BAB II KAJIAN TEORITIS - Penerapan Kode Etik Pustakawan Pada Perpustakaan Politeknik Negeri Medan

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi

  Secara sederhana perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu tercapainya tujuan perguruan tinggi. Tujuan perguruan tinggi yang di kenal dengan nama Tri Dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) maka perpustakaan perguruan tinggi bertujuan membantu melaksanakan ketiga darma perguruan tinggi, yang termasuk perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan jurusan, fakultas, universitas, istitut, sekolah tinggi, politeknik, akademi maupun perpustakaan program non gelar.

  Perpustakaan berasal dari kata dasar pustaka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:912), perpustakaan memiliki dua arti yakni, “Perpustakaan merupakan tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku ”, dan “Perpustakaan merupakan koleksi buku, majalah dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dibicarakan”.

  Dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa perpustakaan adalah, ”Institusi pengelola karya tulis, karya cetak dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Menurut Komaruddin (2006:190) perpustakaan adalah, ”Suatu ruangan, kelompok ruangan-ruangan, atau bangunan, yang menjadi tempat himpunan buku-buku dan bahan serupa lainnya diorganisasi dan diadministrasi untuk bacaan, kajian, dan konsultasi”.

  Berdasarkan SK Menpan No. 132 Tahun 2002 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa perpustakaan itu adalah

  Unit kerja yang memiliki sumber daya manusia, ruangan khusus dan koleksi bahan pustaka sekurang-kurangnya terdiri dari 1000 judul dari berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan jenis perpustakaan yang bersangkutan dan dikelola menurut sistem tertentu.

  Menurut Syahrial-Pamuntjak (2000:5) perpustakaan perguruan tinggi adalah, “Perpustakaan yang tergabung dalam lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan universitas, perpustakaan fakultas, perpustakaan akademi, perpustakaan sekolah tinggi”. Badan Standarisasi Nasional (SNI 7330:2009) mendifinisikan perpustakaan perguruan tinggi adalah, ”Perpustakaan yang bertujuan memenuhi kebutuhan informasi pengajar dan mahasiswa di perguruan tinggi”.

  Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perpustakaan perguruan tinggi pada hakekatnya adalah satu unit pelayanan teknis dan badan bawahan perguruan tinggi mencakup perpustakaan universitas, fakultas, akademik, institut, sekolah tinggi maupun politeknik, Perpustakaan POLMED merupakan perpustakaan tingkat politeknik yang memiliki tujuan dan fungsi sebagai memilih, menghimpun, mengolah, merawat serta melayankan informasi sebagai penunjang terlaksananya Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2.1.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi

  Perpustakaan perguruan tinggi sering dimaknai sebagai pusat penelitian karena banyak menyediakan informasi yang berkaitan dengan sarana pendukung dalam proses penelitian.

  Dalam Buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004:47), tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai berikut:

  1. Mengadakan dan merawat buku, jurnal dan bahan pustaka lainnya untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa dan staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran dan penelitian di perguruan tinggi.

  2. Mengusahakan, menyimpan, dan merawat bahan pustaka yang bernilai sejarah, yang memiliki kandungan informasi lokal, dan yang di hasilkan oleh civitas akademika, untuk dimanfaatkan kembali sebagai sumber pembelajaran (learning resources).

  3. Menyediakan sarana temu kembali untuk menunjang pemakaian bahan pustaka.

  4. Menyediakan tenaga yang profesional serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu memberikan pelatihan cara penggunaan bahan perpustakaan.

  5. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program perpustakaan. Menurut Syahrial-Pamuntjak (2000:5) tujuan perpustakaan perguruan tinggi ialah untuk, “Membantu perguruan tinggi dalam menjalankan program pengajaran”.

  Tujuan Perpustakaan menurut Hasugian (2009:80) adalah, ”Untuk memberikan layanan informasi untuk kegiatan belajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi.”

  Perpustakaan POLMED merupakan perpustakaan tingkat politeknik dari beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa tujuan dari Perpustakaan POLMED adalah mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menyebarluaskan informasi untuk membantu dalam proses kegiatan pembelajaran.

2.1.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi

  Selain memiliki tujuan yang jelas suatu perpustakaan juga harus memiliki fungsi. Begitu juga halnya dengan perpustakaan perguruan tinggi juga harus memiliki fungsi. Berdasarkan buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004:3), fungsi Perpustakaan perguruan tinggi dapat di tinjau dari berbagai segi yaitu :

  1. Fungsi Edukasi Perpustakaan merupakan sumber belajar bagi civitas akademika, oleh karena itu koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung evaluasi pembelajaran.

  2. Fungsi Informasi Perpustakaan merupakan fungsi informasi yang mudah di akses oleh pencari dan pengguna informasi.

  3. Fungsi Riset Perpustakaan merupakan fungsi bahan-bahan riset dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan teknologi dan seri koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguran tinggi mutlak di miliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian yang dapat di aplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang.

  4. Fungsi Rekreasi Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreatifitas, minat dan daya inovasi pengguna perpustakaan.

  5. Fungsi Publikasi

  Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya yang di hasilakn oleh karya perguruan tingginya civitas akademik dan non akademik.

  6. Fungsi Deposit Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan.

  7. Fungsi Interprestasi Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang di milikinya untuk membantu pengguna dalam melakukan tri dharmanya.

  Perpustakaan POLMED merupakan perpustakaan perguruan tinggi, berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa Perpustakaan POLMED memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi edukasi, fungsi informasi, fungsi riset, fungsi rekreasi, fungsi publikasi, fungsi deposit dan fungsi interprestasi.

2.1.3 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi

  Untuk mecapai tujuan dan fungsinya perpustakaan perguruan tinggi haruslah menjalankan tugasnya dengan baik, dalam mencapai tujuannya secara umum perpustakaan perguruan tinggi memiliki tugas mengumpulkan, mengolah dan menyebarluaskan informasi kepada penggunanya yaitu civitas akademika. Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004:3) dijelaskan “Adapun tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah mengembangkan koleksi, mengolah dan merawat bahan perpustakaan, memberi layanan, serta melaksanakan administrasi perpustakaan”.

  Sedangkan dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (1999:5) dinyatakan bahwa:

  Tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, dan merawat pustaka serta mendayagunakan baik bagi civitas akademika maupun masyarakat di luar kampus. Tugas perpustakaan perguruan tinggi dirinci ke dalam empat jenis tugas sebagai berikut: a.

  Mengikuti perkembangan kurikulum serta perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengajaran.

  b.

  Menyediakan pustakan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas- tugas dalam rangka studinya.

  c.

  Mengikuti perkembangan mengenai program-program penelitian yang diselenggarakan dilingkungan perguruan tinggi induknya dan menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan bagi para peneliti. d.

  Memutakhirkan koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru baik berupa tercetak maupun tidak tercetak.

  Pendapat lain mengenai tugas perpustakaan perguruan tinggi menurut Syahrial-Pamuntjak (2000:5) adalah:

  Melayani keperluan para mahasiswa dari tingkat persiapan sampai kepada mahasiswa yang sedang menghadapi ujian sarjana dan menyusun skripsi, para staf dalam persiapan bahan perkuliahan serta para peneliti yang bergabung dalam perguruan tinggi yang bersangkutan.

  Perpustakaan POLMED merupakan perpustakaan tingkat politeknik sehingga dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tugas Perpustakaan POLMED adalah melaksanakan tugas rutin dalam penyelenggaraan perpustakaan sebagai pusat penyebaran informasi bagi civitas akademika.

2.2 Pengertian Pustakawan

  Kata pustakawan berasal dari kata “pustaka”. Dengan demikian penambahan kata “wan” diartikan sebagai orang yang pekerjaanya atau profesinya terkait erat dengan dunia pustaka atau bahan pustaka.

  Dalam Undang-Undang No.43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan Pasal 1 angka 8 menyebutkan pengertian pustakawan adalah, ”Seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”.

  Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) sebagai organisasi yang menghimpun para pustakawan dalam kode etiknya menyatakan bahwa pustakawan adalah: Seorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan. Pustakawan adalah seseorang yang berkarya secara profesional dibidang perpustakaan dan informasi. Hal ini sejalan dengan Badan Standarisasi Nasional (SNI 7330:2009) pustakawan perguruan tinggi adalah: Pegawai yang berpendidikan sarjana dibidang ilmu perpustakaan dan informasi atau yang disetarakan, dan diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa pustakawan adalah profesi bagi para orang yang bekerja di perpustakaan dan pusat informasi.

2.2.1 Peran Pustakawan

  Peranan pustakawan dalam melaksanakan profesinya sebagai pustakawan sangat beragam, misalnya pada lembaga pendidikan seperti di Perguruan Tinggi pustakawan dapat pula berperan sebagai dosen atau peneliti. Menurut Hermawan dan Zen (2006:57) pustakawan memainkan berbagai peran (peran ganda) yaitu:

  1. Edukator Sebagai edukator (pendidik), pustakawan dalam melaksanaka tugasnya harus berfungsi dan berjiwa sebagai pendidik. Sebagai pendidik ia harus melakukan fungsi pendidikan yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik adalah mengembangan kepribadian, mengajar adalah mengembangkan kemampuan berfikir, dan melatih adalah membina dan mengembangkan keterampilan. Oleh karenanya, pustakawan harus memiliki kecakapan mengajar, melatih dan mengembangkan, baik para pegawai ataupun pengguna jasa yang dilayaninya.

  2. Manajer Pada hakekatnya pustakawan adalah manajer informasi, informasi yang banyak dan terdapat dalam berbagai wadah yang jumlahnya terus bertambah harus dikelola dengan baik. Kebutuhan informasi pengguna merupakan dasar pengelolaan informasi. Sebagai manajer pustakawan harus mempunyai jiwa kepemimpinan, kemampuan memimpin dan menggerakkan, serta mampu bertindak sebagai koordinator dan integrator dalam melaksanakan tugasnya sehar-hari. Pustakawan dalam perannya sebagai manajer juga harus dapat mengoptimalkan semua sumber daya yang tersedia di perpustakaan, baik yang berupa sumber daya manusia, sumber daya informasi, dana, termasuk saranan dan prasarana.

  3. Administrator Sebagai administrator pustakawan harus mampu menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program perpustakaan, serta dapat melakukan analisis atas hasil yag telah dicapai, kemudian melakukan upaya-upaya perbaikan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, seorang pustakawan harus mempunyai pengetahuan yang luas di bidang organisasi, sistem dan prosedur kerja. Dengan pengetahuan itu diharapka pustakawan memilk kemampuan dalam menafsirkan prosedur kedalam kegiatan-kegiatan nyata, sehingga akan dapat meningkatkan kualitas kerja, berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna.

  4. Supervisior Sebagai supervisior pustakawan harus; a.

  Dapat melaksanakan pembinaan profesional, untuk mengembangkan jiwa kesatuan dan persatuan antar sesama pustakawan, sehingga dapat menumbuhkan dan peningkatan semangat kerja, dan kebersamaan; b.

  Dapat menigkatkan prestasi, pengetahuan dan keterampilan, baik rekan-rekan sejawat masyarakat pengguna yang dilayaninya; c.

  Mempunyai wawasan yang luas, pandangan jauh ke depan, memahami beban kerja, hambatan-hambatan, serta bersikap sabar, tetapi tegas, adil, obyektif dalam melaksanakan tugasnya; dan d. Mampu berkoordinasi, baik dengan sesama pustakawan maupun dengan para pembinanya dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan kendala, sehingga mampu meningkatkan kinerja unit organisasinya.

  Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa selain berprofesi sebagai seorang pustakawan, pustakawan POLMED juga dapat berperan sebagai edukator, manajer, administrator dan supervisior.

2.3 Pengertian Profesi

  Profesi memiliki arti kata pekerjaan atau sebuah sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau latihan. Profesi bukan sekedar pekerjaan akan tetapi suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian. Menurut Salam (1997:137) profesi adalah, ”Pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian”.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:896) menyatakan bahwa profesi yaitu, “Bidang Pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu”. Suwarno (2010:100) menyebutkan:

  Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia dan hanya dapat dicapai dengan penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

  Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa profesi tidak sama dengan pekerjaan karena dalam menjalankan suatu profesi dibutuhkan keahlian dan profesi dilandasi pendidikan tertentu.

2.3.1 Ciri-ciri Profesi

  Istilah profesi selalu menyangkut dengan pekerjaan tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi, untuk mencegah kesimpang siuran tentang profesi dan pekerjaan berikut ini dikemukakan ciri-ciri dari profesi. Menurut Salam (1997:139) secara umum ada beberapa ciri yang selalu melekat pada profesi yaitu: 1.

  Adanya Pengetahuan Khusus Profesi selalu mengandalkan adanya suatu pengetahuan atau keterampilan khusus yang dimiliki oleh sekelompok orang yang profesional untuk bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Keahlian dan keterampilan ini biasanya dimilikinya berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman.

  2. Adanya Kaidah dan Standar Moral Yang Tinggi Pada setiap profesi pada umumnya selalu ditemukan adanya suatu aturan permainan dalam mengemban atau menjalankan profesi itu, yang biasanya disebut dengan kode etik. Kode etik ini harus dipenuhi dan ditaati oleh semua anggota profesi yang bersangkutan.

  3. Mengabdi Kepada Kepentingan Masyatakat Orang-orang yang mengemban suatu profesi, meletakkan kepentingan pribadinya di bawah kepentingan masyarakat karena hanya merekalah yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang itu, keahlian dan keterampilan itu selayaknya diabdikan bagi kepentingan masyarakat.

  4. Ada Izin Khusus Untuk Bisa Menjalankan Suatu Profesi Izin khusus bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pelaksanaan profesi yang tidak bertanggung jawab, wujud dari izin ini dalam kerangka yang luas bisa berbentuk sumpah atau pengukuhan resmi di depan umum, yang berhak memberi izin adalah negara sebagai penjamin tertinggi dari kelompok masyarakat, tetapi juga bisa kelompok ahli dibidang yang bersangkutan melalui pengujian dan pemeriksaan sehingga orang tersebut di anggap dapat diandalkan dalam melaksanakan profesinya.

  5. Kaum Profesional Biasanya Menjadi Anggota Dari Suatu Organisasi Profesi Tujuan dari suatu organisasi adalah menjaga keluruhan profesi, tujuan pokoknya adalah agar menjaga agar standar keahlian dan keterampilan tidak dilanggar, kode etik tidak dilanggar, pengabdian kepada masyarakat tidak luntur. Lebih dari itu organisasi profesi bekerja untuk menjaga agar tujuan profesi itu tercapai melalui pelaksanaan pekerjaan setiap anggotanya, organisasi profesi menjadi semacam polisi moral bagi pelaku anggota profesi.

  Hal ini juga dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010:36) mengemukakan suatu profesi sekurang-kurangnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Mengikuti Pendidikan Sesuai Standar Nasional Artinya orang yang termasuk dalam profesi bersangkutan harus telah menyelesaikan pendidikan profesi tersebut.

  2. Pekerjaanya Berdasarkan Etika Profesi Dalam menjalankan tugas atau profesinya seseorang harus berlandaskan atau mengacu kepada etika profesi yang telah dirumuskan oleh organisasi profesinya.

  3. Mengutamakan Kepentingan Masyarkat dari Pada Keuntungan Materi Dalam menjalankan tugasnya seorang profesional tidak didasarkan pada kepentingan materi semata-mata, tetapi harus mengutamakan kepentingan masyarakat.

  4. Pekerjaanya Legal (Melalui Perizinan) Untuk menjalankan tugas, harus terlebih dahulu memperoleh izin praktik dari yang berwenang.

  5. Anggota-Anggotanya Belajar Sepanjang Hayat Seorang anggota profesi mempunyai kewajiban untuk selalu meningkatkan profesinya melalui belajar terus-menerus. Seorang profesional tidak boleh berhenti belajar untuk memelihara dan meningkatkan profesionalitasnya.

  6. Anggota-anggotanya Bergabung dalam Suatu Organisasi Profesi Seseorang yang sudah memperoleh pengakuan profesi atau lulus dari pendidikan profesi diwajibkan untuk menjadi anggota organisasi profesi yang bersangkutan.

  Arifin (2006:1) juga mengutarakan bahwa secara umum terdapat tiga ciri suatu profesi yaitu:

  1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi.

  2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.

  3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat, dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri. Dari uraian di atas dapat diketahui ciri-ciri dari profesi yaitu mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai standar, memiliki organisasi profesi, memiliki kode etik profesi dan bekerja mengabdi kepada kepentingan masyarakat.

2.3.2 Profesi Pustakawan

  Profesi pustakawan bukan hanya sekedar pekerjaan tetapi suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian. Profesi pustakawan di Indonesia secara resmi diakui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (SK Menpan) No. 18 tahun 1988 dan diperbaharui dengan SK Menpan No.33 tahun 1990 yang kemudian diperbaharui kembali dengan SK Menpan No. 132 tahun 2002.

  Menurut Hermawan dan Zen (2006:68) pustakawan dapat dianggap sebagai profesi karena sebagian kriteria sudah dimiliki yaitu:

1. Memiliki lembaga pendidikan, baik formal maupun informal.

  Pendidikan formal dilakukan pada tingkat universitas baik untuk program diploma, sarjana atau pasca sarjana.

  2. Memiliki organisasi profesi, yaitu pustakawan di Indonesia sejak tahun 1973 memiliki organisasi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Congress

  of Southeast Asia Librarians (CONSAL) untuk tingkat regional dan International Federation of Library Association and Institutions (IFLA)

  untuk tingkat internasional.

  3. Memiliki kode etik, pustakawan Indonesia yang menjadi acuan moral bagi anggota dalam melaksanakan profesi.

  4. Memiliki majalah ilmiah sebagai sarana pengemban ilmu serta komunikasi antar anggota seprofesi.

  5. Memiliki tunjagan profesi, meskipun belum memadai, pustakawan di Indonesia medapatkan tunjangan fungsional seperti halnya guru, dosen, peneliti.

  Hanya saja untuk melakukan kegiatan kepustakawanan, belum ada ketentuan harus mendapat izin untuk melakukan praktik. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pustakawan dapat dianggap sebagai profesi karena kriteria profesi sudah dimiliki yaitu memiliki lembaga pendidikan, memiliki organisasi profesi, memiliki kode etik, memiliki majalah ilmiah dan tunjangan profesi.

2.4 Etika dan Kode Etik

  Kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat-istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

  Menurut Bertens, K (2005:6) etika sebagai: 1.

  Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya

  2. Kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik.

  3. Ilmu tentang yang baik atau buruk. Salam (1997: 1) juga membuat pengertian tentang etika adalah, ”Sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok”.

  Menurut Simorangkir (2003:3) etika pada umumnya diartikan sebagai Suatu usaha yang sistematis dengan menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individual dan sosial sehingga dapat menetapkan aturan untuk mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk dapat dijadikan sasaran dalam hidup. Pengertian etika menurut Ernawan (2007:2) adalah, “Ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk, yang diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya”.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa etika adalah ilmu yang mengajarkan tentang baik dan buruk dalam mengendalikan pola prilaku hidup manusia.

  Kode etik dilihat dari segi asal-usul kata terdiri dari dua kata yaitu kode dan etik, dalam bahasa Inggris terdapat berbagai makna dari kata code diantaranya tingkah laku, prilaku, peraturan perundang-undangan, dan kata etik bermakna sejumlah aturan moral atau prinsip prilaku untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah.

  Menurut Simorangkir (2003:87) kode etik adalah, “Persetujuan bersama, yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan”. Jadi kode etik adalah hasil murni yang sesuai dengan aspirasi profesi suatu kelompok tertentu, demi untuk kepentingan bersama dan kerukunan.

  Sedangkan Salam (1997:150) mengemukakan kode etik merupakan, “Ikhtisar mengenai nilai-nilai profesi yang menegaskan dan merinci aturan-aturan mengenai perilaku terhadap mana para anggotanya harus memihak dan melibatkan diri agar mereka tetap dapat berpenampilan baik dalam organisasi profesinya”.

  Pendapat lain pengertian kode etik menurut Soepardan (2007:38) adalah, “Seperangkat prinsip etik yang disusun atau dirumuskan oleh anggota-anggota kelompok profesi, yang merupakan cermin keputusan moral dan dijadikan standar dalam memutuskan dan melakukan tindakan profesi”.

  Dalam Kamus Bisnis (2014:1) pengertian kode etik adalah, “Seperangkat aturan yang jelas dan tertulis sebagai pedoman bagi para manajer, karyawan, dan agen dari suatu organisasi dalam berperilaku”.

  Pengertian kode etik juga dikemukakan oleh Suwarno (2010:92) yaitu, “Sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan apa yang baik bagi profesional”.

  Dalam kode etik pustakawan Indonesia Pasal 1, kode etik pustakawan Indonesia merupakan: 1.

  Aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap pustakawan dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pustakawan;

  2. Etika profesi pustakawan yang menjadi landasan moral yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap pustakawan;

3. Ketentuan mengatur pustakawan dalam melaksanakan tugas kepada diri sendiri, sesama pustakawan, pengguna, masyarakat dan negara.

  Sehingga dapat dikemukakan bahwa pengertian dari kode etik adalah seperangkat standar aturan tingkah laku yang dibuat oleh organisasi profesi yang menjadi landasan perilaku anggotanya dalam menjalankan tugas dan profesinya.

  2.4.1 Etika Profesi

  Salah satu produk dari suatu organisas profesi adalah etika profesi yang dituangkan pada kode etik profesi, keberadaan etika profesi menjadi barometer anggota profesi dalam rangka menjalin hubungan dengan kliennya atau dengan profesi lain.

  Menurut Ernawan (2007:123) etika profesi adalah, “Norma-norma, syarat- syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut kalangan profesional”. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010:30) etika profesi, “Merupakan norma-norma, nilai-nilai, atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan atau jasa kepada masyarakat”.

  Tujuan dari etika profesi menurut Notoatmodjo (2010:34) adalah, “Untuk mengatur hubungan timbal balik antara kedua belah pihak, yakni antara anggota kelompok atau anggota masyarakat yang melayani dan dilayani”.

  Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa etika profesi merupakan norma- norma dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh kelompok profesi tertentu.

  2.4.2 Prinsip-Prinsip Etika Profesi

  Seorang profesional dalam melakukan tugas dan kewajibannya selalu berhubungan erat dengan kode etik profesi yang dijadikan sebagai standar moral, tolak ukur, atau pedoman dalam melaksanakan pekerjaan, kode etik berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi, prinsip-prinsip etika profesi yang dikemukakan oleh Salam (1997:142) yaitu:

  1. Tanggung Jawab Setiap orang yang mempunyai profesi tertentu diharapkan selalu bersikap bertanggung jawab dalam dua arah yaitu terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya, dan terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.

  2. Keadilan Prinsip ini menuntut para profesional untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dalam rangka pelaksanaan sebuah profesi, tuntutan itu berarti di dalam menjalankan profesinya setiap orang profesional tidak boleh melanggar hak orang lain, atau pihak lain, lembaga atau negara sebaliknya, kaum profesional perlu menghargai hak pihak-pihak lain itu, sebagaimana ia sendiri mengharapkan agar pihak lain menghargai haknya serta hak kelompok atau perusahaan yang diwakilinya. Karena itu, jika dia tahu bahwa pelaksanaan profesinya akan melanggar hak orang atau pihak lain, maka ia harus menghentikan tindakan itu.

  3. Otonomi Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya, otonomi menuntut agar organisasi profesi secara keseluruhan bebas dari campur tangan yang berlebihan dari pihak pemerintah atau pihak-pihak lain.

  Pendapat lain prinsip-prinsip etika profesi, menurut Ernawan (2007:126) adalah:

  1. Sikap Baik Merupakan prinsip dasar etika. Prinsip etika baik mendasari semua norma moral. Hendaknya kita bernada positif dengan berbuat baik dengan memulai dengan kegiatan-kegiatan yang merupakan awal kesejahteraan terutama pada masyarakat.

  2. Tanggung Jawab Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan berdasarkan standar profesi agar hasil yang dicapai efektif dan efisien serta dampaknya terhadap kehidupan orang lain.

  3. Kejujuran Kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar kepercayaan masyarakat terhadap para profesional.

  4. Keadian Adil pada hakikatnya kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Prinsip ini mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan, serta menghargai martabat dan milik orang lain.

  5. Hormat Pada Diri Sendiri Manusia pada dasarnya wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini mempunyai dua arah, yaitu kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak dan jangan sampai kita membiarkan diri kita tidak memanfaatkan potensi yang ada karena berarti kita telah menyia- nyiakan bakat dan kemampuan yang telah dianugerahka kepada kita.

  6. Kesetiaan Setia pada tujuan dan nilai-nilai luhur profesinya.

  Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa prinsip-prinsip dari etika profesi yaitu tanggung jawab, keadilan, kesetiaan dan otonomi.

2.4.3 Tujuan Kode Etik

  Pada dasarnya tujuan organisasi profesi menciptakan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Hermawan dan Zen (2006:84) memberikan penjabaran mengenai tujuan kode etik dari suatu organisasi profesi yaitu:

  1. Menjaga Martabat dan Moral Profesi Salah satu hal yang harus dijaga oleh suatu profesi adalah martabat dan moral. Agar profesi itu mempunyai martabat yang perlu dijaga dan dipelihara adalah moral. Profesi yang mempunyai martabat dan moral yang tinggi, sudah pasti akan mempunyai citra atau image yang tinggi pula di masyarakat. Untuk itu, profesi membuat kode etik yang akan mengatur sikap dan tingkah laku anggotanya, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu kode etik profesi sering disebut juga sebagai kode kohormatan profesi, jika kode etik dilanggar maka nama baik profesi akan tercemar, berarti merusak martabat profesi.

  2. Memelihara Hubungan Antar Profesi Kode etik juga dimaksudkan untuk memelihara hubungan antar anggota. Dalam kode etik diatur hak dan kewajiban kepada antar sesama anggota profesi. Satu sama lain saling hormat menghormati dan bersikap adil, serta berusaha meningkatkan kesejahteraan bersama.

  Dengan adanya aturan tersebut diharapkan mampu mendukung keberhasilan bersama.

  3. Memelihara Hubungan Anggota Profesi Dalam kode etik dirumuskan tujuan pengabdian profesi, sehingga anggota profesi mendapat kepastian dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, biasanya kode etik merumuskan ketentuan bagaimana anggota profesi melayani masyarakat. Dengan adanya ketentuan itu, para anggota profesi dapat meningkatkan pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan tanah air serta kemanusiaan.

  4. Meningkatkan Mutu Profesi Untuk meningkatkan mutu profesi, kode etik juga memuat kewajiban agar para anggota profesinya berusaha untuk memelihara dan meningkatkan mutu profesi. Selain itu, kode etik juga mengatur kewajiban agar para anggotanya mengikuti perkembangan zaman.

  Setiap anggota profesi berkewajiban memelihara dan meningkatkan mutu profesi, yang pada umumnya dilakukan dalam wadah organisasi profesi.

  5. Melindungi Masyarakat Pemakai Profesi, seperti hal profesi pustakawan adalah melayani masyarakat.

  Melalui kode etik yang dimiliki, dapat melindungi pemakai jasa. Ketika ada anggota profesi melakukan sesuatu yang tidak patut dilakukan sebagai pekerja profesional, maka kode etik adalah rujukan bersama. Sejalan dengan pendapat Hermawan dan Zen, pendapat lain tujuan dari kode etik menurut Soepardan (2007:40) menyatakan bahwa tujuan kode etik adalah sebagai berikut: 1.

  Menjunjung Tinggi Martabat dan Citra Profesi

  Image pihak luar atau masyarakat terhadap satu profesi perlu dijaga

  untuk mencegah pandangan merendahkan atau meremehkan profesi tersebut. Oleh karena itu, setiap kode etik profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar sehingga kode etik disebut juga “kode kehormatan”.

  2. Menjaga dan Memelihara Kesejahteraan Para Anggota Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan material dan spiritual atau mental. Berkenaan dengan kesejahteraan material, kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peratuan-perauran yang mengatur tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi ketika berinteraksi dengan sesama anggota profesi.

  3. Meningkatkan Pengabdian Para Anggota Profesi Kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketetuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

  4. Meningkatkan Mutu Profesi Kode etik juga memuat norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu, kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.

  Hal ini juga dikemukakan oleh Ernawan (2007:125) tujuan dibuatnya kode etik adalah, “Menjunjung martabat profesi atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan material para anggotanya”. Sehingga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik yaitu: a.

  Menjaga dan meningkatkan kualitas moral.

  b.

  Menjaga dan meningkatkan keterampilan teknis.

  c.

  Melindungi kesejahteraan materil dari para pengemban profesi. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dibuatnya kode etik profesi yaitu untuk menjunjung moral dan martabat dari suatu profesi, meningkatkan mutu dari profesi, memelihara hubungan dan meningkatkan kesejahteraan para anggota.

2.4.4 Fungsi Kode Etik

  Kode etik memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

  2. Kode etik merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja.

  Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai pelindung dan pengembangan bagi profesi. Menurut Julia (2013:3) ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik yaitu: 1.

  125) yaitu: 1.

  Menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepetingannya akan terjamin.

  2. Sarana kontrol sosial.

  3. Pengemban patokan yang lebih tinggi.

  4. Pencegah kesalahpahaman dan konflik. Sedangkan Soepardan dan Hadi mengemukakan (2007:39) kode etik berfungsi sebagai berikut:

  1. Memberi panduan dalam membuat keputusan tentang masalah etik.

  2. Menghubungkan nilai atau norma yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan dalam memberi pelayanan.

  3. Kode etik mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi dilain instansi atau perusahaan. Pendapat lain fungsi kode etik yang dikemukakan oleh Ernawan (2007:

  3. Merupakan cara untuk mengevaluasi diri.

  4. Menjadi landasan untuk memberi umpan balik bagi teman sejawat.

  5. Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

  6. Menginformasikan kepada profesional tentang nilai dan standar profesi. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa fungsi dari kode etik yaitu sebagai sarana kontrol sosial, memberikan pedoman dan panduan bagi anggota profesi, untuk mencegah kesalah pahaman dan untuk mengevaluasi diri.

2.5 Kode Etik Pustakawan

  Kode etik pustakawan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), sehingga setiap pustakawan harus tunduk dan taat pada kode etik pustakawan Indonesia, dengan demikian kode etik pustakawan menjadi milik seluruh anggota profesi pustakawan.

  Kode Etik Pustakawan Indonesia terdiri dari beberapa bagian yaitu: 1.

  Mukadimah.

  2. Bab I berisi tentang ketentuan umum.

  3. Bab II berisi tentang tujuan.

  4. Bab III berisi tentang sikap dasar pustakawan, hubungan dengan pengguna, hubungan antar pustakawan, hubungan dengan pustakawan, hubungan pustakawan dengan organisasi profesi, hubungan pustakawan dalam masyarakat, pelanggaran, pengawasan dan ketentuan lain.

  5. Bab IV berisi penutup.

2.5.1 Tujuan Kode Etik Pustakawan

  Kode etik pustakawan mengatur dan sebagai pedoman kerja bagi pustakawan, tujuan kode etik pustakawan adalah agar pustakawan profesional dalam memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemustaka. Beberapa tujuan dari kode etik pustakawan menurut Hermawan dan Zen (2006:84) yaitu:

1. Meningkatkan pengabdian pustakawan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan negara.

  2. Menjaga martabat pustakawan adalah tugas anggota untuk selalu menjaga martabat dan kehormatan pustakawan dengan berlandaskan niai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat.

  3. Meningkatkan mutu profesi pustakawan; untuk dapat memberikan layanan kepustakawan terhadap masyarakat, maka anggota profesi berkewajiban untuk meningkatkan mutu profesi dan anggota melalui berbagai kegiatan, baik melalui pendidikan formal, non-formal atau informal.

  4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan, terutama layanan informasi kepada masyarakat; mendapatkan informasi, adalah merupakan hak setiap orang, maka pustakawan sebagai pekerja informasi harus berupaya agar kuantitas dan kualitas informasi yang diberikan selalu meningkat sesuai dengan kebutuhan pengguna. Tujuan kode etik pustakawan yang tertuang dalam kode etik pustakawan

  Indonesia Pasal 2 adalah: 1.

  Membina dan membentuk karakter pustakawan.

  2. Mengawasi tingkah laku pustakawan dan sarana kontrol sosial 3.

  Mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antara anggota dengan masyarakat.

  4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada perpustakaan dan mengangkat citra pustakawan. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tujuan dari kode etik pustakawan adalah menjaga martabat pustakawan, meningkatkan mutu dari profesi pustakawan, meningkatkan kualitas layanan dan mencegah kesalah pahaman dan konflik antar anggota dan masyarakat.

2.5.2 Manfaat Kode Etik Pustakawan

  1. Manfaat Bagi profesi Manfaat kode etik bagi profesi adalah sebagai berikut ; a.

  Dasar formal dari suatu organisasi yang profesional.

  b.

  Sebagai indikator bahwa pekerjaan pustakawan adalah matang dan bertanggung jawab.

  Kode etik memberikan manfaat terhadap profesi, anggota dan masyarakat, menurut Hermawan dan Zen (2006:101) memberikan penjelasan secara rinci manfaaat kode etik adalah sebagai berikut :

  Kode etik akan membantu anggota memiliki standar kinerja.

  d.

  Sebagai alat kontrol masuknya anggota ke dalam profesi atau asosiasi.

  e.

  Meyakinkan hubungan layanan perpustakaan dan informasi yang disajikan terhadap kebutuhan masyarakat yang harus dilayani.

  f.

  Menyediakan manajemen layanan perpustakaan informasi yang baik dan efektif.

  g.

  Mendorong para pustakawan untuk memahami tanggung jawab individual untuk melibatkan diri dan mendukung assosiasi profesi mereka.

  c.

  2. Manfaat Bagi Anggota Manfaat kode etik bagi anggota profesi adalah sebagi berikut : a.

  Anggota profesi memiliki tuntutan moral dalam melaksanakan tugas profesinya.

  b.

  Menjamin hak pustakawan dan pekerja informasi untuk berpraktik.

  c.

  Dapat memelihara kemampuan, keterampilan, dan keahlian para anggota.

  d.

  Dapat memperbaiki kinerja yang dapat mengangkat citra, status dan reputasi.

  e.

  Perbaikan kesejahteraan dan apresiasi.

  f.

  Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kebingungan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam hubungan dengan pemakai, pustakawan dan atasan.

  3. Manfaat Bagi Masyarakat Manfaat kode etik bagi masyarakat adalah sebagai berikut : a.

  Meningkatkan mutu layanan terhadap masyarakat.

  b.

  Memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan keluhannya, jika ada layanan yang diberikan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkannya.

  c.

  Memberi perlindungan hak akses terhadap informasi.

  d.

  Menjamin hak akses pemakai terhadap informasi yang diperlukannya.

  e.

  Menjamin kebenaran, keakuratan, dan kemutakhiran setiap informasi yang diberikan.

  f.

  Melindungi pemakai dari beban lebih informasi (information overload).

  g.

  Memelihara kualitas dan standar pelayanan.

2.6 Substansi Kode Etik Pustakawan Indonesia

  Dalam kode etik pustakawan Indonesia memiliki substansi yang dijabarkan dalam berbagai kewajiban yang dimiliki pustakawan, yaitu sikap dasar pustakawanan, hubungan dengan pengguna, hubungan antar-pustakawan, hubungan dengan perpustakaan, hubungan pustakawan dengan organisasi profesi, dan hubungan pustakawan dengan masyarakat.

2.6.1 Sikap Dasar Pustakawan

  Kode etik pustakawan yang ditetapkan IPI pada Pasal 3 menuangkan beberapa sikap dasar, menurut Suwarno (2010:115) substansi kode etik pustakawan dalam sikap dasar pustakawan yaitu: a.

  Berupaya melaksanakan tugas yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya dan kebutuhan pengguna perpustakaan pada khususnya.

  Tugas pustakawan adalah melayani pemustaka denga baik. Maka dalam kode etik ini, pustakawan dituntut untuk dapat menyerap aspirasi masyarakat pemustaka untuk kemudian memberikan layanan sesuai dengan harapan pemustakanya.

  b.

  Berupaya mempertahankan keunggulan kompetensi setinggi mungkin dan berkewajiban mengikuti perkembangan.

  Pustakawan adalah seorang yang telah memiliki ilmu dibidang perpustakaan artinya, ia memiliki kompetensi dibidang perpustakaan yang harus senantiasa ditingkatkan dan dikembangkan. Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan keahliannya, dapat dilakukan dengan cara selalu mengikuti perkembangan dunia kepustakawanan dan tidak berhenti untuk menuntut ilmu terutama bidang kepustakawanan.

  c.

  Berupaya membedakan antara pandangan atau sikap hidup pribadi dan tugas profesi.

  Pustakawan adalah manusia yang hidup sebagai makhluk pribadi dan sosial. Kaitannya dengan profesi pustakawan, pustakawan selain bertanggung jawab terhadap dirinya, ia bertanggung jawab dengan profesi pustakawan yang disandangnya.

  d.

  Menjamin bahwa tindakan dan keputusannya berdasarkan pertimbangan profesional.

  Pustakawan sebagai seorang yang profesional dituntut bersikap dan bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Setiap tugas yang dibebankan dilakukan atau dikerjakan secara profesional, begitu pula ketika memutuskan sesuatu harus dipertimbangkan berdasarkan prinsip- prinsip profesionalisme.

  e.

  Tidak menyalahgunakan posisinya dengan mengambil keuntungan kecuali atas jasa profesi.

  Pustakawan bukan profesi yang profit, keuntungan yang didapat pustakawan berasal dari jasa profesi yang telah dilakukannya. Hal ini mengisyaratkan sebagai larangan kepada pustakawan untuk tidak melakukan hal-hal negatif yang menyebabkan terganggunya nama baik profesi pustakawan, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Kode etik pustakawan Indonesia menghendaki pustakawan berlaku jujur, bersih, dan menghindarkan diri dari segala bentuk penyelewengan dan penyalahgunakan kekuasaan, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan, dan juga agar fasilitas yang tersedia di perpustakaan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.

  f.

  Bersifat sopan dan bijaksana dalam melayani masyarakat, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

  Pustakawan adalah individu yang hidup di dalam lingkungan masyarakat. Dengan demikian, pustakawan tidak lepas dari interaksinya dengan orang lain. Untuk menjaga martabatnya dan profesinya, pustakawan dituntut untuk dapat berinteraksi dan melayani masyarakat dengan baik, santun, dan bijaksana. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kode etik pustakawan menuangkan beberapa sikap dasar yaitu berupaya melaksanakan tugas sesuai dengan harapan masyarakat , berupaya mempertahankan keunggulan kompetensi, membedakan sikap hidup pribadi dan tugas profesi, tindakan dan keputusan berdasarkan pertimbangan profesional, tidak menyalahgunakan kedudukan untuk mengambil keuntungan dan bersikap sopan dan bijaksana dalam melayani pemustaka.

2.6.2 Hubungan Pustakawan dengan Pengguna/Pemustaka

  Kepentingan utama pustakawan adalah pemustaka, kewajiban pustakawan kepada masyarakat dimuat dalam kode etik pustakawan yang dikeluarkan IPI, Suwarno (2010:117) menjabarkan hubungan dengan pengguna/pemustaka meliputi: a.

  Puskawan menjunjung tinggi hak perorangan atas informasi. Pustakawan menyediakan akses tak terbatas, adil tanpa pandang ras, agama, status sosial, ekonomi, politik, gender kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Hak perorangan atas informasi bermakna sebagai hak pemustakan mendapatkan informasi yang seluas-luasnya, dan kemudian menjadi tugas pustakawan untuk dapat memberikan pelayanan kepada pemustaka dengan sebaik-baiknya.

  b.

  Pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekuensi pengguna informasi yang diperoleh dari perpustakaan.