Publikasi Politisi Kotor Perspektif Agama

Publikasi Politisi Kotor Perspektif Agama (Islam)
(Penyelesaian Ta'arudl)
I. 1. Agama Islam Berorientasi Kemaslahatan
Agama Islam bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, berupa norma baik untuk
dilaksanakan juga norma buruk yang harus dihindari dan petunjuk-petunjuk untuk
dipedomani, untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan akherat.
Intinya agama adalah hablun min Allah dan hablun minannas, berupa hubungan manusia
dengan khaliknya dan norma hubungan manusia dengan sesama yang berupa antara lain
muamalah maaddiyah (kebendaan) dan muamalah madaniyah (kebudayaan) termasuk
berpolitik.
2. Hidup Berdampingan
Agama memerintahkan agar sesama manusia salling kenal-mengenal dengan baik dan
sesama muslim hidup bersaudara dengan rambu-rambu, antara lain:
a. Tidak mudah terpancing; perlu adanya tabayyun (al-Hujurat: 6)
b. Kalau ada pertentangan, berusaha mendamaikan (al-Hujurat: 8-10)
c. Tidak saling merendahkan (al-Hujurat: 11)
d. Menjauhkan su’udhan (buruk sangka), dan saling mengumpat (al-Hujurat: 12, HR
Bukhari).
e. Merendahkan sesama muslim termasuk perbuatan dosa (HR Muslim)
f. Mencaci sesama muslim itu perbuatan merusak (fusuq), dan memeranginya
perbuatan kekafiran. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Agama menghormati hak asasi manusia
a. Islam menghormati diri manusia baik ketika masih hidup maupun sudah
meninggal dunia (al-Isra’: 70, HR. Ahmad, Abu Dawud dan Lima Ahli Hadits
lainnya). Orang yang sudah meninggal tidak boleh disebut kejelekannya (kecuali
sangat terpaksa) bahkan sebaiknya didoakan agar mendapatkan maghfirah dari
Allah.
b. Allah mengancam dengan siksa baik di dunia maupun di akherat terhadap orang
yang senang menyiarkan kejelekan orang yang beriman (an-Nur ayat 19) yang
artinya “sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang amat
keji tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih
di dunia dan di akherat; dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”.
c. Orang-orang yang berbuat pelanggaran hak pribadi seseorang baik hak kebendaan
maupun hak kehormatan dan belum minta ampun maka orang tersebut di hari
kiamat termasuk orang muflis (bangkrut) (HR. Bukhari juga HR. Muslim). Hadits
lain yang agak terinci, antara lain dinyatakan bahwa orang-orang di hari kiamat
nanti membawa pahala shalat, pahala puasa, pahala zakat, tetapi semasa hidupnya
ia banyak menuduh kejelekan orang lain, mengambil harta orang lain, suka
memukul atau melukai orang lain, dan ia belum meminta kehalalannya. Maka
akhirnya kebaikannya diberikan kepada orang yang pernah dituduh, diambil
hartanya, yang pernah dianiaya sampai habis pahalanya.

4. Kemaslahatan Umum Diutamakan Dari Kemaslahatan Pribadi

Tujuan agama disyariatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam pencapaian
kemaslahatan ini kemaslahatan umum lebih diprioritaskan dari kemaslahatan perorangan.
Atas dasar prinsip ini publikasi politisi yang berbuat tidak baik perlu dipertimbangkan
maslahah dan madlaratnya bagi agama dan masyarakat.
Seperti yang banyak disuarakan dalam masmedia; kebusukan politisi berkisar pada:
a. Korupsi, suap, manipulasi (termasuk yang menerima maupun yang memberi).
b. Kolusi, nepotis dan sebagainya.
c. Kejahatan seks, judi dan sebagainya (pornografi dan pornoaksi).
d. Kekerasan, tindak pidana dan sebagainya
e. Narkoba dan sesamanya.
Masalah-masalah tersebut sekarang sangat memprihatinkan dan telah melanda
masyarakat kita yang sulit untuk memberantas dan menguranginya. Hal ini antara lain
dipengaruhi oleh sikap politisi dan para pengambil kebijakan yang nampak enggan dan
mengalami kesulitan untuk memberantasnya karena perbuatan dan sikap mereka
sendiripun nampak tidak mengakui bahwa itu adalah suatu perbuatan yang tercela.
Problem yang kita hadapi ialah kalau dibiarkan hal seperti itu akan bertambahlah
mafsadat (kerusakan), tetapi kalau dilakukan publikasi kejelekan mereka dapat
melanggar hak asasi mereka.

II. Dua Kemaslahatan Yang Bertentangan
Kita menghadapi dua kewajiban yang hukumnya wajib dilakukan yaitu:
1. Dalam rangka amar ma’ruf dan nahi munkar, agar politisi busuk tidak ada
tempat berkiprah di tengah-tengah masyarakat. Sarana yang ditempuh
antara lain dengan publikasi kebusukan mereka agar dikenal masyarakat
karena kalau tidak dilakukan mereka akan dipilih masyarakat dan dapat
berperan di tengah masyarakat yang akan membawa kerugian masyarakat
itu sendiri.
2. Disisi lain kewajiban manusia untuk saling menghormati hak asasi
seseorang sekiranya melakukan publikasi keburukan mereka di tengahtengah masyarakat.
Berdasarkan metodologi pemahaman dan pemikiran (ijtihad) pada aplikasi sumber yang
ta’arudl (bertentangan), ada salah satu metode ijtihad yang disebut istihsan yang dapat
membuka jalan penyelesaian, yakni pengecualian dari prinsip kemaslahatan. Prinsip
realisasi kemaslahatan itu harus:
a. Membawa kemanfaatan dan seklaigus juga
b. Menghilangkan kemadlaratan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam Fiqih Islam ada qaidah kulliyah yang berbunyi
ADL DLARARU YUZAALU yang artinya setiap yang membawa kerusakan harus
dihilangkan. Banyak ayat dan hadits yang dijadikan dalil rumusan ini.
Politisi-politisi yang mempunyai kriteria dan kualifikasi berbuat tidak baik (busuk) harus

dicegah sehingga tidak berperan di tengah-tengah masyarakat, yang berakibat membias
pada masyarakat yang sukar memberantasnya, seperti telah dikemukakan dimuka.
Muncullah gagasan publikasi kebusukan politisi, setelah dilakukan pendekatan amar
makruf nahi anil mungkar kepada mereka ternyata mereka tidak bergeming dari
kebusukannya.

Namun untuk mempublikasikan kejelekan mereka akan melanggar hak pribadi mereka,
apalagi kalau tidak sesuai dengan fakta. Karena menonjolkan kejelekan seseorang di
tengah masyarakat itu dilarang. Kalau dapat justru harus ditutupi agar mereka dapat
bertaubat. Tetapi kalau toh tidak mau bertaubat, bahkan mereka merasa benar, padahal itu
suatu kejahatan. Maka untuk mengatasi hal itu perlu diadakan publikasi. Maka publikasi
itu dilakukan karena dalam keadaan terpaksa (dlarurat). Dan tidaklah begitu saja
publikasi itu dapat dilakukan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata dan dilakukan setelah
adanya pendekatan dengan cara yang baik (bil hikmati wal mau’idlatil hasanah) dan
ternyata ajakan baik itu tidak diindahkan oleh mereka.
Dengan kata lain pelaksanaan kebolehan publikasi keburukan politisi itu (kalau memang
harus dilakukan) haruslah sangat hati-hati dan tidak lagi ada jalan lain yang efektif yang
dapat ditempuh. Dalam qaidah fiqih melakukan sesuatu tindakan dalam keadaan terpaksa
atau dlarurat itu haruslah dilakukan dengan batas-batas tertentu (ADL DLARUURATU
TUQADDARU BIQADRIHA) dan hati-hati, untuk tidak menimbulkan fitnah. Qaidahqaidah dibawah dapat direnungkan:

a. IDZA TA'ARADLAA MUFSIDATAANI RU'lYA A'DHAMUHUMA DLARARAN
BIR TIKAABI AKHAFFIHIMA, yang artinya apabila terdapat dua mafsadat (dua
kerusakan) yang saling bertentangan maka harus diperhatikan salah satunya dengan
mengambil yang lebih ringan resikonya.
Dalam hal ini memberikan informasi tentang kejahatan beberapa politisi dan pengambil
kebijaksanaan untuk tidak bisa berperan ditengah-tengah masyarakat, merupakan suatu
yang akan merugikan orang lain. Namun demikian terlindunginya masyarakat umum
dari implikasi keburukan mereka sangat diperlukan.
b. ADL DLARARUL ASYADDU YUZAALU BIDL DLARARIL AKHKHAFI, yang
artinya kemadlaratan yang lebih besar (dalam hal ini krisis yang terus melanda
masyarakat yang tidak kunjung reda), dapat dihilangkan dengan kemadlaratan yang lebih
ringan (yakni publikasi kebusukan beberapa person politisi yang bandel).
c. Qaidah yang hampir sama dengan qaidah di atas bisa dikemukakan pula, yakni:
YUTAHAMMALU ADLDLARARUL KHAASHU LIDAF-'IDL DLARARIL 'AAMI,
yang artinya kerusakan yang bersifat khusus (memberi catatan kejelekan orang) terpaksa
harus dilakukan untuk menghindari kerusakan yang lebih umum (lebih luas). Dalam
pelaksanaan di masa lalu seperti memberi catatan jelek bagi perawi hadits yang tidak
mempunyai kredibilitas adil, untuk menghindari adanya hadits palsu. Juga menampakkan
kejelekan barang dagangan di pasar untuk diketahui masyarakat (pemiliknya menjadi
jera) untuk melindungi konsumen dari gharar (kicuan).

III. Kesimpulan
1. Agama ditetapkan untuk manusia agar manusia mendapatkan kemaslahatan hidup
di dunia dan di akherat.
2. Manusia sebagai pribadi mempunyai hak-hak yang perlu dihormati, dan
dilindungi tetapi apabila kepentingan masyarakat lebih luas terancam dengan
terbiarkannya penyalahgunaan hak tersebut, dalam keadaan yang sangat terpaksa
dapat ditempuh dengan mengutamakan kepentingan umum (yang lebih luas).
3. Untuk publikasi kebusukan politisi dan pengambil kebijaksanaan publik dengan
sangat terpaksa dilakukan, setelah ditentukan kriteria-kriterianya dan diteliti
kebenarannya. Dan hal itu dilakukan setelah yang bersangkutan diberi informasi

tentang kebusukan perbuatannya itu dengan cara yang baik (yang dikenal di
tengah masyarakat) tetap tidak mau surut dari perbuatannya bahkan tetap
berusaha mendapatkan mendapatkan posisi yang nantinya merugikan masyarakat
umum.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 04 2004