Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas 5 SDN 2 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grob

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran IPA
2.1.1.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam atau disebut juga IPA dikenal dengan istilah sains.
Kata sains berasal dari bahasa Latin scientia yang artinya ”saya tahu”. Kata
sains dalam bahasa inggris berasal dari kata science yang berarti pengetahuan.
Kemudian Science berkembang menjadi social science dalam Bahasa Indonesia
dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural.
Menurut Srini M. Iskandar (1997:2) “Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA”
berasal dari kata Bahasa Inggris “Natural Science” yang berarti “Science”. Dalam
bahasa inggris natural science merupakan ilmu-ilmu
pengetahuan.

tentang alam atau ilmu

Jadi menurut Srini M. Iskandar (1997:2) Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA) atau Science secara harfiah adalah ilmu tentang alam atau ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Menurut Sarkim (Patta Bundu,2006:11) IPA digunakan sebagai produk yang
berisi tentang

prinsip-prinsip,

hukum-hukum,

dan

teori-teori

yang

dapat

menjelaskan, memahami alam dan memahami berbagai fenomena yang terjadi di
dalamnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan alam
merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang alam atau yang
berhubungan dengan cara mencari tahu segala gejala-gejalanya yang terjadi di

alam secara sistematis.
2.1.1.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam
Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam atau sering disebut dengan IPA mempunyai
beberapa fungsi. Menurut Muslichah (2006:23) pembelajaran IPA di SD/MI
bertujuan untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains,
teknologi

dan

masyarakat,

dapat mengembangkan
7

keterampilan

proses

8


sebagai menyelidiki alam sekitar, dapat memecahkan masalah dan membuat
keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan
objektif.
Menuruit BNSP (2006:484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.

Memperoleh
Esa

keyakinan adanya

kebesaran

Tuhan

Yang

Maha


berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-

Nya.
2.

Mengembangkan
konsep

pengetahuan yang dimiliki dan

pemahaman konsep-

IPA supaya bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan

sehari-hari.
3.

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.


4.

Mengembangkan
proses

untuk

keterampilan

menyelidiki

alam

yang dimiliki khususnya ketrampilan
sekitar.

5.

Dapat memecahkan masalah dan membuat keputusan yang baik.


6.

Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.

7.

Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam.

8.

Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs

Dengan demikian, dapat diuraikan bahwa pendidikan IPA di sekolah dasar
harus sebagai proses penguasaan konsep dan manfaat sains dalam kehidupan
sehari-hari.
2.1.1.3 Hakikat Pembelajaran IPA
Berdasarkan dari tujuan Ilmu Pengetahuan alam bahwa pendidikan IPA

disekolah dasar harus sebagai proses penguasaan konsep dan manfaat sains dalam

9

kehidupan sehari-hari, maka Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar
sangat penting diterapkan.
Warsita (Rusman 2012:93) mengatakan bahwa “pembelajaran adalah suatu
usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan
peserta didik”. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan
kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran siswa memperoleh
pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi siswa memperoleh pengetahuan
dari diri sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Jadi pengetahuan itu bukan
dari guru ke siswa, akan tetapi siswa sendiri yang akan membangun pengetahuannya.
Menurut Sugihartono (2007:81) pembelajaran merupakan suatu upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai model sehingga
siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil
optimal. Sedangkan menurut Trianto (2010:53) “Pembelajaran merupakan interaksi
dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi
komunikasi yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah diterapkan

sebelumnya”.
Menurut Ahmad (2012:12) “pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar
guru dan peserta didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi
proses belajar (perubahan tingkah laku) pada diri peserta didik”. Kegiatan dalam
pembelajaran meliputi penyampaian pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilanketrampilan) kepada siswa, penciptaan lingkungan yang kondusif dan edukatif bagi
proses belajar siswa, dan pemberdayaan potensi siswa melalui interaksi perilaku guru
dan siswa yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran mempunyai tujuan yaitu
adanya perubahan tingkah laku siswa. Jika proses pembelajaran telah dilakukan,
tetapi tidak ada perubahan tingkah laku pada siswa maka tujuan pembelajaran belum
dapat tercapai. Oleh karena itu, setiap guru tidak boleh merasa puas dengan proses
pembelajaran yang telah dilakukan apabila tidak ada perubahan tingkah laku.

10

Dari pendapat para ahli tentang pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu usaha yang dilakukan guru kepada siswa

untuk

menyampaikan pesan (pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan-ketrampilan) dengan

menggunakan berbagai model agar tercipta lingkungan yang kondusif serta tercapai
tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari
diri sendiri dan alam sekitar. Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan
untuk “mencari tahu” dan “berbuat”, sehingga bisa membantu siswa memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Putra, 2013:40).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
ilmiah (BSNP, 2006:161).
Nilai-nilai IPA yang ditanamkan dalam pembelajaran IPA menurut Laksmi
(Trianto, 2012:142) antara lain sebagai berikut:
a)

Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut
langkah-langkah model ilmiah.


b) Ketrampilan

dan

kecakapan

dalam

mengadakan

pengamatan,

mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c)

Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitanya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

2.1.2 Pendekatan Saintifik Dan Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.1.2.1 Pengertian pendekatan saintifik
Pembelajaran

kurikulum 2013 adalah pembelajaran dengan memperkuat

proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,

11

pengetahuan dan ketrampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam
mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan
mengkomunikasikan.

Pendekatan

saintifik

merupakan

pembelajaran

yang

mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode
ilmiah.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang di
rancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep,
hokum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau
menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hokum atau prinsip yang “ditemukan”
(Agus Sujarwanto, 2012:75). Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan
ilmiah. Proses pembelajaran dapat di padankan dengan suatu proses ilmiah. Karena
itu kurikulum 2013 mengamatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran
(Lelya Hilda, 2015:75).
2.1.2.2 Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
Langkah-langkah dalam pendekatan saintifik adalah sebagai berikut :
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang,
dan mdah pelaksanaannya.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan
dan mengembangkan ranah sikap, ketrampilan, dan pengetahuannya. Pada
saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta
didiknya belajar dengan baik.

12

3. Menalar
Menalar di sini merupakan padanaan dari associating, bukan merupakan
terjemahan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau
penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran
pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak menunjuk pada teori
belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam istilah
pembelajaran beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggaln teori.
4. Mencoba
Untuk memperoleh hasil yang baik maka peserta didik harus mencoba atau
melakukan percobaan terutama untuk materi substansi yang sesuai. Pada
pelajaran IPA, misalnya peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA
dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik juga harus
memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang
alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah
untuk memecahkan masalah-masalah yang di hadapi sehari-hari.
5. Membentuk Jejaring
Membentuk jejaring sama dengan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran
kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik
pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat
interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai
kerjasama sebagai struktur interaksi yang di rancang secara baik dan di
sengaja untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
2.1.2.3 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model

pembelajaran

Problem

Based

Learning

merupakan

model

pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan menyajikan permasalahan,
pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan. Model pembelajaran problem

13

based learning memiliki potensi yang tinggi untuk mengembangkan kemandirian
siswa dan cara berfikir siswa melalui pemecahan masalah (Mulyatiningsih,2013).
Menurut Anies (2001:1), Problem Based Learning adalah satu instruksional
yang memiliki ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai konteks peserta didik yang
mempelajari cara berfikir kritis serta ketrampilan dalam memecahkan masalah. Selain
itu menurut Pannen, Mustafa & Sekarwinahyu (2001:89), Problem Based Learning
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma
konstruktivisme yang sangat mementingkan peserta didik dan berorientasi pada
proses belajar peserta didik (student centered learning). Sedangkan menurut Gardner
(2003:1), Problem Based Learning memberikan kesempatan kesempatan peserta
didik untuk 1) memeriksa dan menguji coba mengenai apa yang diketahui. 2)
menemukan apa yang diperlukan untuk belajar. 3) mengembangkan ketrampilan
mencapai kinerja yang tinggi dalam tim. 4) memperbaiki ketrampilan komunikasi. 5)
merubah dan mempertahankan posisi dengan bukti dan argument yang baik. 6)
menjadi lebih fleksibel dalam memproses informasi dan penemuan wajib. 7)
melaksanakan beberapa ketrampilan setelah pendidikan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa pada hakikatnya
Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi
pada keterlibatan peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengan
kehidupan nyata dan memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas yang
mengembangkan cara berfikir kritis serta ketrampilan dalam pemecahan, dalam suatu
mata kuliah atau mata pelajaran yang memerlukan praktik.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based learning
2.1.2.4.1 Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Berikut ini merupakan kelebihan dari model pembelajaran Problem Based
Learning (Dr. Sujarwo : 2014) :
1) Fokus kebermaknaan, bukan fakta
Dalam Problem Based Learning Tidak hanya menyajikan informasi untuk di
ingat peserta didik. Jika problem based learningmenyajikan informasi, maka

14

informasi tersebut harus digunakan dalam pemecahan masalah sehingga
terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi.
2) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berinisiatif
Peserta didik harus berpartisipasi aktif dalam mencari informasi untuk
mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah, inisiatif peserta didik
sangat diperlukan.
3) Mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan
Problem Based Learning memberikan makna yang lebih, contoh nyata
penerapan dan manfaat yang jelas dari materi pembelajaran
4) Pengembangan ketrampilan interpersonal dan dinamika kelompok
Ketrampilan interaksi social merupakan ketrampilan yang sangat diperlukan
peserta didik dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari
dan berfokus pada kemampuan bidang ilmu.
5) Pengembangan sikap self motivated tumbuhnya hubungan peserta didik dan
fasilitator
Dalam problem based learning yang memberikan kebebasan peserta didik
berkolaboratif bersama peserta didik lain dalam bimbingan pendidik.
6) Jenjang pencapaian pembelajaran dapat di tingkatkan
Dalam Problem Based Learning, atmosfir akademik dan suasana belajar
terasa lebih aktif, dinamis, dan berkualitas.
2.1.2.4.2 Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning, sebagai berikut :
a) Pencapaian akademik dari individu peserta didik
Problem Based Learning berfokus pada salah satu masalah yang spesifik,
sering kali Problem Based Learning tidak memiliki ruang lingkup yang
memadai.
b) Waktu yang diperlukan untuk implementas
Waktu yang diperlukan oleh pendidik maupun peserta didik untuk
mengimplementasikan Problem Based Learning tidak sama dengan waktu

15

yang diperlukan dalam pembelajaran tradisional, bahkan cenderung lebih
banyak waktu yang banyak, diperlukan pada saat awal peserta didik terlibat
didalamnya, sebagai suatu proses pembelajaran yang kebanyakan belum
pernah mereka alami.
c) Perubahan peran peserta didik dalam proses
Selama ini peserta didik berasumsi bahwa mereka hanya mendengarkan dan
bersikap pasif terhadap informasi yang disampaikan pendidik. Asumsi ini
tumbuh berdasarkan pengalaman belajar yang di alami dalam jenjang
pendidikan sebelumnya.
d) Perubahan peran pendidik dalam proses
Dalam Problem Based Learning ini tidak mungkin pendidik juga yang
mengalami situasi yang membingungkan dan tidak nyaman ketika harus
memulai proses pembelajarannya. Apalagi pendidik yang sudah merasa
nyaman dan terbiasa dengan proses pembelajaran tradisional karena model
ini lebih mudah dan cepat bagi kebanyakan para pendidik karena hanya
bermodalkan pengetahuan yang di miliki, kemudian disampaikan kepada
peserta didik yang tidak terlalu banyak bertanya dan bersikap pasif.
e) Perumusan masalah yang baik
Dalam pembelajaran ini perumusan masalah yang baik merupakan faktor
yang paling penting, padahal merupakan hal yang tidak mudah untuk
dilakukan, baik bagi pendidik maupun peserta didik.
2.1.2.6 Sintak Penerapan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran
Problem Based Learning
Adapun sintak dalam menerapkan pendekatan saintifik berbantuan model
pembelajaran Problem Based Learning sebagai berikut :

16

Tabel 2. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Model
Pembelajaran Problem Based Learning
Tahap
Tahap 1
Orientasi dan
mengorganisasi peserta
didik pada masalah
Tahap 2
Penyajian dan
identifikasi masalah
Tahap 3
Pengumpulan dan
analisis data
Tahap 4
Merencanakan dan
menerapkan alternatif
Tahap 5
Merumuskan dan
menetapkan
pemecahan masalah
serta tindak lanjut

Tingkah laku pendidik
Pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang di butuhkan, memotivasi peserta didik terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya. Pendidik mendiskusikan rubric
asesmen yang akan di gunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya
peserta didik.
Pendidik membantu peserta didik untuk mengidentifikasi dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
Pendidik mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Pendidik membantu peserta didik dalam melaksanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Pendidik membantu peserta didik untuk melaksanakan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan, sehingga menetapkan alternative pemecahan
masalah.

2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010:2), belajar adalah proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungan.
Menurut Fudyartanto dalam Baharudin dan Wahyuni (2010:13) dalam kamus
besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar
adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.Sehingga dengan
belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan
memiliki tentang sesuatu.

17

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan belajar adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu informasi melalui pengolahan
bahan belajar dari kesempatan yang ada sehingga menjadi tahu, mengerti dan
memahami tentang sesuatu yang dimiliki.
2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2010:54-71), belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama
yakni faktor dari dalam diri siswaitu sendiri (intern) dan faktor yang dating dari
luar diri siswa atau lingkungan (ekstern).
1.

Faktor intern meliputi:
a. Faktor jasmaniah seperti kesehatan, cacat tubuh.
b. Faktor

psikologis

seperti

intelegensi,

perhatian,

minat,

bakat,

motif, kematangan, kesiapan.
c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun kelelahan rohani.
2.

Faktor ekstern meliputi:
a. Factor keluarga, contohnya cara orang tua mendidik anaknya, relasi antara
anggota keluarga, suasana

rumah,

keadaan

ekonomi,

pengertian

orang tua, latar belakang kebudayaan.
b. Faktor sekolah contohnya dalam metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi

siswa

dengan

siswa,

disiplin

sekolah,

alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran si atas ukuran, keadaan,
gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c. Faktor masyarakat, contohnya kegiatan siswa dalam masyarakat, teman
bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang lebih
dominan adalah lingkungan belajar, karena jika lingkungan belajar kurang
mendukung akan membuat siswa malas belajar sedangkan jika lingkungan
belajar mendukung akan membuat siswa menjadi nyaman untuk belajar, antusias
dan semangat.

18

2.1.3.3 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009 : 17), hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran.
Menurut Abu Ahmadi, hasil belajar secara teori bila
memuaskan

suatu

kebutuhan,

maka

ada

kecenderungan

sesuatu

dapat

besar

untuk

mengulanginya. Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik berupa nilai,
pengakuan, dan penghargaan. Disamping itu siswa memerlukan dan harus
menerima umpan balik secara langsung berupa nilai raport/nilai tes. Dengan nilai
raport atau nilai tes inilah perkembangan hasil belajar siswa dapat terlihat.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu
hasil yang didapat dari tingkat perkembangan mental yang lebih baik untuk mencapai
suatu keberhasilan yang memuaskan dan mendapatkan suatu penghargaan sehingga
kecendrungan ingin mengulang.
2.1.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman,
2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
1. Faktor Internal
a. Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani
dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam
menerima materi pelajaran.
b. Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya
memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut
mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi

19

(IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta
didik.
2. Factor eksternal
a. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di
ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan
sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar
dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
b. Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan
dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya
tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa
kurikulum, sarana dan guru.
2.1.3.4 Pengukuran Hasil Belajar
Pengukuran hasil belajar merupakan suatu tindakan untuk mengidentifikasi
besar-kecilnya gejalan (Sutrisno Hadi). Pengukuran hasil belajar disebut juga suatu
kegiatan atau proses untuk menetapkan dengan pasti luas, dimensi dan kuantitas dari
suatu dengan cara membandingkan terhadap ukuran tertentu. Hasil pengukuran
berupa angka atau uraian tentang kenyataan yang menggambarkan derajat kualitas,
kuantitas dan eksistensikeadaan yang di ukur. Dalam pembelajaran berbasis masalah
pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan
setelah menghayati proses belajar. Dalam melakukan analisis pengukuran hasil
belajar ini dilakukan dengan tes tertulis, tes tertulis menggunakan model soal pilihan
ganda dan essai untuk memperoleh data atau informasi hasil belajar.
Dimyati (2009:20), mengatakan bahwa hasil belajar peserta didik merupakan
suatu puncak proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, pengukuran hasil belajar
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah
menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya

20

menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka
ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi
para siswa (Sugihartono, 2007:130). Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan dengan
menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
2.1.4 Hubungan Antara Pendekatan Saintifik, Model Pembelajaran PBL
dengan Hasil Belajar
Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mendorong siswa lebih
mampu

dalam

mengamati,

mengasosiasi/menalar,
merupakan

dan

pembelajaran

menanya,

mencoba/mengumpulkan

mengkomunikasikan.
yang

mengadopsi

Pendekatan

langkah-langkah

saintifik
saintis

data,
juga
dalam

membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Sedangkan pengertian model
pembelajaran PBL menurut Anies (2001:1), model pembelajaran PBL merupakan
satu instruksional yang memiliki ciri-ciri penggunaan masalah nyata sebagai konteks
peserta didik yang mempelajari cara berfikir kritis serta ketrampilan dalam
memecahkan masalah. Selain itu

menurut Pannen, Mustafa & Sekarwinahyu

(2001:89), Problem Based Learning merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
berlandaskan pada paradigma konstruktivisme yang sangat mementingkan peserta
didik dan berorientasi pada proses belajar peserta didik (student centered learning).
Menurut Gardner (2003:1), Problem Based Learning memberikan kesempatan
kesempatan peserta didik untuk 1) memeriksa dan menguji coba mengenai apa yang
diketahui. 2) menemukan apa yang diperlukan untuk belajar. 3) mengembangkan
ketrampilan mencapai kinerja yang tinggi dalam tim. 4) memperbaiki ketrampilan
komunikasi. 5) merubah dan mempertahankan posisi dengan bukti dan argument
yang baik. 6) menjadi lebih fleksibel dalam memproses informasi dan penemuan
wajib. 7) melaksanakan beberapa ketrampilan setelah pendidikan.
Dari pendapat di atas di simpulkan bahwa pada hakikatnya Problem Based
Learning merupakan suatu model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan
peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengan kehidupan nyata dan
memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas yang mengembangkan cara

21

berfikir kritis serta ketrampilan dalam pemecahan, dalam suatu mata kuliah atau mata
pelajaran yang memerlukan praktik. Jadi dapat di simpulkan bahwa pendekatan
saintifik sangat berhubungan

dengan model pembelajaran PBL, karena dalam

pendekatan saintifik siswa di tuntut aktif, sedangkan model pembelajaran PBL siswa
dituntut aktif, berfikir kritis dan ketrampilan dalam memecahkan masalah.
Pendekatan saintifik dan model pembelajaran PBL ini juga berhubungan
dengan hasil belajar siswa. Jika siswa di tuntut untuk aktif dalam setiap proses
pembelajaran dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran maka siswa akan
mendapat nilai yang bagus dan hasil belajar akan naik. Hal ini karena, semakin siswa
aktif dalam pembelajaran maka siswa akan menemukan sendiri pengetahuan yang di
dasarkan atas pengalaman belajar sehingga memberikan kesempatan bagi
berkembangnya ketrampilan siswa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1. Jurnal

pendidikan

oleh Riana Rahmasari (2015)

dengan judul Penerapan

Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kelas
4 SD mengatakan dengan penggunaan model pembelajaran PBL dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal pra siklus, perolehan hasil
belajar siswa kelas 4 SD Negeri Nglempong Ngaglik Sleman dalam mata
pelajaran IPA, sebanyak 14 orang atau 58,33% mempunyai nilai lebih besaratau
sama dengan 65 (telah memenuhi KKM), sedangkan sebanyak 10 orang atau atau
sebanyak 41,67% siswa mempunyai nilai lebih kecil dari 65 (belum memenuhi
KKM). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skala prasiklus hasil belajar
IPA kelas 4 SD Negeri Ngaglik Sleman tergolong rendah. Setelah diberikan
tindakan dengan menerapkan model pembelajaran PBL pada mata pelajaran IPA,
terdapat peningkatan nilai rata-rata menjadi 78,58%. Sebanyak 23 orang atau
95,83% mempunyai nilai lebih besar atau sama dengan 65 (telah memenuhi
KKM) dan hanya 1 orang atau 4,17% siswa mempunyai nilai lebih kecil dari 65
(belum memenuhi nilai KKM). Dengan demikian hasil belajar IPA pada siswa
kelas 4 SD Negeri Nglempong, Sleman, Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017

22

dapat ditingkatkan melalui penerapan metode pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).
2. Trimulyani, Kartika Chrysti Suryandari, Suhartono (2014) Implementasi
Pendekatan Scientifik Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas IV
SD dapat meningkatkan pembelajaran IPA pada Tema Makananku Sehat dan
Bergizi di kelas IV SD Negeri 1 Sruweng Tahun Ajaran 2014/2015. Hal ini
terbukti dengan adanya peningkatan pada hasil belajar, sikap teliti, jujur dan
percaya diri serta ketrampilan proses. Pada siklus I persentase ketuntasan hasil
belajar siswa yaitu 79,19%, pada siklus II menjadi 97,82%, siklus III menjadi
100%.
3. Nanik Istika Wati, Sri Utaminingsih, Fina Fakhriyah (2014) Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Siswa Di Kelas V SD Negeri Pasuruhan Pati dapat meningkatkan hasil belajar
IPA siswa materi daur air di kelas V SD Negeri Pasuruhan Pati. Hal ini di
buktikan dalam pengelolaan pembelajaran pada siklus I adalah 79,1% meningkat
menjadi 89,5% pada siklus II dari kreteria baik menjadi sangat baik.
4. Tartanto (2015) Pembelajaran Materi Tumbuhan Melalui Penerapan Metode
Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kualitas hasil belajar
IPA materi perkembangbiakan tumbuhan, diketahui pada siklus I 7 siswa dari 16
siswa (43,75%), pada siklus II menjadi 10 siswa (62,50%), dan meningkat lagi
pada siklus III yaitu 16 siswa (100%).
5. Eni Wulandari, H. Setyo Budi, Kartika Chrysti Suryandari (2015) yang berjudul
Penerapan Model PBL Pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 SD menyatakan
dengan penggunaan model PBL dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA
kelas 5 Semester II SD Negeri Mudal, Purworejo tahun ajaran 2011/2012. Hal ini
terlihat pada perolehan skor pada penggunaan langkah PBL oleh peneliti,
persentase siswa yang telah mencapai ketuntasan. Skor perolehan dari hasil
penggunaan langkah PBL oleh peneliti mengalami peningkatan.

23

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan peneliti di atas
adalah jika penelitian yang sudah dilakukan di atas hanya menggunakan model
pembelajaran PBL saja tidak menggunakan pendekatan saintifik, kalau penelitian ini
lebih menekankan pada pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL,
sehingga siswa lebih gampang memahami materi, mengatasi keterbatasan
pengalaman yang di miliki peserta didik, dapat membangkitkan keinginan dan minat
baru, dan dapat meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa karena melalui
pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL ini lebih menerapkan
pembelajaran mengenai pemecahan masalah sehingga siswa yang lebih aktif dalam
proses pembelajaran dibandingkan guru.
Penelitian ini dilakukan agar memberi inovasi baru bagi guru untuk melakukan
proses pembelajaran tidak hanya terbatas menggunakan metode ceramah dan papan
tulis saja. Tetapi juga mencoba memberikan inovasi melalui penggunaan pendekatan
saintifik berbantuan model pembelajaran PBL sehingga siswa dapat melakukan
percobaan langsung, memecahkan masalah dan

berfir kritis didalam proses

pembelajaran.
2.3 Kerangka Pikir
Pada proses belajar mengajar di SDN 2 Karanganyar umumnya masih
menggunakan metode ceramah sehingga siswa menjadi bosan dan merasa jenuh. Hal
ini akan berakibat kepada siswa, hasil belajar siswa akan menurun.
Keberhasilan hasil belajar ditentukan oleh guru, maka guru harus banyak
memiliki referensi supaya guru memiliki banyak pemahaman tentang materi yang
akan diajarkan kepada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa adalah pendekatan saintifik berbantuan model
pembelajaran PBL, dimana pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL
ini menekankan pada proses penyelesaian masalah yang di hadapi secara ilmiah
(Sanjaya, 2009 : 214). Dengan memanfaatkan pendekatan saintifik berbantuan model
pembelajaran PBL ini dalam proses pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa.

Penggunaan pendekatan saintifik berbantuan model pembelajaran PBL

24

melatih siswa untuk

selalu

berpikir

kritis,

karena

membiasakan siswa

memecahkan masalah sendiri sampai siswa dapat menemukan jawaban dari
masalah itu, dan siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada
mata pelajaran IPA, siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran,
motivasi

belajar

pembelajaran

siswa

sehingga

meningkat,
suasana

kelas

siswa

terlibat aktif

menjadi

lebih

dalam kegiatan

menarik

dan tidak

membosankan. Dengan diterapkannya pendekatan saintifik berbantuan model
pembelajaran PBL nilai KKM akan dicapai siswa.
2.4 Hipotesis Tindakan
Dari beberapa teori-teori yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu hipotesis
sebagai berikut:
1.

Langkah-langkah Pendekatan Saintifik Berbantuan Model Pembelajaran PBL
sesuai sintaks di duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN 2
Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan.

2.

Dengan menggunakan Pendekatan Saintifik melalui Model Pembelajaran PBL di
duga dapat meningkatkan hasil belajar IPA, materi Sifat-sifat cahaya siswa
kelas 5 SDN 2 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester II
Tahun Pelajaran 2016/2017.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Cooperative, Integrated, Reading and Composition (CIRC) Siswa Kel

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)dan Teams Games Tournament (TGT) Siswa Kelas 4 SD Gugus Sudirman Kota

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Minat Belajar Tematik Mupel IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble Siswa Kelas V SDN Salatiga 09 Tahun Pelajaran 2017/2018

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Keaktifan Belajar Tema 6 Cita Citaku Subtema 2 Hebatnya Cita Citaku Melalui Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together Berbantuan Media Ular Tangga Sisw

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Number Head Together (NHT) dan Tipe Snowball Throwing Ditinjau dari Hasil Belajar Siswa Kelas 5 Gugus Ki Hajar Dewantoro Kabupaten Boyolali

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses dan Hasil Belajar Muatan PPKn Tema 4 Melalui Model Project Based Learning Berbantuan Media TTS pada Siswa Kelas 3 SD Negeri Salatiga 06 Tahun Ajaran 2017/2018

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dengan TPS (Think Pair Share) terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Gugus Diponegoro Kota Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Metode Numbered Heads Together Berbantuan Puzzle untuk Meningkatkan Keterampilan Kolaborasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN 3 Kuripan

0 1 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbaikan Proses dan Hasil Belajar Muatan IPA Tema 4 Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) Siswa Kelas 5 SD Negeri Dukuh 01 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Tahun 2017/2018

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas 5 SDN 2 Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grob

0 0 6