang kontak tersebut.

II.4.3.4. Beban Gempa

  Dalam segala pembangunan gedung, semua ahli konstruksi harus harus memperhatikan aspek kegempaan yang ada di daerah tersebut untuk mengantisipasi kerusakan jika terjadi gempa dan disisi lain untuk menghindari korban jiwa akibat gempa. Aspek kegempaan tersebut dianalisis berdasarkan peraturan yang berlaku di Negara tersebut dan salah satunya adalah Indonesia. Indonesia adalah Negara yang rawan akan gempa sehingga Indonesia memiliki peraturan sendiri dan peta gempanya. Saat ini di Indonesia peraturan yang berlaku adalah Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Dalam peraturan ini Indonesia dibagi dalam 6 wilayah gempa. Saat ini, SNI 03-1726-2002 akan direvisi menjadi RSNI2 03-1726-2012. Dalam peraturan yang baru ini parameter wilayah gempa sudah tidak digunakan lagi dan diganti berdasarkan dari nilai ? ( parameter respons spektral percepatan gempa pada periode pendek ) dan

  ?

  nilai ? (parameter respons spektral percepatan gempa pada periode 1 detik) pada

  ? setiap daerah yang ditinjau.

II.4.3.4.a Gempa Rencana dan Faktor Keutamaan

  Untuk berbagai kategori gedung seperti terlihat pada tabel 2.2 bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan bangunan gedung selama umur gedung yang diharapkan. Pengaruh gempa rencana terhadap bangunan gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I). Faktor keutamaan (I) bangunan tergantung kategori bangunan itu sendiri seperti terlihat pada tabel 2.3.

  Jenis pemanfaatan Kategori risiko

  Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

  I

  • Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
  • Fasilitas sementara
  • Gudang penyimpanan
  • Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
  • Perumahan - Rumah toko dan rumah kantor
  • Pasar - Gedung perkantoran

  II

  • Gedung apartemen/ Rumah susun
  • Pusat perbelanjaan/ Mall - Bangunan industri
  • Fasilitas manufaktur
  • Pabrik Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk,

  III tapi tidak dibatasi untuk:

  • Bioskop
  • Gedung pertemuan
  • Stadion - Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
  • Fasilitas penitipan anak
  • Penjara - Bangunan untuk orang jompo Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
  • Pusat pembangkit listrik biasa
  • Fasilitas penanganan air
  • Fasilitas penanganan limbah
  • Pusat telekomunikasi Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
  • Bangunan-bangunan monumental

  IV

  • Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
  • Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

  • Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat
  • Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya
  • Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
  • Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat
  • Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

  Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan

  Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, ? ?

  I atau II 1,0

  III 1,25

  IV 1,50

Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa

II.4.3.4.b Klasifikasi Situs

  Prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria seimik adalah berupa faktor-faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan criteria seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat.

  (m/ det ik)

  ?

  ? ? ?

  ̅

  Kelas sit us ? at au ? ?̅ (kPa) ?? ?

  SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A SC (tanah keras, sangat 350 sampai 750 > 50

  ≥100 padat dan batuan lunak) SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100 SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50

  Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut :

  1. Indeks plastisitas, PI > 20

  2. Kadar air, w ≥ 40%

  3. Kuat geser niralir, ?̅ < 25 ???

  ?

  SF (tanah khusus, yang Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau membutuhkan investigasi lebih dari karakteristik berikut: geoteknik spesifik dan - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban analisis respons spesifik- gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, situs yang mengikuti Pasal tanah tersementasi lemah 6.10.1)

  • Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
  • Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75) Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan ?̅ < 50 kPa

  ?

Tabel 2.4 Klasifikasi Situs

II.4.3.4.c Faktor Respon Gempa

  Parameter ? (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan ?

  ? ?

  (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik pada Bab 14 dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun ( ? ?? , 2

  ?

  persen dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa ? ?? di permukaan

  ?

  tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek ( ? ) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang

  ?

  mewakili getaran perioda 1 detik ( ? ) . Parameter spectrum respons percepatan pada

  ?

  perioda pendek ( ? ) dan perioda 1 detik ( ? ) yang 13 disesuaikan dengan

  ? ? ? ?

  pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

  2 ? = ? ? = ? ? (2.5)

  • ? ? ? ? → ?

  ?? ? ?

  3

  2

  =

  • ? ? ? ? ?? ? ?

  ? = ? ? ? ? (2.6)

  → ?

  3 Keterangan: ?

  ?

  ≤ 0.3 ?

  0.8

  0.8

  0.8

  0.8

  SA

  ≤ 0.5

  ?

  ≤ 0.4 ?

  ?

  ?

  1.0

  ≤ 0.2 ?

  ?

  ?

  ? ≤ 0.1

  ?

  ?

  ) terpetakan pada perioda 1 detik, ?

  ?

  Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa ( ? ??

  0.8 SB

  1.0

  ?

  1.6

Tabel 2.6 Koefisien Situs, Fv

  ?

  ??

  2.4 SF

  2.4

  2.8

  3.2

  3.5

  1.5 SE

  1.8

  1.0

  2

  2.4

  1.3 SD

  1.4

  1.5

  1.6

  1.7

  1.0 SC

  1.0

Tabel 2.5 Koefisien Situs, Fa

  ??

  = parameter respons spektral percepatan gempa ? ??

  ?

  ? ≤ 1.25 SA

  ?

  ? ≤ 1.0

  ?

  ? ≤ 0.75

  ?

  ? ≤ 0.5

  ?

  ? ≤ 0.25

  ?

  0.8

  ) terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, ?

  ?

  Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa ( ? ??

  terpetakan untuk perioda 1,0 detik.

  ?

  = parameter respons spektral percepatan gempa ? ??

  ?

  terpetakan untuk perioda pendek; ?

  ?

  0.8

  0.8

  0.9 SF

  1.0 SD

  0.9

  1.2

  1.7

  2.5

  1.0 SE

  1.1

  1.2

  1.4

  1.6

  1.0

  0.8

  1.1

  1.2

  1.2

  1.0 SC

  1.0

  1.0

  1.0

  1.0

  0.8 SB

  Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2.5 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

  1. Untuk perioda yang lebih kecil dari ? , spektrum respons percepatan desain,

  ?

  ? , harus diambil dari persamaan;

  ?

  (2.7) ?

  ? = ? ?0.4 + 0.6 ?

  ? ??

  ?

  ?

  2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan ? dan lebih kecil dari atau

  ?

  sama dengan ? , spektrum respons percepatan desain, ? , sama dengan ? ;

  ? ? ??

  3. Untuk perioda lebih besar dari ? , spektrum respons percepatan desain, ? ,

  ? ?

  diambil berdasarkan persamaan: ? (2.8)

  

??

  ? =

  ?

  ? Keterangan: ? = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek;

  ??

  ? = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik;

  ?? T = perioda getar fundamental struktur.

  ? ?

  ?? ??

  ? = 0.2 ? =

  ? ?

  ? ?

  ?? ??

Gambar 2.5 Spektrum Respons Desain

  II.4.3.4.d Arah Pembebanan Gempa

  Besarnya simpangan horizontal (drift) bergantung pada kemampuan bangunan dalam menahan gaya gempa yang terjadi. Apabila bangunan memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka bangunan akan mengalami simpangan horizontal yang lebih kecil dibandingkan dengan bangunan yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar. Berdasarkan SNI 03-1729-2002

  pasal 15.11.2.3, untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur bangunan baja, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama tetapi efektifitasnya hanya sebesar minimal 30% tapi tidak lebih dari 70%.

  II.4.3.5. Temperatur

  Untuk komponen struktur bangunan baja disyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api (TKA). Untuk komponen struktur dan sambungan yang dilindungi terhadap api, tebal bahan pelindung harus lebih besar atau sama dengan tebal yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu periode kelayakan struktural (PKS) yang sama dengan TKA yang diperlukan. Untuk komponen struktur dan sambungan yang tidak dilindungi terhadap api maka rasio luas permukaan ekspos berbanding massa (k sm ) harus lebih kecil atau sama dengan rasio yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu

  

PKS yang sama dengan TKA yang diperlukan. Periode kelayakan struktural (PKS)

  harus dihitung menggunakan variasi-variasi perilaku mekanis baja terhadap temperatur.

  Variasi sifat-sifat mekanis baja terhadap temperatur :

  1. Variasi tegangan leleh terhadap temperatur Pengaruh temperatur terhadap tegangan leleh baja ditentukan sebagai berikut:

  ? ? (?)

  untuk 0 C < T C (2.9) ≤ 215

  = 1,0

  ? (??) ?

  ? (?) 905

  ? untuk 215 C < T ≤ 905 C (2.10)

  − ? =

  ? (30) 690

  ?

  Keterangan :

  o f y (T) adalah tegangan leleh baja pada T C o f (30) adalah tegangan leleh baja pada 30 C y

o

  T adalah temperatur baja dalam C

  Hubungan ini diperlihatkan oleh Kurva 1 pada gambar 2.6

  2. Variasi modilis elastisitas terhadap temperatur Pengaruh temperatur terhadap modulus elastisitas baja harus diambil sebagai berikut:

  ?(?) ?

  = 1.0 + ? ? ? untuk 0 C < T C (2.11) ≤ 600

  ?(??) ???????? ?? ? ???? ?????? ? ?(?) ????

  = untuk 600 C < T ≤ 1000 C (2.12)

  ?(??) ????,?

  Dengan,

  o E (T) adalah modulus elastisitas baja pada T C o

  E (30) adalah modulus elastisitas baja pada 30 C

  Hubungan ini diperlihatkan oleh Kurva 2 pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Variasi Sifat Mekanis Baja Terhadap Temperatur

  Temperatur batas baja (T ) harus di hitung sebagai berikut :

  1 T 1 = 905 – 690 r f

  (2.13) dengan r f adalah perbandingan antara gaya-dalam rencana yang bekerja pada komponen struktur akibat beban rencana untuk suatu kebakaran yang ditetapkan menurut standar yang diakui terhadap kuat rencana komponen struktur pada temperatur ruang.

  II.4.4. Kombinasi Pembebanan Metode LRFD

  Kombinasi faktor beban yang digunakan dalam perencanaan dengan metode LRFD sesuai SNI 03-1729-2002 adalah : 1) 1,4D 3) 1,0 E

  1 + 0,3 E 2 + 1,2 D

  2) 0,9D ± 1,6W Keterangan : D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap

  W adalah beban angin E

  1 adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–2012

  E

  2 adalah beban gempa arah tegak lurus

  Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S), genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T, sehingga menghasilkan kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.

  II.5. Program SAP 2000

  SAP 2000 adalah program computer untuk merancang struktur keluaran CSi (Computers and Structures Inc.). SAP 2000 memungkinkan banyak hal yang sebelumnya dianggap mustahil menjadi sederhana dan mudah. SAP 2000 mampu menggeser tugas menghitung yang rumit ke konsep perilaku struktur, pembagian beban dan analisa output sehingga konsep perancangan jauh lebih baik.

  SAP 2000 benar-benar mampu mengambil tugas analisa struktur karena jika kita sudah melakukan input data dengan benar, maka proses analisa akan langsung diambil olah SAP 2000 dan prosesnya pun tergolong sangat cepat. Secara garis besar, perhitungan analisa struktur rangka dengan SAP 2000 ini akan melaui beberapa tahap, yaitu:

  1. Menentukan geometri model struktur 2. Mendefinisikan data-data.

  a. Jenis dan kekuatan bahan.

  b. Dimensi penampang elemen struktur.

  c. Macam beban.

  3. Menempatkan (assign) data-data yang telah didefinisikan ke model struktur.

  a. Data penampang.

  b. Data beban.

  4. Memeriksa input data.

  5. Analisa mekanika teknik (MT).

  Dalam tugas akhir ini SAP 2000 digunakan untuk menghitung perbandingan antara analisa struktur sebuah desain struktur baja dengan beban mati (berat tungku pembakaran batu bara) terhadap analisa struktur desain struktur baja dengan beban mati ditambahkan dengan beban gempa, beban angin dan temperatur pada desain struktur baja tersebut. Dari analisa SAP 2000 ini akan menghasilkan kesimpulan yang dapat membantu pengguna bukan dalam hal mendesain saja tetapi juga untuk menuntun pengguna untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya-gaya yang terjadi pada menara tungku pembakaran batu bara.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengetahuan Produk Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perilaku Brand Switching Dalam Pembelian Kartu Sim Pada Pengguna Smartphone Android

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pengetahuan Produk Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perilaku Brand Switching Dalam Pembelian Kartu Sim Pada Pengguna Smartphone Android

0 0 10

Pengaruh Pengetahuan Produk Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perilaku Brand Switching Dalam Pembelian Kartu Sim Pada Pengguna Smartphone Android

0 0 12

METODE PENELITIAN - Inventarisasi Anggrek Terestial di Hutan Pendidikan Bagian Timur Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Sumatera Utara

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Lembaga Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Lembaga Keuangan - Analisis Kinerja Keuangan dan Kinerja Sosial Bank Syariah Devisa dan Bank Syariah Non Devisa di Indonesia

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kinerja Keuangan dan Kinerja Sosial Bank Syariah Devisa dan Bank Syariah Non Devisa di Indonesia

0 0 12

Analisis Kinerja Keuangan dan Kinerja Sosial Bank Syariah Devisa dan Bank Syariah Non Devisa di Indonesia

0 1 11

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan - Peranan Total Quality Management Terhadap Kinerja Manajemen Pada PT PP London Sumatera Indonesia Tbk Medan

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja 2.1.1 Pendahuluan - Analisa Tekuk Lateral pada Balok Crane Baja I dengan Perhitungan Manual dan Abaqus

0 1 44

Analisa Tekuk Lateral pada Balok Crane Baja I dengan Perhitungan Manual dan Abaqus

0 4 11